I.
PENDAHULUAN........................................................................................2
1.1 Latar Belakang..............................................................................................2
1.2 Maksud dan Tujuan.......................................................................................3
II.
PEMILIHAN PRODUK...............................................................................4
2.1 Deskripsi Singkat Produk.............................................................................4
2.2 Alasan Pemilihan Produk..............................................................................4
2.3 Analisis Pasar................................................................................................5
III.
PERANCANGAN PROSES.........................................................................8
IV.
KESIMPULAN...........................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................25
I.
PENDAHULUAN
tipe karbohidrat yang jika dikonsumsi tidak akan menaikkan kadar gula darah
secara drastis, sehingga ubi jalar sangatbaik jika dikonsumsi penderita diabetes.
Tekstur ubi jalar yang lunak dengan kadar air tinggi memiliki sifat mudah
rusak oleh pengaruh mekanis. Kerusakan ini memberi kesempatan masuknya
mikroba ke dalam umbi dan merusak umbi secara keseluruhan. Pengolahan ubi
jalar menjadi tepung merupakan salah satu upaya pengawetan ubi jalar. Selain itu,
juga merupakan upaya peningkatan daya guna ubi jalar supaya dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pangan. Pengolahan ubi jalar menjadi
tepung memberikan beberapa keuntungan seperti meningkatkan daya simpan,
praktis dalam pengangkutan dan penyimpanan serta dapat diolah menjadi
beranekaragam produk makanan (Winarno, 1982). Tepung ubi jalar dapat
digunakan untuk produk roti, makanan bayi, permen, saus, makanan sarapan,
makanan ringan, biskuit dan lain sebagainya.
1.2 Maksud dan Tujuan
1.
2.
secara impor.
Mengembangkan teknologi proses pembuatan tepung ubi jalar ungu.
dengan teknik olahan yang sesuai dan menarik. Produk olahan dari ubijalar segar
maupun produk antara (tepung) berpeluang mensubstitusi penggunaan terigu 10100%. Ubijalar ungu juga potensial digunakan sebagai bahan pewarna alami
untuk makanan dan minuman. Pengembangan produksi dan pemanfaatan ubijalar
ungu cukup prospektif karena sejalan dengan program percepatan diversifikasi
pangan dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pangan sehat serta
pengembangan agroindustri berbahan baku lokal.
2.3 Analisis Pasar
Produk antara seperti tepung ubijalar akan menjadi lebih awet karena
relatif tahan lama disimpan dan memerlukan ruang lebih kecil untuk
penyimpanan. Hal ini penting artinya pada saat panen raya dimana produksi
melimpah, ubi jalar segar tidak tahan disimpan lama. Pemanfaatan tepung juga
lebih fleksibel karena dapat digunakan sebagai bahan baku atau campuran
(substitusi) tepung terigu dalam pengolahan berbagai jenis makanan, seperti roti,
kue kering, kue basah, dan mie (Utomo et al. 1999).
Peningkatan konsumsi ubijalar juga dapat dilakukan melalui promosi
ubijalar sebagai pangan fungsional dan pangan sehat. Senyawa antosianin pada
ubi jalar ungu yang bermanfaat bagi kesehatan perlu ditonjolkan untuk
menghapus citra ubi jalar yang dianggap sebagai makanan inferior. Antosianin
dapat berfungsi sebagai antioksidan, sehingga berperan positif terhadap
pemeliharaan kesehatan tubuh (Suda et al. 2003). Senyawa fenol pada ubi jalar
juga berfungsi sebagai antioksidan, kandungan serat pangan dan nilai glikemik
indeks (GI) ubi jalaryang relatif rendah memberi nilai tambah bagi komoditas ini
sebagai pangan fungsional.
