PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di zaman yang semakin maju seperti sekarang ini, banyak ditemukan wujud hasil karya
dari pemikiran manusia. Ilmu pengetahan dan teknologi tidak pernah lepas kaitannya
dengan metode-metode yang digunakan dalam pelaksanaan suatu pengerjaan wujud hasil
karya tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan suatu kemampuan untuk menguasai dan
memahami aspek-aspek tersebut untuk dapat menghasilkan suatu rancangan agar dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Di bidang Teknik Sipil, seorang sarjana lulusan teknik sipil dituntut agar bisa
merancang
suatu sarana infrastruktur baik berupa bangunan gedung, jalan dan lain
Permasalahan
Dalam perencanaan jalan, permasalahan yang sering ditemui yaitu antara lain:
1. Bagaimana menciptakan jalan dan jembatan yang nyaman, tidak banyak tikungan,
tanjakan serta turunan yang terjal.
KELOMPOK II
BAGIAN I
Jalan dan Klasifikasi Jalan Raya
1.1 Pengertian Jalan
Jalan adalah. prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada
KELOMPOK II
1) Jalan arteri yaitu jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak
jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien.
2) Jalan kolektor yaitu jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi dengan ciri-ciri
perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
3) Jalan lokal yaitu Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan
jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
1.1.2
beban lalu lintas, dinyatakan dalam muatan sumbu terberat (MST) dalam satuan ton.
KELOMPOK II
1.1.3
yang diukur tegak lurus garis kontur. Keseragaman kondisi medan yang diproyeksikan harus
mempertimbangkan keseragaman kondisi medan menurut rencana trase jalan dengan
mengabaikan perubahan-perubahan pada bagian kecil dari segmen rencana jalan tersebut.
1.1.4
KELOMPOK II
2. Topografi
Topografi merupakan faktor penting dalam menentukan lokasi jalan raya dan pada
umumnya mempengaruhi alignement sebagai standart perencanaan geometrik, seperti jalan
landai, jarak pendangan, penampang melintang dll.
Golongan Medan
Datar (D)
Perbukitan (B)
Pegunungan (G)
1.2.1
Lereng Melintang
0 sampai 9,9 %
10 sampai 24,9 %
> 25%
Adalah garis proyeksi sumbu jalan yang tegak lurus bidang gambar, dikenal juga
dengan sebutan Trase Jalan .
Alinemen horisontal Terdiri dari :
1.
2.
Bentuk Tikungan:
KELOMPOK II
Full Circle
5
Spiral Spriral
120
100
80
60
40
30
2000
1500
1100
700
300
180
( Km / Jam )
Jari-jari lengkung
Minimum ( m )
KELOMPOK II
Tc = R tan b
Ec = Tc tan b
Lc = ( b / 360 ) 2R = 0.017453 R
Walaupun bentuk ini tidak mempunyai lengkung peralihan ( Ls ) akan tetapi diperlukan
adanya lengkung peralihan fiktif ( Ls )
Ls = B ( em + E )
Dimana :
B = Lebar perkerasan ( m )
cm = Kemiringan melintang maksimum relatif ( super elevasi max pada tikungan tersebut )
E = Kemiringan perkerasan pada jalan lurus
KELOMPOK II
Dc = D 2q s
- Lc > 20 meter
Yang dihitung jika memenuhi Syarat diatas :
qs = 90 Ls / p R
p
= Ls / 6R R ( 1-cos qs )
= Ls Ls / 40R R sin qs
Dc = D 2qs
Lc = 0.017453 Dc . R
Tt = ( R + p ) tan 0.5 qs + k
Et = {( R + p ) sec 0.5 qs } R
Ls min = 0.022 V
R.c
2.727
V. k
Dimana :
Ls
KELOMPOK II
= Super elevasi
KELOMPOK II
3. Spiral spiral
Syarat pemakaian :
Bila bentuk S P S tidak bisa dipakai
- s = 0.5
yang dihitung jika memenuhi syarat diatas adalah :
Ls
= ( qs . R ) / 28.648
Tt
= {( R + p ) tan 0.5 qs } + k
Et
= {( R + p ) sec 0.5 qs } R
= p* . Ls
= k* . Ls
KELOMPOK II
10
KELOMPOK II
11
Tabel 2.7 : Panjang lengkung peralihan minimum dan superelevasi yang dibutuhkan
(e maksimum = 10% metoda AASHTO)
V=50
Km/jam
(o) (m) e
Ls
573
0.25
LN 0
0
286
0.50
LN 0
5
191
0.75
LN 0
0
143
1.00
LP
30
2
114
1.25
LP
30
6
V=60
Km/jam
e
Ls
V=70
V=80
V=90
V=100 V=120
Km/jam Km/jam Km/jam Km/jam Km/jam
e
Ls e
Ls e
Ls e
Ls e
Ls
LN
LN
LN
LP
40 LP
LP
40
LP
40 0.020 50 0.025 50
LP
40
LP
40
1.50 955 LP
30
0.023 40
1.75 819 LP
30
0.026 40
0.029 40
KELOMPOK II
LN
12
LN
50 LP
0
50
LP
0.02
1
0.03
1
0.04
0
0.04
9
0.05
7
0.06
5
0.07
2
60 LP
70
60 0.030 70
60 0.044 70
60 0.057 70
60 0.069 80
60 0.080 90
60 0.090 100
70 0.096 110
0.036 40
0.042 40
0.062 50
0.048 40
0.068 50
0.054 40
0.074 50
0.059 40
0.064 40
0.079 60
0.088 60
0.073 50
0.094 70
0.080 50
0.098 70
0.086 60
0.091 60
0.099 70
Dmaks=9.
