Anda di halaman 1dari 43

PRESENTASI KASUS

STROKE HAEMORRHAGIC

Disusun oleh:
Hilyatus Shalihat S.Ked
110.2010.125
Pembimbing:
dr. Mukhdiar Kasim, Sp. S

KEPANITERAAN KLINIK SMF NEUROLOGI RSUD


CILEGON
PERIODE 07 JULI 2014-09 AGUSTUS 2014

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


JAKARTA

BAB I
STATUS PASIEN
I.

IDENTITAS PASIEN

Nama

Tn. H

Umur

52 tahun

Jenis kelamin

Laki-laki

Alamat

Jalan Purbaya Blok Palas RT 17/01

Agama

Islam

Status perkawinan

Menikah

Pekerjaan

Wiraswasta

Tanggal Masuk RS

08 Juli 2014

Medical Record

04 42 20

II. ANAMNESIS

Dilakukan alloananesis di bangsal anggrek RSUD Cilegon pada tanggal 10


juli 2014 pukul 09.30 WIB.
Keluhan Utama
Kepala pusing berputar sejak 3 jam SMRS
Keluhan Tambahan
Mual, muntah, bagian tubuh sebelah kanan lemah dan bicara pelo
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Cilegon dengan keluhan kepala terasa
berputar sejak sehari SMRS, pemandangan sekeliling juga terlihat berputar. Saat
berdiri, duduk, maupun berbaring, juga terasa berputar. Bila berdiri, badan
2

terasa terdorong ke sebelah kiri. Mata terbuka atau mata tertutup juga terasa
berputar. Adanya mual muntah diakui oleh keluarga pasien, dikatakan pasien
muntah kira-kira < 10 kali dan hanya berisikan cairan, pingsan disangkal.
Pandangan terhadap sekeliling tidak terlihat ganda. Tangan dan kaki dapat
digerakkan. Pasien tidak pernah merasa kesemutan tangan dan kaki. Pasien tidak
merasa telinga berdengung, tidak ada keluar cairan atau nanah dari telinga. Lalu
setelah dirawat di RS diketahui bahwa pasien mengalami kelumpuhan pada
salah satu otot lidah, suara sengau dan bicaranya pelo. Adanya kejang disangkal
keluarga pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya, terdapat
riwayat hipertensi sejak 3 tahun yang lalu. Penyakit jantung dan kencing manis
disangkal oleh keluarga pasien.
Riwayat Kebiasaan
Pasien punya riwayat merokok selama 6 tahun, dan sering mengkonsumsi
kopi.
Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam keluarga pasien tdk ada yang menderita pnyakit yang sama, riwayat
hipertensi dalam keluarga disangkal oleh keluarga pasien.
II.

PEMERIKSAAN

A. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
GCS : E4M6V5
Tanda Vital

Tekanan darah
Denyut nadi
Suhu
Pernapasan

: 160/120mmHg MAP : 134mmHg


: 80 x/mnt
: 36
: 20x/mnt

Kepala
3

Bentuk

: Normocephali

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik

Hidung

: Septum deviasi(-), sekret(-)

Telinga

: Normotia, serumen +/+

Mulut

: Mukosa tidak hiperemis, pucat (-), sianosis (-),


Lidah deviasi ke kiri.

Leher

: KGB dan tiroid tidak teraba membesar

Thorax

Jantung

: BJ I-II reguler, mur - mur (-), gallop (-)

Paru

: Suara nafas vesikuler, Ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen

: Datar, supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal,

Ekstremitas

: Akral hangat, tidak ada oedem

B. STATUS NEUROLOGIK

GCS : E4 M6 V5 = 15

Tanda Rangsang meningeal : Kaku kuduk (+)

SARAF KRANIAL
1. N. I (Olfactorius )
Normal tidak ditemukan kelainan
2. N.II (Opticus)
Daya penglihatan

Kanan
Baik

Kiri
Baik

Keterangan
Normal

Lapang pandang

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Baik

Normal

Pengenalan warna

Baik

3. N.III (Oculomotorius)
Kanan
(-)

Kiri
(-)

Keterangan
Normal

Bentuk

Bulat

Bulat

Normal

Ukuran

3 mm

3 mm

Normal

(+)

(+)

Normal

Ptosis
Pupil

Gerak bola mata

Refleks pupil
Langsung

(+)

(+)

Normal

Tidak langsung

(+)

(+)

Normal

Kanan
(+)

Kiri
(+)

Keterangan
Normal

4. N. IV (Trokhlearis)
Gerak bola mata
5. N. V (Trigeminus)
Motorik

Kanan
Baik

Kiri
Baik

Keterangan
Normal

Sensibilitas

Baik

Baik

Normal

Refleks kornea

Tidak dilakukan

6. N. VI (Abduscens)
Gerak bola mata

Kanan
(+)

Kiri
(+)

Keterangan
Normal

Strabismus

(-)

(-)

Normal

Deviasi

(-)

(-)

Normal

7. N. VII (Facialis)
Kanan

Kiri

Baik

Baik

- mengerutkan dahi Baik

Baik

- mengangkat alis

Baik

Baik

- lipatan nasolabial

Baik

Baik

-menggembungkan

Tidak baik

Tidak Normal

Motorik:
- sudut mulut

pipi

8. N. VIII (Akustikus)
Kanan

Kiri

Pendengaran
9. N. IX (Glossofaringeus)
5

Keterangan
Tidak dilakukan

Keterangan

Arkus farings

Kanan
SDN

Kiri
SDN

Keterangan
Tidak dilakukan

Daya perasa

SDN

SDN

Tidak dilakukan

Refleks muntah
10. N. X (Vagus)

SDN

SDN

Tidak dilakukan

Bicara

Keterangan
terganggu

Menelan

terganggu

11. N. XI (Assesorius)
Kiri
SDN

Keterangan

Mengangkat bahu

Kanan
SDN

Memalingkan

(+)

(+)

Normal

Kanan
(-)

Kiri
(+)

Keterangan
Tidak Normal

kepala
12. N. XII (Hipoglossus)
Pergerakan lidah
Artikulasi

Bicara pelo

IV. SISTEM MOTORIK


Motorik

Tonus

normal

Kekuatan

5555 5555
5555 5555

V. SISTEM SENSORIK
Raba

Kanan
Baik

Kiri
Baik

Keterangan
Normal

Nyeri
Suhu
Proprioseptif

Baik
SDN
SDN

Baik
SDN
SDN

Normal

Kanan

Kiri

Keterangan

(+)
(+)
(+)
(+)