Pengembangan pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai bahan pangan
fungsional sangat prospektif ditinjau dari ketersediaan bahan baku. Informasi
mengenai kesesuaian masing-masing varietas untuk beragam produk pangan dan
teknologi pengolahannya yang sederhana juga telah tersedia, sehingga relatif
mudah diterapkan, baik oleh industri skala kecil/rumah tangga maupun industri
skala besar. Hal ini membuka peluang usaha bagi produsen produk olahan ubi
jalar segar maupun produk antara (tepung). Untuk itu diperlukan ketersediaan
bahan baku secara sinambung, berkualitas tinggi, dan sesuai untuk produk olahan
tertentu. Ketersediaan pasokan dapat dipenuhi dengan cara penanaman varietas
ubi jalar ungu yang sesuai, mengatur jadwal tanam dan masa panen yang
disesuaikan dengan musim dan pola tanam yang ada, terutama di sentra produksi
ubi jalar. Perlu dilakukan penanganan pasca panen yang tepat untuk
mempertahankan mutu fisik dan mutu kimia umbi sebelum diolah menjadi
beragam produk.
Produk olahan tepung dapat disimpan dalam bentuk sawut kering sebagai
cadangan bahan baku yang dapat terus diolah menjadi tepung saat ketersediaan
umbi segar terbatas. Fluktuasi ketersediaan ubi jalar dipasaran sangat tinggi dan
berpengaruh terhadap harga. Saat panen raya, hasil panen melimpah dan harga ubi
jalar ungu di tingkat petani Rp 1.500-2.000/kg, namun pada saat tidak musim
panen mencapai Rp 3.000-4.000/kg di tingkat pedagang pengecer. Fenomena
fluktuasi ketersediaan bahan baku dan harga ini perlu menjadi pertimbangan
dalam usaha pengembangan produk olahan ubi jalar. Memiliki kebun sendiri dan
bermitra dengan kelompok tani merupakan salah satu solusi yang dapat dilakukan
untuk menjamin pasokan umbi segar dengan harga yang wajar.
Harga jual ubi jalar ungu di pasaran, khususnya di Malang dan sekitarnya
yang hampir dua kali lipat harga ubi jalar putih atau kuning/orange, merupakan
daya
tarik
bagi
petani
untuk
meningkatkan
produksi.
Namun
untuk
pengembangan usaha tepung ubijalar ungu, masalah harga ini kritis karena dengan
tingkat harga umbi segar Rp 2.000/kg dan rendemen 25%, harga tepung telah
mencapai Rp 8.000/kg (belum termasuk biaya pengolahan), sehingga sulit
bersaing dengan tepung terigu saat harganya berkisar antara Rp 5.000-8.000/kg.
Heriyanto dan Winarto (1999) menyatakan, harga tepung ubi jalar yang layak
dipasarkan sebagai substitusi terigu maksimal 25% dibawah harga tepung terigu.
Peluang substitusi tersebut terbuka lebar saat terjadi kenaikan harga gandum di
pasar internasional seperti pada tahun 2010 akibat gagal panen di beberapa negara
produsen. Saat ini harga terigu Rp5.220/kg dan di tingkat eceran dapat mencapai
Rp 7.250/kg (Kompas 2011).
Kelebihan tepung ubi jalar ungu dibanding terigu perlu ditonjolkan untuk
meningkatkan daya saing, di antaranya sifat fungsional antosianin dan kandungan
non glutennya yang sesuai untuk penderita autis, alergi gluten,intoleransi gluten
(penyakit seliak), dan nilai indeks glikemik yang lebih rendah.Warung Sela Boga
di Denpasar, Bali, merupakan salah satu usaha produk olahan ubi jalar yang
mengusung tema sehat tanpa gluten, sehingga semua produknya dibuat dari ubi
jalar dengan tingkat substitusi terigu 20-100%. Kandungan gluten pada produkproduk makanan bebas gluten telah ditetapkan maksimum 20 mg/kg (Deutsch et
al. 2008 dalam Huttner dan Arendt 2010). Konsumsi gluten pada orang-orang
yang sensitif terhadap gluten dapat berefek buruk, di antaranya alergi (gatal-gatal,
gangguan pencernaan dan pernafasan) dan penyakit seliak yang dapat
menyebabkan kerusakan usus halus, sehingga mengganggu penyerapan nutrisi ke
dalam tubuh. Prevalensi penyakit seliak di Indonesia diperkirakan satu di antara
100 orang. Untuk penderita autis, gluten dianggap sebagai toksin karena tubuhnya
tidak menghasilkan enzim untuk mencerna gluten (Ali 2007).
