Anda di halaman 1dari 3

Nama : Mia Esta Poetri Afdal Faisal

NIM : 04011281320033
ANALISIS MASALAH
Bagaimana penyebab dan mekanisme bercak putih disertai mati rasa diwajah,
lengan dan tungkai ?
Jawab:
Setidaknya ada 5 teori penyebab kerusakan saraf akibat infeksi M.leprae, hanya saja yang
paling diyakini adalah perubahan pada struktur vaskular. Perubahan tersebut antara lain
gangguan kontinuitas endotelial, penebalan, peningkatan reduplikasi membrana basalis
kapiler dan edema dari dinding pembuluh darah yang semuanya akan mengakibatkan
oklusi lumen kapiler sehingga tejadi iskemia saraf. Perubahan vaskular tersebut terjadi
karena adanya biomolekular (reseptor protein laminin A2 terdapat pada vaskular-fasilitasi
binding M.leprae dengan struktur bersangkutan). Perubahan vaskular dan pemakaian
substrat fenolik salah satunya adalah Tyrosin M.leprae untuk keberlangsungan hidupnya,
kita tahu bahwa tyrosin merupakan salah satu bahan baku utama dalam produksi melanin.
Kurangnya sintesis melanin diyakini menyebabkan lesi bercak putih (Hypopigmented
macule; hypopigmented patches) pada pasien pasien kusta.
Mengapa fungsi sensorik pada kasus lebih awal mengalami gangguan daripada
fungsi motoriknya ?
Jawab:
Perlu diketahui bahwa ada 2 jenis sel Schwann, yaitu myelinating Schwann cell dan Nonmyelinating Schwann cell. M.leprae menginfeksi keduanya hanya saja, non myelinating
Schwann cell mempunyai lebih banyak sitoplasma, yang mengindikasinya lebo banyak
substrat bagi M.leprae, sehingga M.leprae lebih mudah bereplikasi pada non-myelinating
schwann cell. A2 laminin pada sel Schwann memediasi perlekatan bakteri dan alphadistroglikan serta ErbB2 berperan sebagai reseptor di permukaaan sel Schwann. Kontak
primer ini ternyata juga menginduksi dediferensiasi dengan mengaktifkan Erk1/2
signaling. Proses tersebut menyebabkan sel Schwann menghasilkan trascription factor
yaitu Sox10 yang merubahnya menjadi bentuk immatur, stem cell-like cellsdengan
kemmpuan untuk rediferensiasi menjadi sel mesodermal yang terinfesi dan menarik
makrofag untuk memakannya, makrofag dapat memasuki sistem limfatik dan berperan
sebagai kendaraan pengantar sehingga menyebabkan lesi kusta menjadi disseminata
hingga simetris.
(Wegner, Michael. 2013. Mighty Bugs: Leprosy Bacteria Turn Schwann Cells into Stem
Cells. ElSavier Journal: Germany)
Apa saja jenis-jenis gangguan fungsi sensorik ?
Jawab:
a. Hilangnya perasaan (anestesia). Anestesia terjadi apabila terjadi kerusakan yang
menyebabkan hilangnya reseptor impuls protopatik atau terjadinya hambatan atau
putusnya penghantaran perifer dan sentral. Misalnya, pada kasus luka bakar atau
infeksi herpes zoster yang menyebabkan hilangnya ganglion spinale.
b. Perasaan berlebihan jika dirangsang (hiperestesia). Pada hiperestesia, rangsangan
secara wajar dapat menyebabkan somestesia berlebihan yang berupa perasaan tidak
enak dan tidak menyenangkan pada bagian tubuh tersebut. Kelainan ini terjadi

c.

d.

e.

karena terjadi gangguan pada reseptor impuls protopatik atau serabut saraf perifer
atau lintasan spinotalamikus sehingg ambang rangsangnya menurun. Gangguan dapat
bersifat mekanik, toksik, atau vaskular ringan.
Perasaan yang timbul spontan tanda adanya perangsangan (parestesia). Dalam klinik,
pasien biasanya mengeluhkan perasaan berupa kesemutan, geringgingen,
singsireumen, atau kepocong. Namun, parestesi sebenarnya tidak hanya kesemutan
melainkan juga termasuk perasaan dingin atau panas setempat, kesemutan, rasa berat,
atau rasa dirambati sesuatu.
Nyeri. Setiap nyeri memiliki corak tertentu yang dipengaruhi oleh modalitasnya
sehingga dapat berupa nyeri yang bersifat tajam, difus, atau menjemukan. Selain itu,

nyeri juga dapat dinyatakan sebagai kemeng, ngilu, linu, sengal atau pegal. Nyeri
yang berasal dari viseral biasanya bersifat difus, yang berasal dari otot skeletal
dinyatakan sebagai pegal, nyeri osteogenik seringkali disebutkan sebagai kemeng,
linu atau ngilu sedangkan yang bersumber pada saraf perifer bersifat tajam.
Gerakan canggung atau simpang siur. Gangguan sensorik ini seringkali dituturkan
oleh pasien sebagai gangguan motorik yang berupa ataksia. Sebenarnya, gangguan
tersebut terjadi pada lintasan impuls propioseptif sehingga nampak rasa gerak, getar
dan posisi terganggu.

Bagaimana klasifikasi WHO mengenai lepra ?

Bagaimana prognosis dari diagnosis pada kasus?


Prognosis penyakit kusta bergantung pada tipe kusta apa yang diderita oleh pasien, akses
ke pelayanan kesehatan, dan penanganan awal yang diterima oleh pasien. Relaps pada
penderita kusta terjadi sebesar 0,01 0,14 % per tahun dalam 10 tahun. Perlu
diperhatikan terjadinya resistensi terhadap dapson atau rifampisin. Karena berkurangnya
kemampuan imunitas tubuh, kehamilan pada pasien kusta wanita yang berusia dibawah
40 tahun dapat mempercepat timbulnya relaps atau reaksi, terutama reaksi tipe 2. Secara
keseluruhan, prognosis kusta pada anak lebih baik karena pada anak jarang terjadi reaksi
kusta (Lewis, 2010).

Anda mungkin juga menyukai