(+)
(+)
(+)
(+)

Normal
Normal
Normal
Normal

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

VI. REFLEKS
Fisiologis
Biseps
Triseps
KPR
APR
Patologis
Babinski
Chaddock
HoffmanTromer
schaefer
Oppenheim
Gordon
VII. FUNGSI KORDINASI
Test telunjuk hidung
Test tumit lutut
Tandem Gait
Romberg
Disdiadokokinesis
Rebound Phenomen

Kanan
TN
Normal
TDN
TN
TN
TN

Kiri
Normal
Normal
TDN
TN
TN
TN

VIII. SISTEM OTONOM


Miksi

: Normal

Defekasi

: (-), sejak dirawat di RS

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Hasil Laboratorium
Laboratorium : Tanggal 10 Juli 2014
Lab (08-07-2014)

Keterangan
TN
Normal
TDN
TN
TN
TN

Leukosit

13.520 (3.8-10.6)

SGOT

16 (13-33)

GDS

167 (75-140)

SGPT

12 (6.0-30.0)

Hb

: 14,5 gr/dL (13-16)

Ht

: 42,6 % (40-54%)

Leukosit

: 13.520/mm3 (5000-10.000)

Trombosit

: 255.000/mm3 (150.000-400.000)

SGOT

: 16 u/l (5-40)

SGPT

: 12 u/l (5-41)

Ureum

: 27 mg/dl (15-40)

Kreatinin

: 0,12 mg/dl (0,5-1,5)

Natrium

: 141,6 mEq/L (135-153)

Kalium

: 3,16 mEq/L (3,5-5,1)

Chlorida

: 101,1 mEq/L (98-109)

LED

: 30mm/jam (0-10)

GDS

: 167 mg/dl (<150)

CT Scan

: tampak perdarahan pada daerah cerebellum

V. RESUME
Pasien laki-laki, 52 tahun datang dengan keluhan sakit kepala berputar.
Keluarga pasien mengatakan bahwa sebelumnya pasien tidak pernah mengalami
sakit kepala berputar. Adanya mual muntah diakui oleh keluarga pasien, dikatakan
pasien muntah kira-kira < 10 kali dan hanya berisikan cairan, pingsan disangkal.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien tampak sakit
sedang, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 160/120 mmHg, nadi 80
kali/menit, laju napas 20 kali/ menit, suhu 36C. Status generalis dalam batas
normal. Pada status neurologis, ditemukan keadaan pasien sebagai berikut :

GCS

: E4M6V5

Pupil

: bulat isokor, 3mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+

TRM

: Kaku kuduk (+)

Nervus cranialis

: Parese nervus VII, VIII, IX, X, XII sinistra central

Motorik

: 5555 5555
5555 5555

Refleks fisiologis

: ekstremitas atas

: biseps

triseps
Ekstremitas bawah : patella
Achilles

Refleks patologis

: negatif

Sensorik

: normal

: +/+
: +/+
: +/+
: +/+

Pada pemeriksaan CT-scan didapatkan adanya perdarahan pada daerah


serebellum.
VI. DIAGNOSA KERJA
D/ klinis
: Vertigo + Hipertensi grade II
D/ topis

: lesi perdarahan di cerebellum

D/ etiologis : Stroke hemoragik


VII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Tekanan Darah Pada Stroke Akut
1. Penatalaksanaan Hipertensi
Sebagian besar pasien stroke akut mengalami peningkatan tekanan
darah sistolik >140 mmHg. Penurunan tekanan darah yang tinggi pada
stroke akut sebagai tindakan rutin tidak dianjurkan, karena kemungkinan
dapat memperburuk keluaran neurologis. Pada sebagian besar pasien,
tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam pertama setelah
serangan stroke.
Beberapa Guidlines merekomendasikan penurunan tekaanan darah yang
tinggi pada stroke akut agar dilakukan secara hati-hati dengan
memperhatikan beberapa kondisi ini :
a. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila TDS
>200 mmHg atau Mean Arterial Pressure (MAP) >150 mmHg,
tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi
intravena secara kontinu dengan pemantauan tekanan darah setiap
5 menit.
b. Apabila TDS>180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan
gejala daan tanda peningkatan intrakranial, dilakukan pemantauan

c.

d.

e.

f.
g.

h.

tekanan intrakranial. Tekanan darah diturunkan dengan


menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu atau
intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral
>=60mmHg. (sesuai pada pasien)
Apabila TDS>180mmHg atau MAP>130mmHg tanpa gejala
peningkatan TIK, tekanan darah diturunkan secara hati-hati dengan
menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermiten
dengan pemantauan tekanan darah setiap 15menit hingga MAP
110mmHg atau tekanan darah 160/90mmHg.
Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150220mmHg, penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS
140mmHg cukup aman. Setelah kraniotomi, target MAP adalah
100mmHg.
Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan penyekat beta
(labetolol dan esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan
diltiazem) intravena, digunakan dalam upaya diatas.
Hidralasin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena
mengakibatkan peningkatan TIK .
Pada perdarahan Subarachnoid aneurismal, tekanan darah harus
dipantau dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi
serebral untuk mencegah terjadinya stroke iskemik. Untuk
mencegah terjadinya perdarahan subarachnoid berulang, tekanan
darah diturunkan hingga TDS 140-160 mmHg.
Calsium Channel Blocker (nimodipin) dapat memperbaiki keluaran
fungsional pasien apabila vasospasme serebral terjadi.

