Anda di halaman 1dari 7

LAHAN GAMBUT LESOTHO Sumber penting ekologis dan sosial ekonomi

Lahan gambut yang berada di dataran tinggi Lesotho bermakna secara ekologis dan
ekonomis. Lahan gambut adalah rawa berlumpur yang terbentuk didasar dan disisi lereng
lembah biasanya berada pada ketinggian diatas 2.400 m. Kedalaman gambut biasanya
sekitar 1-2.5 m. Lahan gambut adalah satu kesatuan bagian dengan lanskap gunung
menyediakan perlindungan dan memberi keuntungan lain sebagai mata pencaharian bagi
komunitas yang hidup disekitarnya. Overgrazing menyebabkan erosi gully secara drastis di
lahan gambut yang mana mengancam integritas sistem lahan basah. Konservasi dan
manajemen yang efektif diperlukan untuk mempertahankan daya tampung lahan lahan
basah ini untuk menyediakan fungsi-fungsi ekologis dan nilai-nilai sosial bagi masyarakat.
Overgrazing (Overgrazing; yaitu suatu keadaan yang menunjukan bahwa jumlah satwa yang
merumput telah melebihi daya dukung padang rumput selain itu persaingan antar jenis
rumput dan musim juga berpengaruh terhadap kualitas padang rumput)
Erosi gully (Erosi gully; proses erosi dimana air terakumulasi dalam saluran yang sempit dan
dalam periode yang pendek membuang tanah dari areal yang sempit ini sampai suatu
kedalaman tertentu yang berkisar dari 0,5 m sampai 2530 m)

Pendahuluan
Lahan gambut seperti yang berada di Lesotho jarang ditemukan dibenua Afrika. Lahan lahan basah (wetlands) terbentuk di dasar-dasar ketinggian dan disisi lereng-lereng lembah,
hal ini merefleksikan ketersedian air, vegetasi produktif dan sesi pertumbuhan yang layak
untuk memelihara massa lumpur. Keadaan ini juga menghasilkan daerah rerumputan yang
produktif. Lahan lahan basah ini bersamaan dengan tanah tinggi disekitar mencakup
padang belantara yang terintegrasi dengan mata pencaharian masyarakat sekitar. Lahan
gambut pada umunya dikenali sebagai reservoir karbon yang signifikan dengan implikasi
lingkaran karbon global dan lahan gambut Lesotho bukan pengecualian. Sayangnya,
kebanyakan lahan - lahan basah telah tergredasi parah, oleh (pemadatan tanah) compaction
dan erosi gully terutama sebagai hasil dari Overgrazing. Sasaran kami adalah untuk
mensintesiskan informasi yang terbatas mengenai lahan-lahan basah ini dalam usaha untuk:
(a) mendokumentasikan pentingnya lahan-lahan basah ini sebagai sumber ekologis dan
ekonomis yang patut mendapat konservasi dan manajemen yang efektif. (b) mengagas basis
untuk pengembangan restorasi yang efektif dan mengukur manajemen lahan yang
menguntungkan komunitas komunitas yang bergantung pada lahan lahan ini untuk
memelihara mata pencaharian hidup mereka.

