Anda di halaman 1dari 15

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pertumbuhan dan Perkembangan


Proses tumbuh kembang merupakan hasil interaksi faktor genetik
dan faktor lingkungan. Faktor genetik/keturunan adalah faktor yang
berhubungan dengan gen yang berasal dari ayah dan ibu, sedangkan faktor
lingkungan meliputi lingkungan biologis, fisik, psikologis, dan sosial
ekonomi.
Pertumbuhan dan perkembangan mengalami peningkatan yang pesat
pada usia dini, khususnya pada dua tahun pertama. Masa ini sering juga
disebut sebagai fase Golden Age. Golden age merupakan masa yang
sangat penting untuk memerhatikan tumbuh kembang anak secara
cermat agar sedini mungkin dapat terdeteksi apabila terjadi kelainan.
Selain itu, penanganan kelainan yang sesuai pada masa golden age
dapat

meminimalisir

kelainan pertumbuhan dan perkembangan anak

sehingga kelainan yang bersifat permanen dapat dicegah.


2.1.1 Definisi Pertumbuhan dan Perkembangan
Menurut Doyle (2009), pertumbuhan atau physical growth adalah
peningkatan dalam ukuran tubuh yaitu tinggi badan, berat badan dan juga
bertambah besarnya ukuran organ kecuali jaringan limfa yang akan
mengecil ketika usia anak bertambah. Sedangkan Narendra (2002)
mendefinisikan pertumbuhan sebagai bertambahnya ukuran fisik (anatomi)
dan struktur tubuh baik sebagian atau seluruhnya karena ada multiplikasi
atau bertambah banyaknya sel-sel tubuh dan juga karena bertambah
besarnya sel sehingga pertumbuhan adalah sesuatu yang bersifat kuantitatif
atau dapat diukur dengan satuan panjang dan satuan berat.
Narendra

(2002)

menyatakan

bahwa

perkembangan

adalah

bertambahnya kemampuan dan struktur/fungsi tubuh yang lebih kompleks


dalam pola yang teratur dan dapat diperkirakan sebagai hasil dari proses

diferensiasi sel, jaringan tubuh, dan organ-organ. Begitu juga menurut


Doyle (2009) perkembangan adalah sesuatu yang bersifat kualitatif dan
dapat diukur melalui beberapa indikator yang spesifik seperti gerakan
motorik kasar, gerakan motorik halus, perkembangan bahasa, kecerdasan,
psikososial, penglihatan, pendengaran, dan kognitif. Proses perkembangan
terjadi dalam kecepatan yang berbeda antara satu anak dengan yang lainnya,
mungkin saja ada anak yang sudah dapat berbicara lebih cepat dibandingkan
anak lainnya namun belum dapat berjalan atau lambat dalam perkembangan
motoriknya.
2.1.2 Tahap-Tahap Pertumbuhan
Menurut Moersintowarti (2002) tahap-tahap pertumbuhan, antara lain:
a. Masa prenatal atau masa intrauterin (masa janin dalam kandungan).
Masa ini dibagi menjadi 2 periode, antara lain:
1) Masa embrio ialah sejak konsepsi sampai umur kehamilan 8
minggu.
2) Masa fetus ialah sejak umur 9 minggu sampai kelahiran.
-

Masa fetus dini, sejak usia 9 minggu sampai dengan trimester


kedua kehidupan intra uterin, terjadi percepatan pertumbuhan,
pembentukan jasad manusia sempurna dan alat tubuh telah
berbentuk dan mulai berfungsi.

