Oleh :
NENY YULI SUSANTI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya
yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur prosesproses kehidupan (Almatsier, 2001).
Keadaan gizi meliputi proses penyediaan dan penggunaan gizi untuk
pertumbuhan, perkembangan, pemeliharaan dan aktivitas. Masalah gizi yang merupakan
masalah kesehatan masyarakat, dipengaruhi beberapa faktor antara lain: penyakit infeksi,
konsumsi makanan, tingkat pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, tingkat
pendidikan ibu, tingkat pengetahuan ibu tentang gizi, pelayanan kesehatan dan, budaya
pantang makanan. Selain itu status gizi juga dapat dipengaruhi oleh praktek pola asuh
gizi yang dilakukan dalam rumah tangga yang diwujudkan dengan tersedianya pangan
dan perawatan kesehatan serta sumber lainnya untuk kelangsungan hidup (Depkes RI,
2004).
Praktek pola asuh gizi dalam rumah tangga biasanya berhubungan erat dengan
faktor pendapatan keluarga, tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu. Menurut Suhardjo
( 1986 ) anak anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin adalah paling rawan
terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga lainnya dan anak yang kecil
biasanya paling terpengaruh oleh kurang pangan. Sebab dengan bertambahnya jumlah
anggota keluarga maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orang tua yang
tidak menyadari bahwa anak anak yang sangat muda perlu zat gizi yang relatif lebih
banyak daripada anak anak yang lebih tua. Keadaan diatas akan lebih buruk jika ibu
balita memiliki perilaku pola asuh gizi yang kurang baik dalam hal menyusui, pemberian
MP- ASI serta pembagian makanan dalam keluarga.
Status gizi anak balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan
antara berat badan menurut umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan
(standar) yang telah ditetapkan. Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan standar,
anak disebut gizi baik. Kalau sedikit di bawah standar disebut gizi kurang. Apabila jauh
di bawah standar dikatakan gizi buruk (Wirawan, 2007).
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2004), pada tahun 2003
terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita kurang gizi), 19,2% (3,5 juta anak dalam tingkat gizi
kurang), dan 8,3% (1,5 juta anak gizi buruk).
Berdasarkan hasil sensus di wilayah Jawa Timur data gizi kurang tahun 2003
adalah 26,4%, sementara itu data gizi buruk tahun 2003 adalah 11,4%. Sedangkan untuk
tahun 2006 prevalensi gizi kurang 28,3% dan gizi buruk 12% (Dinkes Jawa Timur, 2007).
Menurut data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo yang mengalami gizi
buruk pada tahun 2007 sebanyak 249 balita dari 95.514 balita yang ada. Sedangkan pada
tahun 2008 yang mengalami gizi buruk sebanyak 53 balita dari 96.406 balita yang ada.
Sementara itu, berdasarkan penimbangan balita yang dilakukan selama tahun 2007,
terdapat balita BGM sebesar 2.184 balita (2,29%). Sedangkan, berdasarkan penimbangan
balita yang dilakukan selama tahun 2008, terdapat balita BGM sebanyak 2.332 balita
(3,52%).
Berdasarkan studi pendahuluan di Polindes Bidan Irma Desa Sumberejo
Kecamatan Banyuputih Kabupaten Situbondo tanggal 28 Februari 2010 secara
wawancara dari 10 orang tua yang mempunyai balita di dapatkan bahwa 3 orang tua
(30%) mempunyai pola asuh gizi kurang dan 7 orang tua (70%) mempunyai pola asuh
gizi baik. Dari data tersebut diatas diketahui bahwa masih ada orang tua (30 %) yang
mempunyai pola asuh gizi kurang, padahal orang tua mempunyai peran sebagai perawat
anaknya (Friedman, 2002) dalam pemenuhan gizi perlu memenuhi kebutuhan zat gizi
anaknya (Djaeni, 2002), bila orang tua mempunyai pola asuh gizi kurang maka akan
berdampak pada keadaan atau status gizi anaknya.
1.2.1 Bagaimanakah Pola Asuh Gizi di Polindes Bidan Irma Desa Sumberejo Kecamatan
Banyuputih Kabupaten Situbondo tahun 2014 ?
1.2.2 Berapa kejadian Balita Dengan Berat Badan di Bawah Garis Merah (BGM) di
Polindes Bidan Irma Desa Sumberejo Kecamatan Banyuputih Kabupaten Situbondo
tahun 2014 ?