12
10.0
143
0
11.0
130
0
12.0
119
0
13.0
110
0
14.0
102
0
15.0
95
0
16.0
90
0
17.0
84
0
18.0
80
0
19.0
75
0
1.3
0.079 50
0.095 60
0.083 50
0.098 60
0.087 50
0.100 60
0.091 60
Dmaks=12.
79
0.093 60
0.096 60
0.097 60
0.099 60
0.099 60
Dmaks=18.
85
KELOMPOK II
13
Landai Max %
10
12
Panjang Kritis( m )
480
330
250
200
170
150
135
120
Landai maksimum hanya digunakan bila pertimbangan biaya sangat memaksa dan
hanya untuk jarak yang pendek. Panjang kritis landai dimaksudkan adalah panjang yang
masih diterima tanpa mengakibatkan gangguan arus lalu lintas ( Panjang ini
menyebabkan pengurangan kecepatan maksimum sebesar 25 Km / Jam ). Bila
pertimbangan biaya memaksa, maka panjang kritis dapat dilampaui dengan syarat ada
jalur khusus untuk kendaraan berat.
1.3.2
Lengkung Vertikal
Pada setiap penggantian landai harus dibuat lengkung vertikal yang memenuhi keamanan,
kenyamanan dan Drainase yang baik.
Rumus yang digunakan :
y
= Ev = ( A x L )
800
= g2 g1
Dimana :
KELOMPOK II
14
( Disini y = Ev untuk x = L ),jika Ev diperoleh > 0 berarti lengkung vertikal cembung dan
sebaliknya.
A
berdasarkan :
- Syarat pandangan henti dan Drainase
- Syarat pandangan menyiap
Lengkung vertikal terbagi atas :
1. Lengkung Vertikal Cekung, adakah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua
tangen berada di bawah permukaan jalan.
2. Lengkung Vertikal Cembung,adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua
tangen berada diatas permukaan jalan bersangkutan
Panjang vertikal cembung hanya ditentukan berdasarkan jarak pandangan waktu malam dan
syarat drainase. Persamaan umum dari lengkung vertikal adalah :
Y '=
1.3.3
( g 2g 1 )
x
200 L
Jarak Pandang
Kemungkinan untuk melihat ke depan adalah faktor penting dalam sebuah
operasi jalan raya agar tercapai keadaan yang aman dan efisien.
Jarak pendangan adalah : jarak dimana pengemudi dapat melihat bebas ke depan.
Jarak ini dibagi atas dua, yaitu :
1.3.3.1
Adalah jarak minimum yang dibutuhkan kendaraan untuk berhenti dari kecepatan
desain, diukur pada saat obyek pertama klinya terlihat pada jalur gerak kendaraan.
Rumus yang digunakan :
Dph = 0,278 Vt + [ V / 254 ( f + L ) ]
Dimana : Dph = Jarak pandangan henti ( m 0
-V
-t
= t1 + t2 > 25 detik
KELOMPOK II
15
= Kecepatan rencana
= R ( R p ) ^ + 2.4
c
Td
= { R A ( 2P + A )}^ R
Z
= 0.105 V/R
p
= 6.1 m
= 1.2 m
1.3.5
perubahan, yaitu dari kemiringan penuh yang berubah berangsur angsur. Perubahan
profil melintang dapat dilakukan dalam tiga tempat, yaitu :
1. Sumbu jalan sebagai sumbu putar.
KELOMPOK II
16
1.3.6.2
KELOMPOK II
17
BAGIAN III
Pengertian Jembatan dan Jenis Jembatan
2.1 Pengertian Jembatan
Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya meneruskan jalan melalui suatu
rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain berupa jalan air atau
lalu lintas biasa. Jembatan yang berada diatas jalan lalu lintas biasanya disebut viaduct.
Jembatan dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Jembatan jembatan tetap.
