Anda di halaman 1dari 44

Dampak Pengalihan PBB-P2 terhadap

Peningkatan beban Masyarakat dan


Persaingan Antar Daerah dan
Rencana Pengalihan PBB P3 ke
Daerah
Oleh : Dr. Bagdja Muljarijadi

Kegiatan FGD Dalam Rangka Kajian Evaluasi Pengalihan PBB- P2


Badan Kebijakan Fiskal, Kementrian Keuangan
Bandung, 26 Maret 2014

Pendahuluan

Hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah


secara tradisonal bisa dianalisis terkait dengan
beberapa hal di bawah ini:
1)

Tingkat pemerintah yang akan bertanggung jawab


untuk menyediakan layanan tertentu (pemberian
kewenangan)

2)

Peran masing-masing tingkat pemerintahan terkait


dengan pengeluaran dan penerimaan (Expenditure
dan Revenue Assignment)

3)

Transfer antar tingkatan pemerintahan


(intergovernmental transfers)

Pendahuluan

Terkait dengan alasan 1) dan 2), maka diberlakukannya


UU No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah (PDRD), didasarkan atas pertimbangan
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan
kemandirian daerah, Oleh sebab itu dirasa perlu
untuk:

Melakukan perluasan objek pajak daerah dan retribusi daerah,

Perlu dilaksanakan pemberian diskresi dalam penetapan tarif


pajak dan retribusi daerah

UU No. 28/2009 bisa dianggap sebagai salah satu


reformasi desentralisasi fiskal di Indonesia, terdapat
perubahan kebijakan yang cukup fundamental dalam
penataan kembali hubungan keuangan antara Pusat
dan Daerah

Tujuan diberlakukannya
UU No. 28/2009

Memberikan kewenangan yang lebih besar


kepada daerah dalam perpajakan dan retribusi
sejalan dengan semakin besarnya tanggung
jawab Daerah dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.

Meningkatkan akuntabilitas daerah dalam


penyediaan layanan dan penyelenggaraan
pemerintahan dan sekaligus memperkuat
otonomi daerah.

Memberikan kepastian bagi dunia usaha


mengenai jenis-jenis pungutan daerah dan
sekaligus memperkuat dasar hukum pemungutan
pajak daerah dan retribusi daerah.

Prinsip Pengaturan Pajak & Retribusi Berdasarkan UU


No. 28/2009

Pemerintah Merasa bahwa, pemberian kewenangan


pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah
pada UU ini diangap tidak terlalu membebani rakyat
dan relatif netral terhadap kebijakan fiskal nasional.

Jenis pajak dan retribusi yang dapat dipungut oleh


daerah hanya yang ditetapkan dalam Undangundang ( bersifat Closed-List daerah dilarang
menetapkan pajak/retribusi daerah di luar yang
ditetapkan oleh UU ini).

Pemberian kewenangan kepada daerah untuk


menetapkan tarif pajak daerah dalam batas tarif
minimum dan maksimum yang ditetapkan dalam
Undang-undang.

Prinsip Pengaturan Pajak & Retribusi pada UU No.


28/2009

Pemerintah daerah dapat tidak memungut


jenis pajak dan retribusi yang tercantum
dalam undang-undang sesuai kebijakan
pemerintahan daerah.

Rancangan Peraturan Daerah yang


mengatur pajak dan retribusi harus
mendapat persetujuan Pemerintah sebelum
ditetapkan menjadi Perda. (Pengawasan
dilakukan secara preventif dan korektif
oleh pemerintah). Pelanggaran terhadap
aturan ini dikenakan sanksi.

Penambahan Pajak dan Retribusi Berdasarkan UU No.


28/2009

Terdapat penambahan Pajak dan Retribusi baru,


yaitu:

Pajak Daerah kab/kota yang baru:

PBB Perdesaan dan Perkotaan (tadinya pajak pusat)

BPHTB (tadinya Pajak Pusat)

Pajak Sarang Burung Walet

Pajak Air Tanah (tadinya pajak provinsi)

Retribusi daerah kab/kota yang baru:

Retribusi Tera/ Tera Ulang,

Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi,

Retribusi Pelayanan Pendidikan,

Retribusi Izin Usaha Perikanan.