2. Penatalaksanaan Perdarahan Intraserebral


1. Diagnosis dan Penilaian Gawat Darurat pada Perdarahan Intrakranial dan
Penyebabnya
a. Pemeriksaan pencitraan yang cepat dengan CT atau MRI direkomendasikan
untuk membedakan stroke iskemik dengan perdarahan intracranial (AHA/ASA,
Class I, Level of evidence A).1
b. Angiografi CT dan CT dengan kontras dapat dipertimbangkan untuk membantu
mengidentifikasi pasien dengan risiko perluasan hematoma (AHA/ASA, Class II,
Level of evidence B). Bila secara klinis atau radiologis terdapat kecurigaan yang
mengarah ke lesi structural termasuk malformasi vaskuler dan tumor, sebaiknya
dilakukan angiografi CT, venografi CT, CT dengan kontras, MRI dengan kontras,

10

MRA, dan venografi MR (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B). (Lihat Bab
X Pemeriksaan Diagnostik pada Stroke Akut).
2. Tatalaksana Medis Perdarahan Intrakranial
a. Pasien dengan defisiensi berat factor koagulasi atau trombositopenia berat
sebaiknya mendapat erapi penggantian factor koagulasi atau trombosit
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence C).
b. Pasien dengan perdarahan intracranial dan peningkatan INR terkait obat
antikoagulan oral sebaiknya tidak diberikan walfarin, tetapi mendapat terapi untuk
menggganti vitamin K-dependent factor dan mengkoreksi INR, serta mendapat
vitamin K intravena (AHA/ASA, Class I, Level of evidence C). Konsentrat
kompleks protrombin tidak menunjukkan perbaikan keluaran dibandingkan
dengan Fresh Frozen Plasma (FFP). Namun, pemberian konsentrat kompleks
protrombin dapat mengurangi komplikasi dibandingkan dengan FFP dan dapat
dipertimbangkan sebagai alternative FFP (AHA/ASA, Class IIa, Level of
evidence B).
c. Apabila terjadi gangguan koagulasi maka dapat dikoreksi sebagai berikut:
Vitamin K 10 mg IV diberikan pada penderita dengan peningkatan INR dan
diberikan dalam waktu yang sma dengan terapi yang lain karena efek akan timbul
80
6 jam kemudian. Kecepatan pemberian <1 mg/menit untuk meminimalkan risiko
anafilaksis.2,3,4
FFP 2-6 unit diberikan untuk mengoreksi defisiensi factor pembekuan darah
bila ditemukan sehingga dengan cepat memperbaiki INR atau aPTT. Terapi FFP
ini untuk mengganti pada kehilangan factor koagulasi.2,3,4
d. Faktor VIIa rekobinan tidak mengganti semua factor pembekuan, dan walaupun
INR menurun, pembekuan bias jadi tidak membaik. Oleh karena itu, factor VIIa
rekombinan tidak secara rutin direkomendasikan sebagai agen tunggal untuk
mengganti antikoagulan oral pada perdarahan intracranial. (AHA/ASA, Class III,
Level of evidence C). Walaupun factor VII a rekombinan dapat membatasi
perluasan hematoma pada pasien ICH tanpa koagulopati, risiko kejadian
tromboemboli akan meningkat dengan factor VIIa rekombinan dan tidak ada
keuntungan nyata pada pasien yang tidak terseleksi (AHA/ASA, Class III, Level
of evidence A).
e. Kegunaan dari transfuse trombosit pada pasien perdarahan intracranial dengan
riwayat penggunaan antiplatelet masih tidak jelas dan dalam tahap
penelitian(AHA/ASA, Class IIb, Level of evidence B).
f. Untuk mencegah tromboemboli vena pada pasien dengan perdarahan
intracranial, sebaiknya mendapat pneumatic intermittent compression selain
dengan stoking elastis (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B).
g. Setelah dokumentai penghentian perdarahan LMWH atau UFH subkutan dosis
rendah dapat dipertimbangkan untuk pencegahan tromboembolin vena pada
11

pasien dengan mobilitas yang kurang setelah satu hingga empat hari pascaawitan
(AHA/ASA, Class IIb, Level of evidence B).
h. Efek heparin dapat diatasi dengan pemberian proamin sulfat 10-50 mg IV
dalam waktu 1-3 menit. Penderita dengan pemberian protamin sulfat perlu
pengawasan ketat untuk melihat tanda-tanda hipersensitif (AHA/ASA, Class I,
Level of evidence B).
3. Tekanan Darah
Lihat Bab V.A Penatalaksanaan Tekanan Darah pada Stroke Akut.
4. Penanganan di Rumah Sakit dan Pencegahaan Kerusakan Otak Sekunder
a. Pemantauan awal dan penanganan pasien penrdarahan intracranial sebaiknya
dilakukan di ICU dengan dokter dan perawat yang memiliki keahlian perawatan
intensif neurosains (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B).1
b. Penanganan Glukosa
Lihat Bab V.B Penatalaksanaan Gula Darah pada Stroke Akut 81

12

c. Obat kejang dan antiepilepsi


Kejang sebaiknya diterapi dengan obat antiepilepsi (AHA/ASA, Class I, Level of
evidence C). Pemantauan EEG secara kontinu dapat diindikasikan pada pasien
perdarahan intrakrranial dengan kesadaran menurun tanpa mempertimbangkan
kerusakan otak yang terjadi. (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B). Pasien
dengan perubahan status kesadaran yang didapatkan gelombang epiloptogenik
pada EEG sebaiknya diterapi dengan obat antiepilepsi (AHA/ASA, Class IIa
Level of evidence C). Pemberian antikonvulsan profilaksis tidak
direkomendasikan. (AHA/ASA, Class III, Level of evidence B).1
5. Prosedur/ Operasi
a. Penanganan dan Pemantauan Tekanan Intrakranial
Pasien dengan skor GCS <8, dengan tanda klinis herniasi transtentorial,atau
dengan perdarahan intraventrikuler yang luas atau hidrosefalus, dapat
dipertimbangkan untuk penanganan dan Pemantauan tekanan intrakranial.
Tekanan perfusi otak 50-70 mmHg dapat dipertahankan tergantung pada status
otoregulasi otak (AHA/ASA, Class Iib, level of evidance C).1
Drainase ventrikular sebagai tata laksana hidrosefalus dapat di[pertimabngkan
pada pasien dengan penurunan tingakt kesadaran (AHA/ASA Class IIa, Level of
evidance B). 1
b. Perdarahan Intraventikuler
Walaupun pemberian intraventrikuler recombinant tissue-type plasminogen
activator (rTPA) untuk melisiskan bekuan darah intraventrikuler memiliki tingkat
komplikasi yang cukup rendah, efikasi dan keamanan dari tata laksana ini masih
belum pasti dan dalam tahap penelitian (AHA/ASA, Class IIb, Level of evidance
B). 1
c. Evakuasi hematom
Pada sebagian besar pasien dengan perdarahan intrakranial, kegunaan tindakan
operasi masih belum pasti (AHA/ASA, Class Iib, level of evidance C). 1
Pasien dengan perdarahan serebral yang mengalami perburukan neurologis,
atau yang terdapat kompresi batang otak, dan atau hidrosefalus akibat obstruksi
ventirkel sebaiknya menjalani operasi evakuasi bekuan darah secepatnnya
(AHA/ASA, Class I, Level of evidance B) . 1 Tata laksana awal pada pasien
tersebut dengan drainase ventrikuler saja tanpa evakuasi bekuan darah tidak
direkomendasikan (AHA/ASA, Class III, Level of evidance C) . 1
Pada pasien dengan bekuan darah di lobus > 30 ml dan terdapat di 1 cm dari
permukaan, evakuasi perdarahan intrakranial supratentorial dengan
82

