BAGIAN III
TEBAL PERKERASAN JALAN
1. Metode Manual Desain Perkerasan Jalan
3.1 Pengertian Perkerasan
Tanah saja biasanya tidak cukup dan menahan deformasi akibat beban roda
berulang, untuk itu perlu adanya lapisan tambahan yang terletak antara tanah dan roda
atau lapisan paling atas dari beban jalan. Lapisan tambahan ini dibuat dari bahan
khusus yang mempunyai kualitas yang lebih baik dan dapat meyebarkan beban roda
yang lebih luas di atas permukaan tanah, sehingga tegangan yang terjadi karena beban
lalu lintas menjadi lebih kecil dari tegangan ijin tanah. Bahan ini selanjutnya disebut
bahan lapis perkerasan (Sukirman,1992 ).
3.2 Jenis-Jenis Perkerasan
3.2.1 Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)
Perkerasan kaku (rigid pavement) adalah perkerasan tegar/kaku/rigid dengan
bahan perkerasan yang terdiri atas bahan ikat (semen portland, tanah liat) dengan
batuan. Bahan ikat semen portland digunakan untuk lapis permukaan yang terdiri atas
campuran batu dan semen (beton) yang disebut slab beton.
Karena beton akan segerah mengeras setelah dicor, dan pembuatan beton tidak
dapat menerus, maka pada perkerasan ini terdapat sambungan-sambungan beton atau
joint. Pada perkerasan ini juga slab beton akan ikut memikul beban roda, sehingga
kualitas beton sangat menentukan kualitas pada rigid pavement (Suryadharma dan
Susanto, 1999).
3.2.2 Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)
Perkerasan lentur (flexible pavement) adalah perkerasan fleksibel dengan bahan
terdiri dari bahan ikat (berupa aspal, tanah liat) dan batu. Perkerasan ini umumnya
terdiri atas 3 lapis atau lebih. Urut-urutan lapisan adalah lapis permukaan, lapis
pondasi atas, lapis pondasi bawah dan sub grade.
Apabila beban roda yang terjadi pada permukaan jalan berupa P ton, maka beban
ini diteruskan ke lapisan bawahnya dengan sistem penyebaran tekanan, sehingga
Kelompok 11
31
Kelompok 11
32
Gambar
4.2
Komponen
Struktur Perkerasan Kaku
Umur Rencana
Umur rencana perkerasan baru seperti yang ditulis di dalam Tabel 4.1.
3.4.2
Kelompok 11
33
Analisis volume lalu lintas didasarkan pada survey faktual. Untuk keperluan
desain, volume lalu lintas dapat diperoleh dari :
1. Survey lalu lintas aktual, dengan durasi minimal 7 x 24 jam. Pelaksanaan
survey agar mengacu pada Pedoman Survei Pencacahan Lalu Lintas dengan
cara Manual Pd T-19-2004-B atau dapat menggunakan peralatan dengan
pendekatan yang sama.
2. Hasil hasil survey lalu lintas sebelumnya.
3. Untuk jalan dengan lalu lintas rendah dapat menggunakan nilai perkiraan
Dalam analisis lalu lintas, terutama untuk penentuan volume lalu lintas pada jam
sibuk dan lintas harian rata rata tahunan (LHRT) agar mengacu pada Manual
Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI). LHRT yang dihitung adalah untuk semua jenis
kendaraan kecuali sepeda motor, ditambah 30% jumlah sepeda motor. Sangat penting
untuk memperkirakan volume lalu lintas yang realistis. Terdapat kecenderungan secara
historis untuk menaikkan data lalu lintas untuk meningkatkan justifikasi ekonomi. Hal
ini tidak boleh dilakukan untuk kebutuhan apapun. Desainer harus membuat survey
cepat secara independen untuk memverifikasi data lalu lintas jika terdapat keraguan
terhadap data.
3.4.2.2 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas
Faktor pertumbuhan lalu lintas didasarkan pada data data pertumbuhan
historis atau formulasi korelasi dengan faktor pertumbuhan lain yang valid, bila tidak
ada maka pada Tabel 4.2 digunakan sebagai nilai minimum.
Tabel 3.2 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas (i) Minimum untuk desain
Untuk menghitung pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana dihitung sebagai berikut:
( 1+0,01 i )UR1
R=
0,01 i
Dimana
Kelompok 11
34
Kelompok 11
35
Data yang diperoleh dari metode 1,2 atau 4 harus menujukkan konsistensi
dengan data pada Tabel 4.4. Jika survey beban lalu lintas menggunakan sistem
timbangan portabel, sistem harus mempunyai kapasitas beban satu pasangan roda
minimum 18 ton atau kapasitas beban satu sumbu minimum 35 ton.Data yang
diperoleh dari sistem Weigh in Motion hanya bisa digunakan bila alat timbang tersebut
telah dikalibrasi secara menyeluruh terhadap data jembatan timbang. LAMPIRAN B
memberikan prosedur sederhana untuk menentukan karakteristik nilai rata rata faktor
ekivalen beban (VDF) untuk setiap kendaraan niaga.
Tabel 3.4 Klasifikasi Kendaraan dan Nilai VDF Standar
Kelompok 11
36
terkendali dengan beban sumbu nominal 120 kN.Bina Marga dapat menentukan waktu
implementasi efeketif alternatif dan mengendalikan beban ijin kapan saja.
3.4.2.7 Beban Sumbu Standar
Beban sumbu 100 kN diijinkan di beberapa ruas yaitu untuk ruas jalan Kelas I.
