BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
meminimalisir
(2002)
menyatakan
bahwa
perkembangan
adalah
b. Masa postnatal atau masa setelah lahir. Masa ini terdiri dari lima
periode, antara lain:
10
pertumbuhan pada janin dan bayi lahir dengan daya tahan tubuh
yang rendah sehingga mudah terkena infeksi, dan selanjutnya akan
berdampak pada terhambatnya pertumbuhan tinggi badan.
Selain itu faktor lingkungan pada masa pra natal lainnya yang
berpengaruh adalah mekanis yaitu trauma dan cairan ketuban yang
kurang dapat menyebabkan kelainan bawaan pada bayi yang akan
dilahirkan. Faktor toksin atau zat kimia yang disengaja atau tanpa
sengaja dikonsumsi ibu melalui obat-obatan atau makanan yang
terkontaminasi dapat menyebabkan kecacatan, kematian atau bayi
lahir dengan berat lahir rendah.
Faktor hormon yaitu hormon endokrin yang juga berperan
pada pertumbuhan janin adalah somatotropin (growth hormon), yang
disebut juga hormon pertumbuhan. Hormon ini berperan mengatur
pertumbuhan somatic terutama pertumbuhan kerangka. Pertambahan
tinggi badan sangat dipengaruhi oleh hormon ini. Growth hormon
merangsang terbentuknya somatomedin yang kemudian berefek pada
tulang rawan, dan aktivitasnya meningkat pada malam hari pada saat
tidur, sesudah makan, sesudah latihan fisik, perubahan kadar gula
darah dan sebagainya.
Hal lainnya yang dapat memengaruhi kehidupan pada masa pra
natal adalah stress ibu saat hamil, infeksi, immunitas yang rendah
dan anoksia embrio atau menurunnya jumlah oksigen janin melalui
gangguan plasenta juga dapat menyebabkan kurang gizi dan berat
badan bayi lahir rendah (BBLR).
b. Lingkungan Postnatal
11
12
13
masalah kurang vitamin A (KVA) (Supariasa, 2001). Rawan pangan dan gizi
masih menjadi salah satu masalah besar bangsa ini.
Masalah gizi berawal dari ketidakmampuan rumah tangga mengakses
pangan, baik karena masalah ketersediaan di tingkat lokal, kemiskinan,
pendidikan dan pengetahuan akan pangan dan gizi, serta perilaku
masyarakat. Kekurangan gizi mikro seperti vitamin A, zat besi dan yodium
menambah besar permasalahan gizi di Indonesia. Dengan demikian masalah
pangan dan gizi merupakan permasalahan berbagai sektor dan menjadi
tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat.
Salah satu akibat kemiskinan adalah ketidakmampuan rumah tangga
untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam jumlah dan kualitas yang baik;
lebih dari 10 persen penduduk di setiap provinsi mengalami rawan pangan,
kecuali di Provinsi Sumatera Barat, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Hal ini
berakibat pada kekurangan gizi, baik zat gizi makro maupun mikro, yang
dapat diindikasikan dari status gizi anak balita dan wanita hamil (BPPN,
2006 dalam Laporan Dinkes Kota Pelembang, 2013).
Dilihat dari status sosial ekonomi masyarakat Kota Palembang
cenderung mengalami peningkatan ke arah yang berarti. Secara umum
pengeluaran perkapita penduduk di Kota Palembang dan Provinsi Sumatera
Selatan berkisar antara 500.000-1.000.000 rupiah per bulan yang berarti
pendapatan perkapita masyarakat sekarang ini masih sangat rendah dengan
mata pencaharian penduduk sebagian besar pedagang, nelayan, buruh,
karyawan, wiraswasta dan sebagian kecil adalah PNS, TNI/Polri, pensiunan
dan lain sebagainya, oleh karena itu jumlah usia angkatan kerja sangat
memengaruhi angka beban tanggungan. Penduduk usia angkatan kerja tahun
2010 di Kota Palembang sekitar 68.4% dari total penduduk Kota
Palembang. Sejalan dengan pesatnya kemajuan pembangunan di Kota
Palembang, tingkat pendidikan masyarakat juga semakin meningkat dan
kualitas sumber daya manusia secara umum sudah mulai menunjukkan
perkembangan ke arah yang lebih baik (Dinkes Kota Palembang, 2013).
2.1.4 Parameter Pertumbuhan Bayi
14
Berat Badan
15
Lahir
3.25 kg
3-12 bulan
1-6 tahun
Umur (tahun) x 2 + 8
16
Grafik 2. Kurva Kecepatan Pertumbuhan Berat Badan untuk Anak LakiLaki dan Perempuan (Cameron, 2012)
17
2.2
18
Multicenter
Growth
Reference
Study
(MGRS)
yang
dilaksanakan antara tahun 1997 dan 2003 menggunakan data primer dan
informasi berkaitan dari 8440 bayi dan anak muda sehat yang disusui,
berasal dari berbagai macam etnis dan latar belakang budaya (de Onis et al.,
2004a). Standar dibuat menggunakan pendekatan preskriptif berdasarkan
kriteria yang jelas, metode pengumpulan data yang ketat, dan prosedur data
manajemen yang baik (de Onis et al., 2004b; Borghi et al., 2006). Anakanak diukur saat lahir; pada minggu 1, 2, 4, dan 6; setiap bulan saat usia 212 bulan; dan setiap dua bulan pada tahun kedua.
Lain halnya dengan teknik penilaian status pertumbuhan sebelumnya
yang harus dilakukan follow-up, dengan mengunakan standar baru yang
dibuat WHO tentang laju pertumbuhan memungkinkan penelitian status
pertumbuhan menggunakan pendekatan longitudinal. Selain itu, beberapa
peneliti setuju bahwa laju pertumbuhan merupakan ukuran kuantitatif yang
lebih baik daripada nilai-nilai antropometri (berat, panjang, dan lingkar
kepala) dibandingkan dengan umur untuk menentukan status pertumbuhan.
(Tanner, 1952).
Ada beberapa perbedaan pokok antara laju/kecepatan pertumbuhan
dan ukuran pertumbuhan variabel (BB, PB/TB, LK) yang memengaruhi
bagaimana standar kenaikan berat badan seharusnya digunakan dan
diinterpretasikan. Perbedaan utama adalah kurangnya korelasi antar nilai
kenaikan berat badan. Dalam standar WHO 2009, probabilitas kenaikan
bulan-1 atau bulan-2 secara berurutan yang jatuh dibawah persentil 5 adalah
sebesar 0,3%. Jika persentil 15 yang dipilih, probabilitas ini meningkat
hanya sampai 2% dan 1,8%. Umumnya anak-anak yang sedang tumbuh
mempunyai z-score yang sangat tinggi pada bulan pertama dan sangat
rendah pada bulan berikutnya. Dengan demikian, sebuah nilai tunggal yang
rendah tidaklah informatif. Namun, nilai z-score yang sangat rendah,
19
pertumbuhan
digunakan
untuk
menginterpretasikan
pola
20