Masa fetus lanjut, pada ttrimester akhir pertumbuhan


berlangsung pesat dan adanya perkembangan fungsi-fungsi.
Pada masa ini terjadi transfer imunoglobulin G (IgG) dari darah
ibu melalui plasenta.

b. Masa postnatal atau masa setelah lahir. Masa ini terdiri dari lima
periode, antara lain:

1) Masa neonatal (0-28 hari)


Terjadinya adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi perubahan
sirkulasi darah, serta mulainya berfungsi organ-organ tubuh
lainnya.
2) Masa bayi, dibagi menjadi 2:
-

Masa bayi dini (1-12 bulan), pertumbuhan yang sangat pesat


dan proses pematangan berlangsung secara kontinyu terutama
meningkatnya fungsi sistem saraf.

Masa bayi akhir (1-2 tahun), kecepatan pertumbuhan mulai


menurun dan terdapat kemajuan dalam perkembangan motorik
dan fungsi ekskresi.

3) Masa prasekolah (2-6 tahun)


Pada saat ini pertumbuhan berlangsung dengan stabil, terjadi
perkembangan dengan aktifitas jasmani yang bertambah dan
meningkatnya keterampilan dan proses berpikir.
4) Masa sekolah atau masa pubertas (wanita: 6-10 tahun, laki-laki: 812 tahun)
Pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan masa prasekolah,
keterampilan dan intelektual makin berkembang, senang bermain
berkelompok dengan jenis kelamin yang sama.
5) Masa adolesensi (masa remaja), (wanita: 10-18 tahun, laki-laki:
12-20 tahun)
Anak wanita 2 tahun lebih cepat memasuki masa adolesensi
dibandingkan anak laki-laki. Masa ini merupakan masa transisi
dari periode anak ke dewasa. Pada masa ini terjadi percepatan
pertumbuhan berat dan tinggi badan yang sangat pesat yang

disebut Adolescent Growth Spurt. Pada masa ini juga terjadi


pertumbuhan dan perkembangan pesat dari alat kelamin dan
timbulnya tanda-tanda kelamin sekunder.
2.1.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan
Supariasa (2001) mengatakan pertumbuhan dipengaruhi oleh dua
faktor utama yaitu faktor internal seperti biologis, termasuk genetik, dan
faktor eksternal seperti status gizi.
1. Faktor Internal (Genetik)
Faktor internal (genetik) antara lain berbagai faktor bawaan yang
normal dan patologis; jenis kelamin, ras atau suku bangsa, umur, genetik,
dan kelainan kromosom. Apabila potensi genetik dapat berinteraksi baik
dengan lingkungan, maka pertumbuhan optimal akan tercapai (Supariasa,
2001).
2. Faktor Eksternal
Yang termasuk dalam faktor lingkungan dalam hal ini adalah
lingkungan bio-fisik dan psiko-sosial yang memengaruhi individu setiap
hari dan sangat berperan dalam menentukan tercapainya potensial
bawaan. Menurut Soetjiningsih (1995) dalam Supariasa (2001) secara
garis besar lingkungan dibagi menjadi lingkungan pra natal dan
lingkungan post natal.
a. Lingkungan Pranatal.
Lingkungan pranatal adalah terjadi pada saat ibu sedang hamil,
yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang janin mulai dari masa
konsepsi sampai lahir seperti gizi ibu pada saat hamil menyebabkan
bayi yang akan dilahirkan menjadi BBLR (Berat Badan Lahir
Rendah) dan lahir mati serta jarang menyebabkan cacat bawaan.
Selain dari pada itu kekurangan gizi dapat menyebabkan hambatan

