Anda di halaman 1dari 36

KATA PENGANTAR

Pertama saya ucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa. karena atas anugrahNya saya dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Cephalgia et causa Abses Cerebri
tepat pada waktunya. Adapun tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah sebagai salah satu
syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf, Rumah
Sakit Kepolisian pusat TK.I Raden Said Soekamto.
Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Joko Nafianto. Sp.S. ,yang telah meluangkan
waktunya untuk membimbing saya dalam pembuatan laporan kasus ini. Saya menyadari banyak
sekali kekurangan dalam laporan kasus ini, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun
sangat penulis harapkan. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi siapa pun yang
membacanya.

Jakarta , September 2015

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................1
DAFTAR ISI....................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................................3
BAB II STATUS PASIEN............................................................................................................4
BAB III TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................39

BAB I
PENDAHULUAN
Abses serebri merupakan infeksi intraserebral fokal yang dimulai sebagai serebritis yang
lokalisatorik dan berkembang menjadi kumpulan pus yang dikelilingi oleh kapsul otak
disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus dan protozoa. Abses otak dapat terjadi
pada berbagai kelompok usia, namun paling sering terjadi pada anak berusia 4 sampai 8 tahun.
Penyebab abses otak yaitu, embolisasi oleh penyakit jantung kongenital dengan pintas
atrioventrikuler (terutama tetralogi fallot), meningitis, otitis media kronis dan mastoiditis,
sinusitis, infeksi jaringan lunak pada wajah ataupun scalp, status imunodefisiensi dan infeksi
pada pintas ventrikuloperitonial. Patogenesis abses otak tidak begitu dimengerti pada 10-15%
kasus. Abses serebri dapat berkembang dari tiga sumber yaitu ebagian besar abses otak berasal
dari penyebaran infeksi telinga tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis, dan
maxillarie.
Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar
otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma
kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap
bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang
perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.
Dengan semakin besarnya abses otak gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri
dari gejala infeksi (demam, leukositosis), peninggian tekanan intracranial(sakit kepala, muntah
proyektil, papil edema) dan gejala neurologik fokal(kejang, paresis, ataksia, afaksia). Terapi
optimal dalam mengatasi abses serebri adalah kombinasi antara antimikrobial dan tindakan
bedah. Terapi eksisi dan drainase abses melalui kraniotomi merupakan prosedur pilihan. Tetapi
pada center-center tertentu lebih dipilih penggunaan stereotaktik aspirasi atau MR-guided
aspiration and biopsy. Tindakan aspirasi biasa dilakukan pada abses multipel, abses batang otak
dan pada lesi yang lebih luas digunakan eksisi.

BAB II
STATUS PASIEN

II.1 Identitas Pasien


Nama
Jenis Kelamin
Usia
Alamat
Pekerjaan
Agama
Suku Bangsa
Status Perkawinan
Pendidikan Terakhir
Tanggal masuk RS
Tanggal Pemeriksaan

: Tn. N
: Laki-Laki
: 49 Tahun
: Kampung Raden RT 02 RW 03 Jati Ranggon Jakarta Timur
: Buruh kasar
: Islam
: Jawa
: Menikah
: SMP
: 6 September 2015
: 14 September 2015

II.2 Anamnesa ( Autoanamnesis dan Alloanamnesis )


Keluhan Utama
: Pusing sejak 3 hari SMRS
Keluhan Tambahan
: Keluhan disertai dengan mual dan muntah
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RS Bhayangkara TK.1 Raden Said Sukanto dengan keluhan
pusing sejak 3 hari SMRS. Pusing diarasakan pasien tidak memutar dan dirasakan hilang
timbul. Pusing timbul pada saat pasien dalam keadaan lelah dan hilang pada saat pasien
istirahat. Selain pusing pasien juga mengeluh mual dan muntah yang sudah dirasakan pasien
jika pusing tersebut timbul. Perasaan mual pada perut pasien biasanya disertai dengan nyeri
pada perut bagian atas dan tidak menjalar. Pasien mengaku mual tersebut terjadi tanpa
mengenal aktivitas makan, tersering mual tersebut timbul bersamaan dengan pusing . mual
terkadang disertai muntah , muntah dirasakan pasien tidak membuat dada panas dan muntah
tersebut biasanya berwarna keputihan dan agak sedikit berbusa. Nyeri dada disangkal pasien .
Setelah dirawat selama 2 hari di rumah sakit pasien merasakan demam. Pola demam pasien
yaitu turun naik yang berarti demam dirasakan meningkat pada malam hari dan berangsur
turun apabila siang hari. Namun demam tersebut berangsur turun segera setelah pemberian
terapi di rumah sakit. Nyeri pada tenggorokan, susah menelan, batuk , pilek disangkal pasien.
Setelah dirawat selama 6 hari psien juga tetap merasakan pusing namun kali ini dirasakan
4

bersamaan dengan nyeri kepala. Nyeri kepala tersebut dirasaakan pada kepala bagian sebelah
kiri naum terkadang menjalar ke bagian belakang sampai leher. Nyeri kepala tersebut
dituturkan pasien seperti tertusuk tusuk dan hilang timbul. Nyeri kepala ini ternyata sudah
menetap sejak 20 tahun yang lalu dan baru diobati 1 bulan sebelum masuk rumah sakit polri.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien mengaku tidak pernah mengalami nyeri kepala seperti ini sebelumnya
- Pasien mengaku memiliki riwayat sakit telinga berarir yang dirasakan pada pendidikan
-

sekolah dasar yang telinga tersebut mengeluarkan sekret kental dan telah diobati.
Riwayat trauma kepala disangkal pasien
Riwayat gigi berlubang disangkal pasien
Riwayat darah tinggi disangkal pasien
Riwayat diabetes disangkal pasien

Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien menyangkal adanya penyakit yang sama yang dirasakan oleh keluarga pasien.
II.3 Pemeriksaan Fisik
1. Status generalis
a. Keadaan umum
: tampak sakit ringan
b. Tanda vital
Tekanan darah
: 140/90 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Pernafasan
: 20 x/menit
Suhu
: 37.9oC
c. Kepala
Bentuk
: normocephal
Simetris
: simetris
Nyeri tekan : tidak ada
d. Mata
Mata simetris, Exoftalmus -/-, edema palpebra -/-, Konjungtiva anemis -/-, sklera
ikterik -/e. Hidung
Bentuk hidung simetris normal , septum deviasi (-) , tanda trauma (-) , Sekret (-)/(+)
f. Mulut
Lidah deviasi (-) dengan hygienitas yang buruk, atrofi lidah (-), palatum molle dan
pallatum durum tidak hiperemis.
g. Telinga
Bentuk telinga normal dan simetris kanan dan kiri, nyeri tekan auricula (-) , hiperemis
(-)/(-) , darah (-)/(-) , sekret (-)/(-)
h. Leher
5