Lokasi Penelitian
Lahan gambut Lesotho berada terutama didataran tinggi Lesotho, atau pegunungan Maluti,
yang mana mencakup tiga tempat, Thaba-Putsoa, Central dan Qathlamba (Drakensberg).
Pegunungan Maluti terbentuk didataran tinggi berbatuan. Dua daerah vegetatif yang bisa
ditemukan didalam pegunungan Maluti yaitu, sub alpine atau hutan kecil / daerah transisi
tinggi veld(veld; padang rumput diselatan afrika) (2,150-2,900 m a.s.l) dan alpine atau
altimontane zone (altimontane;hutan campuran) (2,900-3,482 m a.s.l) (Backus, 1988).
Daerah transisi tinggi veld memiliki karakteristik berpadang rumput dan altimontane yang
didominasi oleh sclerophyll ( Sclerophyll adalah jenis tanaman yang memiliki daun besar dan
jarak pendek ( ruas daun di sepanjang batang, berasal dari kata yunani ) sclero: keras dan
phyllon: daun ) (Backus, 1988). Lahan lahan basah lazim ditemukan dan terbentuk sebagai
peresapan ditengah lereng gunung dan menjadi lahan gambut didasar lembah. Temperatur
rata-rata tahunan didataran tinggi berkisar antara 6 dan 11 C, dan rata-rata curah hujan
tahunan bervariasi antara 1300 dan 400 mm. Presipitasi (kandungan kelembapan udara yg
berbentuk cairan atau bahan padat, spt hujan, embun salju) yang terjadi tidak merata
sepanjang tahun; kebanyakan Presipitasi menjadi hujan selama musim semi dan musim
panas dimana musim dingin dikenal dengan cuaca dingin dan kering dan tertutup salju.
Lahan gambut Lesotho sangat sangat penting bagi dunia hidrologi di afrika selatan karena
menjadi hulu sungai Senqu (Sungai Orange), yang mana mengalir melewati Lesotho, Afrika
selatan, Botswana, dan Nabibia. Walaupun wilayah Lesotho hanya mencakup 3 persen dari
sungai senqu/orange, tapi lahan gambut Lesotho menyediakan lebih dari 40 % aliran sungai
tersebut pertahun nya.

Socio-economic setting
Pemanfaatan dataran tinggi diatur melalui peraturan pemerintah. Kepala desa adalah
pemimpin tradisional yang didelegasikan otoritas untuk menentukan penggunahan lahan
tersebut. Komunitas masyarakat yang berada disana terdiri dari beberapa dusun, dimana
kebanyakan penduduknya berada dalam kemiskinan. Setiap keluarga biasanya memiliki
lahan kecil untuk menanam jagung dan sorghum (sejenis gandum). Banyak juga diantara
keluarga keluarga tersebut yang memiliki ternak sapi atau domba dan kambing yang
dipelihara dan diberi pakan berasal dari padang rumput terbuka. Lahan pengembalaan
ternak diberikan kepada sebuah keluarga, dan seorang anak pengembala ditugasi mengatur
kawanan ternak di padang pengembalaan tersebut. Dataran tinggi digunakan hampir
disetiap sektor kehidupan mereka, sebagai lahan pengembalaan ternak: penggunaan lahan
terbesar terutama dimusim panas, tapi lahan pengembalaan di zona dataran tengah
digunakan selama setahun penuh.

Pendekatan
Kami dalam hal ini memfokuskan penelitian di tiga area lahan basah (wetlands) di dataran
tinggi Lesotho (buthe-buthe, Mokhotlong, Quthing) untuk menentukan hubungan
hubungan antara daya tahan lingkungan dan penduduk sekitar. Daerah daerah ini dipilih
karena karena mereka merepresentasikan lahan gambut dataran tinggi yang menggalami
erosi gully yang serius, dan memiliki komunitas penduduk yang bergantung kepada padang
pengembalaan yang berada di sana. Empat dari lima lahan gambut disetiap area disurvey
kedalaman gambutnya, morphologi, kondisi kerusakan dan taksiran setting
hydrogeomorphic. Kami berhasil mengukur kedalaman inti 2.5 m; beberapa lahan gambut
memiliki kedalaman lebih dari kedalaman tersebut. Untuk menaksir nilai sosial ekonomi dari
lahan lahan gambut tersebut kami meninjau kembali populasi dan sensus statistik ternak
dalam radius 16 km disetiap situs. Radius ini dipilih karena termasuk kedalam jarak yang
biasanya penggembala dan pengguna lain akses dan lintasi.