13

kraniotomi standar dapat dipertimbangkan (AHA/ASA, Class IIb, Level of


evidance B) . 1
Efektivitas evakuasi sumbatan secara invasif minimal menggunakan baik
aspirasi streotaktik maupun endoskopik dengan atau tanpa penggunaan
trombolitik masih belum pasti dalam tahap penelitian (AHA/ASA, Class IIb,
Level of evidance B). 1
Saat ini tidak terdapat bukti mengindikasikan pengangkatan segera dari
perdarahan intrakranial supratentorial untuk meningkatakan keluaran fungsional
atau angka kematian, kraniotomi segera dapat merugikan karena dapat
meningkatkan faktor resiko perdarahan berulang (AHA/ASA, Class III, Level of
evidance B) . 1
d. Prediksi keluaran dan penghentian dukungan teknologi
Perintah penundaan tidak diresusitasi direkoimendasikan untuk tidak melakukan
perawatan penuh dan agresif dilakukan selama 2 hari (AHA/ASA, Class Iia,
Level of evidance B), Kecuali pada pasien yang sejak semula ada keinginan untuk
tidak diresusitasi. 1
e. Pencegahan perdarahan intrakranial berulang
Pada perdarahan intrakranial dimana stratifikasi risiko pasien telah disusun
untuk mencegah perdarahan berulang keputusan tatalaksana dapat berubah karena
pertimbangan beberapa faktor risiko, antara lain lokasi lobus dari perdarahan
awal, usia lanjut, dalam pengobatan antikoagulan, terdapat alel E2 atau E4
apolipoprotein dan perdarahan mikro dalam jumlah besar pada MRI (AHA/ASA,
Class IIa, Level of evidance B) . 1
Setelah periode akut perdarahan intrakranial dan tidak ada kontra indikasi
medis, tekanan darah sebaiknya dikontrol dengan baik terutama pada pasien yang
lokasi perdarahannya tipikal dari vaskulopati hipertensif (AHA/ASA, Class IIa,
Level of evidance A) . 1
Setelah periode akut perdarahan intrakranial, target dari tekanan darah dapat
dipertimbangkan menjadi <140/90 mmHg atau <130/80 mmHg jika diabetes
penyakit ginjal kronik (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidance B) . 1
Penghentian pemakaian antikoagulan jangka panjang sebagai tatalaksana
fibrilasi atrial nonvalvuler mungkin direkomendasikan setelah perdarahan
intrakranial lobar spontan karena relatif berisiko tinggi untuk perdarahan berulang
(AHA/ASA, Class IIa, Level of evidance B). Pemberian antikoagulan dan terapi
antiplatelet setelah perdarahan intrakranial nonlobar dapat dipertimbangkan,
terutama pada keadaan terdapat indikasi pasti penggunaan terapi tersebut
(AHA/ASA, Class IIb, Level of evidance B). 1
Pelanggaran konsusmsi alkohol berat sangat bermanfaat (AHA/ASA, Class IIa,
Level of evidance B). 1
83

14

6. Rehabilitasi dan pemulihan


1. Mengingat potensi yang serius dari perdarahan intrakranial berupa
kecacatan yang berat, serius dan kompleks, semua pasien sebaiknya
dilakukan rehabilitasi secara multidisiplin (AHA/ASA, Class IIa, Level of
evidance B). Jika memungkinkan , rehabilitasi dapat dilakukan sedini
mungkin dan berlanjut disarana rehabilitasi komunitas, sebagai bagian dari
program terkoordinasi yang baik antara perawatan di rumah sakit dengan
perawatan berbasis rumah sakit dengan perawatan berbasis rumah (Home
care) untuk meningkatkan pemulihan (AHA/ASA, Class IIa, Level of
evidance B) .

VIII. PROGNOSIS
Ad vitam
Ad sanasionam
Ad fungsionam

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

15

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Stroke
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara
cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke
yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi
perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.5, 12
Epidemiologi Stroke dan Stroke Hemoragik
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama kecacatan. 2
Sekitar 0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang sepertiganya
akan meninggal pada tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan hidup dengan
kecacatan, dan sepertiga sisanya dapat sembuh kembali seperti semula. Dari
keseluruhan data di dunia, ternyata stroke sebagai penyebab kematian mencapai
9% (sekitar 4 juta) dari total kematian per tahunnya.5
Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya
dimana 10-15% merupakan stroke hemoragik kuhusnya perdarahan intraserebral.
Mortalitas dan morbiditas pada stroke hemoragik lebih berat dari pada stroke
iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja pasien yang mendapatkan kembali
kemandirian fungsionalnya. Selain itu, ada sekitar 40-80% yang akhirnya
meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan sekitar 50% meninggal pada
48 jam pertama. Penelitian menunjukkan dari 251 penderita stroke, ada 47%
wanita dan 53% kali-laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78% berumur lebih dari
60 tahun. Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-laki
menunjukkan outcome yang lebih buruk.2

Etiologi Stroke Hemoragik


Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu: 6

16

Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)


Ruptur kantung aneurisma
Ruptur malformasi arteri dan vena
Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan
fungsi

hati,

komplikasi

obat

trombolitik

atau

anti

koagulan,

hipofibrinogenemia, dan hemofilia.


Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
Septik embolisme, myotik aneurisma
Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
Amiloidosis arteri

Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral, dan
acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.
Faktor Risiko Stroke Hemoragik
Faktor-faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya stroke
hemoragik dijelaskan dalam tabel berikut. 7
Faktor Resiko
Umur

Keterangan
Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk
stroke. Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70%
terjadi pada mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah

Hipertensi

dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun.


Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi.
Hal ini berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan
untuk resiko perdarahan, atherothrombotik, dan stroke
lakunar, menariknya, risiko stroke pada tingkat hipertensi
sistolik kurang dengan meningkatnya umur, sehingga ia
menjadi kurang kuat, meskipun masih penting dan bisa

Seks

diobati, faktor risiko ini pada orang tua.


Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada
laki-laki berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan

Riwayat keluarga

lebih tinggi sebelum usia 65.


Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara
kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar
laki-laki

dizigotik

17

yang

menunjukkan

kecenderungan

genetik untuk stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran


Swedia menunjukkan tiga kali lipat peningkatan kejadian
stroke pada laki-laki yang ibu kandungnya meninggal akibat
stroke, dibandingkan dengan laki-laki tanpa riwayat ibu yang
mengalami stroke. Riwayat keluarga juga tampaknya
berperan dalam kematian stroke antara populasi Kaukasia
Diabetes mellitus

kelas menengah atas di California.


Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan,
diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar
dua kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang
tanpa diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk
mendapat iskemia serebral melalui percepatan aterosklerosis
pembuluh darah yang besar, seperti arteri koronari, arteri

Penyakit jantung

karotid atau dengan, efek lokal pada mikrosirkulasi serebral.


Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun
memiliki lebih dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan
dengan mereka yang fungsi jantungnya normal.
Penyakit Arteri koroner

Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular


aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural
karena miocard infarction.
Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi :
Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke
sebesar 17 kali.
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke,
seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek
18

septum atrium,
Karotis bruits

aneurisma

septum atrium,

dan lesi

aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.


Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian
stroke, meskipun risiko untuk stroke secara umum, dan tidak

Merokok

untuk stroke khusus dalam distribusi arteri dengan bruit.


Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,
menunjukkan
peningkatan

bahwa
risiko

merokok
stroke

untuk

jelas

menyebabkan

segala

usia

dan

kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan


jumlah batang rokok yang dihisap, dan penghentian
merokok mengurangi risiko, dengan resiko kembali seperti
Peningkatan

bukan perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian.


Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika

hematokrit

hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah


keseluruhan

adalah

dari

isi

sel

darah

merah;

plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan


penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia,

atau

paraproteinemia,

biasanya

menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan,


tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi
vena retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti
disfungsi

trombosit

akibat

trombositosis.

Perdarahan

Peningkatan

Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang dapat terjadi.


Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk

tingkat fibrinogen

stroke trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga

dan kelainan

telah dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan protein

system pembekuan C serta protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic.


Hemoglobinopathy Sickle-cell disease :
Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik,
intraserebral dan perdarahan subaraknoid, vena sinus dan
trombosis vena kortikal. Keseluruhan kejadian stroke dalam
Sickle-cell disease adalah 6-15%.
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria :
19

Penyalahgunaan

Dapat mengakibatkan trombosis vena serebral


Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk

obat

methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain.


Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang
dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau
fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan
sebuah hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi .
Perdarahan

Hiperlipidemia

subarachnoid

dan

difarction

otak

telah

dilaporkan setelah penggunaan kokain.


Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan
dengan penyakit jantung koroner, mereka sehubungan
dengan stroke kurang jelas. Peningkatan kolesterol tidak
muncul untuk menjadi faktor risiko untuk aterosklerosis
karotis, khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun.
Kejadian

hiperkolesterolemia

menurun

dengan

bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan


intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada
hubungan yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark
Kontrasepsi oral

lakunar.
Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko
stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen
menurunkan masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama
sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yang
lebih dari 35 tahun . Mekanisme diduga meningkat
koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang produksi

Diet

protein liver, atau jarang penyebab autoimun


Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan
subarakhnoid dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol
pada orang dewasa muda. Mekanisme dimana etanol dapat
menghasilkan stroke termasuk efek pada darah tekanan,
platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah
merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan miokardiopati,

20

aritmia, dan perubahan di darah aliran otak dan autoregulasi.


Kegemukan

Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs,


obesitas telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian
oleh adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif
lebih dari 30% di atas rata-rata kontributor independen keatherosklerotik infark otak berikutnya.
Penyakit

Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.

pembuluh darah
perifer
Infeksi

Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral


melalui pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding
pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan mucormycosis

Homosistinemia

dapat menyebabkan arteritis otak dan infark.


Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi

atau

risiko stroke di usia muda adalah 10-16%.

homosistinuria
Migrain
Suku bangsa

Sering pasien mengalami stroke sewaktu serangan migrain.


Kejadian stroke di Afrika-Amerika lebih tinggi secara tidak

Lokasi geografis

proporsional dari kelompok lain.


Di Amerika Serikat dan kebanyakan negara Eropa, stroke
merupakan penyebab kematian ketiga paling sering, setelah
penyakit

jantung dan kanker. Paling

sering, stroke

disebabkan oleh perubahan aterosklerotik bukan oleh


perdarahan. Kekecualian adalah pada setengah perempuan
berkulit hitam, di puncak pendarahan yang daftar. Di Jepang,
stroke hemorragik adalah penyebab utama kematian pada
orang
Sirkadian dan

dewasa,

dan

perdarahan

lebih

umum

dari

aterosklerosis.
Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi

21

faktor musim

dan siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa


perubahan diurnal fungsi platelet dan fibrinosis mungkin
relevan untuk stroke. Hubungan antara variasi iklim
musiman dan stroke iskemik telah didalihkan. Peningkatan
dalam arahan untuk infark otak diamati di Iowa. Suhu
lingkungan rata-rata menunjukkan korelasi negatif dengan
kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman
telah berhubungan dengan resiko lebih tinggi cerebral infark
dalam usia 40-64 tahun pada penderita yang nonhipertensif,
dan pada orang dengan kolesterol serum bawah 160mg/dL.
Beda klinis stroke infark dan perdarahan