Sikap
Limfanodi
i. Thorax
j. Jantung
k. Paru

: normal
: tidak teraba membesar
: normochest
: iktus cordis teraba di pertengahan axillaris anterior kiri sela iga 5,
bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
: fremitus taktil dan fremitus vocal simetris kanan dan kiri, sonr

disluruh lapang paru , bunyi nafas vesikular, ronki (-)/(-), wheezing (-)/(-)
l. Abdomen
: datar, nyeri tekan -, bising usus (+) , massa (-) , timpani disluruh
lapang abdomen
m. Hepar
: tidak teraba pembesaran hepar
n. Lien
: tidak teraba pembesaran lien
o. Ekstremitas
: akral hangat, capillary refill time kurang dari 2 detik, edema (-),
sianosis (-).
2. Status neurologis
a. Kesadaran
: Compos Mentis
b. GCS
: (E4M6V5)
c. Cara berjalan
: normal
d. Gerakan abnormal
: tidak ada
Gejala rangsang meningeal:
a. Kaku kuduk
: -/b. Laseque
: -/c. Kernig
: -/d. Brudzinsky I
: -/e. Brudzinsky II
: -/Syaraf kranialis:
a. Nervus I (N. Olfactorius)
Daya penghidu: normosmia/ normosmia
b. Nervus II (N. opticus)
Ketajaman penglihatan
: normal / normal
Pengenalan warna
: normal / normal
Lapang pandang
: normal / normal
Funduskopi
: tidak dilakukan
Refleks cahaya langsung
: +/+ lambat
Refleks cahaya tidak langsung: +/+ lambat
c. Nervus III, IV, VI (N. occulomotorius/ trochlearis/ abdusens)
Ptosis
: -/ Strabismus
: -/ Nistagmus
: -/ Eksoftalmus :-/ Enoptalmus : -/6

Gerakan bola mata: normal ke segala arah


Pupil
- Bentuk pupil
: bulat/ bulat
- Isokor/ anisokor
: isokor
- Posisi
: di tengah/ di tengah
- Refleks akomodasi/ konvergensi : normal
d. Nervus IV (N. Trochlearis)
Gerakan bola mata : Baik kanan dan kiri
e. Nervus V (N. trigeminus)
Motorik
- Menggigit
: baik
- Membuka mulut
: simetris
Sensorik
- Rasa nyeri
: baik
- Rasa raba
: baik
- Rasa suhu
: tidak dilakukan
Refleks
- Refleks masseter
: baik
f. Nervus VI (N. Abdusen)
Pergerakan bola mata (lateral) : Baik kanan kiri
g. Nervus VII (N. fasialis)
Pasif
- Kerutan kulit dahi
- Kedipan mata
- Lipatan nasolabial
- Sudut mulut
Aktif
- Mengerutkan dahi
- Menutup mata
- Menyeringai
- Menggembungkan pipi
- Hiperlakrimasi
- Lidah kering

: simetris
: simetris
: simetris
: simetris
: simetris
: simetris
: simetris
: simetris
: tidak ada
: tidak ada

Sensoris
- Daya pengecapan lidah 2/3 depan: baik
h. Nervus VIII (N. acusticus)
Suara gesekan tissue
: baik/baik
Tes rinne
: normal
Tes weber
: tidak ada lateralisasi
Tes swabach
: normal
i. Nervus IX (N. glossopharyngeus)
Arkus faring
: simetris
7

Daya pengecap lidah 1/3 belakang : tidak dinilai


j. Nervus X (N. vagus)
Posisi uvula
: ditengah
Refleks muntah
: tidak dinilai
k. Nervus XI (N. assesorius)
Memalingkan kepala : baik
Sikap bahu
: simetris , normal
Mengangkat bahu
: simetris , normal
l. Nervus XII (N. hipoglosus)
Menjulurkan lidah
: deviasi (-)
Atrofi lidah
: tidak ada
Artikulasi
: baik
Tremor lidah
: tidak ada
Motorik:
a. Gerakan : gerakan abnormal (-)
b. Kekuatan : 5555 5555
5555 5555
c. Tonus otot : Normotonus Normotonus
Normotonus Normotonus
d. Trofi
: Eutrofi Eutrofi
Eutrofi Eutrofi
Refleks fisiologis:
a. Ekstremitas atas
Refleks biseps
: ++/++
Refleks triseps
: ++/++
b. Ekstremitas bawah
Refleks patella
: ++/++
Refleks archilles
: ++/++
Refleks Patologis:
a. Hoffman Trommer
b. Babinski
c. Chaddock
d. Oppenheim
e. Gordon
f. Schaefer
g. Gorda
Pemeriksaan sensorik
Rangsangan raba
Rangsangan nyeri

: +/+
: -/: -/: -/: -/: -/: -/: normoestesia/normoastesia
: normoalgesia/normoalgesia
8

Rangsangan suhu
Propioseptif
Diskriminasi dua titik

: tidak dilakukan
: normal
: tidak dilakukan

Pemeriksaan Sistem Syaraf Otonom


BAB
: normal
BAK
: normal
Berkeringat
: berlebih
Pemeriksaan Fungsi Luhur
Memory
Kognitif
Pemeriksaan Koordinasi
Disdiadokokinesis
Tes telunjuk hidung

: baik
: baik
: baik
: baik

III.4 Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium
Tanggal 6 September 2015
Pemeriksaan