Discussion
The Peatlands
Lahan gambut yang berada di pegunungan Maluti adalah berupa rawa berlumpur. Kami
menemukan 2 bentuk geomorfis, lahan gambut kepala (valley-head peatlands) dan lahan
gambut sisi jurang (valley-side slope peatlands) (gambar.1) lahan gambut kepala terbentuk
diatas sedimen lacustrine yang tersimpan diantara mata air (spring) atau kolam kecil (small
pond). Survey transect mengidentikasi bahwa gambut diinisiasikan berada diatas sedimen
sedimen lacoustrine dan kemudian menyebar kebawah lereng secara horisontal. Gambut
sangat terhumusiasi (i.e. sapric) materi organik yang berasal dari tumbuhan; kedalamannya
diperkirakan 1.9 m. Ketika terjadi tranisisi abrasi dari dinding pertama (headwall),
kedalaman gambut bisa mencapai >1m dipermukan. Air yang diperlukan untuk mendukung
lahan gambut kepala berasal dari dasar mata air keluar dari sebelah hulu (gam. 1a). Tidak
ditemukan bukti material kayu disembarang pusat gambut. Arang banyak tersebar didalam
barisan gambut mengidentifikasikan kebakaran yang sering terjadi.
Lahan gambut sisi jurang (valley-side slope peatlands) berada diatas sisi lereng longitudinal
(Gam.1.b). Lahan gambut sisi jurang biasanya berkeadaan terjal, 5-10%, dengan lapisan
endapan diatas batuan dasar. Lahan gambut diinisiasikan dimana permukaan dan
permukaan dangkal penganti dilepaskan didasar lereng, sebagai dasar dari lereng seperti
gambut yang biasanya lebih tebal dibagian dasar. Gambut kemudian terlihat merata diatas
lereng, sebagai hasil pelepasan bagian atas lereng disebabkan berkurangnya konduktifitas
hidrolik gambut di jari lereng. Lahan-lahan gambut ini biasanya tidak seimbang (asimetris)
dengan lembah; puncak nya berbatasan dengan satu sisi terjal lereng. (e.g. >15%) dan

gambut terbentuk diatas endapan diseberang lereng (gam. 1b). Gambut mengisi secara
efektif dasar dari lembah dan ketebalan berkurang dari dasar lembah ke atas lereng. Inti
dari gambut gambut ini pada umumnya memiliki porsi lensa kerikil( gravel lenses) lebih
rendah (>50 cm) dari solum, menunjukan kejadian erosi episodik atau kejadian tanah
longsor. Hanya ada sedikit lapisan lensa kerikil dibagian atas gambut, mengidentifikasikan
suatu periode stabilitas lereng; ada kikisan aluvial sejaman dipermukan gambut dari erosi
saat ini. Inti gambut gambut ini juga menunjukan bukti - bukti seringnya terjadi kebakaran.
Lahan lahan gambut ini mempertahankan secara hidrolik runtuhnya lereng atas, dan
mungkin secara fungsional terhubung dengan lahan gambut kepala.

Gambar (a) valley head


Gambar (b) valley side

Lokasi kedua jenis lahan gambut ini dipertahankan oleh permukaan dan permukaan dangkal
terlepas dari atas tebing, yang mana terjadi sebagai aliran (sheet flow). Oleh sebab itu,
mereka berkembang sebagai hasil masukan hydrologis terpencar. Walaupun ada beberapa
contoh, penyebaran melalui lahan gambut secara menyeluruh terjadi sebagai aliran (sheet
flow). Observasi yang dilakukan dari lahan gambut dataran tinggi lainnya di Lesotho
megistilahkan Lesotho sebagai tanah rawa berlumpur (bogs peatlands) (Van Zinderen
Bakker, 1955, jacot gillarmod, 1962); walaupun demikian catatan dari hasil karya karya ini
menyarankan sistem tanah rawa (fen system), dan hasil penelitian kami tidak menemukan
bukti dari tanah rawa berlumpur. Penelitian yang dilakukan terhadap beberapa rawa
dibagian yang lebih rendah, Backeus (1988) menunjukan dengan jelas bahwa sistem
sistem ini adalah rawa oligotropic (oligotropic fens).
Gangguan terhadap lahan gambut
Erosi adalah gangguan lingkungan yang mencirikan Lesotho (Showers, 2005), dan lahan
gambut bukan suatu pengecualian. Kebanyakan dari lahan gambut dipengaruhi pada
umumnya oleh overgrazing. Sebagai dampak dari efeknya adalah terciptanya jurang-jurang
diseluruh lahan gambut; sekali terbentuk tugas dari jurang tersebut adalah untuk
mengeringkan lahan gambut (gam.2) konsekuensi terakhir, sebagaimana dibuktikan oleh
beberapa situs yang kami kunjungi selama kerja kami baru baru ini, adalah oksidasi yang
hampir selesai dan erosi tanah gambut, dan kehilangan sistem lahan basah (wetlands
system). Efek dari degradasi dari lahan basah ini adalah kehilangan cadangan karbon,
penyimpanan air dan tempat bagi fungsi-fungsi ekologi lainnya; akibat akibat ini memiliki
relevansi di tingkat internasional, nasional dan skala lokal. Kekhawatiran atas kehilangan
lahan gambut Lesotho dan fungsi fungsi lahan basah lainnya dipublikasikan pertama kali
dipertengahan tahun 1959 an (Van Zinderen Bakker, 1955) dan telah diperkuat oleh setiap