2. Jembatan jembatan dapat digerakkan.
KELOMPOK II
18
KELOMPOK II
19
2.2.2
Baja Konstruksi
Menurut (Spiegel dan Limbrunner, 1991) baja konstruksi adalah alloy steels (baja
paduan), yang pada umumnya mengandung lebih dari 98 % besi dan biasanya kurang dari
1 % karbon. Komposisi aktual kimiawi sangat bervariasi untuk sifat sifat yang
diinginkan, seperti kekuatannya dan ketahanannya terhadap korosi, baja dapat juga
mengandung elemen paduan lainnya, seperti silicon, magnesium, sulfur, fosfor, tembaga,
krom, dan nikel, dalam berbagai jumlah. Baja tidak merupakan sumber yang dapat
diperbaharui (renewable), tetapi dapat mempunyai daur ulang (recycled), dan komponen
utamanya, besi, sangat banyak. Baja tidak mudah terbakar, tetapi harus anti api. Hal ini
tidak dimaksudkan untuk mengatakan bahwa baja merupakan jawaban untuk semua
masalah struktur. Bahan bangunan lainnya, seperti beton, bata, dan kayu, mempunyai
peran sendiri sendiri. Penggunaan struktur baja, apabila dilihat pada bangunan dan
perbandingan (ratio) antara kekuatan berat (atau kekuatan per satuan berat) harus
dipertahankan tinggi, maka bajalah yang dapat memenuhinya. Baja konstruksi juga
memiliki keuntungan dan kelemahan diantaranya adalah sebagai berikut :
1.
KELOMPOK II
20
KELOMPOK II
21
Tahapan perencanaan
Menurut (Supriyadi dan Muntohar, 2007) perbedaan antara ahli satu dengan yang
2.4.2
KELOMPOK II
22
23
Layout jembatan
Variabel
yang
penting,
setelah
lokasi
jembatan
ditentukan
adalah
24
25
a. Beban Mati
KELOMPOK II
26
27
NO.
JUMLAH LAJUR
LALU LINTAS
1
2
3
2
3
4
5
Lebih dari 15,00 m sampai 18,75 m
5
6
Lebih dari 18,75 m sampai 32,50 m
Catatan : Daftar tersebut di atas hanya digunakan dalam menentukan jumlah lajur
pada jembatan.
3. Beban T
Untuk perhitungan kekuatan lantai kendaraan atau sistem lantai kendaraan
jembatan, harus digunakan beban T seperti dijelaskan berikut ini : Beban T
adalah muatan yang merupakan kendaraan truk semitriller yang mempunyai beban
roda ganda (dual wheel load) sebesar 10 ton, dengan ukuran-ukuran seperti gambar
berikut: a1 = a2 = 30 cm, b1 = 12,50 cm, b2 = 50,00 cm, Ms = Muatan rencana
sumbu = 20 ton
4. Beban D
Untuk perhitungan kekuatan gelagar-gelagar harus digunakan beban D.
Beban D atau beban jalur adalah susunan beban pada setiap jalur lalu lintas yang
terdiri dari beban terbagi rata sebesar q ton per meter panjang per jalur, dan
beban garis P ton per jalur lalu lintas tersebut. Besar q ditentukan sebagai
berikut :
q = 2,2 t/m untuk L < 30 m
q = 2,2 t/m 1,1/60 *(L 30) t/m untuk 30 m < L < 60 m
q = 1,1 *(1+30/L) t/m untuk L > 60 m
L = panjang dalam meter, ditentukan oleh tipe konstruksi jembatan
sesuai tabel III (PPPJJR hal 11)
t/m = ton per meter panjang, per jalur
28
Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan sama atau lebih kecil dari
5,50 meter, muatan D sepenuhnya (100%) harus dibebankanpada
permukaan lantai kendaraan apabila kerb yang bersangkutan lebih tinggi dari 25 cm.
Tiang-tiang sandaran pada setiap tepi trotoir harus diperhitungkan untuk dapat
menahan beban horizontal sebesar 100 kg/m, yang bekerja pada tinggi 90 cm di atas
lantai trotoir.
d. Beban Kejut
Untuk memperhitungkan pengaruh-pengaruh getaran-getaran dan pengaruhpengaruh dinamis lainnya, tegangan-tegangan akibat beban garis P harus dikalikan
dengan koefisien kejut yang akan memberikan hasil maksimum, sedangkan beban merata
q dan beban T tidak dikalikan dengan koefisien kejut.
e. Beban sekunder
Beban sekunder merupakan beban sementara yang selalu diperhitungkan dalam
perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan. Beban sekunder meliputi beban
angin, gaya akibat perbedaan selip, gaya akibat rangka susut, gaya rem, gaya akibat
gempa bumi, gaya gesekan pada tumpuan yang bergerak.
Pengaruh beban angin yang ditetapkan sebesar 150 kg/m2 dalam arah horisontal
terbagi rata pada bidang vertikal jembatan, dalam arah tegak lurus sumbu memanjang
jembatan. Dalam menghitung luas bagian-bagian sisi jembatan yang terkena angin dapat
digunakan ketentuan sebagai berikut:
KELOMPOK II
29
Beban merata : q = q x s
Beban garis : P = P
Dimana :
s = lebar pengaruh beban hidup pada gelagar melintang tengah.
d. Gelagar melintang pinggir
Beban hidup yang diterima oleh gelagar melintang pinggir adalah sebagai
berikut :
Beban merata : q = q x s
Beban garis : P = P
Dimana :
KELOMPOK II
31
KELOMPOK II
32