10

pertumbuhan pada janin dan bayi lahir dengan daya tahan tubuh
yang rendah sehingga mudah terkena infeksi, dan selanjutnya akan
berdampak pada terhambatnya pertumbuhan tinggi badan.
Selain itu faktor lingkungan pada masa pra natal lainnya yang
berpengaruh adalah mekanis yaitu trauma dan cairan ketuban yang
kurang dapat menyebabkan kelainan bawaan pada bayi yang akan
dilahirkan. Faktor toksin atau zat kimia yang disengaja atau tanpa
sengaja dikonsumsi ibu melalui obat-obatan atau makanan yang
terkontaminasi dapat menyebabkan kecacatan, kematian atau bayi
lahir dengan berat lahir rendah.
Faktor hormon yaitu hormon endokrin yang juga berperan
pada pertumbuhan janin adalah somatotropin (growth hormon), yang
disebut juga hormon pertumbuhan. Hormon ini berperan mengatur
pertumbuhan somatic terutama pertumbuhan kerangka. Pertambahan
tinggi badan sangat dipengaruhi oleh hormon ini. Growth hormon
merangsang terbentuknya somatomedin yang kemudian berefek pada
tulang rawan, dan aktivitasnya meningkat pada malam hari pada saat
tidur, sesudah makan, sesudah latihan fisik, perubahan kadar gula
darah dan sebagainya.
Hal lainnya yang dapat memengaruhi kehidupan pada masa pra
natal adalah stress ibu saat hamil, infeksi, immunitas yang rendah
dan anoksia embrio atau menurunnya jumlah oksigen janin melalui
gangguan plasenta juga dapat menyebabkan kurang gizi dan berat
badan bayi lahir rendah (BBLR).

b. Lingkungan Postnatal

11

- Gizi (masukan makanan kualitatif dan kuantitatif) Termasuk


dalam hal ini bahan pembangun tubuh yaitu protein,
karbohidrat, lemak, mineral dan vitamin.
- Penyakit (penyakit kronis dan kelainan kongenital) Beberapa
penyakit kronis seperti glomerulonefritis kronik, tuberkulosis
paru dan penyakit seliak dapat mengakibatkan retardasi
pertumbuhan jasmani. Hal yang sama juga dapat terjadi pada
penderita kelainan jantung bawaan.
- Lingkungan, antara lain keadaan sosial-ekonomi, pengawasan
medis, perbaikan sanitasi, pendidikan, faktor psikologi dan lainlain. Hal ini memegang peranan penting dalam pertumbuhan
anak.
2.1.3.1 Pertumbuhan dan Status Sosial Ekonomi
Beberapa hal yang juga sebagai penyebab timbulnya masalah gizi
yang memengaruhi pertumbuhan seseorang adalah faktor sosial ekonomi
yang meliputi: pendidikan orang tua, pekerjaan dan pendapatan, teknologi,
budaya dan lain-lain. Keterbatasan sosial ekonomi ini juga berpengaruh
langsung terhadap pendapatan keluarga untuk memenuhi kebutuhan akan
makanan, berpengaruh pada praktek pemberian makanan pada bayi
berpengaruh pula pada praktek pemeliharaan kesehatan dan sanitasi
lingkungan yang akhirnya mempengaruhi daya beli dan asupan makanan
untuk memenuhi kebutuhan akan pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh
serta pencegahan terhadap penyakit infeksi yang kesemuanya berakibat pada
gangguan pertumbuhan (Aritonang, 1994).
Penelitian di India Selatan, pola pembelanjaan makanan pada
masyarakat yang miskin dan kaya tercermin dari kebiasaan pengeluaran
mereka. Masyarakat miskin akan menghabiskan 80% uangnya untuk
membeli makanan dan apabila ada peningkatan pendapatan maka makanan
yang akan dipilih adalah yang kaya akan protein. Sedangkan di negaranegara maju hanya 45% uangnya dibelanjakan untuk makanan dan uang
yang berlebih biasanya susunan hidangan menjadi lebih baik.