peneliti semenjak (jacot guilarmod,1962 Backeu, 1988; Grabb and Morris; 1997). Tanggal
terbentuknya jurang (gully) di lahan gambut tidak diketahu. Jurang yang terbentuk ditanah
rendah terjadi diawal tahun 1990 an dan pengembalaan di perbukitan dan diikuti dengan
penggunaan padang belantara didataran rendah (Showers, 2005). Terdapat bukti oergrazing
dari perubahan jenis tanaman disekitar gunung diawal tahun 1938 (Staples dan Hudson,
1938) seperti dikutip Backeus, 1998). Oleh sebab itu kemungkinan besar jurang jurang
(guly) terbentuk pertama kali dipertengahan tahun 1900 an.
Mekanisme utama penyebab formasi gully di lahan gambut adalah permukaan yang
terkonsentrasi jatuh keatas lahan gambut; sebagai hasil pemadatan tanah dari
merumputnya hewan ternak, infiltrasi dari tanah bagian atas berkurang, berikutnya
permukaan yang terkonsentrasi jatuh keatas lahan gambut. Yang diakibatkan tata
hydrologic kontras dengan aliran (sheetflow), yang seharusnya menjadi karakteristik sistem
yang terganggu. Lahan gambut juga digunakan untuk mengembalakan ternak dan sebagai
nya hasil permukaan menjadi sangat padat. Akibatnya, aliran terkonsentrasi dan memotong
proses dari bawah. Di lahan gambut kepala (valley-head peatlands) gully terbentuk diatas
sumbu dari lereng lembah. Di dinding dalam lembah lahan gambut gully terbentuk didasar,
biasanya mengekspos batu cobbles dan colluvium.
Konsekuensi lain dari intensif grazing adalah penurunan vegetasi dikedua tempat baik itu di
tanah atas maupun di lahan basah yang mana membuat lahan rentan terhadap erosi angin.
Musim dingin berkarakteristik kering, dingin, dan seringnya cuaca berangin; Grab and
Deschamps (2004) mengukur tingkat signifikansi dari abrasi pada gambut dan permukaan
tanah atas.

Makna sosial dan ekonomis


Lahan gambut di pegunungan Maluti adalah sumber daya alam yang penting yang berkaitan
dengan ekonomi lokal dan ekonomi nasional Lesotho. Selama pengembangan proyek air
dataran tinggi Lesotho, yang diadakan untuk mengelola sumber air dan ekspor air ke
Republik Afrika selatan, diketahui bahwa lahan gambut penting untuk mempertahankan
kualitas air dan tata aliran hulu sumber air; namun sayangnya pengukuran langsung tidak
dilakukan. Kebeeradaan lahan gambut di lembah hulu sungai adalah berkaitan dengan dua
fungsi hdyrologis: aliran dasar dan kualitas air. Penggunaan lahan gambut peternakan
memiliki potensi untuk memperburuk kualitas air dan erosi gully akan mengubah tata
hydrologis dan berkontribusi untuk mengantarkan sedimen sedimen, materi materi
organis dan nitrogen.
Sebagai tambahan untuk menyediakan lahan pengembalaan bermutu, lahan gambut
menyediakan sumber penting dari bahan bahan bangunan, makanan, obat obatan dan
bahan bakar. Oleh sebab itu integritas sistem lahan basah memiliki efek langsung terhadap