Penggunaan ubi jalar sebagai substitusi sebagian terigu dalam pembuatan
beragam makanan berpeluang mengurangi impor terigu dan menghemat devisa.
Ubi jalar bentuk pasta maupun tepung dapat digunakan sebagai bahan campuran
terigu untuk semua produk olahannya dengan tingkat substitusi 10-100%.
Pengembangan produk olahan ubi jalar juga akan memacu peningkatan produksi
ubi jalar karena meningkatnya kebutuhan bahan baku. Hal ini sejalan dengan
program peningkatan diversifikasi pangan yang dicanangkan Kementerian
Pertanian dan PP Nomor 22 tahun 2009 tentang Percepatan Penganekaragaman
Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal, sehingga perlu didukung
pelaksanaannya.
Ampas
Pencucian
Pengupasan
Air Kotor
Kulit
Pengirisan
Pengukusan
T= 100oC, t=10 menit
Pengeringan
T=4oC,t= 24 jam
Kulit
Penggilingan
3000 rpm t=20 menit
Pengayakan
1500 rpm, 80 mesh
Tepung Ubi
Jalar Ungu
Pengecilan Ukuran
Pengecilan ukuran dilakukan dengan alat perajang umbi dengan kapasitas
sebesar 260 kg/jam. Ubi jalar ungu dipotong hingga diperoleh potongan umbi
dengan ketebalan sekitar 1 cm.Proses pengecilan ukuran untuk mempersingkat
waktu pengukusan dengan tujuan memperluas permukaan yang akan terkena
panas sehingga mempercepat penetrasi panas sampai ke tengah bahan.
Pengukusan
Ubi jalar ungu kemudian dikukus dengan menggunakan silo yang
dilengkapi dengan alat steamer untuk mengalirkan uap panas. Kapasitas alat yang
digunakan adalah 500 kg. Proses pengukusan ini akan dilakukan selama dua kali
dalam satu kali proses produksi.
Proses pengukusan bertujuan untuk menginaktivasi senyawa tripsin
inhibitor, serta menonaktifkan senyawa alkaloid dan fenolik yang terdapat secara
alamiah di dalam ubi jalar. Selain itu proses pengukusan ini diharapkan dapat
mengunci warna dengan komponen pati disekitarnya sehingga warna ungu yang
dihasilkan akan lebih stabil selama proses pengeringan dan penyimpanan. Hal ini
terjadi karena adanya proses gelatinisasi pati sehingga pati berikatan dengan
komponen warna, dalam hal ini antosianin, membentuk komponen warna yang
stabil (Eskin, 1979). Pengukusan dilakukan pada suhu 100C selama10
menit.Pengambilan suhu dan waktu pengukusan ini didasarkan pada pernyataan
Faizah (2004), yang menyatakan bahwa pati dari varietas Ayamurasaki ini
memerlukan waktu 29 menit pada suhu 73.5C untuk dapat bergelatinisasi, dan
granulanya pecah pada suhu 88.5C setelah 39 menit.
Proses pengukusan menggunakan suhu 100C, diasumsikan bahwa pati ubi
ungu ini dapat mencapai gelatinisasi, sehingga waktu pengukusan diperpendek
menjadi 10 menit. Ketebalan yang dimiliki oleh ubi serta suhu yang digunakan
pun mendukung pendeknya waktu pengukusan sehingga tidak diperlukan waktu
29 menit untuk dapat bergelatinisasi. Tujuan gelatinisasi ini adalah untuk
memfiksasi komponen warna, dalam hal ini antosianin, sehingga intensitas
warnanya dapat lebih stabil dibandingkan dengan tanpa proses pemasakan. Selain
10
itu, granula pati akan langsung menyerap air dan mengembang stabil pada saat
proses rehidrasi tepung akibat adanya proses gelatinisasi ini.
Pengeringan
Proses selanjutnya adalah proses pengeringan. Pengeringan dapat
dilakukan dengan beberapa cara, namun yang paling umum digunakan adalah
dengan metode tradisional (penjemuran) dan metode oven. Metode yang
digunakan adalah metode pengeringan menggunakan oven. Oven merupakan alat
pengering yang paling mudah dalam pemeliharaan dan penggunaan serta biaya
operasional yang rendah. Prinsip kerja oven pengering secara umum adalah
memanaskan bahan dengan menggunakan prinsip pindah panas secara konveksi.