1.2.3 Apakah ada Hubungan Pola Asuh Gizi Dengan Kejadian Balita Dengan Berat
Badan di Bawah Garis Merah (BGM) di Polindes Bidan Irma Desa Sumberejo
Kecamatan Banyuputih Kabupaten Situbondo tahun 2014 ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui Hubungan Pola Asuh Gizi Dengan Kejadian Balita Dengan Berat
Badan di Bawah Garis Merah (BGM) di Polindes Bidan Irma Desa Sumberejo
Kecamatan Banyuputih Kabupaten Situbondo tahun 2014.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1
1.3.2.2
1.3.2.3
Menganalisis Hubungan Pola Asuh Gizi Dengan Kejadian Balita Dengan Berat
Badan di Bawah Garis Merah (BGM) di Polindes Bidan Irma Desa Sumberejo
Kecamatan Banyuputih Kabupaten Situbondo tahun 2014.
PENDAHULUAN
1.6.2 BAB II
Meliputi
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Dasar Pola Asuh Gizi, Konsep Dasar Balita, Konsep Dasar
Berat Badan di Bawah Garis Merah (BGM), Kerangka Konseptual.
METODE PENELITIAN
Meliputi
1.6.4 BAB IV
Meliputi
PENUTUP
1.6.5 BAB V
Meliputi
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dari pada
ASI oleh ibu kepada bayinya pada usia 4 bulan pertama kehidupan bayi. Pola
pemberian ASI dibedakan menjadi 2 macam yaitu pola eksklusif dan pola non
eksklusif (Depkes RI, 2007).
Zat kekebalan dalam ASI maksimal dan dapat melindungi bayi dari berbagai
penyakit infeksi.
disebabkan asupan makanan bayi yang hanya mengandalkan ASI saja atau
pemberian makanan tambahan yang kurang memenuhi syarat. Disamping itu
faktor terjadinya infeksi pada saluran pencernaan memberi pengaruh yang cukup
besar (Diah Krisnatuti, Ririn Yenrina, 2006).
2.1.4.3 Hal-hal yang berpengaruh terhadap pemberian MP-ASI
Menurut Zetlein Marian (2006) faktor utama yang berpengaruh terhadap
praktek pemberian MP-ASI adalah pengetahuan dan pendidikan ibu. Dengan
pendidikan yang cukup ditunjang pengetahuan gizi modern akan menjadikan
praktek pemberian MP-ASI kepada bayi semakin baik. Selain itu ternyata
lingkungan sosial juga tidak lepas pengaruhnya pada hal ini. Dalam kebudayaan
tertentu adanya kebiasaan makan bagi bayi yang khas dengan berbagai pantangan
yang ada sangat mempengaruhi baik tidaknya praktek penberian MP-ASI oleh ibu
bagi bayinya (Ebrahim,G.J, 2005).
2.1.5 Praktek penyapihan
pada KMS terjadi kenaikan Berat Badan yang tidak memuaskan atau dalam
keadaan yang lebih parah terjadi penurunan Berat Badan (Depkes RI, 2006).
2.1.5.3 Hal-hal yang berpengaruh terhadap praktek penyapihan dini
Penyapihan dimulai pada umur yang berbeda pada masyarakat yang
berbeda. Menurut studi WHO pada tahun 2006 dipelajari bahwa jumlah ibu-ibu di
pedesaan yang mulai penyapihan lebih awal tidak sebanyak diperkotaan. Di
daerah semi perkotaan, ada kecenderungan rendahnya frekuensi menyusui dan
ASI dihentikan terlalu dini karena ibu kembali bekerja. Hal ini menyebabkan
kebutuhan zat gizi bayi/anak kurang terpenuhi apalagi kalau pemberian MP-ASI
kurang diperhatikan, sehingga anak menjadi kurus dan pertumbuhannya sangat
lambat (Depkes RI, 2007). Selain karena alasan tersebut kegagalan penyusuan
akibat pemberian makanan atau minuman prelaktal sebelum ASI keluar juga
menjadi alasan praktek penyapihan dilakukan secara dini, disamping karena ASI
tidak keluar dari sesaat sesudah melahirkan (Savage, 2005).
sangat berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan. Salah satu pengaruh yang
sangat dominan terhadap pola konsumsi adalah pantangan atau tabu. Terdapat
jenis-jenis makanan yang tidak boleh dimakan oleh kelompok umur tertentu atau
oleh perempuan remaja atau perempuan hamil dan menyusui. Larangan ini sering
tidak jelas dasarnya, tetapi mempunyai kesan larangan dari penguasa
supernatural, yang akan memberi hukuman bila larangan tersebut dilanggar.
Namun demikian, orang sering tidak dapat mengatakan dengan jelas dan pasti,
siapa yang melarang tersebut dan apa alasannya (Achmad Djaeni Sediaoetomo,
2005).