Kriteria Sistem
Perpajakan Yang Baik

Efisiensi ekonomi perpajakan diupayakan


untuk tidak akan mempengaruhi efisiesi alokasi
sumberdaya.
Kesederhanaan administrasi adminstrasi
dibuat mudah dan tidak mahal.
Fleksibilitas meresponsif terhadap perubahanperubahan yang terjadi dalam perekonomian
Memiliki tanggung jawab politis dapat
merefleksikan keinginan masyarakat dalam
membayar
Keadilan adil dalam memperlakukan
perbedaan yang ada dalam setiap individu
(terutama kemampuan untuk membayar)

Kriteria Pungutan Pajak


Yang Layak

Hasil Penerimaan yang cukup, yakni jumlah


penerimaan lebih besar dari biaya pemungutan
Keadilan, yakni bahwa beban pajak kepada
masyarakat harus adil sesuai dengan
kemampuan undividu untuk membayarnya.
Netral dan efisien ekonomis, yakni memiliki
pengaruh yang minimum terhadap harga
ataupun keputusan individu untuk
mengkonsumsi dan
Mudah untuk diimplikasikan, karena dapat
diterima secara politis oleh masyarakat dan
adanya kemampuan administrasi pemerintah.

Kewenangan Pengelolaan
Pajak

Pertimbangan kewenangan pengelolaan suatu jenis


pajak bisa ditentukan dari berbagai kriteria dibawah
ini (Stiglitz, 2000):

Pajak yang mendorong redistribusi pendapatan harus


berada di tangan pusat

Pajak yang mendorong stabilisasi ekonomi berada dalam


wewenang pusat

Pajak yang memiliki basis tidak merata harus dikuasai pusat

Pajak faktor produksi yang bergerak (mobile) harus dalam


kewenangan pusat.

Pajak yang memiliki basis tempat tinggal dapat dimiliki


oleh pemerintah daerah.

Pajak dan retribusi yang berkaitan dengan manfaat


pelayanan dapat dikelola oleh daerah sejauh adminstrasinya
mendukung.

Pengertian Pajak Properti


(PBB)

Pajak Properti adalah pembayaran tahunan


yang dilakukan oleh pemilik lahan dan/atau
bangunan kepada pemerintah/ pemerintah
daerah berdasarkan azas kemanfaatan yang
diterima oleh pemilik properti tersebut

PBB P2 dikenakan pada bumi dan/atau


bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau
dimanfaatkan oleh orang pribadi

PBB P3 (Perkebunan, Perhutanan dan


Pertambangan) dikenakan kepada 4 hal, yaitu
Area Produktif, Area Belum Produktif, Area
Emplasemen, dan Area Lainnya

Pengertian Kemanfaatan
dari Properti
Sebuah properti akan memiliki kemanfaat jika memiliki nilai,
yang dicirikan dengan beberapa hal (Eddi Wahyudi, 2013):

Kegunaan (utility),suatu kemampuan


untukmembangkitkan keinginan
untukmemilikiproperti dimaksud karena diharapkan dapat
memberikan keuntungan / bermanfaat.

Kelangkaan (scarcity),jumlah atau persediaan yang


terbatas.

Permintaan (demand),adanya kebutuhan akan sesuatu


benda / harta / properti.

Dapat dialihkan (transferbility),hak penguasaannya


dapat dipindah tangankan kepada Subjek lain.

Dapatdinyatakan dalam bentuksejumlah uangatau


dibandingkan dengan barang berharga lainnya yang
sepadan .

Pentingnya Pajak Properti


(PBB) bagi Daerah

Menurut Richard M Bird (2004), selama beberapa


dekade, pajak properti dijadikan sebagai pendapatan
yang ideal bagi pemerintah daerah. Hal tersebut
dikarenakan pemungutan terhadap pajak properti
terus meningkat.

Bagi Pemerintah daerah, pajak properti merupakan


aspek penting dalam pembiayaan pemerintah daerah.
Oleh sebab itu pajak properti sendiri harus memiliki
peran kuat dalam pembiayaan pemerintahan di
banyak daerah.

Kesulitan utama dalam pemungutan pajak properti


adalah sulit dan mahalnya biaya untuk mengelola
pajak properti serta pengelolaan pajak properti sendiri
sulit dibuat menjadi adil.

