Anda di halaman 1dari 38

PERTUMBUHAN BADAN TERLAMBAT DAN PERUT MEMBUNCIT

Ketua

Rista Triana K

1102014228

Sekertaris

Meutia Sandia M.

1102014154

Anggota

Raras Mayang K.

1102010231

Sandi Rizki A.

1102012260

Muhammad Luthfi D.

1102014158

Rizkya Farhan K.A

1102014233

Siti Alya Z.

1102014251

Syafhira Ayu A.

1102014258

Wisnuarto Sarwono

1102014282

SKENARIO

LEKAS LELAH DAN PERUT MEMBUNCIT


Seorang anak laki-laki , usia 5 tahun, dibawa orang tuanya ke dokter praktek umum dengan
keluhan pertumbuhan badan terlambat bila dibandingkan dengan teman sebayanya. Keluhan
tersebut baru disadari orangtuanya sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan disertai perut membuncit,
lekas lelah, dan sesak nafas.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal. TB=98cm,
Pemeriksaan
Nilai normal
BB=13kg,konjungtiva
pucat,sklera ikterik, danKadar
splenomegali scufner II

Hemoglobin (Hb)
Hematokrit ( Ht)
Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
Leukosit
Trombosit
Retikulosit
Sediaan Apus darah Tepi

9 g/dl
11,5-15,5 g/dL
35%
34-40%
5 x 106 l
3,9-5,3 x 10 6l
65 fL
75-87 fL
13 pg
24-30 pg
19%
32-36%
8000/l
5000-14.500/l
260.000/l
250.000-450.000/ l
2%
0,5-1,5%
Eritrosit mikrositik hipokrom, anisopoikilositosis, sel target (+),polikromasi ,fragmentosit (+),eritrosit
berinti (+)

KATA-KATA SULIT
Splenomegali Scufner II

: Pembesaran Limfa pada umbilicus medial

Anisopoikilositosis
tidak sama.

: Morfologi abnormal yang ditandai bentuk dan ukuran yang

Fragmentosis
dalam

: Keadaan dimana eritrosit pecah dan membentuk fragmen


keadaan thalasemia

Polikromasi
Sel Target
sasaran
Retikulosit

: Eritrosit memiliki warna yang beragam


: Kelainan morfologi pada sel eritrosit yang bentuknya seperti
tembak
: Eritrosit muda yang masih memiliki inti,yang
menunjukan retikulobasofilik pada pewarnaan vital

Eritrosit Mikrositik Hipokrom

: Eritrosit yang berukuran kecil dan mengandung

hemoglobin dalam jumlah kurang dari normal.

PERTANYAAN DAN JAWABAN


1. Mengapa tubuh pasien pertumbuhannya terhambat ?
2. Mengapa terjadi splenomegali pada pasien ?
3. Mengapa perut pasien membuncit ?
4. Mengapa pasien sklera ikterik ?
5. Mengapa pasien sesak nafas ?
6. Mengapa ditemukan sel target , retikulosit eritrosit berinti pada sediaan apus darah
tepi ?
7. Apa diagnosis dari pasien tersebut ?
8. Mengapa indeks MCV,MCH,MCHC turun sedangkan retikulosit meningkat ?
9. Apa pemeriksaan penunjang pada pasien tersebut?
10.Apa saja faktor terjadinya penyakit pada pasien tersebut ?

1. -Karena ekspansi sumsum tulang menyebabkan deformitas


-Karena oksigen menurun kemudian ATP menurun yang menyebabkan energi turun sehingga
menggangu metabolisme
2.