Hasil

Nilai rujukan

Hemoglobin

13,4 gr/dL

13-16 gr/dL

Leukosit

6.700 u/L

5.000 10.000 u/L

Hematokrit

28 %

40-48 %

Trombosit

175.000 u/L

150.000-400.000 u/L

Glukosa Glukometer

107

Elektrolit

Natrium

135 mmol/L

135-145 mmol/L

Kalium

4.0 mmol/L

3.8-5.0 mmol/L

Chlorida

103 mmol/L

98-106 mmol/L

Tanggal 7 September 2015


Pemeriksaan
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit

Hasil
12.6 gr/dL
5900 u/L
35 %
151.000

Nilai rujukan
13-16 gr/dL
5.000 10.000 u/L
40-48 %
150.000-400.000 u/L

Tanggal 8 September 2015


Pemeriksaan
Cholesterol total
Cholesterol HDL - direk
Cholesterol LDL- indirek
Trigliserida
Asam urat

Hasil
129 mg/dL
32 mg/dL
56 mg/dL
203 mg/dL
3.8 mg/dL

Nilai rujukan
< 200 mg/dL
35-55 mg/dL
< 160 mg/dL
< 200 mg/dL
3.4 7.0 mg/dL

Hasil
24 mg/dL
0.8 mg/dL

Nilai rujukan
10-50 mg/dL
0.5-1.5 mg/dL

Tanggal 9 September 2015


Pemeriksaan
Ureum
Kreatinin

2. Pencitraan
Rontgen Thorax :

CTR 50% , Corakan bronkovaskular kasar, Sinus dan diafragma normal, tulang dan
jaringan lemak baik
Kesan : Kardiomegali dan suspek Bronkitis

CT-Scan :

10

11

Tampak lesi hipodens abnormal pada occipital kiri dengan pemberian kontras tampak
gambaran ring enhancement dengan perifokal edema yang luas. Tak tampak deviasi
midline. Sistem ventrikel normal. sistem sulci/gyri di luar lesi normal. orbita/aircell
kanan-kiri normal. tulang tulang normal. tampak hipertrofi konka nasa kanan,
perselubungan pada sinus maxillaris kiri.
Kesan : Gambaran abcess pada occipital kiri, chronic sinusitis maxillaris kiri
dengan rhinitis kanan.

3. Lain-lain : II.5 Resume


12

Pasien datang ke RS Bhayangkara TK.1 Raden Said Sukanto dengan keluhan pusing sejak 3 hari
SMRS disertai dengan mual dan muntah . Setelah dirawat selama 2 hari di rumah sakit pasien
demam dan timbul nyeri kepala seperti tertusuk tusuk dan hilang timbul. Pada riwayat penyakit
dahulu pasien mengaku memiliki riwayat sakit telinga berarir yang dirasakan pada pendidikan
sekolah dasar yang telinga tersebut mengeluarkan sekret kental dan telah diobati. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan Tekanan darah 140/90 mmHg , Suhu 37.9 oC. Kesadaran Compos
Mentis, GCS (E4M6V5) , Refleks cahaya langsung: +/+ lambat dan Refleks cahaya tidak
langsung: +/+ lambat , sekret nasal -/+ , Hoffman Trommer +/+ , Berkeringat berlebih. Pada
pemeriksaan lab didapatkan Hematokrit 28 % ,Hemoglobin 12.6 gr/dL, Cholesterol HDL direk
32 mg/dL, Trigliserida 203 mg/dL. Kemudian pada pemeriksaan penunjang didapatkana foto
rontgen kesan tampak Kardiomegali dan suspek Bronkitis dan pada ct-scan didapatkan gambaran
abcess pada occipital kiri, chronic sinusitis maxillaris kiri dengan rhinitis kanan.
II.6 Diagnosis
Diagnosis Klinis
Diagnosis Topis
Diagnosis Etiologi

: Cephalgia et causa abses cerebri , Hipertensi grd II


: Hemisfer cerebri sinistra pars occipitalis
: Chronic sinusitis maxillaris sinistra

II.7 Diagnosis Banding


- Tumor Intrakranial
II.8 Penatalaksanaan
- Infus ringer laktat 20 tpm + ketorolac 1 amp
- Inj Citicholin 3 x 250 mg
- Inj ranitidin 2 x 1 amp
- Tab asam folat 2 x 1
- Tab amlodipine 1 x 5 mg
- Racikan :
- paracetamol 250 mg
- Diazepam 2 mg
- Amitriptilin 5 mg
- Caffeine
10 mg
Pemberian sebannyak 3 x 1 caps
- Tab Aspilet 1 x 1
- Tab paracetamol 3 x 500 mg
- Tab tramadol 3 x 50 mg
- Inj ceftriaxone 2 x 1 amp
- Inj dexametasone 3 x 1 amp
- Drip metronidazole 3 x 500 mg
II.9 Prognosis
Quo ad vitam
: bonam
13

Quo ad functionam
Quo ad sanactionam

: malam
: dubia ad bonam

14

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1 Anatomi otak
Anatomi otak adalah struktur yang kompleks dan rumit. Otak adalah organ penting yang
mengendalikan pikiran, memori, emosi, sentuhan, keterampilan motorik, visi, respirasi, suhu,
rasa lapar, dan setiap proses yang mengatur tubuh kita (Adams and Victors, 2001).

Gambar 1. Pembagian Otak


Otak dapat dibagi ke dalam otak besar (cerebrum), batang otak (brainstem), dan otak
kecil (cerebellum):
1. Cerebrum
Merupakan bagian yang paling besar.
Terdiri atas bagian kiri dan kanan yang disebut hemispherium Cerebri.
Berfungsi untuk kontrol terhadap pembicaraan, emosi, inisiasi gerakan, koordinasi
gerakan, temperatur, sentuhan, penglihatan, pendengaran, penilaian, penalaran,
pemecahan masalah, emosi, dan pembelajaran.
2. Cerebellum
Terletak dibawah Cerebrum dan dibelakang otak.
Berfungsi untuk mengkoordinasi gerakan otot sukarela dan untuk mempertahankan
postur tubuh, keseimbangan, dan equilibrium.
3. Batang otak
Batang otak (garis tengah atau bagian tengah otak) termasuk otak tengah, pons, dan
medulla.
15