Pentingnya PBB bagi


Daerah
Menurut Arthur J Mann (2001):

Secara internasional, lebih dari 130 negara


menggunakan beberapa jenis pajak properti,
dan dalam banyak properti, pendapatan pajak
ini menghasilkan lebih dari separuh dari
penghasilan daerah saat ini.

Pungutan PBB signifikan sebagai suatu sumber


pendapatan di daerah. Pungutan ini dianggap
sangat baik untuk diterapkan sebagai suatu
sumber utama pendapatan di daerah.

Alasan Penting Pajak Properti di


terapkan di dunia Internasional
Sebagai Pajak Daerah

Pajak properti sulit untuk dihindari secara sah,


khususnya bahwa nilai real properti adalah nyata dan
tidak dapat bergerak

Pajak properti secara relatif adalah sumber pendapatan


yang stabil jika data pengukuran tanah secara terus
menerus diperbaharui dan administrasinya dipelihara

Pajak properti mendukung desentralisasi dan otonomi


daerah

Pajak properti dapat secara relatif menjadi pajak


progresif khususnya karena adanya korelasi positif
antara nilai properti dan tingkat penghasilan, dalam
arti, pajak properti mewakili substitusi yang baik untuk
pajak penghasilan daerah

Alasan Penting Pajak Properti di


terapkan di dunia Internasional
Sebagai Pajak Daerah

Ada suatu korelasi yang positif antara pajak


yang dibayar dan manfaat yang diterima dari
pelayanan umum daerah

Pajak properti efisien secara ekonomis karena


tidak mobilitasnya real properti, meminimalkan
intervensi dalam alokasi sumberdaya

Pajak properti merangsang penggunaan tanah


yang menganggur dengan menaikkan
ongkosnya.

Kelemahan atau Ancaman Pajak


Properti bagi Pemerintah Daerah

Banyaknya wajib pajak dan basis pajak yang luas dalam


pajak properti, membutuhkan suatu struktur administrasi
yang efisien dan trampil - jika prasyarat ini tidak ada,
dapat menciptakan ketidakadilan dan biaya-biaya
administratif yang tinggi

Pajak properti dapat dianggap sebagai suatu ancaman bagi


properti pribadi

Administrasi pajak yang buruk, terutama di tingkat valuasi


dari nilai properti, dapat menghasilkan ketidakadilan dan
ketidaksetaraan horizontal dan vertikal

Mungkin ada sedikit hubungan langsung antara beban


pajak dan kemampuan untuk membayar

Prasyarat Pajak Properti


yang Baik
Masih Menurut Mann (2001)

Pengalaman internasional memperlihatkan bahwa suatu


pajak properti akan menghasilkan sumber pendapatan
jangka panjang yang berkesinambungan jika rancangan
dan implementasinya sangat memperhatikan tiga
elemen dasar, yaitu:

Kesederhanaan, diterjemahkan ke dalam suatu basis


pajak yang luas, tingkat pajak yang seragam, dan prosedur
administratif yang langsung dan transparan.

Elastisitas, menyatakan secara tidak langsung pendapatan


yang meningkat setidaknya secepat nilai properti, kegiatan
ekonomi daerah dan permintaan untuk pelayanan publik
daerah.

Pemasukan yang maksimal, memerlukan suatu dasar


pajak yang luas hanya dengan pembebasan terbatas.

Insiden dari Pajak


Properti

Setiap pajak menciptakan insentif bagi para


pembayar pajak untuk mencoba menghindarinya

Mencoba mengalihkan beban ke pelaku ekonomi lain


(misal : pemilih lahan ke penyewa, dari produsen ke
konsumen dll)

Menggeser sumber daya ke yang lainnya (misal:


menggeser pajak pada aktivitas yang kecil potensi
pajaknya, menggeser pajak suatu aktivitas ke aktivitas
yang lain, atau ke juridiksi yang kurang potensi
pajaknya)

Oleh sebab itu penting untuk mengetahu siapa yang


membayar pajak properti dan berbagai langkahlangkah keringanan pajak properti yang biasa
digunakan di sejumlah negara terhadap pajak ini?

Insiden dari Pajak


Properti

Menentukan insiden pajak properti, atau pajak apapun, adalah


suatu hal yang bersifat empiris.