Elemen pemanas akan memanaskan udara kemudian partikel-partikel udara
mengenai bahan secara bergantian.
Oven yang digunakan adalah pengering kabinet (cabinet dryer) dengan
kapasitas 40 rak. Pengering kabinet (cabinet dryer) terdiri dari suatu ruangan yang
terisolasi dengan baik untuk mencegah kehilangan panas. Kipas yang berada
didalam pengering kabinet mengalirkan udara melalui elemen-elemen pemanas
dan menyebarkannya secara merata melalui nampan-nampan yang berisi hancuran
ubi ungu matang yang dikeringkan. Suhu yang digunakan berkisar antara 50
55C, suhu yang tidak melewati suhu kristis antosianin. Pengeringan dilakukan
selama 68 jam, sampai serpihan ubi yang sudah kering dapat dipatahkan. Produk
yang benar-benar kering memiliki kadar air sekitar 7 9%.
Penggilingan
Penggilingan dengan disc mill menghasilkan tepung yang kasar. Kapasitas
disc mill yang digunakan adalah 300 kg/ jam dengan kecepatan rotasi 3000 rpm.
Warna ubi jalar setelah penggilingan mengalami perubahan yang cukup
signifikan, menjadi lebih terang dibandingkan dengan setelah pengeringan. Pada
proses penggilingan, sel-sel akan hancur dan pati akan terlepas. Menurut Petersen
(1975), pati bebas tersebut berfungsi untuk meningkatkan sifat kohesif adonan
sehingga memudahkan proses pembentukan lembaran adonan.
11
Pengayakan
Pengayakan dilakukan untuk memperoleh tepung yang lebih halus dengan
menggunakan ayakan ukuran besar sama dengan 80 mesh. Penggunaan ayakan ini
agar diperoleh tepung yang ukurannya sama dengan tepung yang dijual dipasaran,
sehingga proses pengaplikasiannya menjadi lebih mudah. Pengayakan dilakukan
dengan menggunakan mesin pengayak tepung dengan kapasitas 100 kg/jam
dengan kecepatan vibrasi 1500 rpm.
Gandum
Pembersihan Kotoran
Ai
r
Pelembaban
Conditioning
Penggilingan
Bleaching
Vitamin
Pencampuran dengan
Additif
Pengemasan
Tepung Terigu
12
mempungai kadar air yang diinginkan. Proses ini tergantung pada kandungan air
pada biji gandum, kepadatan dan kekerasan biji gandum tersebut. Proses
selanjutnyaa dalah pengondisian, kemudian dilakukan penghancuran dengan
penggilingan. Proses selanjutnya adalah pemutihan (bleaching), pencampuran
dengan zat aditif , pendinginan, dan kemudian pengemasan (Darussalam, 2014).
Berdasarkan uraian diatas, proses pembuatan tepung terigu lebih banyak
menggunakan zat tambahan seperti zat pemutih dan zat aditif namun pada proses
pengolahannya tidak dilakukan pengukusan gandum. Bahan baku gandum yang
digunakan pada pembuatan tepung terigu hanya dilakukan pengolahan dengan
pengecilan ukuran.
3.3 Asumsi, Pendekatan, Justifikasi Proses
Bahan Baku
-
Pencucian
-
Bahan yang terlarut di dalam air dalam proses pencucian adalah 100%
kotoran termasuk tanah yang menempel di permukaan kulit ubi jalar ungu.
Pengupasan
-
Diasumsikan bahwa kulit ubi jalar ungu yang terbuang sebesar 10% dari
total berat ubi jalar ungu.
Pengecilan Ukuran
-
ukuran.
Tidak ada bahan yang terbuang dalam proses pengecilan ukuran.
Pengukusan
13
Kadar air ubi jalar ungu pada proses pengukusan mengalami peningkatan
Pengeringan
-
Diasumsikan bahwa hanya kadar abu, kadar air, dan kadar antosianin yang
Penggilingan
-
Tepung kasar yang menempel pada alat disc millhanya sekitar 5-10%. (dari
awal yg terbuang)
Produk akhir
-
bahan mencapai 78,45% pada ubi jalar ungu pekat dan 86,95% pada ubi jalar
ungu
muda.