Namun demikian nilai CESA selalu ditentukan berdasarkan beban sumbu standar 80
kN.
3.4.2.8 Sebaran Kelompok Sumbu Kendaraan niaga
Dalam pedoman desain perkerasan kakuPd T-14-2003,desain perkerasan kaku
didasarkan pada distribusi kelompok sumbu kendaraan niaga(heavy vehicle axle
group, HVAG) dan bukan pada nilai CESA.Karakteristik proporsi sumbu dan proporsi
bebanuntuk setiap kelompok sumbu dapat menggunakan data hasil survey jembatan
timbang atau mengacu pada LAMPIRAN A.Sebaran kelompok sumbu digunakan
untuk memeriksa hasil desain dengan pedoman desainPd T-14-2003
3.4.2.9 Beban Sumbu Standar Kumulatif
Beban sumbu standar kumulatif atau Cumulative Equivalent Single Axle Load
(CESA) merupakan jumlah kumulatif beban sumbu lalu lintas desain pada lajur desain
selama umur rencana, yang ditentukan sebagai :
ESA = (jenis kendaraan LHRT x VDF)
CESA = ESA x 365 x R
Dimana :
ESA
LHRT : lintas harian rata rata tahunan untuk jenis kendaraan tertentu
CESA : Kumulatif beban sumbu standar ekivalen selama umur rencana
R
3.4.3
memberikan hasil yang lebih rendah dibandingkan kerusakan akibat kelelahan lapisan
aspal (asphalt fatigue) akibat overloading yang signifikan. Traffic multiplier (TM)
digunakan untuk mengoreksi ESA4 akibat kelelahan lapisan aspal. Nilai TM kelelahan
lapisan aspal (TM lapisan aspal) untuk kondisi pembebanan yang berlebih di
Kelompok 11
37
Indonesia adalah berkisar 1,8 - 2. Nilai yang akurat berbeda-beda tergantung dari
beban berlebih pada kendaraan niaga di dalam kelompok truk. Nilai CESA tertentu
(pangkat 4) untuk desain perkerasan lentur harus dikalikan dengan nilai TM untuk
mendapatkan nilai CESA5,
CESA5 = (TM x CESA4).
3.5 Desain Perkerasan
3.5.1
= 2 tahun
= 2015
20 tahun
= 3,50%
( 1+0,01 i )UR1
0,01 i
( 1+0,035 )201
0,010,035
CBR
= 20,067
=4%
a. Analisa Lalulintas
Tabel 3.5 Data Lalu-lintas
Jenis Kendaraan
Kendaraan ringan 2 ton (1 + 1)
Bus 8 ton (3 + 5)
Truk 2 as 10 ton (4+6)
Truk 3 as 20 ton (6 + 7 . 7)
Kelompok 11
40
2
4
4
Jumlah
Kendaraan
Kendaraan
Kendaraan
Kendaraan
38
4 Kendaraan
LHR
LV
Bus
Truk 2 As
Truk 3 As
Trailer
40
2
4
4
4
3,50%
3,50%
3,50%
3,50%
3,50%
LHRT
LHRT=LHR(1+i)
UR
80
4
8
8
8
108
LHRT
80
4
8
8
8
VDF4
0,3
1
7,3
28,9
41,6
ESA4
ESA4=LHRT x VDF4
24
4
58,4
231,2
332,8
650,4
c. Traffic Multiplier TM
Untuk kelelahan lapisan aspal dengan kondisi beban yang berlebih di Indonesia
adalah berkisar 1,8 2, jadi dipakai TM = 2.
Kelompok 11
39
d. CESA5
CESA5 = TM x CESA4
= 2 x 4.763.825,532
= 9.527.651,064
e. Pemilihan Jenis Perkerasan
CESA5 = 9.527.651,064 maka Strukur perkerasan termasuk strukutur
perkerasan F4 (4,0.106 - 30.106).
f. Struktur Perkerasan
Tabel 3.8 Struktur Perkerasan
AC WC (4 cm)
Perkerasan
AC BC (13,5 cm)
LPA Kelas A atau CTB (15 cm)
Pondasi
Kelompok 11
40
g. Struktur Pondasi
Data CBR yang diberikan 4 %
Tabel 3.9 Solusi Desain Pondasi Jalan Minimum
3.5.2
Data Rencana :
Kelas Jalan
Umur Rencana jalan (Tabel 2.1)
Perkembangan lalu-lintas (i) (Tabel 4.1)
Faktor Pertumbuhan Lalulintas (R)
Kelompok 11
40
3.50%
40.274
41
CBR
4%
Jumlah
Kendaraan
Kendaraan
Kendaraan
Kendaraan
Kendaraan
40
2
4
4
4
LHR
LV
Bus
Truk 2 As
Truk 3 As
Trailer
40
2
4
4
4
3,50%
3,50%
3,50%
3,50%
3,50%
LHRT
LHRT=LHR(1+i)
UR
159
8
16
16
16
215
LHRT
159
8
16
16
16
VDF4
0,3
1
7,3
28,9
41,6
ESA4
ESA4=LHRT x VDF4
47,7
8
116,8
462,4
665,6
1300,5
Kelompok 11
42
CESA5 = TM x CESA4
= 2 x 19.117.363,01
= 38.234.726,01
e. Pemilihan Jenis Perkerasan
CESA5 = 38.234.726,01 maka Strukur perkerasan termasuk strukutur
perkerasan R4 (< 43 x 106).
f. Struktur Pondasi
Data CBR yang diberikan 4 %
Tabel 3.9 Solusi Desain Pondasi Jalan Minimum
Kelompok 11
43