Setiap studi empiris dari pajak properti harus dimulai dengan


asumsi tentang dampak distribusi pajak pada wajib pajak, yaitu:

Is it a benefits tax that falls on a propertys consumption of municipal


services? Or is it unrelated to benefits received and more likely to be
a tax on capital?

Ingat manfaat dari program-program pembangunan daerah yang


terkait dengan properti cenderung akan dikapitalisasi ke nilai
properti

Ada konsepsi alternatif dari pajak properti, yaitu bahwa PBB


adalah pajak atas modal dan ini menjadi sumber distorsi di pasar
perumahan dan dalam keputusan fiskal di tingkat daerah
(McCluskey, et all, 2013)

Upaya mengurangi beban dan


Insiden dari Pajak Properti

Untuk mengurangi dampak beban pajak dan juga insiden pajak


properti di beberapa negara diterapkan Program Keringanan
Pajak Properti.

Program ini dimaksudkan untuk mengurangi beban pajak


properti pada individu tertentu dalam keadaan tertentu.

Program ini dimotivasi oleh persepsi bahwa pajak properti


regresif

Misal : penerapan Kredit pajak properti di Kanada

Kredit pajak properti dirancang sehingga nilainya berbanding terbalik


dengan kewajiban pajak penghasilan pribadi (ketika kewajiban pajak
penghasilan seseorang meningkat, maka akan ada penurunan kredit
pajak propertinya).

Program penangguhan pajak (Tax Defferal)

Pemberian Hibah (Grant) , yang dirancang untuk menghapus


beberapa beban pajak properti, disediakan untuk pemilik rumah
yang memenuhi syarat dan / atau penyewa di beberapa negara. dll

Persaingan Antar Daerah

Upaya-upaya untuk menghilangkan beban dan


insiden pajak properti bisa dijadikan alat untuk
meningkatkan daya saing daerah

Tiebout Principle : Vote with your feet

People distribute themselves across communities


based on their demands for public services (and pay
taxes for these services)

Pajak Properti Diberbagai Negara:


Proporsi Terhadap Pendapatan Daerah

Pajak Properti Diberbagai


Negara:
Tax Base dan Basis Penilaian

Pajak Properti Diberbagai


Negara:
Penentuan Tarif Pajak

Lesson Learned dari


Implementasi Pajak Properti di
Dunia
Pajak Properti (PBB) akan bisa diterapkan dan memberikan
hasil yang optimal apabila:

Dasar pajak harus dengan mudah dapat diidentifikasikan

Pajak harus dengan mudah diidentifikasikan sebagai pajak


daerah sehingga para wajib pajak menyadari benar
mengapa pajak dikenakan? dan dana yang dihasilkan oleh
pungutan itu digunakan oleh daerah untuk apa?

Peraturan dan metode pajak yang digunakan untuk


menciptakan dasar pajak harus dikenal baik oleh para
wajib pajak

Struktur pajak harus sederhana, tanpa tingkat pajak dan


pembebasan yang beraneka ragam, tanpa perlakuan
khusus, dan bebas dari tuduhan

Setiap wajib pajak harus menerima perlakuan yang adil

Lesson Learned dari Implementasi


Pajak Properti di Dunia

Aplikasi dan implementasi pajak harus langsung dan


dapat dijalankan secara administratif

Pajak harus dengan mudah dapat diaudit

Pajak harus mudah dimengerti dari sudut pandang


wajib pajak

Administrasi pajak harus diarahkan kepada tanggung


jawab daerah, dan pemerintah daerah harus memiliki
otoritas untuk memodifikasi tingkat pajak dalam
batas-batas yang ditentukan oleh pemerintah pusat; ini
sepenuhnya sesuai dengan tujuan desentralisasi fiskal,
karena jelas bahwa tanggung jawab pengeluaran yang
lebih besar harus seiring dengan pemindahan hak milik
pajak dan pendapatan yang meningkat.