12

Dengan demikian tingkat pendapatan menentukan pola makan dan apa


yang akan dibeli baik kualitas maupun kuantitasnya. Jadi jelas bahwa ada
hubungan yang erat antara pendapatan dan gizi yang didorong oleh
pengaruh yang menguntungkan dari pendapatan yang meningkat bagi
perbaikan kesehatan dan masalah-masalah kesehatan yang berkaitan dengan
gizi keluarga (Berg dan Sayogo, 1986).
Matrolell et al. (1988) cit. Thaha (2000), melaporkan hasil studi
longitudinal terhadap 1000 anak dibawah usia 7 tahun di Honduras dan
menemukan adanya korelasi yang positif antara ukuran antropometri zscore tinggi badan, z-score berat badan, area otot lengan atas dan lingkar
lengan atas (LLA) dengan indikator sosial ekonomi keluarga. Makin tinggi
skor sosial ekonomi, maka makin baik ukuran antropometri tersebut.
Analisa lebih lanjut menyimpulkan bahwa populasi yang tingkat sosial
ekonominya rendah dan gambaran keadaan lingkungan lebih jelas
menerangkan adanya perbedaan ukuran antropometri dalam populasi
tersebut dibanding faktor genetik.
Matrorell et al (1988) cit. Jalal dan Soekirman, 1990, membandingkan
peran faktor genetik dengan sosial ekonomi keluarga terhadap rata-rata
kenaikan tinggi badan pada anak laki-laki usia 7 tahun dari berbagai bangsa
dengan latar belakang sosial ekonomi yang berbeda, ternyata bahwa anakanak yang berasal dari keluarga kaya pertumbuhannya berkisar pada
presentil ke 50 referensi international (WHO-NCHS).
Namun jika dibedakan pola pertumbuhan anak-anak pada keluarga
kaya dan miskin dari bangsa yang sama terlihat ada perbedaan. Perbedaan
tinggi badan anak dari keluarga kaya kerana faktor genetik berkisar 2-3 cm,
sedangkan perbedaan yang disebabkan karena faktor sosial ekonomi adalah
sekitar 10-12 cm.
Masalah gizi di Indonesia dan di negara berkembang pada umumnya
masih didominasi oleh masalah kurang energi protein (KEP), masalah
anemia besi, masalah gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY),

13

masalah kurang vitamin A (KVA) (Supariasa, 2001). Rawan pangan dan gizi
masih menjadi salah satu masalah besar bangsa ini.
Masalah gizi berawal dari ketidakmampuan rumah tangga mengakses
pangan, baik karena masalah ketersediaan di tingkat lokal, kemiskinan,
pendidikan dan pengetahuan akan pangan dan gizi, serta perilaku
masyarakat. Kekurangan gizi mikro seperti vitamin A, zat besi dan yodium
menambah besar permasalahan gizi di Indonesia. Dengan demikian masalah
pangan dan gizi merupakan permasalahan berbagai sektor dan menjadi
tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat.
Salah satu akibat kemiskinan adalah ketidakmampuan rumah tangga
untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam jumlah dan kualitas yang baik;
lebih dari 10 persen penduduk di setiap provinsi mengalami rawan pangan,
kecuali di Provinsi Sumatera Barat, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Hal ini
berakibat pada kekurangan gizi, baik zat gizi makro maupun mikro, yang
dapat diindikasikan dari status gizi anak balita dan wanita hamil (BPPN,
2006 dalam Laporan Dinkes Kota Pelembang, 2013).
Dilihat dari status sosial ekonomi masyarakat Kota Palembang
cenderung mengalami peningkatan ke arah yang berarti. Secara umum
pengeluaran perkapita penduduk di Kota Palembang dan Provinsi Sumatera
Selatan berkisar antara 500.000-1.000.000 rupiah per bulan yang berarti
pendapatan perkapita masyarakat sekarang ini masih sangat rendah dengan
mata pencaharian penduduk sebagian besar pedagang, nelayan, buruh,
karyawan, wiraswasta dan sebagian kecil adalah PNS, TNI/Polri, pensiunan
dan lain sebagainya, oleh karena itu jumlah usia angkatan kerja sangat
memengaruhi angka beban tanggungan. Penduduk usia angkatan kerja tahun
2010 di Kota Palembang sekitar 68.4% dari total penduduk Kota
Palembang. Sejalan dengan pesatnya kemajuan pembangunan di Kota
Palembang, tingkat pendidikan masyarakat juga semakin meningkat dan
kualitas sumber daya manusia secara umum sudah mulai menunjukkan
perkembangan ke arah yang lebih baik (Dinkes Kota Palembang, 2013).
2.1.4 Parameter Pertumbuhan Bayi