Splenomegali :

-terjadi destruksi eritrosit yang berlebihan

-Hematopoesis ekstramedular
-Penimbunan besi
3. Karena Splenomegali
4. Pemecahan Eritrosit meningkat yang menyebabkan indirect bilirubin meningkat kemudian menyebar
ke seluruh tubuh termasuk permukaan tubuh
5. Karena organ Limpa mendesak paru-paru
6. Karena eritropoesis berlangsung terlalu cepat yang mengakibatkan eritrosit yang belum matang
dikeluarkan.
7. Thalasemia
8. MCV,MCH,MCHC menurun karena kelainan dari dalam eritrosit kemudian tubuh terkompensasi lalu
eritropoesis meningkat yang mengakibatkan retikulosit dan eritrosit berinti meningkat.
9. Pemeriksaan darah tepi, Hb Elektroforesis, Pemeriksaan DNA
10. Genetik , Mutasi, Kerusakan DNA

HIPOTESA
Penurunan kadar hb dan peningkatan retikulosit menunjukan
kelainan pada eritrosit itu sendiri dan dapat menimbulkan
manifestasi lain seperti splenomegali kerna destruksi eritrosit
yang berlebihan. Menurunnya hb menyebabkan sel hipoksia dan
ekspansi sum-sum tulang yang menyebabkan deformitas.
Kelainan yang terjadi merupakan kompensasi yang dilakukan
oleh tubuh dan setelah melakukan pemeriksaan elektroforesis
dan HbdP dapat ditegakan thalassemia.

SASARAN BELAJAR
LI.1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN HEMOGLOBIN
LO.1.1 DEFINISI HEMOGLOBIN
LO.1.2 STRUKTUR HEMOGLOBIN
LO.1.3 SINTESIS HEMOGLOBIN
LO.1.4 GEN PADA MOLEKUL GLOBIN
LI.2. MEMAMAHAMI DAN MENJELASKAN THALASEMIA
LO.2.1 DEFINISI THALASEMIA
LO.2.2 EPIDEMIOLOGI THALASEMIA
LO.2.3 ETIOLOGI THALASEMIA
LO.2.4 KLASIFIKASI THALASEMIA
LO.2.5 PATOFISIOLOGI THALASEMIA
LO.2.6 MANIFESTASI KLINIS THALASEMIA
LO.2.7 DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
LO.2.8 PENATALAKSANAAN
LO.2.9 KOMPLIKASI
LO.2.10 PROGNOSIS
LI.3. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PENCEGAHAN THALASEMIA

LI.1 Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin


A.

DEFINISI HEMOGLOBIN
Pigmen merah pembawa oksigen pada eritrosit, di bentuk oleh eritrosit yang berkembang dalam
sumsum tulang. Merupakan homoprotein yang mengandung empat gugus heme dan globin serta mempunyai
kemampuan oksigenasi reversible.

B.

STRUKTUR HEMOGLOBIN
Nama Hemoglobin merupakan gabungan dari heme dan globin. Heme adalah gugus prostetik yang
terdiri dari besi dan protoporfirin , sedang globin adalah protein yang dipecah menjadi asam amino.
Hemoglobin terdapat dalam sel-sel darah merah dan merupakan pigmen pemberi warna merah sekaligus
pembawa oksigen dari paru paru ke seluruh sel-sel tubuh.

Hemoglobin adalah protein tetramer yang terdiri dari dua pasang subunit polipeptida yang berbeda
(,,,,S). Struktur tetramer hemoglobin yang umum dijumpai adalah sebagai berikut: HbA (hemoglobin
dewasa normal) = 22, HbF (hemoglobin janin) = 22, dan HbA2 (hemoglobin dewasa minor) = 22.
Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme. Mutasi pada gen protein
hemoglobin mengakibatkan suatu golongan penyakit menurun yang disebut hemoglobinopati, di antaranya
yang paling sering ditemui adalah anemia sel sabit dan talasemia.