2.1.7 Hubungan Pola Asuh Gizi dengan Status Gizi
Menurut Soekirman (2005) pola asuh gizi anak adalah sikap dan perilaku ibu
atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan,
merawat, menjaga kebersihan, memberi kasih sayang dan sebagainya.
Kesemuanya itu sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak. Pola
asuh yang tidak memadai dapat menyebabkan anak tidak suka makan atau
tidak diberikan makanan seimbang, dan juga dapat memudahkan terjadinya
penyakit infeksi yang kemudian dapat berpengaruh terhadap status gizi anak.
Pola asuh gizi pada balita terdiri dari praktek pemberian makanan/minuman
prelaktal, pemberian kolostrum, pemberian ASI, pemberian MP-ASI dan
penyapihan. Savage (2005) menjelaskan adanya hubungan antara praktek
pemberian makanan/minuman prelaktal dengan status gizi, yang mana
makanan/minuman prelaktal tersebut memang tidak seharusnya diberikan
karena saluran pencernaan bayi belum cukup kuat untuk mencerna makanan
selain ASI dan apabila dipaksakan dapat menimbulkan terjadinya penyakit
infeksi yang dapat mempengaruhi status gizi bayi. Menurut Suhardjo (2005)
kolostrum dapat mempengaruhi status gizi balita, karena kolostrum
mengandung lebih banyak protein, mineral serta sedikit karbohidrat dari pada
susu ibu sesudahnya. Kolostrum juga mengandung beberapa bahan anti
penyakit yang dapat membantu bayi menyediakan kekebalan terhadap
penyakit infeksi yang mempengaruhi status gizi. Konsumsi makanan yang
diperoleh bayi umur 0-12 bulan berasal dari pola asuh gizi yang salah satunya
adalah praktek pemberian ASI. ASI merupakan makanan yang terbaik bagi
bayi dan anak bibawah umur 2 tahun. ASI mengandung zat gizi yang lengkap
dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan bayi sampai dengan umur 4 bulan,
sehingga ASI adalah makanan tunggal yang seharusnya diberikan kepada bayi
umur 0 - 4 bulan. Selain itu ASI mengandung zat kekebalan yang dapat
melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi. ASI juga merupakan makanan
yang bersih, praktis dengan suhu yang sesuai dengan bayi/anak serta dapat
meningkatkan hubungan psikologis serta kasih sayang antara ibu dan anak.
Dengan demikian jelas bahwa ASI mempunyai hubungan terhadap status gizi,
semakin baik praktek pemberian ASI maka semakin baik pula status gizi bayi
(Depkes RI,2005). Selain ASI konsumsi makanan yang diperoleh bayi
dibawah umur 2 tahun adalah makanan pendamping ASI (MP-ASI). Makanan
ini diberikan dengan tujuan untuk melengkapi kebutuhan gizi bayi yang
semakin meningkat seiring dengan meningkatnya umur bayi. Sebagaimana
dijelaskan oleh Soekirman (2006) bahwa salah satu faktor langsung dari status
gizi adalah konsumsi makanan, maka secara
tidak langsung praktek pemberian MP-ASI merupakan salah satu faktor
langsung dari status gizi pada bayi. Pengaruh praktek penyapihan terhadap
status gizi bayi dijelaskan oleh Depkes RI (2005) bahwa bayi yang sehat pada
usia penyapihan akan tumbuh dengan pesat dan sehat, sehingga kekawatiran
terjadinya gizi kurang akibat penyakit infeksi dapat dihindari. Sedangkan
menurut (Savage, 2006) masa penyapihan adalah proses dimana seorang bayi
secara perlahan-lahan memakan makanan keluarga ataupun makanan orang
dewasa sehingga secara bertahap bayi semakin kurang ketergantungannya
pada ASI dan perlahan-lahan proses penyusuan akan terhenti. Dengan
demikian praktek penyapihan secara langsung mempengaruhi konsumsi
makanan pada bayi dimana konsumsi makanan tersebut merupakan faktor
langsung dari status gizi.
diarahkan untuk mengikuti pola makanan orang dewasa. Setelah gigi geligi tumbuh
lengkap, anak didorong untuk memakai giginya dengan cara memberikan makanan
seperti buah apel, bengkoang, mentimun, atau sayuran lain yang dapat dimakan
dalam bentuk kuah jumlah makanan yang diberikan tergantung jumlah makanan
anak (Sulistyani, 2006).