14

Parameter untuk mengukur kemajuan pertumbuhan biasanya yang


dipergunakan adalah berat badan dan panjang badan, yang pada penelitian
ini difokuskan pada variable berat badan.
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan
paling sering digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Pada masa bayibalita, berat badan dapat digunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik
maupun status gizi. Berat badan juga penting sebagai dasar perhitungan
dosis obat dan makanan. Penentuan berat badan dilakukan dengan cara
menimbang (Supariasa, 2001).
Bayi yang cukup bulan, berat badan waktu lahir akan kembali pada
hari ke-10. Pertambahan berat badan bayi selama 3 bulan pertama sekitar
200 g/minggu, pada 3 bulan kedua 150 g/minggu dan pada tahun kedua 42
g/minggu (Sacharin, 1996).
Kenaikan berat badan anak pada tahun pertama kehidupan, bila anak
mendapat gizi yang baik adalah berkisar sekitar antara:
1)
2)
3)
4)

700-1000 g/bulan pada triwulan I


500-600 g/bulan pada triwulan II
350-450 g/bulan pada triwulan III
250-350 g/bulan pada triwulan IV
Dapat pula digunakan rumus yang dikutip dari Behrman, 1992 untuk

memperkirakan berat badan anak adalah:

Tabel 1. Perkiraan Berat Badan dalam Kilogram


Umur

Berat Badan

15

Lahir

3.25 kg

3-12 bulan

Umur (bulan) + 9 dibagi 2

1-6 tahun

Umur (tahun) x 2 + 8

Sumber: Soetjiningsih, 1995

Grafik 1. Kurva Pencapaian Berat Badan untuk Anak Laki-Laki dan


Perempuan (Cameron, 2012)

16

Grafik 2. Kurva Kecepatan Pertumbuhan Berat Badan untuk Anak LakiLaki dan Perempuan (Cameron, 2012)

Pada masa bayi-balita, berat badan digunakan untuk mengetahui


pertumbuhan fisik dan status gizi. Status gizi erat kaitannya dengan
pertumbuhan, sehingga untuk mengetahui pertumbuhan bayi, status gizi
diperhatikan.
Di Indonesia, baku rujukan yang digunakan sebagai pembanding
penilaian satus gizi dan pertumbuhan perorangan maupun masyarakat
adalah baku rujukan WHO-National Center for Health Statistics (NCHS).
Baku rujukan WHO-NCHS ini membedakan antara laki-laki dan
perempuan, agar diperoleh perbedaan yang lebih mendasar. Pembagiannya
dikategorikan menjadi gizi baik, kurang, buruk, dan lebih.

17

2.2

Standar Laju Pertumbuhan WHO


Peninjauan akan efektifitas dari penggunaan dan interpretasi data
antropometrik terus dilakukan oleh World Health Organization (WHO).
Hasil tinjauan WHO pada tahun 1993 menyimpulkan bahwa interpretasi
status pertumbuhan yang menggunakan National Center for Health
Statistics (NCHS)-WHO, yang telah digunakan sejak akhir tahun 1970-an,
tidak cukup untuk mewakili pertumbuhan anak usia dini. Oleh karena itu,
dibutuhkan kurva pertumbuhan yang baru. Majelis kesehatan dunia
kemudian mengesahkan rekomendasi ini pada tahun 1994. Dilanjutkan
dengan diadakan WHO Multicenter Growth Reference Study (MGRS) antara
tahun 1997 dan 2003, tujuannya