Kehilangan antosianin
disebabkan
oleh
larutnya
senyawa
14
Fungsi
: Mencuci Umbi-Umbian
Kapasitas
: 500 kg/jam
Spesifikasi
- Panjang : 1700 Mm
- Lebar
: 800 Mm
- Tinggi
: 1250 Mm
- Penggerak : E. Motor 2 Hp
Fungsi
Model
Kapasitas
Berat
Body
: Mengupas Umbi-umbian
: X15A Maksindo
: 15 kg/2 menit
: 66 kg
: stainless steel
15
Fungsi
Disk pisau
Pisau
Frame
Hopper
Jumlah pisau
Kapasitas
16
4.
Silo Steamer
5.
Fungsi
Diameter
Tinggi
Bahan
Kapasitas
Cabinet Dryer
Fungsi
: Untuk mengeringkan chips ubi jalar ungu
Kapasitas
: 88 liter (22 nampan)
Spesifikasi
:
- Body bagian dalam dan luar : plat stainless steel
- Rangka untuk rak
: stainless steel
- Nampan
: plat stainless steel
- Rangka mesin
: besi kotak
- Pemanas
: kompor LPG
- Pengatur suhu
: otomatis
- Distribusi udara panas
: blower
- Kontrol suhu
: s.d. 125 derajat (otomatis)
17
6.
Fungsi
Kapasitas
Rotational speed
Motor power
Dimensi
Berat
7.
Fungsi
: Menyeragamkan ukuran tepung
Kapasitas
: Continue 100 kg/jam
Dimensi (l x t) : 70 x 100 cm
Material Rangka : MS 3mm
Material Body : Stainless Steel 304
Material Saringan : Stainless Steel 304
UkuranSaringan : Mesh 60, 80, 100
18
: 1 jam
Waktu bekerja
: 330 hari/tahun
Satuan operasi
: kg/jam
19
Masuk
Alur 1
6847.2
307.2
196.8
4066.2
25.8
271.2
0.5544
11714.95
Alur 2
6847.2
307.2
196.8
4066.2
25.8
271.2
0.5544
11714.95
Keluar
Alur 3
13694.4
614.4
393.6
8132.4
51.6
542.4
1.11
23429.91
23429.91
Alur 5
6847.2
307.2
196.8
4066.2
25.8
271.2
0.5544
11714.95
Keluar
Alur 6
3081.24
276.48
177.12
3659.58
23.22
244.08
0.49
7462.22
7462.22
23429.91
3.6.2 Pengupasan
Tabel 2. Neraca Massa Proses Pengupasan
Komposisi
Karbohidrat
Protein
Abu
Air
Lemak
Serat
Antosianin
Sub total
Total
Masuk
Alur 4
6847.2
307.2
196.8
4066.2
25.8
271.2
0.5544
11714.95
23429.91
20
Masuk
Alur 7
6847.2
307.2
196.8
4066.2
25.8
271.2
0.5544
11714.95
Alur 8
6847.2
307.2
196.8
4066.2
25.8
271.2
0.5544
11714.95
Keluar
Alur 9
3081.24
276.48
177.12
3659.58
23.22
244.08
0.49
7462.22
7462.22
Alur 11
1540.62
138.24
88.56
1829.79
11.61
122.04
0.25
3731.11
Keluar
Alur 12
3081.24
276.48
177.12
4025.54
23.22
244.08
0.35
7828.04
7828.04
Alur 14
1540.62
138.24
88.56
2012.77
11.61
122.04
0.175
3914.02
Keluar
Alur 15
5199.6
196.2
103.2
430.2
53.4
216
193.8
6392.4
6392.4
23429.91
3.6.4 Pengukusan
Tabel 4. Neraca Massa Proses Pengukusan
Komposisi
Karbohidrat
Protein
Abu
Air
Lemak
Serat
Antosianin
Sub total
Total
Masuk
Alur 10
1540.62
138.24
88.56
1829.79
11.61
122.04
0.25
3731.11
7462.22
3.6.5 Pengeringan
Tabel 5. Neraca Massa Proses Pengeringan
Komposisi
Karbohidrat
Protein
Abu
Air
Lemak
Serat
Antosianin
Sub total
Total
Masuk
Alur 13
1540.62
138.24
88.56
2012.77
11.61
122.04
0.175
3914.02
7828.04
21
3.6.6 Penggilingan
Tabel 6. Neraca Massa Proses Penggilingan
Komposisi
Karbohidrat
Protein
Abu
Air
Lemak
Serat
Antosianin
Sub total
Total
Masuk
Alur 16
1540.62
138.24
88.56
2012.77
11.61
122.04
0.175
3914.02
Alur 17
1540.62
138.24
88.56
2012.77
11.61
122.04
0.175
3914.02
7828.04
22
Keluar
Alur 18
4939.62
186.39
98.04
408.69
50.73
205.2
184.11
6072.78
6072.78
IV.