2.2.3 Anggapan Orang Tua dan Masyarakat Bagi Kelompok Balita
a.Anak balita masih dalam periode transisi dari makanan bayi ke makanan orang
dewasa, jadi masih memerlukan adaptasi.
b. Anak balita dianggap kelompok umur yang belum berguna bagi keluarga,
karena belum sanggup ikut dalam membantu menambah kebutuhan keluarga,
baik tenaga maupun kesanggupan kerja, menambah uang.
c.Ibu sudah mempunyai anak kecil lagi atau sudah bekerja.
d. Anak balita masih belum dapat mengurus sendiri dirinya dengan baik dan belum
dapat berusaha mendapatkan sendiri apa yang diperlukannya.
e.Anak balita mulai turun ke tanah dan berkenalan dengan berbagai kondisi yang
memberikan infeksi atau penyakit lain. (Djaeni, 2005)
2.3 Konsep Berat Badan Di Bawah Garis Merah (BGM)
2.3.1 Pengertian BGM
Berat Badan di Bawah Garis Merah (BGM) yaitu bila berat badan bayi atau
balita berada di bawah garis merah pada KMS (Kartu Menuju Sehat). Ini berarti bayi
atau balita tersebut mengalami gangguan pertumbuhan dan perlu perhatian khusus
(Dinkes Jakarta, 2005).
2.3.2 Penatalaksanaan Diet Pada Balita BGM
2.3.2.1 Tingkat Rumah Tangga
a. Ibu memberikan aneka ragam makanan dalam porsi kecil dan sering kepada
anak sesuai dengan kebutuhan.
b. Teruskan pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun.
2.3.2.2 Tingkat Posyandu
a. Anjurkan ibu memberikan makanan kepada anak dirumah sesuai usia anak,
jenis makanan yang diberikan sesuai dengan anjuran makanan.
b. Dalam rangka pemulihan kesehatan anak, perlu mendapat makanan tambahan
pemulihan dengan komposisi gizi mencukupi minimal 1/3 dari kebutuhan 1
hari.
c. Bentuk makanan tambahan pemulihan berupa :
1. Kudapan (makanan kecil) yang dibuat dari bahan makanan setempat atau
lokal.
2. Bahan makanan mentah berupa tepung beras atau tepung lainnya. Tepung
susu, gula, minyak, kacang-kacangan, sayuran dan lauk pauk lainnya.
3. Contoh paket bahan makanan tambahan pemulihan yang dibawa pulang
Tabel 2.1 Kebutuhan Paket Bahan Makanan
Alternative
Beras 60 gr
II
III
mg
Beras 70 gr Ikan 30 gr
Ubi
atau Kacang kacangan Gula 20 gr
singkong
IV
40 gr
150 gr
Tepung ubi Kacang kacangan Gula 20 gr
40 gr
40 gr
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL
3.1 Kerangka Konseptual
Tingkat Pendidikan
at Pendidikan
Jumlah Anggota
Keluarga
Budaya Pantang
Makanan
Tingkat
Pendapatan
Tingkat Pengetahuan
Praktek
Pemberian
Makanan
Prelaktal
Praktek
Pemberian
Kolostrum
Praktek
Pemberian
ASI
Praktek
Pemberian
MP - ASI
Praktek
Penyapihan
Dari gambar diatas dapat disimpulkan, faktor yang mempengaruhi Pola Asuh Gizi
antara lain : Tingkat Pendapatan, Tingkat Pendidikan, Pekerjaan, Keadaan
Ekonomi, Latar Belakang Budaya dan Aspek kunci dari Pola Asuh Gizi antara lain :
Praktek pemberian makanan/ minuman prelaktal, Praktek pemberian kolostrum,
Praktek pemberian ASI, Praktek pemberian MP- ASI, Praktek Penyapian. Dalam
hal ini penulis meneliti Hubungan Pola Asuh Gizi Dengan Kejadian Balita Dengan
Berat Badan di Bawah Garis Merah (BGM).
BAB IV
METODE PENELITIAN
memaksimalkan
suatu
kontrol
beberapa
faktor
yang
bisa
mempengaruhi validitas suatu hasil. Desain riset sebagai petunjuk peneliti dalam
perencanaan dan pelaksanaan penelitian untuk mencapai suatu tujuan atau menjawab
suatu pertanyaan (Nursalam, 2003).
Dalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
analitik. Penelitian analitik menurut Nursalam (2003) adalah suatu studi untuk
menemukan fakta dengan interpretasi yang tepat dan hasil penelitian diolah dengan
menggunakan uji statistik. Sedangkan rancangan penelitian yang digunakan adalah
cross sectional.
Menurut Nursalam (2003) cross sectional adalah jenis penelitian yang
menekankan pada waktu pengukuran / observasi data variabel independen dan
dependen dinilai secara simultan pada suatu saat.