untuk mengembangkan standar

pertumbuhan internasional untuk anak-anak di bawah usia 5 tahun. Hasil


observasi menunjukkan bahwa status pertumbuhan dipengaruhi nilai
panjang atau tinggi badan, berat badan, dan usia. Hasil ini dirilis oleh WHO
pada April, 2006. Diikuti hasil observasi pada tahun berikutnya, yaitu nilai
pelengkap untuk interpretasi status pertumbuhan adalah lingkar kepala dan
lengan, serta lipatan kulit trisep dan supskapular (WHO Multicentre Growth
Reference Study Group, 2006a; 2007).
Pada peninjauan berikutnya diputuskan untuk mengembangkan
standar laju/kecepatan untuk variabel antropometri berikut: berat badan
(pengukuran yang paling umum digunakan dan yang paling responsif
terhadap intervensi jangka pendek), lingkar kepala (pengukuran yang paling
banyak digunakan berikutnya untuk tindakan klinis), dan panjang/tinggi
badan (berguna dalam identifikasi dini gangguan pertumbuhan, khususnya
pada dua tahun pertama kehidupan).
Pada tahun 2009, nilai baru standar laju pertumbuhan resmi
dikeluarkan oleh WHO.

18

2.2.1 WHO Child Growth Velocity Standards, 2009


WHO

Multicenter

Growth

Reference

Study

(MGRS)

yang

dilaksanakan antara tahun 1997 dan 2003 menggunakan data primer dan
informasi berkaitan dari 8440 bayi dan anak muda sehat yang disusui,
berasal dari berbagai macam etnis dan latar belakang budaya (de Onis et al.,
2004a). Standar dibuat menggunakan pendekatan preskriptif berdasarkan
kriteria yang jelas, metode pengumpulan data yang ketat, dan prosedur data
manajemen yang baik (de Onis et al., 2004b; Borghi et al., 2006). Anakanak diukur saat lahir; pada minggu 1, 2, 4, dan 6; setiap bulan saat usia 212 bulan; dan setiap dua bulan pada tahun kedua.
Lain halnya dengan teknik penilaian status pertumbuhan sebelumnya
yang harus dilakukan follow-up, dengan mengunakan standar baru yang
dibuat WHO tentang laju pertumbuhan memungkinkan penelitian status
pertumbuhan menggunakan pendekatan longitudinal. Selain itu, beberapa
peneliti setuju bahwa laju pertumbuhan merupakan ukuran kuantitatif yang
lebih baik daripada nilai-nilai antropometri (berat, panjang, dan lingkar
kepala) dibandingkan dengan umur untuk menentukan status pertumbuhan.
(Tanner, 1952).
Ada beberapa perbedaan pokok antara laju/kecepatan pertumbuhan
dan ukuran pertumbuhan variabel (BB, PB/TB, LK) yang memengaruhi
bagaimana standar kenaikan berat badan seharusnya digunakan dan
diinterpretasikan. Perbedaan utama adalah kurangnya korelasi antar nilai
kenaikan berat badan. Dalam standar WHO 2009, probabilitas kenaikan
bulan-1 atau bulan-2 secara berurutan yang jatuh dibawah persentil 5 adalah
sebesar 0,3%. Jika persentil 15 yang dipilih, probabilitas ini meningkat
hanya sampai 2% dan 1,8%. Umumnya anak-anak yang sedang tumbuh
mempunyai z-score yang sangat tinggi pada bulan pertama dan sangat
rendah pada bulan berikutnya. Dengan demikian, sebuah nilai tunggal yang
rendah tidaklah informatif. Namun, nilai z-score yang sangat rendah,