KESIMPULAN
1. Alasan pendirian pabrik tepung ubi jalar ungu adalah untuk mengurangi
impor gandum, meningkatkan daya simpan ubi jalar ungu, dan kepraktisan
dalam pengangkutan dan penyimpanan.
2. Proses pengolahan tepung ubi jalar ungu terdiri dari proses pencucian,
pengupasan, pengecilan ukuran, pengukusan, pengeringan, penggilingan,
pengayakan, dan pengemasan.
3. Ubi jalar ungu memiliki komposisi nilai gizi 67,77 %, kadar abu 3,28 %,
kadar pati 55,27%, kadar protein 5,12 %, kadar gula pereduksi 1,79 %,
-
23
DAFTAR PUSTAKA
Ali, A. 2007. Waspada, roti simpan kandungan berbahaya. Available at :
http://saqy.blogspot.com/2010/07/waspada-roti-simpan-kandungan
berbahaya.html (diakses pada 30 September 2015).
Heriyanto dan A. Winarto. 1999. Prospek pemberdayaan tepung ubijalarsebagai
bahan baku industri pangan. Dalam A.A. Rahmianna, Heriyantodan A.
Winarto (Eds.). Pemberdayaan Tepung Ubijalar sebagaiSubstitusi Terigu
dan Potensi Kacang-kacangan untuk PengayaanKualitas Pangan. Edisi
Khusus Balitkabi No. 15-1999. p. 17-29.
Huttner, E.K. and E.K. Arendt. 2010. Recent advances in gluten-free bakingand
current status of oats. Trends in Food Science and Technology21:303-312.
Kompas. 2011. Harga tepung terigu melonjak, pengrajin makanan kecilmenjerit.
Kompas, 8 Maret 2011. (diakses pada 22 Oktober 2015).
Murtiningsih dan Suyanti. 2011. Membuat Tepung Umbi dan Variasi Olahannya.
AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Suda I, T. Oki, M. Masuda, M. Kobayashi, Y. Nishiba, dan S. Furuta. 2003.
Physiological Functionality of Purple-Fleshed Sweet Potatoes Containing
Anthocyanins and Their Utilization in Foods. JARQ, Vol. 37(3) :167-173.
Utomo, J.S., E. Ginting, dan S.S. Antarlina. 1999. Teknologi pengolahan
ubijalardan ubikayu mendukung diversifikasi pangan. Makalah Balitkabi
No.99-77, disampaikan pada Gelar Teknologi Pengolahan Pangan Lokaldi
Surabaya, 9 Nopember 1999. Kanwil Deptan Propinsi Jawa Timur.22
p.Badan Pusat Statistik. 2009. Food Crops Statistic. Available at :
http://www.bps.go.id (diakses pada 22 Oktober 2015).
Widodo, Y. 1989. Prospek dan Strategi Pengembangan Ubi Jalar sebagai Sumber
Devisa. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 8(4):83-88.
Winarno, F. G. 1982. Sweet potato processing and by-product utilization in
thetropics. Di dalam: Villareal, R.L. dan Grigs, T.D. (eds.). 1982. Sweet
Potato : Proceedings of The first International symposium. P. 373384.AVRD Center, Taiwan, R. O. C.
24