C. SINTESIS HEMOGLOBIN

Kadar hemoglobin normal yang terdapat di dalam satu sel darah merah adalah sekitar 32pg. (mean cell
hemoglobin, MCH = 32 2pg). Proses sintesis hemoglobin yang normal memerlukan cadangan zat besi yang
mencukupi dan produksi protoporphyrin dan globin yang normal.
Proses sintesis protoporphyrin dimulai di dalam mitokondria dengan pembentukan delta
aminolevulenic acid (ALA) daripada glycine dan succinyl-CoA yang berasal dari siklus asam sitrat. Seterusnya,
proses dilanjutkan dengan pembentukan porphobilinogen, uroporphyrin dan coproporphyrin yang terjadi di
sitoplasma sel. Dua molekul ALA bergabung membentuk porphobilinogen yang mengandung satu rantai pyrrole.
Melalui proses deaminasi, empat prophobilinogen digabungkan menjadi hydroxymethyl bilane, yang
kemudiannya dihidrolisis menjadi uroporphyrin.
Uroporphyrin kemudiannya mengalami dekarboksilasi menjadi coporphyrin. Enzim coporphyrin oxidase
mengoksidasi coporphyrin kepada protpoporphyrinogen. Protoporphyrinogen seterusnya dioksidaksikan
membentuk protoporphyrin. Proses terakhir adalah penggabungan rantai protoporphyrin dengan ion ferro,
menjadi heme.
Seterusnya, oksigen yang berikatan dengan salah satu kelompok heme akan meningkatkan afinitas dari
kelompok heme yang lain kepada oksigen. Interaksi inilah yang menyebabkan terjadinya bentuk sigmoid pada
kurva disosiasi oksigen

Semua gen globin mempunyai tiga ekson (region yang mengkode) dan dua intron (region yang tidak
mengkode). rNA awal disalin dari intron dan ekson, dan dari salinan ini, RNA yang berasal dari intron
dibuang melalui proses yang dikenal sebagai penggabungan (splicing). Intron selalu dimulai dengan
dinukleotida G-T dan diakhiri dengan dinukleotida A-G. mekanisme penggabungan mengenali sekuenssekuens ini dan juga sekuens-sekuens tetangganya yang dipertahankan. RNA dalam inti juga di tutup
dengan penambahan suatu struktur pada ujung 5 yang mengandung suatu gugus tujuh metil-guanosin.

Struktur tutup mungkin apenting untuk perlekatan mRNA pada ribosom. mRNA yang baru terbentuk juga
mengalami poliadenilasi pada ujung 3. Proses ini menstabilkan mRNA. Talasemia dapat terjadi akibat
mutasi atau delesi salah satu sekuens tersebut. Sejumlah sekuens lain yang dipertahankan penting dalam
sintesis globin, dan mutasi pada tempat-tempat ini dapat juga menyebabkan talasemia. Sekuens-sekuens
ini memengaruhi transkripsi gen, memastikan kendalanya, menentukan tempat untuk mengawali dan
mengakhiri translasi dan memastikan stabilitas mRNA yang baru disintesis.

Promotor ditemukan pada posisi 5 pada gen, apakah dekat dengan tempat inisiasi atau lebih distal. Ini
adalah tempat RNA polymerase berikatan dengan mengkatalisis transkripsi gen. penguat (enhancer)
ditemukan pada posisi 5 atau 3 terhadap gen. penguat penting dalam regulasi ekspresi gen globin yang
spesifik jaringan dan dalam regulasi sintesis berbagai rantai globin selama kehidupan janin dan pasca
kelahiran. Regio pengendali lokus (locus control region/LCR) adalah unsur regulasi genetic, yang terletak
jauh di hulu kelompok globin , yang mengendalikan aktivitas genetic masing-masing domain,
kemungkinan dengan berinteraksi secara fisik dengan region promontory dan membuka kromatin untuk
memungkinkan factor transkripsi untuk berikatan. Kelompok gen globin juga mengandung region mirip
LCR yang disebut HS-40. Factor-faktor transkripsi GATA-1, FOG dan NF-E2, yang terutama diekspresikan
pada precursor eritroid, penting dalam menentukan ekspresi gen globin dalam sel eritroid.