19

walaupun baru diobservasi satu kali, seharusnya menimbulkan pertanyaan


apakah ada morbiditas yang mendasari dalam penilaian klinis anak secara
holistik (WHO, 2009).
Salah satu yang menjadi pertimbangan penting mengenai penyajian
standar adalah apakah persentil disajikan dalam bentuk kurva atau tabulasi.
Kurva

pertumbuhan

digunakan

untuk

menginterpretasikan

pola

pertumbuhan individu, tetapi kurva tidak dapat menilai kecepatan


pertumbuhan. Maka nilai akan ditabulasikan. Untuk berat, maka perlu untuk
menyatukan delta di interval untuk masing-masing jenis kelamin (650 g
untuk anak laki-laki dan 800 g untuk anak perempuan). Kompleksitas dalam
menerapkan laju pertumbuhan direkomendasikan menggunakan skala
perubahan z-skor.
Laju pertumbuhan diakui sebagai ukuran kuantitatif yang lebih efektif
untuk menentukan status pertumbuhan. Dalam penelitian didapatkan bahwa
faktor patogenetik memengaruhi laju pertumbuhan secara langsung (Tanner,
1952). Hal ini menjelaskan bahwa laju pertumbuhan dapat menjadi
identifikasi dini untuk masalah pertumbuhan.
Amerika Serikat telah menggunakan perhitungan laju pertumbuhan
sejak tahun 1951. Dalam jurnal yang berjudul Comparison of the World
Health Organization Growth Velocity Standards with Existing US Reference
Data (Mercedes de Onis dkk, 2011) menyimpulkan bahwa terdapat
perbedaan yang cukup signifikan antara standar laju pertumbuhan WHO
2009 dengan standar laju pertumbuhan AS, disebut dengan weight and
length gain Guo et al5. Perbedaan standar dikarenakan berbedanya kenaikan
dan penyebaran distribusi penelitian. Setelah dilakukan evaluasi dari kedua
standar tersebut, dinyatakan bahwa standar laju pertumbuhan WHO
merupakan standar yang lebih baik untuk menaksir laju pertumbuhan dan
membantu untuk membuat keputusan klinis (Pediatrics 2011;128:e18e26).

20

2.2.1.1 Laju Pertumbuhan Berat Badan


Laju pertumbuhan untuk berat badan oleh WHO dibagi dalan 2 jenis
output. Output pertama fokus pada kenaikan berat badan sesuai usia. Masuk
ke dalam interval bulan-1 untuk anak usia 0-12 bulan, interval bulan-2
sampai bulan-6 untuk anak usia 0-24 bulan. Sedangkan output kedua
menyajikan presentil empiris dari kenaikan anak usia 0-60 hari dalam
interval minggu-1 dan minggu-2 yang bertepatan dengan jadwal pengukuran
dalam MGRS: 0-7 hari, 7-14 hari, 14-28 hari, 28-42 hari, dan 42-60 hari.
Data-data ini disajikan sebagai kenaikan bersih (net incerement) (gram) dan
laju/kecepatan setiap indeks periode (gram/hari).
Ada beberapa perbedaan pokok antara laju/kecepatan pertumbuhan
dan ukuran pertumbuhan variabel (BB, PB/TB, LK) yang memengaruhi
bagaimana standar kenaikan berat badan seharusnya digunakan dan
diinterpretasikan. Perbedaan utama adalah kurangnya korelasi antar nilai
kenaikan berat badan. Dalam standar WHO 2009, probabilitas kenaikan
bulan-1 atau bulan-2 secara berurutan yang jatuh dibawah persentil 5 adalah
sebesar 0,3%. Jika persentil 15 yang dipilih, probabilitas ini meningkat
hanya sampai 2% dan 1,8%. Umumnya anak-anak yang sedang tumbuh
mempunyai z-score yang sangat tinggi pada bulan pertama dan sangat
rendah pada bulan berikutnya. Dengan demikian, sebuah nilai tunggal yang
rendah tidaklah informatif. Namun, nilai z-score yang sangat rendah,
walaupun baru diobservasi satu kali, seharusnya menimbulkan pertanyaan
apakah ada morbiditas yang medasari dalam penilaian klinis anak secara
holistik (WHO, 2009).

Anda mungkin juga menyukai