Gejala atau pemeriksaan


Infark otak
Gejala yang mendahului
TIA (+)
Beraktivitas/istirahat
Istirahat, tidur atau segera

Perdarahan intra serebral


TIA (-)
Sering pada waktu aktifitas

Nyeri kepala dan muntah


Penurunan kesadaran

setelah bangun tidur


Jarang
Jarang

Sangat sering dan hebat


Sering

waktu onset
Hipertensi

Sedang, normotensi

Berat, kadang-kadang

Rangsangan meningen
Defisit neurologis fokal

Tidak ada
Sering kelumpuhan dan

sedang
Ada
Defisit neurologik cepat

CT-Scan kepala

gangguan fungsi mental


Terdapat area hipodensitas

terjadi
Massa intrakranial dengan

Dapat dijumpai gambaran

area hiperdensitas
Dapat dijumpai aneurisma,

penyumbatan, penyempitan

AVM, massa intrahemisfer

dan vaskulitis

atau vasospasme

Angiografi

Patogenesis Stroke Hemoragik


A. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis
melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain atau
amfetamin dapat menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi

22

sangat tinggi. Pada beberapa orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut
amiloid terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid)
melemahkan arteri dan dapat menyebabkan perdarahan.7
Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat
lahir, luka, tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan,
dan penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi.

Pendarahan

gangguan dan penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko kematian dari


perdarahan intraserebral.7

B. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun, perdarahan
karena cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dianggap
sebagai stroke.7
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan
yaitu, ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti
kecelakaan atau jatuh. Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya
aneurisma mendadak di sebuah arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang
menonjol di daerah yang lemah dari dinding arteri itu.7
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat
muncul pada saat kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu
setelah bertahun-tahun dimana tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri.
Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah hasil dari aneurisma kongenital.7
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari
pecahnya koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam
atau di sekitar otak. Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran,
tetapi biasanya hanya diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu
bentuk bekuan darah pada katup jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi
emboli) ke arteri yang memasok otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang.
arteri kemudian dapat melemah dan pecah.7
Patofisiologi Stroke Hemoragik

23

Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam


waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh
hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di
area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu
defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan
iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya.8
Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan
penimbunan Na+ dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K +
ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan
penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi
juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang mempercepat kematian sel melalui
masuknya Na+ dan Ca2+.8
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan
lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi,
meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian
sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik
(penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah
yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.8
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan
kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia)
akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya
adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik,
gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect.8
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit
sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika
korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik
kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan
apatis karena kerusakan dari sistem limbik.8
Penyumbatan

arteri

serebri

posterior

menyebabkan

hemianopsia

kontralateral parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan
terjadi kehilangan memori.8

24

Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di


daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid
anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis),
dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri
komunikans posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik.8
Penyumbatan

total

arteri basilaris

menyebabkan

paralisis

semua

eksteremitas dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri
basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan
medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan:8

Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf


vestibular).

Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan


tetraplegia (traktus piramidal).

Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian


wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan
traktus spinotalamikus).

Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus


salivarus), singultus (formasio retikularis).

Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada


kehilangan persarafan simpatis).

Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot
lidah (saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]),
strabismus (saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).

Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh


(namun kesadaran tetap dipertahankan).

Gejala Klinis Stroke Hemoragik


Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan
perdarahan intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke
iskemik, hipertensi biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau
koma lebih umum pada stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik.

25

Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Meningismus


dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel.2
Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang
terlibat. Jika belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri
dari hemiparesis kanan, kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan
preferensi, bidang visual kana terpotong, dan aphasia mungkin terjadi. Jika
belahan nondominant (biasanya kanan) terlibat, sebuah sindrom hemiparesis kiri,
kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan memotong bidang
visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan pengabaian
dan kekurangan perhatian pada sisi kiri.2
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan
kompresi batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat
kesadaran, apnea, dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau
batang otak antara lain: ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan
muntah, hemiparesis atau quadriparesis, hemisensori atau kehilangan sensori dari
semua empat anggota, gerakan mata yang mengakibatkan kelainan diplopia atau
nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia, wajah ipsilateral dan
kontralateral tubuh.2,9
A. Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah
penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas.
Namun, pada orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala
disfungsi otak menggambarkan perkembangan yang terus memburuk sebagai
perdarahan. Beberapa gejala, seperti kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi,
dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu sisi tubuh. Orang mungkin tidak
dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu atau hilang. Mata
dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual, muntah,
kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa
detik untuk menit.2,9
B. Perdarahan Subaraknoid

26

Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali


menekan pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah
besar (yang menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan,
seperti berikut:2,9

Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang
disebut sakit kepala halilintar)

Sakit pada mata atau daerah fasial

Penglihatan ganda

Kehilangan penglihatan tepi

Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya


aneurisma. Individu harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke
dokter segera.2,9
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah
dan mencapai puncak dalam beberapa detik.
kehilangan kesadaran singkat.

Hal ini sering diikuti dengan

Hampir setengah dari orang yang terkena

meninggal sebelum mencapai rumah sakit. Beberapa orang tetap berada dalam
koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun, merasa bingung, dan
mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin menjadi
tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan. 2,9
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak
mengiritasi lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher
kaku serta sakit kepala terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. 2
Sekitar

25%

dari

orang

yang

mengalami

gejala-gejala

yang

mengindikasikan kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: 2,9

Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)

Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh

Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa


Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa

menit atau jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama.
Sebuah perdarahan subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius
lainnya, seperti: 2,9

27

Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid


dapat membeku.

Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak

(cairan serebrospinal) dari pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya,


darah terakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan dalam tengkorak.
Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan gejala seperti sakit kepala,
mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat
meningkatkan risiko koma dan kematian.

Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak


dapat kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak.

Kemudian,

jaringan otak tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati,
seperti pada stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip
dengan stroke iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu
sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan
koordinasi terganggu.

Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam


seminggu.

Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik


Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama pasien.
Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain:
hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak,
diplopia. Vertigo, afasia, disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan
kesadaran yang keseluruhannya terjadi secara mendadak.1
Pada

manifestasi

perdarahan

intraserebral,

terdapat

pembagian

berdasarkan Luessenhop et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan


prognosis pada pasien stroke dengan perdarahan intraserebral.11

28

Khusus untuk manifestasi perdarahan subaraknoid, pada banyak studi


mengenai perdarahan subaraknoid ini dipakai sistem skoring untuk menentukan
berat tidaknya keadaan perdarahan subaraknoid ini dan dihubungkan dengan
keluaran pasien. 10

Sistem grading yang dipakai antara lain :

Hunt & Hess Grading of Sub-Arachnoid Hemorrhage

WFNS SAH grade


29

WFNS grade
0
1
2
3
4
5

GCS Score

Major facal deficit

15
13-14
13-14
7-12
3-6

+
+ or + or -

Modified Hijdra score

Beda klinis stroke infark dan perdarahan2


Gejala atau pemeriksaan
Infark otak
Gejala yang mendahului
TIA (+)
Beraktivitas/istirahat
Istirahat, tidur atau segera

Perdarahan intra serebral


TIA (-)
Sering pada waktu aktifitas

Nyeri kepala dan muntah


Penurunan kesadaran

setelah bangun tidur


Jarang
Jarang

Sangat sering dan hebat


Sering

waktu onset
Hipertensi

Sedang, normotensi

Berat, kadang-kadang

Rangsangan meningen
Defisit neurologis fokal

Tidak ada
Sering kelumpuhan dan

sedang
Ada
Defisit neurologik cepat

CT-Scan kepala

gangguan fungsi mental


Terdapat area hipodensitas

terjadi
Massa intrakranial dengan

Angiografi

Dapat dijumpai gambaran

area hiperdensitas
Dapat dijumpai aneurisma,

penyumbatan, penyempitan

AVM, massa intrahemisfer

dan vaskulitis

atau vasospasme

Alogaritma Gajah Mada1

Penderita Stroke Akut

1. Penurunan kesadaran
2. Sakit kepala
3. Refleks patologi

30

Ketiganya atau 2 dari ketiganya ada


Penurunan kesadaran (+), sakit kepala (-), refleks patologis (-)

Stroke
Hemoragi

Penurunan kesadaran (-), sakit kepala (+), reflek patolgi (-)


Penurunan kesadaran (-), sakit kepala (-), refleks patologi (+) Stroke Infark

Fisher grade

Dari keempat grading tersebut yang dipakai dalam studi cedera kepala
yaitu modified Hijdra score dan Fisher grade. Sistem skoring pada no 1 dan 2
dipakai pada kasus SAH primer akibat rupturnya aneurisma. 10
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan
menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada
penderita stroke diantaranya adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan
darah, kadar elektrolit, dan kadar serum glukosa.2
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak
adalah langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis
kedaruratan. Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta
dapat menidentifikasi komplikasi seperti perdarahan intraventrikular, edem otak,
dan hidrosefalus. Baik CT non kontras ataupun MRI otak merupakan pilihan yang
dapat digunakan.2
31

CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke


hemoragik dari stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke
dari patologi intrakranial lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara
virtual hematoma yang berdiameter lebih dari 1 cm.2
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa
diandalkan

daripada

mengidentifikasi

CT

scan,

malformasi

terutama

vaskular

yang

stroke

iskemik.

mendasari

atau

MRI

dapat

lesi

yang

menyebabkan perdarahan.2
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG)
untuk memulai memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan iskemia
miokard memiliki kejadian signifikan dengan stroke.2
Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit lain seperti:
ensefalitis, meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke iskemik,
perdarahan

subaraknoid,

hematoma

subdural,

kedaruratan

hipoglikemia, labirinitis, dan Transient Ischemic Attack (TIA).2


Penatalaksanaan Stroke Hemoragik
A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
2. Terapi umum (suportif)
a. stabilisai jalan napas dan pernapasan
b. stabilisasi hemodinamik/sirkulasi
c. pemeriksaan awal fisik umum
d. pengendalian peninggian TIK
e. penanganan transformasi hemoragik
f. pengendalian kejang
g. pengendalian suhu tubuh
h. pemeriksaan penunjang
B. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Terapi medik pada PIS akut:
a. Terapi hemostatik 1

32

hipertensif,

Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat
haemostasis yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten
terhadap pengobatan faktor VIII replacement dan juga bermanfaat
untuk penderita dengan fungsi koagulasi yang normal.

Aminocaproic acid terbuktitidak mempunyai efek menguntungkan.

Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highlysignificant, tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah
lebih dari 3 jam.

b. Reversal of anticoagulation 1
Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan
fresh frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin
K.
Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K
dependent coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR
lebih cepat dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah
sehingga aman untuk jantung dan ginjal.
Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90g/kg pada pasien PIS yang
memakai warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit.
Pemberian obat ini harus tetap diikuti dengan coagulation-factor
replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa jam.
Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer
weight heparin diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan
trombositopenia atau adanya gangguan fungsi platelet dapat diberikan
dosis tunggal Desmopressin, transfusi platelet, atau keduanya.
Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka
pemberian obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya
perdarahan.
c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM
Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap
kontroversial.
Tidak dioperasi bila: 1

33

Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis


minimal.
Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan
perdarahan intraserebral disertai kompresi batang otak masih
mungkin untuk life saving.
Dioperasi bila: 1
Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan
klinis atau kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi
ventrikel harus secepatnya dibedah.
PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau
angioma cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome
yang baik dan lesi strukturnya terjangkau.
Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang
memburuk.
Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia
muda dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih
menguntungkan.
B. Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid
1. Pedoman Tatalaksana 1
a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):
Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk
untuk upaya menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan
dengan lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan
O2 2-3 L/menit.
Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.
Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainankelainan neurologi yang timbul.

34

b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih
intensif: 1
Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di
ruang gawat darurat.
Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin
jalang nafas yang adekuat.
Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.
Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan
penilaian status neurologi.

2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA 1


a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan
antihipertensi saja tidak direkomendasikan untuk mencegah perdarahan
ulang setelah terjadi PSA, namun kedua hal tersebut sering dipakai dalam
pengobatan pasien dengan PSA.
b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan
pada keadaan klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk
terjadinya vasospasme atau memberikan efek yang bermanfaat pada
operasi yang ditunda.
c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.
d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.