Perubahan Aturan PBB di Indonesia

Sumber: Materi Presentasi Pengalihan PBB-P2 dan BPHTB sebagai Pajak


Daerah, Direktorat Jenderal Pajak. Agustus 2011

Perubahan Pola Bagi


Hasil

Sumber: Materi Presentasi PengalihanPBB-P2 dan BPHTB sebagai Pajak Daerah, Direktorat
Jenderal Pajak. Agustus 2011

Perubahan Aturan PBB


PBB
PBB sektor Pedesaan
PBB sektor Perkotaan
PBB sektor Perkebunan
PBB sektor Perhutanan
PBB sektor
Pertambangan

Pembaharuan
UU PDRD

PBB P2 dan
BPHTB
dialihkan
menjadi pajak
Daerah

PBB P3
dialihkan
menjadi pajak
Daerah ?

Alasan PBB-P2 dapat


Dialihkan Menjadi Pajak
Daerah

secara konseptual PBB-P2 dapat dipungut oleh daerah


karena lebih bersifat lokal, visibilitas, objek pajak tidak
berpindah-pindah (immobile), dan terdapat hubungan erat
antara pembayar pajak dan yang menikmati hasil pajak
tersebut

Pengalihan PBB-P2 kepada daerah diharapkan dapat


meningkatkan PAD dan memperbaiki struktur APBD

Pengalihan PBB-P3 kepada daerah dapat meningkatkan


pelayanan kepada masyarakat, dan memperbaiki aspek
transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaannya

Berdasarkan praktek di banyak negara, PBB-P3 termasuk


dalam jenis local tax.
(Sumber : Buku Pedoman Umum Pengelolaan PBB - P2,
2014)

Apakah PBB P3 Layak di


Kedaerahkan???

Lihat kriteria Kewenangan Pengelolaan Pajak:

Pajak yang memiliki basis tidak merata


harus dikuasai pusat

Pajak yang mendorong redistribusi


pendapatan harus berada di tangan pusat

Apakah Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan


tersebar merata di seluruh daerah di Indonesia?

Adanya bagi hasil PBB-P3 akan mendorong


redistribusi pendapatan di daerah

Lihat kriteria pembagian urusan tingkatan


pemerintah berdasarkan UU N0. 23 tahun 2014

UU No. 23 tahun 2014 tentang


Pembagian urusan pemerintahan
(Pasal 13)

Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan


Pemerintah Pusat adalah:

a.

Urusan Pemerintahan yang lokasinya lintas Daerah


provinsi atau lintas negara

b.

Urusan Pemerintahan yang penggunanya lintas Daerah


provinsi atau lintas negara

c.

Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak


negatifnya lintas Daerah provinsi atau lintas negara

d.

Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya


lebih efisien apabila dilakukan oleh Pemerintah Pusat

e.

Urusan Pemerintahan yang peranannya strategis bagi


kepentingan nasional.

UU No. 23 tahun 2014 tentang


Pembagian urusan pemerintahan
(Pasal 13)

Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan


Daerah provinsi adalah:

a.

Urusan Pemerintahan yang lokasinya lintas Daerah


kabupaten/kota

b.

Urusan Pemerintahan yang penggunanya lintas


Daerah kabupaten/kota

c.

Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak


negatifnya lintas Daerah kabupaten/kota

d.

Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber


dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh
Daerah Provinsi.

UU No. 23 tahun 2014 tentang


Pembagian urusan pemerintahan
(Pasal 13)

Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan


Daerah kabupaten/kota adalah:

a.

Urusan Pemerintahan yang lokasinya dalam Daerah


kabupaten/kota

b.

Urusan Pemerintahan yang penggunanya dalam


Daerah kabupaten/kota

c.

Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak


negatifnya hanya dalam Daerah kabupaten/kota

d.

Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber


dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh
Daerah kabupaten/kota.

Dampak Pengalihan PBBP2 ke daerah

Peningkatan atau penurunan pendapatan PBBP2 di daerah akan sangat bergantung pada
Administrasi pajak yang diterapkan di daerah,
seperti:

Besar kecilnya celah dalam Pengumpulan Pajak


dan Biaya (The Collection Gap and Cost)

Perbaikan basis data objek pajak PBB-P2, seperti


memperbaiki penilaian, dan menghitung
kapasitas penerimaannya

Proses pemungutan pajaknya, antara lain


mempercepat penyusunan Perda, dan proses
mengubah tariff

Studi Kasus Penerimaan


PBB P2: Kabupaten
Bantul

(Sumber : Buku Pedoman Umum Pengelolaan PBB - P2,


2014)