Fungsi daerah ini meliputi: pergerakan mata dan mulut, penyampaian pesan sensorik
(panas, nyeri, keras, dll), rasa lapar, respirasi, kesadaran, fungsi jantung, suhu tubuh,
gerakan otot tak sadar, bersin, batuk, muntah, dan menelan tekanan darah dan
pernapasan.
Secara lebih spesifik, beberapa bagian lain dari otak adalah sebagai berikut:
Pons sebuah bagian yang terletak sangat dalam di otak, terletak di brainstem, pons
berisi banyak daerah kontrol untuk gerakan mata dan wajah.
Medulla Bagian terendah dari batang otak, medula adalah bagian yang paling penting
dari seluruh otak dan merupakan pusat control jantung dan paru-paru yang sangat penting.
Saraf tulang belakang merupakan sekumpulan besar serabut saraf yang terletak di
bagian belakang yang memanjang dari dasar otak ke punggung bawah, syaraf tulang
belakang ini membawa pesan ke dan dari otak dan seluruh tubuh.
Lobus frontal bagian terbesar dari otak yang terletak di bagian depan kepala, lobus
frontal terlibat dalam karakteristik kepribadian dan gerakan.
Lobus parietal bagian tengah otak, lobus parietalis membantu seseorang untuk
mengidentifikasi objek dan memahami hubungan spasial (dimana tubuh seseorang
dibandingkan dengan benda-benda di sekitar orang tersebut). Lobus parietalis juga terlibat
dalam interpretasi rasa sakit dan sentuhan pada tubuh.
Lobus oksipital lobus oksipital adalah bagian belakang otak yang terlibat dengan
penglihatan.
Lobus temporal sisi otak, lobus temporal ini terlibat dalam memori, ucapan, dan indra
penciuman.
Otak dilindungi oleh tulang tengkorak dan ditutupi oleh 3 membran yang disebut
meningen. Otak juga dilindungi oleh cairan serebrospinal yang diproduksi oleh pleksus
khoroideus, yang masuk ke dalam 4 ventrikel dan rongga antara meningen. Cairan
serebrospinal membawa nutrient dari darah ke otak dan membawa kembali zat-zat yang
tidak diperlukan lagi dari otak ke darah.
Otak terdiri dari beberapa tipe sel, setiap tipe mempunyai fungsinya masing-masing.
Ketika sel kehilangan kemampuan untuk mengontrol pertumbuhannya dan sel-sel diluar
suatu massa jaringan disebut Tumor (Harsono, 1999).

16

Gambar 2. Anatomi otak

Pengklasifkasian lain otak adalah dibagi kedalam lima kelompok utama yaitu :
1. Telensefalon (endbrain)
Terdiri atas: hemisfer serebri yang disusun oleh korteks serebri, system limbic, basal
ganglia dimana basal ganglia disusun oleh nucleus kaudatum, nucleus lentikularis,
klaustrum dan amigdala.
a. Korteks serebri berperan dalam: persepsi sensorik, kontrol gerakan volunter, bahasa,
sifat pribadi, proses mental misalnya: berpikir, mengingat, membuat keputusan,
kreativitas dan kesadaran diri.
b. Nucleus basal berperan dalam: inhibisitonus otot, koordinasi gerakan yang lambat
dan menetap, penekanan pola-pola gerakan yang tidak berguna.
2. Diensefalon (interbrain)
Terbagi menjadi epitalamus, thalamus, subtalamus dan hipotalamus.
a. Thalamus berperan dalam : Stasiun pemancar untuk semua masukan sinaps,
kesadaran kasar terhadap sensasi, beberapa tingkat kesadaran, berperan dalam
kontrol motorik.
b. Hipotalamus berperan dalam: mengatur banyak fungsi homeostatik, misalnya
kontrol suhu, rasa haus, pengeluaran urin, dan asupan makanan. Penghubung penting
antara sistem saraf dan endokrin, sangat terlibat dalam emosi dan pola perilaku dasar.

17

3. Mesensefalon (midbrain) corpora quadrigemina


Memiliki dua kolikulus yaitu kolikulus superior dan kolikulus inferior dan terdiri dari
tegmentum yang terdiri dari nucleus rubra dan substansia nigra.
4. Metensefalon (afterbrain), pons dan medulla oblongata
Memiliki peran asal dari sebagian besar saraf kranialis perifer, pusat pengaturan
kardiovaskuler, respirasi dan pencernaan. Pengaturan reflek otot yang terlibat dalam
keseimbangan dan postur. Penerimaaan dan integrasi semua masukan sinaps di korda
spinalis, keadaan terjaga dan pengaktifan korteks serebrum.
5. Serebellum
Memiliki peran dalam menjaga keseimbangan, peningkatan tonus otot, koordinasi dan
perencanaan aktivitas otot volunter yang terlatih. Hemisfer sendiri menurut pembagian
fungsinya masih di bagi kedalam lobus-lobus yang dibatasi oleh gyrus dan sulkus,
seperti terlihat dalam gambar dibawah ini: fungsi dari setiap lobus ada pada tabel
berikut :

Gambar 3. Otak dari Lateral

III.2

Definisi

18

Abses serebri merupakan infeksi intraserebral fokal yang dimulai sebagai serebritis yang
lokalisatorik dan berkembang menjadi kumpulan pus yang dikelilingi oleh kapsul otak
disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus dan protozoa.1
III.3 Epidemiologi
Abses otak dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, namun paling sering terjadi pada
anak berusia 4 sampai 8 tahun. Penyebab abses otak yaitu, embolisasi oleh penyakit jantung
kongenital dengan pintas atrioventrikuler (terutama tetralogi fallot), meningitis, otitis media
kronis dan mastoiditis, sinusitis, infeksi jaringan lunak pada wajah ataupun scalp, status
imunodefisiensi dan infeksi pada pintas ventrikuloperitonial. Patogenesis abses otak tidak begitu
dimengerti pada 10-15% kasus.2
Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika saat ini telah
mengalami kemajuan, namun rate kematian penyakit abses otak masih tetap tinggi, yaitu sekitar
10-60% atau rata-rata 40%.Penyakit ini sudah jarang dijumpai terutama di negara-negara maju,
namun karena resiko kematiannya sangat tinggi, abses otak termasuk golongan penyakit infeksi
yang mengancam kehidupan masyarakat (life threatening infection).3
Di Indonesia belum ada data pasti, namun Amerika Serikat dilaporkan sekitar 1500-2500
kasus abses serebri per tahun. Prevalensi diperkirakan 0,3-1,3 per 100.000 orang/tahun. Jumlah
penderita pria lebih banyak daripada wanita, yaitu dengan perbandinagan 2-3:1. 3
Menurut Britt, Richard et al., penderita abses otak lebih banyak dijumpai pada laki-laki
daripada perempuan dengan perbandingan 3:1 yang umumnya masih usia produktif yaitu sekitar
20-50 tahun.3
Yang SY menyatakan bahwa kondisi pasien sewaktu masuk rumah sakit merupakan
faktor yang sangat mempengaruhi rate kemtian. Jika kondisi pasien buruk, rate kematian akan
tinggi.2
Hasil penelitian Xiang Y Han (The University of Texas MD.Anderson Cancer Center
Houston Texas) terhadap 9 penderita abses otak yang diperolehnya selama 14 tahun (1989-2002),
menunjukkan bahwa jumlah penderita laki-laki > perempuan dengan perbandingan 7:2, berusia
sekitar 38-78 tahun dengan rate kematian 55%.2

19

Demikian juga dengan hasil penelitian Hakim AA. Terhadap 20 pasien abses otak yang
terkumpul selama 2 tahun (1984-1986) dari RSUD Dr Soetomo Surabaya, menunjukkan hasil
yang tidak jauh berbeda, dimana jumlah penderita abses otak pada laki-laki > perempuan dengan
perbandingan 11:9, berusia sekitar 5 bulan-50 tahun dengan angka kematian 35% (dari 20
penderita, 7 meninggal). Dengan perkembangan pelayanan vaksinasi, pengobatan pada infeksi
pediatri, serta pandemic AIDS, terjadi pergeseran prevalensi ke usia dekade 3-5 kehidupan.
III.4 Etiologi
Abses serebri dapat berkembang dari tiga sumber, yaitu (Miranda et al.,2013):
a.

b.

Sebagian besar abses otak berasal dari penyebaran infeksi telinga tengah, sinusitis
(paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis, dan maxillaries).4
Selain itu abses dapat timbul akibat penyerbaran secara hematogen dari infeksi paru,
endokarditis bacterial akut dan sub akut pada penyakit jantung bawaan. Letak abes otak
yang berasal dari penyerbaran hematogen sesuai dengan peredaran darah yang
didistribusi oleh arteri cerebri media terutama lokus parietalis atau cerebellum dan batang
otak. Abses juga dapat dijumai pada penderita penyakit immunologi seperti AIDS,
penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi atau steroid yang dapat menurunkan

c.

imunitas tubuh.4
Inokulasi langsung seperti tauma kepala atau bedah saraf pada 8-19% kasus.
Berbeda dengan abses parenkim, abses intaventrikular primer merupakan proses infeksi
yang perlahan-lahan dan berkembang terutama di daerah cerebri dan ventrikel. Masuknya
pathogen pada system ventrikel dapat berasal dari hematogen atau cairan serebrospinal.
Ada berbagai pathogen yang dapat menyebabka abses serebri. Pada dasarnya bagaimana
pathogen dapat menyebabkan abses tergantung apakah individu tersebut mengalami
immunocompromized atau tidak. Streptococcus aerobic dan anaerobic adalah penyebab
pathogen yang paling umum.4

20

Gambar 4. Etiologi abses cerebri


Tabel 1. Sumber infeksi, lokasi lobus, flora mikroba
No

Sumber Infeksi

Lokasi Abses

Patogen utama

Sinus Paranasal

Lobus Frontal

Streptococci, Staphylococcus aureus,


Haemophilus sp, Bacteroides sp.

Infeksi Otogenik

Lobus Temporal,

Streptococci, Bacteroides sp,

Serebelum

Enterobacterial (Proteus sp),


Pseudomonas sp, Haemophilus sp.

Infeksi Odontogenik

Lobus Frontal

Streptococci, Staphylococci, Bacteroides,


Actinobacilus sp.

Endokarditis

Biasanya Abses

Staphylococcus aureus, Streptococcus

Bakterial

multipel, bisa di

viridans

lobus manapun
5

Infeksi Pulmonal

Biasanya Abses

Streptococci, Staphylococci, Bacteroides,

(abses, empiem,

multipel, bisa di

Actinobacilus sp.

bronkiektasis)

lobus manapun

Shunt kanan ke kiri

Biasanya Abses

Streptococcus, Staphylococcus,

(penyakit jantung

multipel, bisa di

Peptostrptococcus sp.

sianotik, AVM paru)

lobus manapun
21

Trauma penetrasi

Tergantung lokasi

atau pasca operasi

Staphylococcus aureus, Staphylococcus


epidermidis, Streptococcus sp,
Enterobacter, Clostridium sp.

w9

Pasien dengan

Sering Abses

Aspergillus sp, Peptostreptococcus sp,

imunosupresi

multipel, berbagai

Bacteroides sp, Haemophilus sp,

lobus dapat terkena

Staphylococcus.

Sering Abses

Toxoplasma gondii, Criptococcus

multipel, berbagai

neoforman, Listeria, Mycobacterium sp,

lobus dapat terkena

Candida, Aspergillus

Pasien AIDS

III.5 Patofisiologi
Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar
otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma
kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap
bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang
perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.5
Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi
lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik
perdarahan.Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada
pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses.Astroglia, fibroblas dan makrofag
mengelilingi jaringan yang nekrotikan.Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama
kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris.Tebal
kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi
perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :5
22

1) Stadium serebritis dini (Early Cerebritis)


Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymofonuklear leukosit, limfosit
dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada hari pertama dan
meningkat pada hari ke 3.Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh
darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi.Peradangan perivaskular ini disebut
cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekita otak dan peningkatan efek massa karena
pembesaran abses.5

2) Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis)


Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti.Daerah pusat nekrosis
membesar oleh karena peningkatan acellular debris dan pembentukan nanah karena
pelepasan enzim-enzim dari sel radang.Di tepi pusat nekrosis didapati daerah sel radang,
makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang terpencar. Fibroblast mulai
menjadi reticulum yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema otak
menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar.5

3) Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation)


Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris dan fibroblast
meningkat dalam pembentukan kapsul.Lapisan fibroblast membentuk anyaman reticulum
mengelilingi pusat nekrosis.Di daerah ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh
karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi putih dibandingkan substansi
abu.Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan tengah memungkinkan abses
membesar ke dalam substansi putih.Bila abses cukup besar, dapat robek ke dalam

23

ventrikel lateralis.Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah anyaman reticulum yang


tersebar membentuk kapsul kolagen, reaksi astrosit di sekitar otak mulai meningkat.
4) Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation)5
Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran
histologis sebagai berikut:5
Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang.
Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast.
Kapsul kolagen yang tebal.
Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang berlanjut.
Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.
Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah
ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis. Infeksi jaringan
fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel nasal dan abses
apikal dental dapat menyebabkan AO yang berlokasi pada lobus frontalis.Otitis media,
mastoiditis terutama menyebabkan AO lobus temporalis dan serebelum, sedang abses
lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen.5

Respon Imunologik pada Abses Otak.


Setelah kuman telah menerobos permukaan tubuh, kemudian sampai ke susunan
saraf pusat melalui lintasan-lintasan berikut.Kuman yang bersarang di mastoid dapat
menjalar ke otak perkuntinuitatum.Invasi hematogenik melalui arteri intraserebral
merupakan penyebaran ke otak secara langsung.2
Ada penjagaan otak khusus terhadap bahaya yang dating melalui lintasan
hematogen, yang dikenal sebagai sawar darah otak atau blood brain barrier.Pada toksemia
24

dan septicemia, sawar darah otak terusak dan tidak lagi bertindak sebagai sawar
khusus.Infeksi jaringan otak jarang dikarenakan hanya bakterimia saja, oleh karena
jaringan otak yang sehat cukup resisten terhadap infeksi.Kuman yang dimasukkan ke
dalam otak secara langsung pada binatang percobaan ternyata tidak membangkitkan
abses sereebri/ abses otak, kecuali apabila jumlah kumannya sangat besar atau sebelum
inokulasi intraserebral telah diadakan nekrosis terlebih dahulu. Walaupun dalam banyak
hal sawar darah otak sangat protektif, namun ia menghambat penetrasi fagosit, antibody
dan antibiotik. Jaringan otak tidak memiliki fagosit yang efektif dan juga tidak memiliki
lintasan pembuangan limfatik untuk pemberantasan infeksi bila hal itu terjadi. Maka
berbeda dengan proses infeksi di luar otak, infeksi di otak cenderung menjadi sangat
virulen dan destruktif.2
III.6 Manifestasi Klinis
Pada stadium awal gambaran klinik AO tidak khas, terdapat gejala-gejala infeksi seperti
demam, malaise, anoreksi dan gejalagejala peninggian tekanan intrakranial berupa muntah, sakit
kepala dan kejang. Dengan semakin besarnya abses otak gejala menjadi khas berupa trias abses
otak yang terdiri dari gejala infeksi(demam, leukositosis), peninggian tekanan intracranial(sakit
kepala, muntah proyektil, papil edema) dan gejala neurologik fokal(kejang, paresis, ataksia,
afaksia)1
Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala neurologik seperti
hemikonvulsi,

hemiparesis,

hemianopsia homonim disertai kesadaran yang

menurun

menunjukkan prognosis yang kurang baik karena biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke
dalam kavum ventrikel.1
Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan mengecap
didapatkan

disfasi,

defek

penglihatan

kwadran

alas

kontralateral

dan

hemianopsi

komplit.Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak atas dapat terjadi bila perluasan
abses ke dalam lobus frontalis relatif asimptomatik, berlokasi terutama di daerah anterior
sehingga gejala fokal adalah gejala sensorimotorik. Abses serebelum biasanya berlokasi pada
25

satu hemisfer dan menyebabkan gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri dan
nistagmus.Abses batang otak jarang sekali terjadi, biasanya berasal hematogen dan berakibat
fatal.1
III.7 Diagnosis
Diagnosis

ditegakkan

berdasarkan

anamnesis,

gambaran

klinik,

pemeriksaan

laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya.Selain itu penting juga untuk melibatkan
evaluasi neurologis secara menyeluruh, mengingat keterlibatan infeksinya.Perlu ditanyakan
mengenai riwayat perjalanan penyakit, onset, faktor resiko yang mungkin ada, riwayat kelahiran,
imunisasi, penyakit yang pernah diderita, sehingga dapat dipastikan diagnosisnya. 5
Pada pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan mengevaluasi status mental, derajat
kesadaran, fungsi saraf kranialis, refleks fisiologis, refleks patologis, dan juga tanda rangsang
meningeal untuk memastikan keterlibatan meningen.5
Pemeriksaan motorik sendiri melibatkan penilaian dari integritas sistem musculoskeletal
dan kemungkinan terdapatnya gerakan abnormal dari anggota gerak, ataupun kelumpuhan yang
sifatnya bilateral atau tunggal.5
Pada pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan darah perifer yaitu pemeriksaan
lekosit dan laju endap darah; didapatkan peninggian lekosit dan laju endap darah.Pemeriksaan
cairan serebrospinal pada umumnya memperlihatkan gambaran yang normal. Bisa didapatkan
kadar protein yang sedikit meninggi dan sedikit pleositosis, glukosa dalam batas normal atau
sedikit berkurang, kecuali bila terjadi perforasi dalam ruangan ventrikel.
Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intrakranial, dapat pula
menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral; tetapi dengan pemeriksaan ini tidak dapat
diidentifikasi adanya abses.Pemeriksaan EEG terutama penting untuk mengetahui lokalisasi
abses dalam hemisfer.EEG memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang lambat delta
dengan frekuensi 13 siklus/detik pada lokasi abses. Pnemoensefalografi penting terutama untuk
diagnostik abses serebelum.Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi abses di hemisfer.Saat ini,
pemeriksaan angiografi mulai ditinggalkan setelah digunakan pemeriksaan yang relatif
noninvasif seperti CT scan.Dan scanning otak menggunakan radioisotop tehnetium dapat
diketahui lokasi abses; daerah abses memperlihatkan bayangan yang hipodens daripada daerah
otak yang normal dan biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns.CT scan selain mengetahui
lokasi abses juga dapat membedakan suatu serebritis dengan abses. Magnetic Resonance
26

Imaging saat ini banyak digunakan, selain memberikan diagnosis yang lebih cepat juga lebih
akurat.1

Gambar 2. CT Scan Normal

27

Gambar 3. CT- Scan Abses serebri


Gambaran CT-scan pada abses :1

Early cerebritis (hari 1-3): fokal, daerah inflamasi dan edema.5

Gambaran CT-Scan :
Pada hari pertama terlihat daerah yang hipodens dengan sebagian gambaran seperti
cincin.Pada hari ketiga gambaran cincin lebih jelas sesuai dengan diameter serebritisnya.Didapati
mengelilingi pusat nekrosis.5

Late cerebritis (hari 4-9): daerah inflamasi meluas dan terdapat nekrosis dari zona central

inflamasi.5
Gambaran CT-Scan :
Gambaran cincin sempurna, 10 menit setelah pemberian kontras perinfus.Kontras masuk
ke daerah sentral dengan gambaran lesi homogen menunjukkan adanya cerebritis.5

Early capsule stage (hari 10-14): gliosis post infeksi, fibrosis, hipervaskularisasi pada

batas pinggir daerah yang terinfeksi. Pada stadium ini dapat terlihat gambaran ring enhancement.
Gambaran CT-Scan :5
28

Hampir sama dengan fase cerebritis, tetapi pusat nekrosis lebih kecil dan kapsul terlihat
lebih tebal.5

Late capsule stage (hari >14): terdapat daerah sentral yang hipodens (sentral abses) yang

dikelilingi dengan kontras - ring enhancement (kapsul abses)5


Gambaran CT-Scan :5
Gambaran kapsul dari abses jelas terlihat, sedangkan daerah nekrosis tidak diisi oleh
kontras. 5
Pemeriksaan CT scan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan prosedur diagnostik,
dikarenakan sensitifitasnya dapat mencapai 90% untuk mendiagnosis abses serebri. Yang perlu
dipertimbangkan adalah walaupun gambaran CT tipikal untuk suatu abses, tetapi tidak menutup
kemungkinan untuk didiagnosis banding dengan tumor (glioblastoma), infark, metastasis,
hematom yang diserap dan granuloma.1
Walaupun sukar membedakan antara abses dan tumor (glioblastoma, metastasis) dari CT
scan, ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk membedakan keduanya antara lain :
umur penderita, ketebalan ring (cicin tipis hanya 3-6 mm) dan biasanya uniform, diameter ring,
rasio lesi dan ring. Pada kasus, kapsul bagian medial lebih tipis dari kapsul subkortikal. Hal ini
menunjukkan sedikitnya vaskularisasi dari massa putih dan menjelaskan mengapa daughter
abscess biasanya berkembang di medial.1
Abses serebri yang hematogen ditandai dengan adanya fokus infeksi (yang tersering dari
paru), lokasi pada daerah yang diperdarahi oleh arteri serebri media di daerah
perbatasan massa putih dan abu-abu dengan tingkat mortalitas yang tinggi.1
Sedangkan gambaran glioblastoma pada CT scan adalah adanya mixed density tumor,
ring enhancement yang berlekuk-lekuk disertai perifokal edema yang luas.1
III.8 Diagnosis Banding
Sebagai suatu lesi desak ruang (space-occupying lesion), abses otak dapat bermanifestasi
klinis hamper sama dengan suatu neoplasma maupun hematosubdural. Oleh karena itu,
diperlukan teknik diagnose yang menyeluruh agar terapi yang diberikan menjadi tepat.7

Tabel 2 Perbedaan Abses dan Tumor berdasarkan Neuroimaging

29

Abscess
Wall
Smooth, thin, regular
Thinner on inner aspect
Nodularity
If present, in inner border
T1
Hyperintense rim
T2
Hypointense rim
Meningeal enhancement Favours
Diffusion Imaging
High signal
Perfusion
imaging Normal signal due to
dynamic

Tumor
Thick, irregular
Thinner on outer aspect
Outer border

Not seen
Low signal
Low signal due high capillary

collagen and fibrosis in density in tumour


wall

III.9 Penatalaksanaan
Terapi definitif untuk abses melibatkan :2
1. Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema) yang dapat mengancam jiwa
2. Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses
3. Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi)
4. Pengobatan terhadap infeksi primer
5. Pencegahan kejang
6. Neurorehabilitasi
Penatalaksanaan awal dari abses otak meliputi diagnosis yang tepat dan pemilihan
antibiotik didasarkan pada pathogenesis dan organisme yang memungkinkan terjadinya
abses.Ketika etiologinya tidak diketahui, dapat digunakan kombinasi dari sefalosporin generasi
ketiga dan metronidazole.Jika terdapat riwayat cedera kepala dan pembedahan kepala, maka
dapat digunakan kombinasi dari napciline atau vancomycine dengan sephalosforin generasi
ketiga dan juga metronidazole. Antibiotik terpilih dapat digunakan ketika hasil kultur dan tes
sentivitas telah tersedia.2

Tabel 3. Prinsip Pemilihan Antibiotik pada Abses Otak


Etiologi
Antibiotik
Infeksi bakteri gram negatif, bakteri Meropenem
anaerob,

stafilokokkus

dan

30

stretokokkus
Penyakit jantung sianotik
Post VP-Shunt
Otitis
media,
sinusitis,
mastoiditis
Infeksi meningitis citrobacter

Penissilin dan metronidazole


Vancomycin dan ceptazidine
atau Vancomycin
Sefalosporin generasi ketiga,

yang secara umum

dikombinasi dengan terapi aminoglikosida


Pada abses terjadi akibat trauma penetrasi,cedera kepala, atau sinusitis dapat diterapi
dengan kombinasi dengan napsiline atau vancomycin, cefotaxime atau cetriaxone dan juga
metronidazole. Monoterapi dengna meropenem yang terbukti baik melawan bakteri gram negatif,
bakteri anaerob, stafilokokkus dan streptokokkus dan menjadi pilihan alternatif.Sementara itu
pada abses yang terjadi akibat penyakit jantung sianotik dapat diterapi dengan penissilin dan
metronidazole. Abses yang terjadi akibat ventrikuloperitoneal shunt dapat diterapi dengan
vancomycin dan ceptazidine.Ketika otitis media, sinusitis, atau mastoidits yang menjadi
penyebab dapat digunakan vancomycin karena strepkokkus pneumonia telah resisten terhadap
penissilin. Ketika meningitis citrobacter, yang merupakan bakteri utama pada abses local, dapat
digunakan sefalosporin generasi ketiga, yang secara umum dikombinasikan dengan terapi
aminoglikosida.Pada pasien denganimmunocompromised digunakan antibiotik yang berspektrum
luas dan dipertimbangkan pula terapi amphoterids.3

Tabel 4. Dosis dan Cara Pemberian Antibiotik pada Abses Otak


Drug Dose

Frekwensi dan rute

Cefotaxime (Claforan) 50-100 mg/KgBBt/Hari

2-3 kali per hari,


IV

31

Ceftriaxone (Rocephin)

2-3 kali per hari,

50-100 mg/KgBBt/Hari

IV

Metronidazole (Flagyl)

3 kali per hari,

35-50 mg/KgBB/Hari

IV

Nafcillin (Unipen, Nafcil)

setiap 4 jam,

2 grams

IV

Vancomycin

setiap 12 jam,

15 mg/KgBB/Hari

IV

Tabel 5. Terapi anti-mikroba pada pasien abses cerebri.

32

*dikutip dari Brain Abcess. The New England Medical Journal.Vol.371. No.5

Kebanyakan studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan steroid dapat mempengaruhi


penetrasi antibiotik tertentu dan dapat menghalangi pembentukan kapsul abses. Tetapi
33

penggunaannya dapat dipertimbangkan pada kasus-kasus dimana terdapat risiko potensial dalam
peningkatan tekanan intrakranial. Dosis yang dipakai 10 mg dexamethasone setiap 6 jam
intravenous, dan ditapering dalam 3-7 hari.7
Terapi optimal dalam mengatasi abses serebri adalah kombinasi antara antimikrobial dan
tindakan bedah. Pada studi terakhir, terapi eksisi dan drainase abses melalui kraniotomi
merupakan prosedur pilihan. Tetapi pada center-center tertentu lebih dipilih penggunaan
stereotaktik aspirasi atau MR-guided aspiration and biopsy. Tindakan aspirasi biasa dilakukan
pada abses multipel, abses batang otak dan pada lesi yang lebih luas digunakan eksisi.2
Pada beberapa keadaan terapi operatif tidak banyak menguntungkan, seperti: small deep
abscess, multiple abscess dan early cerebritic stage.Kebanyakan studi menunjukkan bahwa tidak
ada perbedaan bermakna diantara penderita yang mendapatkan terapi konservatif ataupun dengan
terapi eksisi dalam mengurangi risiko kejang.2
Antibiotik mungkin digunakan tersendiri, seperti pada keadaan abses berkapsul dan
secara umum jika luas lesi yang menyebabkan sebuah massa yang berefek terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial. Dan harus ditatalaksanakan dengan kombinasi antibiotik dan
aspirasi abses.3
Pembedahan secara eksisi pada abses otak jarang digunakan, karena prosedur ini
dihubungkan dengan tingginya angka morbiditas jika dibandingkan dengan teknik aspirasi.
Indikasi pembedahan adalah ketika abses berdiameter lebih dari 2,5 cm, adanya gas di dalam
abses, lesi yang multiokuler, dan lesi yng terletak di fosa posterior, atau jamur yang berhubungan
dengan proses infeksi, seperti mastoiditis, sinusitis, dan abses periorbita, dapat pula dilakukan
pembedahan drainase. Terapi kombinasi antibiotik bergantung pada organisme dan respon
terhadap penatalaksanaan awal.Tetapi, efek yang nyata terlihat 4-6 minggu.5
Penggunaan antikonvulsan dipengaruhi juga oleh lokasi abses dan posisinya terhadap
korteks. Oleh karena itu kapan antikonvulsan dihentikan tergantung dari kasus per kasus
(ditetapkan berdasarkan durasi bebas kejang, ada tidaknya abnormalitas pemeriksaan neurologis,
EEG dan neuroimaging).

34

III.10 Komplikasi
Abses otak menyebabkan komplikasi:5
1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid
2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus
3. Edema otak
4. Herniasi oleh massa Abses otak
III.11 Prognosis
Angka kematian yang dihubungkan dengan abses otak secara signifikan berkurang,
dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI dan antibiotic yang tepat, serta manajemen
pembedahan merupakan faktor yang berhubungan dengan tingginya angka kematian, dan waktu
yang mempengaruhi lesi, abses mutipel, kesadaran koma dan minimnya fasilitas CT-Scan. Angka
harapan yang terjadi paling tidak 50% dari penderita, termasuk hemiparesis, kejang,
hidrosefalus, abnormalitas nervus kranialis dan masalah-masalah pembelajaran lainnya. 6
Prognosis dari abses otak ini tergantung dari:
a. Cepatnya diagnosis ditegakkan
b. Derajat perubahan patologis
c. Soliter atau multipel
d. Penanganan yang adekuat.
Dengan alat-alat canggih dewasa ini AO pada stadium dini dapat lebih cepat didiagnosis
sehingga prognosis lebih baik. Prognosis AO soliter lebih baik dan mu1tipel. Defisit fokal dapat
membaik, tetapi kejang dapat menetap pada 50% penderita (Adam & Maurice, 2003).6

DAFTAR PUSTAKA

35

1. Sudewi, AA Raka, dkk. Abses Serebri. Infeksi pada system saraf PERDOSSI. Hal 21-27.
Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair. 2011.
2. Misbach, H Jusuf, dkk. Serebritis dan Abses Otak. Buku Pedoman SPM dan SPO Neurologi
PERDOSSI. hal 27-29. Jakarta: 2006.
3. Mardjono, Mahar, dkk. Abses Serebri. Neurologi Klinis Dasar.hal 320-321. Jakarta: Dian
Rakyat. 2008.
4. Miranda, H.A., et al.(2013). Brain abscess: Current management. J Neurosci Rural Pract.
2013

Aug;

4(Suppl

1):

S67S81.(Internet).Available

at

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3808066/. (Accessed on April 28th 2015)


5. Hakim, Adril Arsyad. Abses Otak. Dep Bedah FK USU/ SMF Bedah Saraf RSUP H Adam
Malik Medan.Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 No. 4. Sumatera Utara: Desember
2005. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15591/1/mkn-des2005-%20(9).pdf
6. Adams RD, Mauice V., 2003, Brain Abscess. In Principles of Neurology. 5th ed.
USA:McGraw-Hill
7. Falah nurul. Abses Otak

diakses pada tanggal 20 september 2015 , Available at

http://id.scribd.com/doc/70275247/Abses-Otak
8. Brouwer, M.C., Tunkel, A.R., McKhan, G.M et al. (2014). Brain Abcess. The New England
Medical Journal.Vol.371. No.5

36

Anda mungkin juga menyukai