D. GEN PADA MOLEKUL GLOBIN

HbA (96-98%), terdiri atas 2 pasang rantai globin alfa dan beta (22)

HbA2 (1,5-3,2%), terdiri atas 2 pasang rantai globin alfa dan delta (2B2)

HbF (0,5-0,8%), terdiri atas 2 pasang rantai globin alfa dan gamma (2Y2)

Hb Gower 1, terdiri atas rantai globin zeta dan epsilon

Hb Gower 2, terdiri atas rantai globin alfa dan epsilon

Hb Portland, terdiri atas rantai globin zeta dan gamma , sebelum minggu ke 8 intrauterin
Semasa tahap fetus terdapat perubahan produksi rantai globin dari rantai zeta ke rantai
alfa dan dari rantai epsilon ke rantai gamma, diikuti dengan produksi rantai beta dan
rantai delta saat kelahiran
C h ro m o s o m e # 11
C h ro m o s o m e # 1 6
5'

5'

3'

G lo b in G e n e s :

G lo b in G e n e s :

C h a in s S y n t h e s iz e d

C h a in s S y n t h e s iz e d

H b ty p e s :

2 2
(G o w e r- I)

2 2
(P o rt la n d )
E m b ryo

2 2
(G o w e r- II)

H b ty p e s :

A
2
2
(H b - F )
F e tu s

3'

2 2 2 2
(H b - A 2 ) (H b - A )
A d u lt

LI.2. MEMAMAHAMI DAN MENJELASKAN THALASEMIA

A.

DEFINISI THALASEMIA

Thalassemia kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang


diturunkan dari kedua orangtua kepada anak-anaknya secara autosomal
resesif yang secara umum terdapat penurunan kecepatan sintesis pada satu
atau lebih rantai polipeptida hemoglobin. Secara molekuler thalassemia
dibedakan atas thalassemia dan thalassemia . Namun berdasarkan gejala
klinisnya, thalassemia terbagi menjadi thalassemia minor, thalassemia mayor
dan thalassemia intermedia.

B.

EPIDEMIOLOGI THALASEMIA

Thalassemia beta
.

Dilihat dari distribusi geografiknya maka thalassemia banyak dijumpai di Mediterania, Timur
Tengah, India/Pakistan dan Asia. Di Siprus dan Yunani lebih banyak dijumpai varian (masih ada
sintesis rantai beta), sedangkan di Asia Tenggara lebih banyak varian (sintesis terhenti sama
sekali).

Sabuk thalassemia tampak melalui Indonesia, Asia Tenggara, India, Timur Tengah dan Mediterania

Italia : 10%, Yunani : 5-10%, Cina : 2%, India : 1-5%, Negro : 1%, Asia Tenggara : 5%. Jika dilukiskan
dalam peta dunia, seolah-olah membentuk sebuah sabuk, dimana Indonesia termasuk di dalamnya.

Thalassemia alfa
.

Sering dijumpai di Asia Tenggara, lebih sering dari thalassemia beta.

Dalam kombinasi dengan hemoglobinopathies lainnya


.

Thalassemia dapat berdampingan dengan hemoglobinopathies lainnya. Yang paling umum ini adalah:

Hemoglobin E / talasemia: umum di Kamboja, Thailand, dan bagian dari India; klinis mirip dengan
thalassemia utama atau thalassemia intermedia.

hemoglobin S / talasemia, umum di populasi Afrika dan Mediterania; klinis mirip dengan anemia sel
sabit, dengan fitur tambahan splenomegali

Hemoglobin C / talasemia: umum di populasi Mediterania dan Afrika, hemoglobin C / talasemia


menyebabkan anemia hemolitik cukup parah dengan splenomegali; hemoglobin C / talasemia +
menghasilkan penyakit ringan.

C.

ETIOLOGI THALASEMIA
Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara
genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta
yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen
globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila
hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemiabeta.
Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai 1
belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat
thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua
kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit
tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada
proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi
dari ayahnya.
Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap
pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak mendapatkan
gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya maka anak akan
menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu
atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan
gen globin beta normal dari kedua orang tuanya.

D.

Klasifikasi Thalassemia

Secara klinis, thalassemia dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu :


.

Thalasemia mayor, yang sangat tergantung pada transfusi,

Thalasemia minor / karier, tanpa gejala (asimtomatik), dan

Thalasemia intermedia.

Berdasarkan rantai asam amino yang terkena, thalassemia digolongkan menjadi 2 jenis utama, yaitu :
Thalassemia (melibatkan rantai alfa) minimal membawa 1 gen)
Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa pada bayi yang baru lahir masih terdapat jumlah HbF(22) yang masih cukup tinggi. Pada usia 20
hari sesudah kelahiran, kadar HbF akan menurun dan setelah 6 bulan, kadarnya akan menjadi normal seperti orang dewasa. Selanjutnya pada masa
tersebut akan terjadi konversi HbF menjadi HbA(22) dan HbA2 (22).
Pada kasus thalassemia , akan terjadi mutasi atau delesi gen pada kromosom 16 yang menyebabkan produksi rantai globin (memiliki 4 lokus
genetik) menurun, yang menyebabkan adanya kelebihan rantai globin pada orang dewasa dan kelebihan rantai pada newborn. Derajat
thalassemia berhubungan dengan jumlah lokus yang termutasi (semakin banyak lokus yang termutasi, derajat thalassemia semakin tinggi).

Thalassemia dibedakan menjadi :


Silent Carrier Thalassemia (Thalassemia-2- Trait)
Delesi satu gen (/o). Tiga loki globin cukup memungkinkan produksi Hb normal. Secara hematologis sehat, kadang-kadang indeks RBC
(Red Blood Cell) rendah. Tidak ada anemia dan hypochromia pada orang ini.

Thalassemia-1- Trait
Delesi pada 2 gen , dapat berbentuk thalassemia-1a- homozigot (/oo) atau thalassemia-2a- heterozigot (o/o). Dua loki globin
memungkinkan erythropoiesis hampir normal, tetapi ada anemia hypochromic microcytic ringan dan indeks RBC rendah.

Thalassemia Intermedia (Hb H disease)


Delesi 3 gen globin (o/oo). Dua hemoglobin yang tidak stabil ada dalam darah, yaitu HbH (tetramer rantai ) & Hb Barts (tetramer rantai ).
Kedua Hb yang tidak stabil ini mempunyai afinitas yang tinggi terhadap O 2 daripada Hb normal, sehingga pengiriman O2 ke jaringan rendah
(hipoksia). Ada anemia hypochromic microcytic dengan sel-sel target dan heinz bodies (badan inklusi) pada preparat hapus darah tepi, juga
ditemukan splenomegali. Kelainan ini nampak pd masa anak-anak atau pd awal kehidupan dewasa ketika anemia dan splenomegali terlihat.

Thalassemia Major (Thalassemia Homozigot)


Delesi sempurna 4 gen (oo/oo). Fetus tidak dapat hidup segera sesudah keluar dari uterus dan kehamilan mungkin tidak bertahan lama. Sebagian
besar bayi ditemukan meninggal pada saat lahir dengan hydrops fetalis dan bayi yang lahir hidup akan segera meninggal setelah lahir, kecuali
transfusi darah intrauterine diberikan. Bayi-bayi tersebut edema dan mempunyai sedikit Hb yang bersirkulasi, Hb yang ada semuanya tetramer
rantai (Hb Barts) yang memiliki afinitas yang tinggi.

Thalasemia (melibatkan rantai )

Beta thalassemia juga sering disebut Cooleys anemia. Thalassemia terjadi karena mutasi pada rantai globin
pada kromosom 11. Thalassemia ini diturunkan secara autosom resesif. Derajat penyakit tergantung pada
sifat dasar mutasi. Mutasi diklasifikasikan sebagai (o) jika mereka mencegah pembetukan rantai dan (+)
jika mereka memungkinkan formasi beberapa rantai terjadi.
Silent Carrier Thalassemia (Thalassemia Trait)
Pada jenis ini penderita memiliki satu gen normal dan satu gen yang bermutasi. Penderita mungkin
mengalami anemia ringan yang ditandai dengan sel darah merah yang mengecil (mikrositer). Fenotipnya
asimtomatik, disebut juga sebagai thalassemia minor.

Thalassemia Intermedia
Suatu kondisi tengah antara bentuk major dan minor. Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi
masih bisa memproduksi sedikit rantai beta globin. Penderita dapat hidup normal, tetapi mungkin
memerlukan transfusi sekali-sekali, misal pada saat sakit atau hamil, serta tergantung dari derajat mutasi gen
yang terjadi.

Thalassemia Associated with Chain Structural Variants


Sindrom thalassemia (Thalassemia / HbE).

Thalassemia Major (Cooleys Anemia)


Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat memproduksi rantai beta globin.
Biasanya gejala muncul pada bayi ketika berumur 3 bulan berupa anemia yang berat.

E.

PATOFISIOLOGI THALASEMIA

Pada Talasemia terjadi pengurangan atau tidak ada sama sekali produksi rantai globin.
Penurunan secara bermakna kecepatan sintesis salah satu jenis rantai globin (rantai- atau
rantai-) menyebabkan sintesis rantai globin yang tidak seimbang. Bila pada keadaan normal
rantai globin yang disintesis seimbang antara rantai dan rantai , yakni berupa 22, maka
pada Talasemia-0, di mana tidak disintesis sama sekali rantai , maka rantai globin yang
diproduksi berupa rantai yang berlebihan (4). Sedangkan pada Talasemia-0, di mana tidak
disintesis sama sekali rantai , maka rantai globin yang diproduksi berupa rantai yang
berlebihan (4).

a) Talasemia Beta
Kelebihan rantai mengendap pada membran sel eritrosit dan prekursornya. Hal ini
menyebabkan pengrusakan prekursor eritrosit yang hebat intra meduler. Kemungkinan melalui
proses pembelahan atau proses oksidasi pada membran sel prekursor. Eritrosit yang mencapai
darah tepi memiliki inclusion bodies yang menyebabkan pengrusakan di lien dan oksidasi
membran sel, akibat pelepasan heme dan denaturasi hemoglobin dan penumpukan besi pada
eritrosit. Sehingga anemia pada Talesemia disebabkan oleh berkurangnya produksi dan
pemendekan umur eritrosit.
Sebagian kecil prekursor eritrosit tetap memiliki kemampuan membuat rantai , menghasilkan
HbF extra uterine. Pada Talesemia sel ini sangat terseleksi dan kelebihan rantai lebih kecil
karena sebagian bergabung dengan rantai membentuk HbF. Sehingga HbF mengikat pada
talesemia . Seleksi seluler ini terjadi selama masa fetus, yang kaya HbF. Beberapa faktor
genetik mempengaruhi respons pembentukan HbF ini. Kombinasi faktor-faktor ini
mengakibatkan peningkatan HbF pada talesemia . Produksi rantai tidak terpengaruh pada
Talesemia , sehingga HbA2 meningkat pada heterozigot.

Kombinasi anemia pada Talesemia dan eritrosit yang kaya HbF dengan afinitas oksigen tinggi,
menyebabkan hipoksia berat yang menstimulasi produksi eritropoetin. Hal ini mengakibatkan
peningkatan masa eritroid yang tidak efektif dengan perubahan tulang, peningkatan absorpsi
besi, metabolisme rate yang tinggi dan gambaran klinis talesemia mayor. Penimbunan lien
dengan eritrosit abnormal mengakibatkan pembesaran limpa. Juga diikuti dengan
terperangkapnya eritrosit, leukosit dan trombosit di dalam limpa, sehingga menimbulkan
gambaran hipersplenisme.

