NIM
: 143310010097
Semester 3
Psikologi Pagi A
Judul : Hubungan antara harga diri (self-esteem) dengan motivasi berprestasi
Kasus
Jakarta - Ali Alatas berasal dari keluarga kurang mampu. Tinggal di hutan belantara pedalaman
Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Namun mimpinya untuk mengejar pendidikan tak pernah
surut. Sampai akhirnya menjadi dokter.
Dalam keterangan tertulis kepada detikcom, Kamis (12/11/2015), Ali bercerita, dia adalah anak
ke-5 dari 6 bersaudara. Dari 4 kakaknya, hanya satu yang berhasil lulus SD. Mereka tidak bisa
sekolah karena ekonomi yang sulit. Sejak kecil, mereka tinggal di hutan belantara, kurang lebih 6
km dari keramaian desa.
Rumah Ali dan keluarganya beratapkan daun nipah dan berdinding papan. Orangtuanya adalah
seorang petani karet, yang lahannya milik orang lain. Kehidupan sehari-harinya sangat
sederhana, karena penghasilan dari menyadap karet tak seberapa.
Ali masuk SD di usia 6 tahun. Namun dia hanya bertahan kurang lebih satu bulan, karena tidak
kuat berjalan kaki sejauh 6 Km untuk mencari ilmu. Dia baru bersekolah lagi tahun depannya di
usia 7 tahun.
"Teman-teman SDku selalu mencemooh aku dan kakakku dengan sebutan 'orang hutan'. Iya
karena kami berasal dari hutan tepatnya, tapi kata-kata mereka inilah yang memotivasiku dan
kakakku untuk terus bersungguh-sungguh dalam belajar," terangnya.
Ali melanjutkan pendidikan di Pesantren 'Assalam Al-Islami' di desa Sri Gunung, Sungai Lilin,
Musi Banyuasin. Pesantren tersebut menyediakan beasiswa mulai dari bebas biaya SPP hingga
bebas seluruh biaya bagi yang berprestasi, sesuatu yang sangat dibutuhkan Ali.
"Alhamdulillah sampai 6 tahun di pesantren ini aku sudah mendapatkan semua beasiswa, mulai
dari beasiswa bebas SPP hingga beasiswa sepenuhnya, beasiswa ini aku dapatkan dari pesantren
maupun dari perusahaan," ucapnya.
Setelah tamat dari pesantren, Ali bertekad untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
Motivasi utamanya adalah memperbaiki ekonomi keluarga. Akhirnya dia mencari informasi soal
beasiswa. Suatu waktu dia mencoba masuk Universitas Airlangga dan mengambil jurusan
pendidikan dokter dan dokter gigi, namun saat itu belum berhasil.
Namun Ali tak menyerah. Dia mencari beasiswa lain dari teknik sipil universitas islam
Indonesia, pertambangan UNSRI, serta beasiswa dari perusahaan di kampung dan sebagainya.
Namun di tengah proses itu, dia akhirnya mendengar program santi jadi dokter Musi Banyuasin.
Peluang yang sangat dinantinya.
"Singkat cerita temanku memberikan kabar melalui sms bahwa dari beberapa temanku yang
mengikuti tes, aku dinyatakan " LULUS ". Aku langsung sujud syukur dan menangis haru
bahagia," terangnya.
"Aku menelepon mak dan abah di kampung bahwa aku lulus. Saat itu abah sedang di kebun
(mantang karet), saat aku telepon abah langsung menangis dan pulang ke rumah. Aku langsung
pulang ke rumah dan ditemani oleh temanku mardi namanya, dia yang menyetir motor karena
aku sudah tidak kuat, gemetar, haru dengan hasil ini," ceritanya.
Setelah itu, Ali terbang ke Jakarta untuk menjalani perkuliahan sebagai mahasiswa kedokteran.
Saat menjadi mahasiswa, Ali juga pernah mendapat kesempatan untuk ke Malaysia sebagai salah
satu delegasi " Mahasiswa Kedokteran Islam Indonesia ", tepatnya di Cyberjaya University
College of Medical Sciences. Di sana, Ali dan teman-temannya mempresentasikan tentang peran
kedokteran islam di Indonesia khususnya dan dunia.
Meski sudah jadi mahasiswa, Ali kadang masih membantu keluarganya di kebun karet. Kini, Ali
sedang menjalani proses pendidikan dokter muda di RSUP Fatmawati. Jika tak ada halang
merintang, dia akan resmi jadi dokter tahun depan.
"Aku ucapkan syukur Alhamdulillah kepada Allah Swt, selanjutnya aku ucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada orangtuaku yang terus memotivasi dan mensupportku, keluarga,
teman, guru-guru dan pihak diknas Sumatera Selatan atas pemberian beasiswa ini," ucapnya.
Referensi kasus
www.detik.com
tanggal akses 18-11-2015