Studi Kasus Penerimaan PBBP2: Kabupaten Belitung Timur


PBB
30000000000
26767697660

25638350949 26152922019

25000000000

22793312172

20381572692

20000000000

16225563996

16512570538

15000000000

12396358755
10000000000

8859820558
6669624332
5000000000
0
2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

(keterangan : Dialihkan sejak tahun 2013

2012

2013

Langkah-Langkah Yang Harus


Dilakukan Dalam Rangka
Pendaerahan

Penyusunan strategi yang menyangkut beberapa aspek,


diantaranya:

Strategi percepatan penyediaan pranata hukum (Peraturan Daerah,


Peraturan Bupati/Walikota)

Strategi pemungutan pajak (pendataan, penilaian, penetapan,


penagihan, dll)

Strategi pembangunan teknologi informasi (sistem aplikasi,


pertukaran data, dan lain-lain)

Langkah yang harus dipertimbangkan oleh Daerah, diantaranya:

Biaya Koleksi pajak PBB dan BPHTB yang menjadi tanggungan


Daerah

Masalah Kepegawaian

Basis Data PBB dan BPHTB, menggunakan data OD dan GIS sebagai
basis perubahan kemanfaatan dari tanah dan bangunan

Potensi Kesenjangan pendapatan antar daerah

Basis Data PBB


Menggunakan Data GIS

Sumber : http://tax.idaho.gov/i-1058.cfm

Pemerintah negara bagian Idaho menggunakan


basis data GIS untuk menyusun Tax Code Area
(TCA)

Sistem Informasi Geografis (GIS) diamanatkan


untuk memetakan lebih dari 1.245 wilayah
perpajakan yang berbeda, terdiri dari lebih dari
3.288 TCA, untuk memastikan bahwa semua
bidang sesuai dengan Anggaran Dasar dan
Peraturan Administrasi Komisi Pajak Negara
Bagian Idaho, dan pajak properti yang dikelola
bisa diterapkan secara adil dan merata.

Basis Data PBB


Menggunakan Data GIS

Semua properti di Negara Bagian Idaho terletak dalam


wilayah perpajakan pemerintah daerah. Ketika batas
yurisdiksi pemerintahan daerah tumpang tindih,
mereka membentuk sebuah entitas yang unik yang
dikenal sebagai Kode area Pajak (TCA).

Wilayah perpajakan pemerintah daerah akan


mengirimkan perubahan batas dan aneksasi kepada
Komisi Pajak Negara Bagian Idaho sepanjang tahun.
Staf GIS akan merubah peta batas daerah ini dan
memberikan Kode area Pajak (TCA) yang benar untuk
tahun mendatang. Sehingga tarif pajak propertinya
bisa ditentukan secara lebih adil dan merata

Daftar Pustaka

Bahl R., Land Taxes versus Property Taxes in Developing and Transition
Countries, in Dick Netzer, ed.,Land Value Taxation: Can It and Will It Work
Today?Lincoln Institute of Land Policy,Cambridge, MA. (1998)

Bird, R. M. and E. Slack, International Handbook on Land and Property


Taxation, Edward, Elgar, Cheltenham, UK, (2004)

Bird., Richard M. And Enidslack , Land and Property Taxation in 25 Countries: A


Comparative Review, CESifo DICE Report 3. (2005)

Bird, R. and E. Slack, The Role of the Property Tax in Financing Rural Local
Governments in Developing Countries, Working Paper, Institute on Municipal
Finance and Governance, Munk Centre for International Studies, University of
Toronto (2006)

Food and Agriculture Organization of the UN (FAO), Decentralization and Rural


Property Taxation, FAO Land Tenure Studies, No. 7. (2004)

Mann, Arthur J., Local Government Taxation: Standard International Practice,


Center for Institutional Reform and the Informal Sector (2001)

McCluskey, William J; Gary C. Cornia and Lawrence C. Walters, A Primer on


Property Tax, A John Wiley & Sons, Ltd, 2013

Olowu, D. Property Taxation and Democratic Decentralization in Developing


Countries, Working Paper Series, No. 401, Institute of Social Studies, The
Hague, (2004)

Stiglitz, Joseph E., Economics of the Public Sector, 3rd edition, W.W Noroton &
Company, 2000

Tiebout, C. , "A Pure Theory of Local Expenditures", Journal of Political Economy


(1956)

Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai