Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

VENTRICULAR SEPTAL DEFECT (VSD)

Pembimbing:
dr. Tri Yanti R, Sp.A(K)

Disusun Oleh:
Nurul Irawati Hamzah
030.10.212

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 19 OKTBER 26 DESEMBER 2015

LEMBAR PENGESAHAN

Nama

: Nurul Irawati Hamzah

NIM

: 030.10.212

Universitas

: Universitas Trisakti

Fakultas

: Kedokteran

Tingkat

: Kepanitraan Klinik

Bidang Pendidikan

: Ilmu Kesehatan Anak

Periode Kepaniteraan Klinik : Periode 19 Oktober 26 Desember 2015


Judul Laporan Kasus

: Ventrikel Septum Defek DCSA

TELAH DIPERIKSA dan DISETUJUI TANGGAL :

Menyetujui,

dr. Tri Yanti R Sp.A(K)

BAB I
PENDAHULUAN
Tubuh manusia terdiri dari berbagai sistem, diantaranya adalah sistem kardiovaskuler.
Sistem ini menjalankan fungsinya melalui organ jantung dan pembuluh darah. Dimana organ
yang memiliki peranan penting dalam hal ini adalah jantung yang juga merupakan organ
besar dalam tubuh. Jantung adalah organ berupa otot berbentuk kerucut. Fungsi utama
jantung adalah untuk memompakan darah ke seluruh tubuh dengan cara mengembang dan
menguncup yang disebabkan oleh karena adanya rangsangan yang berasal dari susunan
saraf otonom. Seperti pada organ-organ yang lain, jantung juga dapat mengalami kelainan
ataupun disfungsi. Sehingga muncullah penyakit jantung yang dapat dibedakan dalam dua
kelompok, yaitu penyakit jantung didapat dan penyakit jantung bawaan.
Penyakit jantung bawaan adalah kelainan struktural jantung yang kemungkinan terjadi
sejak lahir dan beberapa waktu setelah bayi dilahirkan. Salah satu jenis penyakit jantung yang
tergolong penyakit jantung bawaan adalah VSD (Ventrikel Septal Defek) merupakan kelainan
jantung bawaan nonsianotik yang paling sering ditemukan. Ventrikel Septal Defek adalah
kelainan jantung bawaan berupa lubang pada septum interventrikuler. Lubang tersebut dapat
hanya satu atau lebih yang terjadi akibat kegagalan fusi septum interventrikuler semasa janin
dalam kandungan. Kebocoran ini terjadi karena kelambatan dalam pertumbuhannya. VSD
merupakan penyakit jantung bawaan yang paling sering ditemukan yaitu sekitar 30-60%
pada bayi baru lahir dengan penyakit jantung bawaan. Pada sebagian besar kasus
penyebabnya tidak diketahui.
Pada sebagian kasus, diagnosis kelainan ini ditegakkan setelah melewati masa
neonatus, karena pada minggu-minggu pertama kehidupan belum terdengar bising yang
bermakna karena resistensi vascular paru masih tinggi dan akan menurun setelah 8-10
minggu.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi,


dan pemeriksaan radiologi seperti foto thoraks, ekokardiografi, dan angiografi jantung. Foto
thoraks dapat membantu diagnosis cacat jantung bawaan walaupun bukan merupakan
penentu diagnosis.

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RS PENDIDIKAN : RSUD KOTA BEKASI
Nama Mahasiswa
NIM

STATUS PASIEN
: Nurul Irawati H
Pembimbing : dr. Tri Yanti R, Sp.A(K)
: 030.10.212
Tanda tangan :

BAB II
4

ILUSTRASI KASUS
I.

IDENTITAS
Data
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Suku bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Penghasilan
Keterangan

Pasien
Ayah
Ibu
An. N
Tn. D
Ny. N
2 tahun 7 bulan
31 tahun
25 tahun
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
TWA Blok S21, No.65, Bekasi
Islam
Islam
Islam
Sunda
SLTA
SLTA
Swasta
IRT
Hubungan dengan
orang tua : Anak
Kandung

II. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis kepada kedua orang tua pasien pada tanggal 18
November 2015 di kamar M1 Bangsal Melati RSUD Kota Bekasi.
a. Keluhan Utama :
Bibir dan kuku membiru disertai sesak sejak 1 jam SMRS.
b. Keluhan Tambahan:
Demam naik turun sejak 2 minggu SMRS, batuk berdahak dan pilek sejak 1
minggu SMRS, penurunan nafsu makan.
c.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang diantar oleh ibunya ke poliklinik anak RSUD Bekasi dengan
keluhan bibir dan kuku membiru disertai sesak sejak 1 jam SMRS, keluhan ini
akan bertambah berat apabila pasien menangis. Pasien mengalami demam sejak 2
minggu SMRS, demam naik turun. Pasien juga mengalami batuk berdahak dan
pilek sejak 1 minggu SMRS. Nafsu makan pada pasien juga berkurang. Satu
minggu sebelum masuk rumah sakit (9 November 2015) pasien sempat kontrol ke
poliklinik anak RSUD Bekasi dan dilakukan pemeriksaan laboratorium yang
menunjukan hasil trombosit menglami penurunan 112.000/uL.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


Penyakit
Alergi

Umur
-

Penyakit
Difteria

Umur
-

Penyakit
Jantung

Umur
1 tahun
5

Cacingan
DBD
1 tahun
Thypoid
Otitis
Parotis
-

Diare
Kejang
Maag
Varicela
Asma

1 tahun
-

Ginjal
Darah
Radang paru
Morbili
Tuberkulosis

-.

paru
September 2014 rawat di PICU RSUD Kota Bekasi selama 3 hari karena
kejang dan DBD.
Oktober 2014 ( usia 1 tahun 6 bulan) kontrol Poliklinik RSUD Kota Bekasi
post rawat inap dan tampak sesak disertai biru pada bibir dan kuku, dilakukan
echokardiografi dan di diagnosa PJB minta rujukan ke RS. Harapan Kita,
kontrol rutin setiap bulan. Pasien sudah dijadwalkan operasi pada bulan Juli
2016.

e.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Didalam keluarga tidak ada yang mengalami hal yang sama seperti pasien.

f.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :


KEHAMILAN
KELAHIRAN

Morbiditas kehamilan
Perawatan antenatal
Tempat kelahiran
Penolong persalinan
Cara persalinan
Masa gestasi

Tidak ada
Periksa rutin ke bidan
Bidan
Bidan
Normal
33 minggu
BBL : 2100 gram

Keadaan bayi

PB : 48 cm
Pasien dirawat di Perinatologi
RSUD Kota Bekasi karena lahir
prematur dan mengalami

demam tinggi.
Kesan : Riwayat kehamilan dan riwayat kelahiran pasien prematur.
g.

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :


Pertumbuhan gigi I :
11 bulan
(normal: 5-9 bulan)
Tengkurap
:
3 bulan
(normal: 3-4 bulan)
Duduk
:
1tahun 5bulan (normal: 6 bulan)
Berdiri
:
(normal: 9-12 bulan)
6

Berjalan
:
(normal: 13 bulan)
Bicara
:
(normal: 9-12 bulan)
Baca dan Tulis
:
Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien terhambat

h. Riwayat Makanan
Umur

ASI/PASI

Buah/biscuit

Bubur susu

Nasi tim

(bulan)
(sereal)
0-2
+/2-4
+/4-6
-/+
6-7
-/+
8-10
-/+
+
+
10-12
-/+
+
+
Kesan : Pasien selalu minum ASI sampai umur 3 bulan. Pasien mulai minum
susu formula dan sereal sejak berumur 4 bulan.
i.

Riwayat Imunisasi :
Vaksin
BCG
DPT
POLIO
CAMPAK
HEPATITIS

Dasar (umur)
1 bln
2 bln
Lahir
9 bln
Lahir

4 bln
2 bln 4 bln

Ulangan (umur)
6 bln

1 bln 6 bln

B
Kesan : Riwayat imunisasi dasar pada pasien belum lengkap.
j.

Riwayat Keluarga
Ayah
Ibu
Nama
Tn. D
Ny. N
Perkawinan ke
1
1
Umur
31
25
Keadaan kesehatan Sehat
Sehat
Kesan : Orangtua pasien dalam keadaan baik.

k. Riwayat Perumahan dan Sanitasi :


Pasien tinggal di rumah milik orangtua di lingkungan padat penduduk. Tinggal
bertiga dengan ibu dan bapak. Air limbah rumah tangga disalurkan dengan baik
dan tempat pembuangan sampah dekat dari tempat tinggal pasien.
Kesan: Kesehatan lingkungan pasien baik.
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum
b.

c.

: Tampak sakit sedang

Tanda Vital
Kesadaran
Frekuensi nadi
Frekuensi pernapasan
Suhu tubuh

: Compos mentis
: 120x/menit
: 24x/menit
: 37o C

Data antropometri
Berat badan
Tinggi badan

: 8.7 kg
: 95 cm

d.

e.

Kepala
Bentuk
Rambut
Mata

: Normocephali
: Rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata
: Conjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor,

RCL+/+, RCTL +/+


Hidung
: Bentuk normal, nafas cuping hidung -/-,terdapat hematom -.
Mulut
: Bibir kering - , tonsil T1/T1, faring hiperemis +.
Leher
: KGB dan kelenjar tiroid tidak teraba membesar.
Thorax
Inspeksi
: Pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-),
Palpasi
: Gerak nafas simetris, vocal fremitus simetris.
Perkusi
: Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi
: Suara nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/Cor BJ I & II normal, pansistolik murmur pada ICS III
parasternal kiri , gallop (-)

f.

g.
h.

Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi

: Perut datar
: Bising usus (+) normal 3x/menit
: Supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba

membesar
Perkusi
Kulit
Ekstremitas

: Shifting dullness (-), nyeri ketuk (-)


: Ikterik (-)
: Akral hangat, oedem (-),turgor kulit cukup, CRT< 2 detik.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a)

Echocardiography ( 16 November 2015 )

Hasil pemeriksaan:
- Sinus solirus
- AV VA kankordans
- All PV drainage to LA
9

Dilated LA/ LV
No ASD/ PDA seen
Mild AR
VSD DCSA mild 3mm L R
Prolaps RCC
Left aortic arch, no coarctation aorta
No pericardial affumon seen

Kesimpulan: VSD DCSA Mild


b) Laboratorium darah ( 16 November 2015)
Pemeriksaan
HEMATOLOGI
Darah Rutin DHF
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
IMUNOSEROLOGI
Widal
S. Typhi O
S. Paratyphi AO

Hasil

Satuan

Nilai Rujukan

2.5
9.7
28.1
114

Ribu/uL
g/dL
%
Ribu/uL

5-10
11-14.5
37-47
150-400

Negatif
Negatif

Negatif 1/80
Negatif 1/80

S. Paratyphi BO

Negatif

Negatif 1/80

S. Paratyphi CO

Negatif

Negatif 1/80

S. Typhi H

Negatif

Negatif 1/80

S. Paratyphi AH

Negatif

Negatif 1/80

S. Paratyphi BH

Negatif

Negatif 1/80

S. Paratyphi CH

Negatif

Negatif 1/80

V.RESUME
Pasien An.N, 2 tahun, 8,7 kg, datang diantar oleh ibunya ke poliklinik anak RSUD
Bekasi dengan keluhan bibir dan kuku membiru disertai sesak sejak 1 jam SMRS,
keluhan ini akan bertambah berat apabila pasien menangis. Pasien mengalami demam
sejak 2 minggu SMRS, demam naik turun. Pasien juga mengalami batuk berdahak dan
pilek sejak 1 minggu SMRS. Nafsu makan pada pasien juga berkurang. Pasien telah
didiagnosa menderita Penyakit Jantung Bawaan pada bulan Oktober 2014 saat berusia 1
tahun 6 bulan. Pasien rutin kontrol ke RS Harapan Kita setiap bulan dan sudah
dijadwalkan untuk operasi pada bulan Juli 2016.

10

Pada pemeriksaan fisik didapatkan mata: konjungtiva anemis +/+, tenggorokan:


faring hiperemis +, dan auskultasi thorax terdengar pansistolik murmur pada ICS III
parasternal kiri. Pada pemeriksaan penunjang echokardiografi terdapat kesan VSD
DCSA mild, dan laboratorium darah Leukosit 2.500/uL, Hb 9.7 g/dL, Ht 28.1%,
Trombosit 114.000/uL.
VI. DIAGNOSIS KERJA
VSD DCSA mild
Prolonged Fever dd/ DHF
VII.PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa
Edukasi orang tua pasien tentang penyakit yang diderita oleh anaknya
Rawat Inap
Medikamentosa
Pasang NGT
IVFD RL
Inj Meropenem 2x200mg iv
Sanmol 100mg k/p
Seri DHF/ 2 hari
Transfusi PRC 100cc
Lasix extra 8mg iv
Susu 8 x 100cc 150cc
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam
Ad fungsionam
Ad sanationam

: dubia ad bonam
: dubia ad malam
: dubia ad malam

11

12

FOLLOW UP

S
O

A
P

16/11/2015
Batuk, pilek, demam naik
turun
- KU: TSS
- Kesadaran : somnolen
- Nadi: 130x/menit
- Napas terpasang Nasal
Kanul O2 1L, RR: 32x/m
- Suhu: 37.5oC
- Thorax:
Inspeksi: retraksi (-)
Auskultasi:
Pansistotik
murmur
pada ICS III parasternal
kiri
ronki -/-, wheezing -/-

17/11/2015
Panas naik turun

18/11/2015
Panas naik turun, sesak (+),
mencret
KU: TSS
KU: TSS
- Kesadaran : CM
- Kesadaran : CM
- Nadi: 120x/menit
- Nadi: 110x/menit
- Napas terpasang Nasal - Napas terpasang Nasal
Kanul O2 1L, RR: 34x/m
Kanul O2 1L, RR: 34x/m
- Suhu: 38oC
- Suhu: 37oC
- Thorax:
- Thorax:
Inspeksi: retraksi (-)
Inspeksi: retraksi (-)
Auskultasi:
Auskultasi:
Pansistolik
murmur Pansistolik murmur pada
pada ICS III parasternal ICS III parasternal kiri
kiri
ronki -/-, wheezing -/ronki -/-, wheezing -/-

VSD DCSM
Prolonged Fever
Pasang NGT
IVFD RL
Inj Meropenem 2x200mg

VSD DCSM
Prolonged Fever
NGT terpasang
IVFD RL
Inj Meropenem 2x200mg

VSD DCSM
Prolonged Fever
NGT terpasang
IVFD RL
100cc NaCl 3% dalam

iv (1)
Sanmol 100mg k/p
Seri DHF/ 2 hari
Transfusi PRC 100cc
Lasix extra 8mg iv
Susu 8 x 100cc 150cc

iv (2)
Sanmol 100mg k/p
Rencana Foto Thorax AP

infus Maintenance
Inj Meropenem 2x200mg
iv (3)
Sanmol 100mg k/p
Ambroxol syr 3x1/2 cth
L Bio 2x1 sach
L zinc 2x1 cth
Inhalasi/ 8 jam , ventolin
1cc: NaCl 0.9% 2cc
GDS 139
Na 126
K 3.1
Cl 85

19/11/2015

20/11/2015

21/11/2015

Demam turun, mencret (-)

Batuk berdahak (+)

Batuk berdahak (+)

KU: TSS
- Kesadaran : CM

KU: TSS
- Kesadaran : CM

KU: TSS
- Kesadaran : CM
13

A
P

- Nadi: 110x/menit
- Napas terpasang Nasal
Kanul O2 1L, RR: 34x/m
- Suhu: 37oC
- Thorax:
Inspeksi: retraksi (-)
Auskultasi:
Pansistolik
murmur
pada ICS III parasternal
kiri
ronki -/-, wheezing -/VSD DCSM
Prolonged Fever
NGT terpasang
IVFD RL
Inj Meropenem 2x200mg
iv (4)
Sanmol 100mg (k/p)
Ambroxol syr 3x1/2 cth
L Bio 2x1 sach
L zinc 2x1 cth
Inhalasi/ 8 jam , ventolin

- Nadi: 110x/menit
- Napas terpasang Nasal
Kanul O2 1L, RR: 34x/m
- Suhu: 37oC
- Thorax:
Inspeksi: retraksi (-)
Auskultasi:
Pansistolik murmur pada
ICS III parasternal kiri
ronki +/+, wheezing -/-

- Nadi: 110x/menit
- Napas terpasang Nasal
Kanul O2 1L, RR: 34x/m
- Suhu: 37oC
- Thorax:
Inspeksi: retraksi (-)
Auskultasi:
Pansistolik murmur pada
ICS III parasternal kiri
ronki -/-, wheezing -/-

VSD DCSM
Prolonged Fever
Venflon
Inj Meropenem 2x200mg iv

VSD DCSM
Prolonged Fever
Venflon
Inj Meropenem 2x200mg

(5)
Sanmol 100mg k/p
Ambroxol syr 3x1/2 cth
L Bio 2x1 sach
Aff NGT

iv (5)
Sanmol 100mg k/p
Ambroxol syr 3x1/2 cth
L Bio 2x1 sach

1cc: NaCl 0.9% 2cc


L

Persiapan pulang

BAB III
ANALISIS KASUS
Daftar Masalah
Bibir dan kuku membiru

Teori
Pada VSD dijumpai lubang di bagian septum yang
memisahkan kedua ventrikel di ruang bawah jantung.
Lubang ini memungkinkan darah yang kaya oksigen dari
ventrikel kiri untuk bercampur dengan darah yang miskin
14

oksigen dari ventrikel kanan. Sianosis akan muncul saat


anak beraktivitas, makan/menyusu, atau menangis dimana
vasodilatasi sistemik (pelebaran pembuluh darah di seluruh
tubuh) muncul dan menyebabkan peningkatan shunt dari
Sesak

kanan ke kiri (right to left shunt).


Adanya lubang pada septum maka darah akan bercampur di
ventrikel kanan dan mengalir kembali ke paru-paru. Ini
berarti bahwa ventrikel kanan dan kiri bekerja lebih keras,
memompa volume lebih banyak darah daripada biasanya.
Akibat jumlah darah didalam pembuluh darah paru-paru
meningkat dapat menyebabakan sesak nafas.

ISPA

Pada PJB asianotik, peningkatan beban volume dan beban


tekanan pada jantung membuat aliran darah ke jantung
menjadi bertambah. Bertambahnya volume darah dalam
paru-paru menurunkan kelenturan pulmonal dan menaikkan
kerja pernafasan. Peningkatan tekanan intravaskuler pada
kapiler paru menyebabkan edema paru. Edema paru ini yang
menyebabkan gejala ISPA pada anak.
Bayi dan anak dengan PJB dengan pirau kiri kanan sering
mendapat infeksi saluran napas, dan bila terkena akan lebih
lama sembuh daripada anak normal.

Daftar Masalah
Gangguan
kembang

Teori
tumbuh Malnutrisi pada anak penderita penyakit jantung bawaan
dipengaruhi oleh banyak faktor dan terjadi apabila asupan
gizi tidak mampu memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuhnya. Selain itu anomali kongenital atau genetik, serta
absorbsi yang kurang baik pada saluran pencernaan akibat
gagal jantung juga dapat menyebabkan malnutrisi pada
anak-anak. Penderita penyakit jantung bawaan juga
membutuhkan

kalori

yang

lebih

tinggi

untuk

mempertahankan fungsi miokardium, fungsi respirasi, dan


15

fungsi neuro-humoral. Faktor-faktor yang mempengaruhi


rendahnya pemasukan kalori pada PJB kemungkinan
disebabkan oleh hilangnya nafsu makan, sesak napas,
kelelahan, muntah yang berlebihan, infeksi saluran napas,
anoreksia dan asidosis

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
DEFEK SEPTUM VENTRIKEL
I.

EMBRIOLOGI DAN ANATOMI


Pembagian ventrikel tunggal menjadi ventrikel kiri dan kanan terjadi antara minggu

ke 4 dan minggu ke 8 kehidupan mudigah, bersamaan dengan pembagian atrium tunggal


menjadi atrium kiri dan kanan. Septum ventrikel yang pertama terbentuk adalah pars
membranasea, yang kemudian bergabung dengan endocardial cushion dan bulbus kordis
16

(bagian proksimal trunkus arteriosus). Pars muskularis septum kemudian mulai terbentuk,
bersama dengan pertumbuhan lebih lanjut bulbus kordis dan endocardial cushion.1 Hasil akhir
perkembangan ini adalah terbentuknya septum ventrikel pars membranasea dan pars
muskularis, serta katup mitral yang mempunyai kontak jaringan dengan aorta, sedangkan
katup tricuspid dan katup pulmonal terpisah. Salah bentuk pada proses ini dapat
menyebabkan lubang pada septum ventrikel, yang dapat terletak tinggi di atas krista
supraventrikularis, di bawah krista supraventrikularis pada pars membranasea, atau pada pars
muskularis septum. 6

Gambar 8. Sirkulasi pada defek septum ventrikel 3

II.

EPIDEMIOLOGI
Defek septum ventrikel (DSV) merupakan salah satu jenis PJB yang paling sering

ditemukan yakni sekitar 20% dari seluruh PJB.3


Di RSCM Jakarta selama 10 tahun ditemukan DSV sebanyak 33% dari semua PJB.
Meskipun DSV sering ditemukan sebagai defek tersendiri (isolated) namun tidak jarang
ditemukan merupakan bagian dari PJB kompleks seperti pada Tetralogi Fallot, transposisi
arteri besar (TAB) atau PJB kompleks yang lain.9
III.

KLASIFIKASI
Sampai sekarang klasifikasi defek septum bentrikel masih sering diperdebatkan.

Untuk tujuan penatalaksanaan medis dan bedah, berikut ini akan diuraikan klasifikasi
berdasarkan kelainan hemodinamik serta klasifikasi anatomik.2
1. Berdasarkan kelainan hemodinamik (fisiologi):
1.1.

Defek kecil dengan tahanan paru normal;

1.2.

Defek sedang dengan tahanan vascular paru normal/bervariasi;

1.3.

Defek besar dengan resistensi vaskular paru ringan sampai sedang;


17

1.4.

Defek besar dengan penyakit obstruksi vaskular paru (resistensi


vaskular paru yang tinggi).

Gambar 9. Klasifikasi hemodinamik DSV 4


2. Berdasarkan letak anatomis (letak defeknya):
Banyak klasifikasi yang telah dibuat. Salah satunya adalah klasifikasi yang di
buat oleh Forum Ilmiah Kardiologi Anak Indonesia yang membuat klasifikasi
DSV berdasarkan klasifikasi yang dibuat oleh Soto dkk, yaitu:
2.1.

Defek di daerah pars membranasea septum/infracristal, yang disebut


defek membrane atau lebih baik perimembran (karena hampir selalu mengenai
jaringan di sekitarnya). Merupakan defek paling sering ditemukan
(80%).Berdasarkan peluasan (ekstensi) defeknya, defek perimembran ini
dibagi lagi menjadi yang dengan perluasan ke outlet (jalan keluar ventrikel),
dengan perluasan ke inlet (dekat katup atrioventrikular), dan defek
perimembran dengan perluasan ke daerah trabekular.

2.2.

Defek muskular, yang dapat di bagi lagi menjadi defek muscular inlet,
defek muscular outlet, dan defek muscular trabekular

2.3.

Defek subarterial, terletak tepat di bawah kedua katup aorta dan


a.pulmonalis, karena itu disebut pula doubly commited subarterual VSD.
Defek ini dahulu disebut defek suprakristal, karena letaknya diatas krista
supraventrikularis. Beberapa penulis menyebutnya pula sebagai defek
subpulmonik, atau defek Oriental, karena banyak terdapat di Jepang dan
Negara-negara Timur jauh. Yang penting pada defek ini adalah bahwa katup
aorta dan katup a.pulmonalis terletak pada ketinggian yang sama, dengan
defek septum ventrikel tepat berada di bawah katup tersebut (dalam keadaan
18

normal, katup pulmonal lebih tinggi daripada katup aorta, sehingga pada defek
perimembran lubang terletak tepat di bawah katup aorta namun jauh dari katup
pulmonal).

Gambar 10. Jenis letak defek pada DSV 2


Klasifikasi

anatomik

ini

dapat

dibuat

dengan

pemeriksaan

ekokardiografi yang teliti. Klasifikasi ini penting, selain untuk member


informasi prakateterisasi, juga membantu ahli bedah untuk merencanakan
terapi bedah. Di samping itu, pada defek subarterial angka kejadian
insufisiensi aorta akibat prolaps daun katup aorta cukup tinggi.
Defek septum ventrikel biasanya bersifat tunggal, namun dapat berupa
defek multipel, khususnya defek yang terdapat pada pars muskularis septum.
Defek septum ventrikel muscular multipel disebut pula sebagai Swiss cheese
ventricular septal defects. Pirau pada defek septum ventrikel pada umumnya
terjadi dengan arah dari ventrikel kiri ke kanan. Akan tetapi terdapat defek
septum ventrikel perimembran yang memiliki pirau dari ventrikel kiri ke arah
atrium kanan yang disebut Gerbode defect, suatu kelainan yang jarang
ditemukan.
Defek septum ventrikel dapat merupakan kelainan yang berdiri sendiri
atau defek septum ventrikel murni (isolated ventricular septal defect), atau
dapat pula ditemukan bersama kelainan jantung bawaan lain, dari yang paling
sedrehana misalnya stenosis pulmonal, duktus arteriosus persisten, koarktasio
aorta, atau bagian dari kelainan yang kompleks seperti tetralogi Fallot, atresia
pulmonal, transposisi arteri besar. Pembahasan pada makalah ini dibatasi pada
defek septum ventrikel murni.
IV.

MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis defek septum ventrikel sangat bervariasi, dari yang asimptomatis

sampai gagal jantung yang berat disertai dengan gagal tumbuh (failure to thrive). Manifestasi
19

klinis ini sangat bergantung kepada besarnya defek, derajat pirau dari kiri ke kanan serta
status resistensi vaskularisasi paru. Letak defek biasanya tidak mempengaruhi manifestasi
klinis.
A.

DEFEK SEPTUM VENTRIKEL KECIL 2

Hemodinamik
Pada defek kecil ini terjadi pirau kiri ke kanan yang tidak bermakna, sehingga tidak
terjadi gangguan hemodinamik. Dengan perkataan lain status kardiovaskular masih dalam
batas normal.
Manifestasi klinis
Pasien asimtomatik. Pada hari-hari pertama pasca lahir tahanan vaskular paru masih
tinggi, sehingga belum ada perbedaan tekanan yang bermakna antara ventrikel kiri dan
ventrikel kanan. Pada saat tersebut biasanya bising belum terdengar. Setelah bayi berumur 26 minggu, dengan penurunan tahanan vaskular paru terjadilah pirau kiri ke kanan, sehingga
terdengar bising yang klasik, yaitu bising pansistolik dengan pungtum maksimum di sela iga
3 dan 4 tepi kiri sternum. Bising ini menjalar ke sepanjang tepi kiri sternum. Derajat bising
dapat mencapai 4/6, disertai getaran bising/thrill yang dapat diraba pada garis sternalis kiri
bawah. Bising berupa nada yang tinggi sehingga dapat didengar dengan stetoskop diafragma.
Pada defek yang sangat kecil dan letaknya di pars muskularis, bising dapat terdengar hanya
pada fase awal sistolik (early systolic murmur) karena lubang defek tertutup saat kontraksi
dari ventrikel. Pertumbuhan pasien biasanya normal. kelainan ini dikenal pula dengan nama
maladie de Roger.5 Kira-kira 70% pasien dengan defek kecil menutup spontan dalam 10
tahun, sebagian besar dalam 2 tahun pertama.bila setelah 2 tahun defek tidak menutup, maka
kemungkinan menutup secara spontan adalah kecil.

Foto rontgen dada dan elektrokardiogram


Karena perubahan hemodinamik yang minimal, foto dada dan EKG biasanya normal.
Ekokardiografi
Struktur jantung tampak normal pada ekokardiografi 2 dimensi. Kadang dapat dilihat
defek yang kecil, tetapi pada umumnya defek kecil sulit dipastikan dengan ekokardiografi.
20

Ruang jantung dan arteri besar normal. dengan Doppler dan Doppler berwarna dapat
diperlihatkan arus abnormal dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan.
Kateterisasi jantung
Kateterisasi jantung tidak dilakukan pada defek kecil. Bila dikerjakan (misalnya raguragu atau terdapat kelainan lain), dapat ditemukan peningkatan saturasi oksigen setinggi
ventrikel kanan, yang biasanya minimal sehingga tidak dianggap bermakna. Adanya pirau
kiri ke kanan sering baru dapat dibuktikan dengan penembakan kontras dari ventrikel kiri.
Tekanan dalam ruang jantung dan pembuluh darah besar juga normal
Diagnosis banding
Defek septum ventrikel ini mungkin dapat dikacaukan dengan stenosis pulmonal.
Terdapatnya bising ejeksi sistolik, ejection click (pada stenosis pulmonal valvular) dan
gambaran EKG mudah menyingkirkan kelainan ini dari defek septum ventrikel. Waktu dan
kualitas bising defek septum ventrikel kecil mirip dengan bising insufisiensi mitral. Lokasi
pungtum maksimum dan penjalaran bising biasanya dapat membedakan kedua kelainan ini.
B.

DEFEK SEPTUM VENTRIKEL SEDANG DENGAN TAHANAN VASKULAR


PARU NORMAL
Pada defek ini ukuran defek berdiameter kurang dari setengah diameter orificium

aorta dan adanya perbedaan tekanan sistolik antara kedua ventrikel.


Pada defek sedang ini terjadi pirau kiri ke kanan yang cukup besar. Pirau yang cukup
besar ini akan diteruskan ke a.pulmonalis, akibatnya terjadi peningkatan aliran darah ke paru,
demikian pula darah yang kembali ke atrium kiri akan bertambah; akibatnya atrium kiri
melebar dan ventrikel kiri mengalami hipertrofi dan dilatasi. Dengan pertumbuhan pasien,
maka dapat terjadi beberapa kemungkinan, yakni: 8
1.defek mengecil, sehingga pirau kiri ke kanan berkurang. Pasien biasanya tampak
membaik.
2. defek menutup
3. terjadi stenosis infundibular sehingga pirau kiri ke kanan berkurang
4. defek tetap besar dengan pirau dari kiri ke kanan berlanjut, menyebabkan tekanan
yang selalu tinggi pada sirkulasi paru.

21

Manifestasi klinis
Pada saat lahir dan beberapa hari sesudahnya bayi masih tampak normal. pirau kiri ke
kanan mulai terjadi sekitar umur 2-6 minggu, sehingga gejala umumnya terlihat setelah umur
tersebut. Bayi menjadi takipne dengan toleransi latihan menurun, yang dapat dilihat dengan
berkurangnya kemampuan untuk minum terus-menerus selama waktu tertentu. Setelah
beberapa menit minum, bayi menjadi capek, takipne, dispne dengan retraksi sela iga,
suprasternal, dan epigastrium dengan atau tanpa napas cuping hidung. Segera terlihat pula
pertumbuhan bayi terlambat. Dan pasien seringkali menderita infeksi paru yang memerlukan
waktu lebih lama untuk sembuh. 5
Pada pemeriksaan fisis tampak bayi dengan berat badan yang berkurang untuk
umurnya dengan takipne dan/tanpa dispne. Hiperaktivitas ventrikel kiri dapat diraba. Getaran
bising mungkin teraba seperti pada defek kecil.

Bunyi jantung II tidak teraba. Pada auskultasi bunyi jantung I dan II normal.
Terdengar bising pansistolik, kasar di sela iga bawah tepi kiri sternum, yang menjalar ke
sepanjang sternum bahkan mungkin sampai ke punggung. Getaran bising/thrill dapat teraba
dengan pungtum maksimum di sela iga III-IV garis parasternal kiri, yang menjalar ke seluruh
prekordium. Bising pada defek septum ventrikel sedang merupakan salah satu bising yang
paling keras di bidang kardiologi. Dapat terdengar pula diastolic flow murmur di apeks akibat
banyaknya darah dari atrium kiri yang melintasi katup mitral saat diastolic. Dapat terjadi
gagal jantung dengan irama derap, ronki basah di basal paru, dengan atau tanpa tanda
bendungan vena sistemik. Edema palpebra dapat terlihat, tetapi edema tungkai biasanya tidak
ada pada bayi kecil dengan gagal jantung.8

Foto rontgen dada


Tampak kardiomegali akibat hipertrofi ventrikel kiri. Dilatasi atrium kiri sulit dilihat
pada foto AP. Corakan vaskular paru jelas bertambah. Jantung kanan relative normal.8
22

Elektrokardiografi
EKG hampir selalu memperlihatkan hipertrofi ventrikel kiri, tetapi pembesaran atrium
kiri lebih jarang ditemukan.

Ekokardiografi
Ekokardiografi 2D dapat mudah mendeteksi defek septum ventrikel sedang.
Disamping besarnya, lokasi defek juga dapat ditentukan dengan akurat. Doppler
memperlihatkan pirau kiri ke kanan melalui defek.
Kateterisasi jantung
Terdapatnya pirau kiri ke kanan yang besar dapat dibuktikan dengan peningkatan
saturasi oksigen di ventrikel kanan. Tekanan di ruang jantung kebanyakan kasus masih
normal, tetapi dapat pula terjadi peningkatan tekanan diastolic akhir di ventrikel kiri terutama
bila terdapat gagal jantung. Kateter kadang dapat dimasukan ke ventrikel kiri atau aorta dari
ventrikel kanan. Angiografi ventrikel kiri dapat memebri informasi letak dan perkiraan
besarnya defek.
Diagnosis banding
Duktus arteriosus persisten dapat dikacaukan dengan defek septum ventrikel sedang,
terutama pada masa neonatus, saat tahanan vaskular paru masih tinggi sehingga yang
terdengar adalah bising sistolik. Bising kontinu yang khas belum terdengar karena belum
terdapat perbedaan tekanan yang bermakna antara aorta dan a.pulmonalis pada saat diastol.
Pada anak yang lebih besar, adanya pulsus seler serta bising kontinu dapat cepat
membedakan duktus arteriosus persisten dari defek septum ventrikel. Defek atrioventrikularis
yang sering terdapat pada sindrom Down biasanya memberi gejala klinis mirip defek septum
ventrikel sedang atau besar. Elektrokardiografi pada sebagian besar kasus dapat membedakan
kedua kelainan tersebut; pada defek septum ventrikel sumbu QRS biasanya yang bormal
23

sedangkan pada defek atrioventrikularis murni terdapat deviasi sumbuh QRS ke kiri.
Pemeriksaan ekokardiografi dan Doppler dapat memastikan diagnosis.
C.

DEFEK

SEPTUM

VENTRIKEL

BESAR

DENGAN

HIPERTENSI

PULMONAL RINGAN SAMPAI SEDANG


Hemodinamik
Ukuran defek septum ventrikel kira-kira sebesar orificium aorta. Pasien dengan defek
besar mengalami pirau kiri ke kanan yang hebat, sedangkan tekanan di ventrikel kanan dan
a.pulmonalis mendekati tekanan sistemik. Di samping beban volume, ventrikel kanan juga
mengalami beban tekanan. Ini sering merupakan stadium awal dari hipertensi pulmonal yang
ireversibel.8
Manifestasi klinis
Gejala pasien golongan ini sama dengan golongan terdahulu, hanya lebih berat.
Toleransi latihan buruk, infeksi saluran pernapasan berulang lebih sering, pertumbuhan lebih
terganggu, dan gagal jantung sering dijumpai. Pada palpasi teraba hiperaktivitas ventrikel kiri
(karena adanya peningkatan volume overload pada ventrikel kiri) dengan atau tanpa
hiperaktivitas ventrikel kanan, pulmonary tapping, dan pada 50% kasus teraba getaran bising.
Pada bayi mungkin akan sulit membedakan antara hiperaktivitas dari ventrikel kanan atau
kiri. Auskultasi serupa dengan defek sedang, hanya bunyi jantung II mengeras akibat
tingginya tekanan a.pulmonalis dan adanya splitting. Bising pada defek ventrikel besar ini
sering tidak memenuhi seluruh fase systole (pansistolik murmur), seperti pada defek septum
ventrikel sedang, tetapi melemah pada akhir fase sistole. Hal ini disebabkan oleh peningkatan
tekanan ventrikel kanan akibat peningkatan resistensi vaskular paru sehingga terjadi tekanan
sistolik yang sama besarnya pada kedua ventrikel pada akhir systole.2
Elektrokardiogram
Sering ditemukan hipertrofi biventrikular. Mungkin juga terlihat pembesaran atrium
kiri, sedangkan pembesaran atrium kanan lebih jarang didapatkan.

24

Foto rontgen dada


Kardiomegali tampak lebih jelas. Pada foto AP dan lateral dapat dilihat pelebaran
ventrikel kiri, ventrikel kanan, atrium kiri, dan mungkin juga atrium kanan. Segmen pulmonal
jelas menonjol dengan corakan vaskular paru sangat meningkat.

Kateterisasi jantung
Terdapat peningkatan saturasi oksigen yang mencolok di ventrikel kanan. Kateter
kadang mudah masuk dari ventrikel kanan ke ventrikel kiri, bahkan ke aorta. Tekanan
a.pulmonalis meningkat, mendekat tekanan sistemik. Resistensi vaskular paru biasanya masih
rendah dengan rasio < 0.5 pada sebagian kasus; sebagian kecil mempunyai rasio pulmonal:
sistemik 0.5 0.75. sineangiografi ventrikel kiri dalam posisi oblik anterior kiri
memperlihatkan lokasi dan besarnya defek. Injek aorta perlu dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya duktus arteriosus persisten.
Diagnosis banding
Defek septum ventrikel besar harus dibedakan dengan defek dengan pirau kiri ke
kanan lain yang besar. Bila disertai gagal jantung, sering pembedaan secara klinis sulit dan
baru dipastikan setelah gagal jantungnya dapat diatasi. Ekokardiografi dapat dengan mudah
memastikan diagnosis.

25

D.

DEFEK SEPTUM VENTRIKEL BESAR DENGAN RESISTENSI VASKULAR


PARU TINGGI(OBSTRUKSI VASKULAR PARU)

Hemodinamik
Sebagian pasien defek septum ventrikel besar dengan hipertensi pulmonal ringansedang akan menjadi resistensi vaskular paru yang tinggi sehingga menjadi hipertensi
pulmonal yang ireversibel. Jarang sekali pasien mengalami obstruksi vaskular paru tanpa
melalui fase hiperkinetik/ringan-sedang. Pirau kiri ke kanan yang semula besar, dengan
meningkatnya tekanan ventrikel kanan, akan berkurang. Bila tekanan ventrikel sama dengan
tekanan sistemik, maka tidak terjadi pirau sama sekali, bahkan dapat terjadi pirau terbalik
(sindrom Eisenmenger).8
Manifestasi klinis
Biasanya pasien mengalami fase hipertensi pulmonal ringan-sedang/hiperkinetik
dengan toleransi latihan menurun, gangguan tumbuh kembang, infeksi saluran napas berulang
serta mungkin gagal jantung. Dengan meningkatnya tahanan vaskular paru, tekanan
a.pulmonalis meningkat sehingga pirau kiri ke kanan berkurang. Keluhan pasien
berkurangnya infeksi saluran napas berkurang, demikian takipne dan dispne. Toleransi latihan
menjadi lebih baik. Dengan berlanjutnya kerusakan vaskular paru, akhirnya terjadi pirau
terbalik, dari kanan ke kiri, sehingga pasien sianotik. Dalam tahapan ini kembali pasien
memperlihatkan toleransi latihan yang menurun, batuk berulang, dan infeksi saluran
pernapasan berulang dan gangguan pertumbuhan yang makin berat. 8
Pada pemeriksaan klinis biasanya ditemukan pasien dengan gizi kurang, sianotik, jarijari tabuh, deformitas dada yang jelas akibat pembesaran ventrikel kanan yang berat, dengan
aktivitas ventrikel kiri yang tidak begitu hebat. Aktivitas ventrikel kanan sangat meningkat
yang teraba di tepi kiri bawah sternum atau di sekitar xifoid. Pulmonary tapping teraba di tepi
kiri sternum atas. Bunyi jantung I dapat mengeras atau normal, sedangkan bunyi jantung II
sangat mengeras atau normal, sedangkan bunyi jantung II sangat mengaras dengan split
sempit, bahkan dapat terdengar tunggal. Bising yang terdengar adalah bising sistolik ejeksi di
tepi kiri sternum bawah atau tengah, dengan intensitas yang tidak begitu kuat (tanpa getaran
bising). Biasanya bising mid diastolic sudah tidak terdengar lagi, kecuali pada obstruksi
vaskular paru yang sangat berat dapat terdengar bising diastolik dini akibat insufisiensi
pulmonal (bising Graham-Steele).
Foto rontgen dada
26

Kardiomegali biasanya berkurang bila di bandingkan dengan defek besar tanpa


obstruksi vaskular paru, terutama akibat mengecilnya ventrikel kiri. Sebaliknya, pembesaran
jantung kanan lebih hebat, yang nyata pada foto lateral. A.pulmonalis utama dan cabangnya
mengalami dilatasi, tetapi pembuluh darah perifer berkurang (pruning). 7

Elektrokardiogram
Rekaman elektrokardiogram menggambarkan perubahan akibatnya berkurangnya
pirau kiri ke kanan dan bertambahnya tekanan di jantung kanan. Tampak hipertrofi ventrikel
kanan yang dominan, sedangkan hipertrofi ventrikel kiri berkurang di bandingkan pada saat
fase hipertensi pulmonal hiperkinetik. Pembesaran atrium kanan sering terlihat. Sumbu QRS
cenderung untuk deviasi ke kanan.

Kateterisasi jantung
Pada hipertensi pulmonal dengan obstruksi vaskular paru ini tidak ada lagi pirau kiri
ke kanan, bahkan sudah terjadi sedikit pirau pirau kanan ke kiri. Besar pirau bergantung pada
tahanan paru dan tahanan sistemnik. Dengan angiografi ventrikel kiri (jarang dilakukan bila
tekanan ventrikel kiri) juga dapat dibuktikan tidak adanya pirau yang bermakna ini.
Tekanan di ventrikel kanan dan a.pulmonalis meningkat, lebih kurang sama dengan
tekanan di ventrikel kiri. Pembuluh paru perifer tampak lebih kecil dan berkelok-kelok. Bila
terdapat hipertensi pulmonal dengan tahanan vaskular meningkat harus dilakukan uji
terhadap reaktivitas vaskular paru. Ini dapat dilakukan dengan inhalasi oksigen 100% atau
menyuntikan obat vasodilator seperti tolazolin ke dalam a.pulmonalis. bila vaskular paru
masih reaktif, maka pembuluh tersebut melebar sehingga tahanan vaskular paru menurun dan
menyebabkan terjadinya pirau kiri ke kanan dan /akan terjadi penurunan tekanan

27

a.pulmonalis. bila perubahan pembuluh darah sudah ireversibel, maka uji oksigen/tolazolin
ini tidak menyebabkan penurunan tekanan a.pulmonalis atau penambahan pirau kiri ke kanan.
Diagnosis banding
Setiap kelainnan pirau kiri ke kanan yang besar, pada masa anak dapat menimbulkan
hipertensi pulmonal. Termasuk dalam kelompok ini adalah duktus arteriosus persisten, defek
septum ventrikel, defek septum atrium, defek atrioventrikular, trunkus arteriosus, ventrikel
tunggal, transposisi arteri besar, dan double outlet right ventrikel.
Sering tanda dan gejala kelainan primer pelbagai kelainan tersebut sudah tidak jelas
bila telah terjadi hipertensi pulmonal dengan obstruksi vaskular paru. Demikian pula
gambaran EKG dan foto dada. Dalam hal ini, bila sebelumnya pasien belum pernah diperiksa,
diagnosis dapat ditegakkan dengan ekokardiografi.
V.

PROGNOSIS
Defek septum ventrikel adalah kelainan yang cenderung untuk mengecil dengan

bertambahnya umur, bahkan sebagian akan menutup spontan. Lebih kurang 75% pasien defek
septum ventrikel kecil akan menutup spontan dalam waktu 10 tahun. Sebagian besar
penutupan terjadi pada 2 tahun pertama; bila tidak terjadi penutupan setelah berumur 2 tahun
pertama, kemungkinan menutup spontan kecil. Seperti telah diterangkan, meskupin tidak
menutup, defek septum ventrikel kecil biasanya asimtomatik, dan pasien dapat diharapkan
hidup normal.2
Pasien dengan defek sedang atau besar menunjukan gejala semasa bayi. Bila dengan
atau tanpa penanganan pasien dapat hidup lebih dalam 2 tahun, pada umumya keluhan
berkurang, mungkin akibat mengecilnya defek , timbulnya hipertrofi infundibulum sehingga
pirau kiri ke kanan, atau terjadi obstruksi vaskular paru. Sebagian kecil pasien akan
mengalami gagal jantung kronik dengan hambatan tumbuh kembang yang berat. Kira-kira
50% pasien hipertensi pumonal bervariasi ringan-sedang (hiperkinetik) akan menjadi
hipertensi pulmonal berat, tetapi hanya sebagian kecil (10%) terjadi pada masa bayi dan anak
kecil. Dikatakan dalam kepustakaan bahwa lebih kurang 1% pasien mengalami kelainan
obstruksi vaskular paru sejak lahir (hipertensi pulmonal primer) 8
Penyebab utama kematian pada defek septum ventrikel adalah gagal jantung kronik
dan hipertensi pulmonal ireversibel. Pneumonia sering memperberat gagal jantung dan
mempercepat kematian. Pasien dengan defek kecil mempunyai risiko lebih tinggi unutk
menderita endokarditis bakterialis daripada pasien dengan defek besar. Angka kematian
28

keseluruhan untuk defek sedang dan besar, dengan penanganan medik dan bedah yang
adekuat, adalah sekitar 5%. 8
VI.

PENATALAKSANAAN
Beberapa sifat alamiah penyakit defek septum ventrikel perlu dipertimbangkan dalam

penanganan dalam penyakit ini: (1) Sebagian besar defek kecil akan menutup spontan,
sedangkan defek besar atau sedang cenderung untuk mengecil dengan sendirinya; (2) defek
besar dapat menyebabkan gagal jantung, biasanya pada bulan kedua kehidupan. Pasien yang
sampai umur 1 tahun tidak mengalami gagal jantung biasanya tidak akan mengalaminya
kemudian kecuali bila terdapat faktor lain seperti anemia atau pneumonia; (3) Perubahan
vaskular paru sudah dapat mulai terjadi dalam 6-12 bulan pertama kehidupan. Pada defek
berat, pada umur 2-3 tahun sudahdapat terjadi hipertensi pulmonal yang ireversibel. 2
Defek septum ventrikel kecil
Pasien defek septum ventrikel kecil tidak memerlukan penanganan medik atau bedah
apapun, kecuali pemberian antibiotic profilaksis untuk mencegah endokarditis pada tindakan
tertentu. Pasien harus terus diobservasi sampai defeknya menutup. 8
Defek septum ventrikel sedang dengan tahanan vaskular paru normal
Terapi medik. Bila pasien dalam keadaan gagal jantung diberikan terapi seperti biasa.
Setelah gagal jantung dapat diatasi, biasanya diperlukan digitalis (digoksin) dosis rumatan.
Sebagian besar kasus dapat diatasi secara dini, dan bila keadaan telah stabil dilakukan
kateterisasi untuk menilai keadaan hemodinamik dan kelainan pernyerta bila ada. Sebagian
kecil golongan ini tidak dapat diatasi dengan obat; anak tetap dalam keadaan gagal jantung
kronik atau failure to thrive. Pasien ini perlu koreksi bedah segera. 6
Terapi bedah. Pasien defek septum ventrikel sedang dengan tahanan vaskular paru
yang normal dengan tekanan a.pulmonalis kurang dari setengah tekanan sistemik, kecil
kemungkinannya untuk menderita obstruksi vaskular paru. Mereka hanya memerlukan terapi
medik, dan sebagian akan menjadi asimtomatik. Terapi bedah dipertimbangkan bila setelah
umur 4-5 tahun defek kelihatannya tidak mengecil dengan pemeriksaan kateterisasi ulang.
Defek Septum Ventrikel Besar dengan tahanan paru ringan- sedang/hiperkinetik
Terapi medik untuk golongan ini sama dengan pasien defek sedang dengan tahanan
paru normal. bila gagal jantung dapat diatasi, maka pasien harus diobservasi ketat untuk
29

menilai apakah terjadi perburukan penyakit vaskular paru. Kateterisasi diulang sekitar umur 2
tahun untuk menilai keadaan hemodinamik. Bila tidak ada perbaikan atau malah memburuk,
diperlukan koreksi bedah.
Defek Septum Ventrikel Besar dengan Hipertensi pulmonal
Pada pasien ini dilakukan uji oksigen atau tolazolin pada saat kateterisasi jantung.
Bila tahanan vaskular paru masih dapat menurun bermakna (ditandai dengan kenaikan
satirasi dan penurunan tekanan a.pulmonalis), maka perlu dilakukan operasi dengan segera.
Bila uji tersebut tidak menurunkan tahanan vaskular paru, atau bila telah terjadi sindrom
Eisenmenger, maka berarti pasien tidak dapat dioperasi, dan terapi yang diberikan hanya
bersifat suportif simtomatik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Clark EB, Mierop LHS. Development of The Cardiovasvular System. In: Moss
and Adams: Heart Disease in Infants, Children, and adolescents. 7 th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008.p.2-23.

30

2. Graham TP, Brender H, Spach M. Ventricular Septal Defect. In: Moss and Adams:
Heart Disease in Infants, Children, and adolescents. 7 th ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins; 2008.p.189-209.
3. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook Of
Pediatrics. 18th ed. Philadelphia: Saunders; 2007.p.1851-7; 1888-90.
4. Perloff JK. Clinical Recognition of Congenital Heart Disease. 15 th ed.
Philadelphia: Saunders; 2003.p.311-5.
5. Koenig P, Hijazi ZM, Zimmerman F. Essential Pediatric Cardiology. United
States: McGraw-Hill;2004.p.123-6.
6. Rudolph A. Congenital Disease of The Heart. 3 rd ed.UK: Wiley-Blackwell;
2009.p.148-51.
7. Hoffman JE. The Natural and Unnatural History of Congenital Heart Disease. UK:
Wiley-Blackwell; 2009.p.183-6.
8. Lisa C, Wahab SA. Dalam: Kardiologi Anak Penyakit Jantung Kongenital yang
Tidak Sianotik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2009.p.37-67.
9. Madiyono B. Rahayuningsih SE, Sukardi R. Penanganan Penyakit Jantung pada
Bayi

dan

Anak.

UKK

Kardiologi

IDAI.

Jakarta:Fakultas

Kedokteran

Indonesia;2005.p.1-8.
10. Usman A. Kelainan Kardiovaskular. Dalam: Buku Ajar Neonatologi. 1st ed.
Jakarta:Badan Penerbit IDAI;2008.p.31-9.

31

Anda mungkin juga menyukai