3. Operasi pada aneurisma yang rupture 1


a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan
ulang setelah rupture aneurisma pada PSA.
b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang
setelah PSA, banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan

35

hasil akhir tidak berbeda dengan operasi yang ditunda. Operasi yang
segera dianjurkan pada pasien dengan grade yang lebih baik serta lokasi
aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan klinis lain, operasi yang
segera atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi klinik
khusus.
c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi
untuk perdarahan ulang.
4. Tatalaksana pencegahan vasospasme 1
a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3
atau secara oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin
oral terbukti memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh
vasospasme. Calcium antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau
intravena tidak bermakna.
b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H
yaitu

hypervolemic-hypertensive-hemodilution,

mempertahankan

cerebral

perfusion

pressure

dengan
sehingga

tujuan
dapat

mengurangi terjadinya iskemia serebral akibat vasospasme. Hati-hati


terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien yang tidak
dilakukan embolisasi atau clipping.
c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu
bermakna.
d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada
pasien-pasien yang gagal dengan terapi konvensional.
e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:
Pencegahan vasospasme:

Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.

3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.

36

Jaga keseimbangan cairan.

Delayed vasospasm:
Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge
pressure 12-14 mmHg.
Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.
Berikan Dobutamine 2-15 g/kg/menit.
5. Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang
sering dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau
tranexamid acid dengan dosis 6-12 g/hari.1
6. Antihipertensi 1
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah
sistolik (TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90
mmHg (sebelum tindakan operasi aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan
TDD lebih dari 90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2
mg/menit sampai mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse
dosisnya 50-200 mcg/kg/menit. Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan
karena menyebabkan vasodilatasi dan memberikan efek takikardi.
d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra
yang mungkin terjadi akibat vasospasme.
7. Hiponatremi

37

Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu
diberikan NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi
0,5-1 mEq/L/jam dan tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.1
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau
0,4 mg dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya
dihindari karena menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan
untuk pengobatan hiponatremi.1
8. Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan
tidak direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien
yang mungkin timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma
arteri serebri media, kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk
menghindari risiko perdarahan ulang yang disebabkan kejang, diberikan anti
konvulsan sebagai profilaksis.1
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV.
Initial dosis 100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400
mg/oral/hari dengan dosis terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk
menghentikan kejang.1
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada
penderita yang tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada
penderita yang mempunyai faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya,
hematom, infark, atau aneurisma pada arteri serebri media.1
9. Hidrosefalus 1
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.
Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi
(atau drainase eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya
dapat terjadi perdarahan ulang dan infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara
temporer atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.

38

10. Terapi Tambahan 1


a. Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular.
Mencegah trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau
pneumatic compression devices.
b. Analgesik:
Asetaminofen -1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
Tylanol dengan kodein.
Hindari asetosal.
Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:
Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.
Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.
Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.
Propofol 3-10 mg/kg/jam.
Cegah terjadinya stress ulcer dengan memberikan:

Antagonis H2

Antasida

Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.

Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali


sehari.

Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.

Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik

39

Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling


ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering
mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga
berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut
adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada
pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran
dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal
yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas
permanen.2
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi
serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah
berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi.
Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume
hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat
buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa
meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan
antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga
memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.2
Pencegahan Stroke Hemoragik
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan
mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun
kelompok risiko tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa
pencegahan yang dapat dilakukan adalah:1

Mengatur pola makan yang sehat


Melakukan olah raga yang teratur
Menghentikan rokok
Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
Memelihara berat badan yang layak
Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
Pemakaian antiplatelet

40

Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah


pengendalian faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor
risiko yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA,
dislipidemia, dan sebagainya.1

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Definisi stroke berdasarkan WHO adalah suatu tanda klinis yang berkembang
secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke
yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi
perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.
Dari keseluruhan kasus stroke, mortalitas dan morbiditas pada stroke
hemoragik lebih berat dari pada stroke iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20%
saja pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya. Selain itu, ada
sekitar 40-80% yang akhirnya meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan
dan sekitar 50% meninggal pada 48 jam pertama.
Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain
hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak,
diplopia. Vertigo, afasia, disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan
kesadaran yang keseluruhannya terjadi secara mendadak. Diagnosis stroke
hemoragik dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
neurologis, dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium, CT
scan, dan MRI.
Penatalaksanaan stroke hemoragik berbeda berdasarkan manifestasi
perdarahan yang terjadi. Pada stroke hemoragik dengan perdarahan intraserebral,
penatalaksanaan yang diberikan berupa terapi hemostatik, penghentian pemberian

41

antikoagulan, dan penatalaksanaan bedah bila terdapat indikasi. Pada stroke


hemoragik dengan perdarahan subarakhnoid, penatalaksanaan yang diberikan
berupa penatalaksanaan dini di ruang gawat darurat, pencegahan perdarahan
ulang, pencegahan vasospasme, pengobatan antifibrinolitik, antihipertensi,
hiponatremi, kejang, hidrosefalus, dan terapi tambahan berupa terapi simtomatik
dan terapi suportif.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Guideline Stroke 2011. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia: Jakarta, 2011.
2. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010.
[diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]
3. Rohkamm, Reinhard. Color Atlas of Neurology. Edisi 2. BAB 3.
Neurological Syndrome. George Thieme Verlag: German, 2003.
4. Tsementzis, Sotirios. A Clinicians Pocket Guide: Differential Diagnosis in
Neurology and Neurosurgery. George Thieme Verlag: New York, 2000.
5. Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003
6. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victors Principles of Neurology.
Edisi 8. BAB 4. Major Categories of Neurological Disease:
Cerebrovascular Disease. McGraw Hill: New York, 2005.
7. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New
York. Thieme Stuttgart. 2000.
8. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC:
Jakarta, 2007.
9. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Diperoleh dari:
http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html [Tanggal: 23 Mei
2010].
10. Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM,
2007. Diunduh dari:
http://images.omynenny.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/R@u
uzQoKCrsAAFbxtPE1/SAH%20traumatik%20Neurona%20by%20Taufik
%20M.doc?nmid=88307927 [Tanggal: 24 Mei 2010]
42

11. Samino. Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM, 2006.


Diunduh dari:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13PerjalananPenyakitPeredaranDara
hOtak021.pdf/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.html
[Tanggal: 24 Mei 2010]

43

Anda mungkin juga menyukai