4.2 Populasi, Sampel, dan Sampling
4.2.1 Populasi
Populasi adalah seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang
akan diteliti (Alimul, 2003). Pada penelitian ini populasinya adalah semua ibu yang
mempunyai balita di Polindes Bidan Irma Desa Sumberejo Kecamatan Banyuputih
Kabupaten Situbondo yang sesuai dengan kriteria sampel sebanyak 229 orang.
4.2.2 Sampel
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah
dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Alimul, 2003). Pada penelitian ini
sampelnya adalah ibu yang mempunyai balita di Polindes Bidan Irma Desa
Sumberejo Kecamatan Banyuputih Kabupaten Situbondo diambil 20 % dari
populasi yang memenuhi kriteria sample sebanyak 46 Responden.
4.2.3 Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi sampel yang digunakan dalam
penelitian dari populasi yang ada (Alimul, 2003).
Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Simple Random
Sampling yaitu pengambilan sampel pada seluruh anggota populasi secara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada dalam anggota populasi secara lotrey dimana semua
populasi diundi sampai jumlah sampel terpenuhi.
4.3 Kriteria Sampel
Penentuan kriteria sampel sangat membantu peneliti untuk menghilangkan
bias hasil penelitian. Kriteria dalam pemilihan sampel penelitian ini meliputi :
4.3.1
1. Ibu yang mempunyai balita umur 1 5 tahun yang mempunyai KMS dengan hasil
penimbangan lengkap minimal 3 bulan terakhir sampai dilaksanakan penelitian.
2. Ibu balita di polindes Bidan Irma Desa Sumberejo Kecamatan Banyuputih
Kabupaten Situbondo yang bersedia menjadi sampel penelitian.
3. Ibu balita di yang ada pada saat penelitian .
4.3.2
Variabel
1. Praktek
Definisi
Alat
Operasional
Adalah tindakan ibu
Ukur
Kuesioner
pemberian untuk
Skala
Ordinal
pemberian No. 1 3
makanan
makan/minuman
/minuman
kepada
prelaktal.
lahir
Kriteria
Baik :
Benar
semua
bayi
baru
selama
ASI
Skor 3
Cukup :
belum keluar.
Salah satu
= Skor 2
Kurang :
Salah dua
dan salah
semua
= Skor 1
2. Praktek
Kuesioner
no.4
Nominal
Diberi
= Skor 2
Tidak
diberi
= Skor 1
Kuesioner
dalam memberikan
no. 5 8
Ordinal
Benar
semua
:
=
Skor 3
Cukup
pertama.
Salah satu
dan dua =
Skor 2
Kurang =
Salah tiga
dan empat
= Skor 1
Baik
4. Praktek
pemberian
MP - ASI
Kuesioner
memberikan
no. 9 17
Ordinal
Salah 0 - 3
= Skor 3
makanan
Cukup
tambahan sebagai
Salah 4 - 6
pelengkap dan
= Skor 2
pendamping ASI.
Kurang =
Salah 7 - 9
= Skor 1
5. Praktek
Penyapiha
Tidak
Adalah tindakan ibu
Kuesioner
untuk menghentikan
no. 18
Nominal
disapih =
Skor 1
pemberian
Disapih =
ASI
secara
Skor 2
bertahab kepada
bayinya dan diganti
dengan
makanan pengganti
6. Kejadian
ASI.
Keadaan gizi
KMS
Nominal
Berat
Berat
seseorang yang
Badan
Badan di
dinyatakan menurut
BGM
bawah
bila
garis
KMS
dibawah
merah
garis
(BGM)
merah
pada
KMS
Berat
Badan
tidak
BGM
bila diatas
garis
merah
pada
KMS
4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.6.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Polindes Bidan Irma Desa Sumberejo Kecamatan
Banyuputih Kabupaten Situbondo.
4.6.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2014.
Ho
Jika nilai z hitung lebih besar dari nilai z tabel maka Ho diterima yang berarti
tidak ada hubungan, sebaliknya jika nilai z hitung lebih kecil dari z tabel maka Ho
ditolak yang berarti ada hubungan.
4.8 Tehnik Pengolahan Data
Pengolahan data adalah suatu proses pendekatan subjek dan proses
pengolahan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam,
2003). Setelah kuesioner yang disebarkan terkumpul kemudian angket tersebut
mengalami proses antara lain :
1. Editing
Bertujuan meneliti kembali isi kuesioner tentang kelengkapan jawaban,
keterbukaan tulisan, kesesuaian jawaban, dan keseragaman suatu ukuran.
2. Koding