kesejahteraan masyarakat sekitar. Dari dua area yang kami investigasi, ada kira kira 18.000
orang disetiap radius 16 km dari lahan gambut di area Butha Buthe. Dan 13.000 orang
disekitar situs Sani didistrik Mokhodong. Kepadatan populasi kawanan ternak dilokasi yang
sama lebih dari 50.000 hewan untuk setiap situs. Sementara itu penggunaan sumber daya
terpencar diantara populasi, statistik ini menunjukan relevansi ketersedian air bagi
penghidupan masyarakat sekitar.
Lahan lahan basah dipegunungan Maluti bersifat fundamental bagi keragaman ekologis,
dan warisan dalam keragaman tersebut adalah fondasi bagi peluang ekonomi baru dan
ekonomi berkembang, dimana kemudian bisa menjadi perangsang pengadopsi penggunaan
lahan yang efektif dan strategi manajemen sumber. Pantas dicatat, kelestarian lahan
lahan basah dan implementasi pelaksanaan dapat terus berlangsung ini sangat penting
untuk menjaga dan mengembangkan kapasitas dataran tinggi untuk menyokong tersedianya
lahan rumput bagi pengembalaan ternak. Sebagai tambahan, lahan basah bisa menyediakan
kesempatan memperbesar kesempatan ekonomi melalui manajemen sumber berdasar
komunitas dan atau pembentukan jenis jenis usaha yang berhubungan dengan eco
tourisme (contoh, wisata petualangan, pengamatan burung, berburu, memancing, treking,
kayak) akan tetapi bukti di negara negara berkembang eco turisme yang tak terkontrol
termasuk petualangan touring (semua jenis kendaraan darat, mobil 4x4, dll) dapat
menyebabkan kerusakan jangka panjang bagi lingkungan; karena daerah altimontane pada
dasarnya bersifat sensitif, perencanaan yang matang dan peraturan diperlukan.

Tantangan bagi restorasi lahan basah


Terdapat tantangan sosiologis dan teknis dalam upaya untuk merestorasi lahan gambut di
Lesotho. Sistem penggelolaan bersama, kompleks nya jurisdiksi terhadap sumber sumber
di sekitar lahan, dan perbedaan kebutuhan sosial membuat diperlukannya penyusunan yang
tepat bagi pembuatan keputusan dan manajemen yang efektif. Kurang nya infrastruktur di
daerah pedesaan juga merupakan halangan yang signifikan untuk mengakses situs bagi
perbaikan kembali. Meskipun terdapat tantanggan tantanggan ini, signifikansi lahan
lahan basah ini bagi kesejahteraan mata pencaharian bagi masyarakat sekitar, memerlukan
jaminan pertimbangan dan investasi. Nilai nya sebagai sumber daya alam unik di benua
Afrika, dengan signifikansi dari biodifersitas sampai pengasingan karbon juga patut perlu
mendapat perhatian. Masalah masalah itu sudah diperhatikan semenjak pertengahan
tahun 1900 an tapi jika pengukuran remediasi belum dikembangkan secepatnya, lahan
lahan basah akan tererosi dan menyusutkan permukaan lahan di Lesotho.

Acknoledgements
Penelitian ini dilaksanakan atas dukungan kesepakatan antara Millenium Chalenge
Corporation ( MMC) dan pemerintah Lesotho, dengan tujuan untuk mengurangi kemiskinan
melalui
pertumbuhan
ekonomi
terpelihara.
(http:www.mmc.gov/countries/lesotho/index.php). Sebagai bagian perjanjian, MMC
menyediakan sekitar US$ 5 Juta untuk pendanaan dalam upaya mendukung pilot
pengukuran program yang akan mendisain dan melaksanakan pengukuran restorasi dan
petunjuk alternative manajemen lahan di tiga lokasi penelitian di area dataran tinggi
Lesotho. Program ini sedang dilaksanakan oleh departemen urusan air Lesotho, Kementrian
pendayagunaan sumber daya alam.

Anda mungkin juga menyukai