1. OTITIS MEDIA
a. DEFINISI
Secara umum adalah peradangan telinga bagian tengah yang dibagi menjadi :
- Otitis media akut : inflamasi telinga bagian tengah dimana gejala dan tanda-tandanya
muncul secara cepat. Manifestasi klinik berupa 1 gejala: otalgia, gangguan
-
b. FACTOR RESIKO
a. Abnormalitas anatomi : celah langit-langit mulut
b. Musim dingin
c. Hipertropi adenoid (pembesaran tonsil)
d. Down sindrom
e. Infeksi saluran pernapasan di keluarga
f. Ras kulit putih
g. Menderita infeksi pertama pada usia muda
c. PATOFISIOLOGI
- Tuba eustakhius pada anak berbeda dengan orang
-
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat
bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut
sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran yang tersumbat, dan datangnya sel-sel
darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan
mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga
tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir
d. MANIFESTASI KLINIK
- Otitis muda akut : otalgia, gangguan pendengaran, demam, gelisah yang terjadi
dengan cepat. Otorea lewat perforasi membrane timpani atau tuba timpanostomi.
-
e. DIAGNOSIS
1. Penyakitnya muncul mendadak (akut)
2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di
telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:
-
3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah
satu di antara tanda berikut:
-
Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop (alat untuk memeriksa liang dan
gendang telinga dengan jelas). Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga
yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak
kuning dan suram, serta cairan di liang telinga (Sudarwan, 1980).
Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatik
(pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi
dengan pompa udara kecil untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan
tekanan udara). Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama sekali
dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas
diagnosis OMA. Namun umumnya diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop
biasa. OMA harus dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai
OMA. Untuk membedakannya dapat diperhatikan hal-hal berikut.
f. PENCEGAHAN
Beberapa hal yang tampaknya dapat mengurangi risiko OMA adalah:
1. Pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak,
2. Pemberian ASI minimal selama 6 bulan,
3. Penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring,
4. Penghindaran pajanan terhadap asap rokok.
5. Berenang kemungkinan besar tidak meningkatkan risiko OMA (Bambang, 1991)
2. FARINGITIS
a. DEFINISI
Inflamasi faring dan jaringan limfoid sekitarnya akibat infeksi bakteri atau virus.
b. ETIOLOGI
- Penyebab : virus, bakteri grup A beta hemolytic streptococci (Streptococcus
-
Faringitis dapat menular melalui udara yaitu melalui percikan saliva/ludah dari orang
yang menderita faringitis akut. Infeksi ini biasanya disebabkan oleh virus dan bakteri,
dipermudah oleh adanya rangsangan seperti asap, uap dan zat kimia. Biasanya
penyakit ini didahului oleh virus. Virus yang menyebabkan faringitis akut sama
seperti virus yang menyebabkan tonsillitis akut, yaitu : adeno virus, ECHO virus
influenza dan herpes.
Bakteri penyebab faringitis akut 25% disebabkan oleh bakteri Streptococcus
haemolitikus group A. selain itu dapat juga disebabkan oleh Streptococcus non
haemolitikus, pneumokokus, basil influenza, Stafilococcus dan diphteroid.
c. FAKTOR RESIKO
- Udara yang dingin
- Turunnya daya tahan tubuh yang disebabkan infeksi virus influenza
- Konsumsi makanan yang kurang gizi
- Konsumsi alcohol yang berlebihan
- Gejala predormal dari penyakit scarlet fever
- Seseorang yang tinggal di lingkungan kita yang menderita sakit tenggorokan atau
demam.
d. MANIFESTASI KLINIS
- Sakit tenggorokan (sore throat), disfagia (kesulitan menelan), demam. Sulit
-
e. DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosis pasien dilakukan pemeriksaan suhu tubuh, mengevaluasi
tenggorokan, sinus, telinga, hidung, paru-paru dan leher. Infeksi faring akut umumnya
adalah virus, peran diagnostic pada laboratorium dan radiologi terbatas.
Perkembangan virus atau penemuan antigen dari virus influenza yang cepat pada
nasopharyngeal menunjukan tempat dimana terapi anti virus yang tepat. Test yang sama
juga dapat digunakan untuk adenovirus, virus syntical pernafasan dan virus
parainfluenza.
Dengan menggunakan transcriptase rantai polymerisasi untuk diagnosis dari entero virus
dan
rhinovirus
infeksi
tidak
berkembang
tapi
dapat
digunakan
untuk
yang berhubungan dengan pharingitis gabungan bakteri dan virus tinggi dicurigai.
Perkembangan pharyngeal untuk diagnosis pada anak-anak dan remaja yang
berhubungan dengan pharinitis gabungan bakteri dan virus adalah sama pada dasar klinis,
tapi temuan rapid antigen negative. Peningkatan antistreptolisin O tidak membantu sakit
akut dan ini selalu ditemukan beberapa hari berikutnya.
3. SINUSITIS
a. DEFINISI
Infeksi di bagian sinus, akut sampai dengan 4 minggu, kronik 12 minggu.
b. ETIOLOGI
Bakteri penyebab :
- Streptococcus pnemoniae (30-40%)
- Haemophilus influenzae (20-30%)
- Moxarella catarrhalis (12-20%), lain-lain
- Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus,
- Bakteri anaerob
c. MANIFESTASI KLINIS
Keluarnya cairan kental berwarna dari hidung, sumbatan di hidung, nyeri muka, sakit
gigi, demam.
d. KLASIFIKASI
Konsensus internasional tahun 1995 membagi rinosinusitis hanya akut dengan
batas sampai delapan minggu dan kronik jika lebih dari delapan minggu (Mangunkusomo
dan Soetjipto,2007).
Konsensus tahun 2004 membagi rinosinusitis menjadi akut dengan batas sampai
empat minggu, subakut antara empat minggu sampai tiga bulan dan kronik jika lebih dari
tiga bulan atau berdasarkan jenis atau tipe inflamasinya yaitu infectious atau noninfectious (Mangunkusomo dan Soetjipto,2007; Sobol, 2011).
Klasifikasi secara klinis untuk sinusitis dibagi atas sinusitis akut, subakut dan
kronis (Hilger, 1997). Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis dibagi kepada
sinusitis tipe rinogen dan sinusitis tipe dentogen. Sinusitis tipe rinogen terjadi disebabkan
kelainan atau masalah di hidung dimana segala sesuatu yang menyebabkan sumbatan
pada hidung dapat menyebabkan sinusitis. Sinusitis tipe dentogen pula terjadi disebabkan
kelainan gigi serta yang sering menyebabkan sinusitis adalah infeksi pada gigi geraham
atas yaitu gigi pre molar dan molar (Mangunkusomo dan Soetjipto,2007).
e. PATOFISIOLOGI
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks osteo-meatal. Sinus dilapisi oleh
sel epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua
yaitu lapisan viscous superficial dan lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan
oleh sel epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta
mengandungi zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap
kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke
ostium
untuk
dikeluarkan
jika
jumlahnya
berlebihan
(Ramalinggam,
1990;
Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini berhubungan dengan
tiga faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung. Perubahan salah
satu dari faktor ini akan merubah sistem fisiologis dan menyebabkan sinusitis.
operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus (Mangunkusomo dan
Soetjipto,2007).
Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil sekret
dari meatus media atau superior, untuk mendapat antibiotik yang tepat guna. Lebih baik
lagi bila diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila (Mangunkusomo dan
Soetjipto,2007).
Kebanyakan
sinusitis
disebabkan
infeksi
oleh
Streptococcus