b) Talasemia Alfa
Dengan adanya HbH dan Barts, patologi seluler Thalassemia berbeda dengan Thalassemia .
Pembentukan tetramer ini mengakibatkan eritropoesis yang kurang efektif. Tetramer HbH
cenderung mengendap seiring dengan penuaan sel, menghasilkan inclusion bodies. Proses hemolitik
merupakan gambaran utama kelainan ini. Hal ini semakin berat karena HbH dan Barts adalah
homotetramer, yang tidak mengalami perubahan allosterik yang diperlukan untuk transpor oksigen.
Seperti mioglobin, mereka tidak bisa melepaskan oksigen pada tekanan fisiologis. Sehingga
tingginya kadar HbH dan Barts sebanding dengan beratnya hipoksia.
Patofisiologi Thalassemia sebanding dengan jumlah gen yang terkena. Pada homozigot (-/-) tidak
ada rantai yang diproduksi. Pasien memiliki Hb Barts yang tinggi dengan Hb embrionik. Meskipun
kadar Hb nya cukup, karena hampir semua merupakan Hb Barts, fetus tersebut sangat hipoksik.
Sebagian besar pasien lahir mati dengan tanda-tanda hipoksia intrauterin. Bentuk heterozigot
talesemia o dan + menghasilkan ketidakseimbangan jumlah rantai tetapi pasiennya mampu
bertahan dengan penyakit HbH. Kelainan ini ditandai dengan adanya anemia hemolitik, adaptasi
terhadap anemianya sering tidak baik, karena HbH tidak berfungsi sebagai pembawa oksigen.
Bentuk heterozigot Talasemia o (-/) dan delesi homozigot Talesemia + (-/-) berhubungan
dengan anemia hipokromik ringan, mirip Talesemia . Meskipun pada Talesemia o ditemukan
eritrosit dengan inklusi, gambaran ini tidak didapatkan pada Talesemia +. Hal ini menunjukkan
diperlukan jumlah kelebihan rantai tertentu untuk menghasilkan 4 tetramer. Yang menarik
adalah bentuk heterozigot non delesi talasemia (T/T) menghasilkan rantai yang lebih
sedikit, dan gambaran klinis penyakit HbH.

F.

MANIFESTASI KLINIS THALASEMIA

Thalassemia-

Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)

Anemia berat menjadi nyata pada umur 3 6 bulan setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa ditransfusi.

Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah merah berlebihan, haemopoesis ekstra
modular, dan kelebihan beban besi.

Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas dan fraktur spontan, terutama
kasus yang tidak atau kurang mendapat transfusi darah. Deformitas tulang, disamping mengakibatkan muka
mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang prontal dan zigomatin serta maksila. Pertumbuhan
gigi biasanya buruk. Facies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan
tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin.

Gejala lain yang tampak ialah : anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai umur, berat badan kurang,
perut membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi
akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit.

Thalasemia intermedia

Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia mayor, anemia sedang (hemoglobin 7
10,0 g/dl). Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis ekstra medular dan gambaran
kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa.

Thalasemia minor atau trait ( pembawa sifat)

Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia mikrositik, bentuk heterozigot tetapi tanpa
anemia atau anemia ringan.

HbH disease

Gejalanya adalah anemia hemolitik ringan-sedang, Hb 7-10 gr%, splenomegali, sumsum tulang
hiperplasia eritroid, retardasi mental dapat terjadi bila lokus yang dekat dengan cluster gen-
pada kromosom 16 bermutasi/ co-delesi dengan cluster gen-. Krisis hemolitik juga dapat
terjadi bila penderita mengalami infeksi, hamil, atau terpapar dengan obat-obatan oksidatif.

Thalassemia Trait/ Minor

Anemia ringan dengan penambahan jumlah eritrosit yang mikrositik hipokrom.

Sindrom Silent Carrier Thalassemia

Normal, tidak ditemukan kelainan hematologis, harus dilakukan studi DNA/ gen.

Hydrops Fetalis dengan Hb Barts

Hydrops fetalis dengan edema permagna, hepatosplenomegali, asites, serta kardiomegali.


Kadar Hb 6-8 gr/dL, eritrosit hipokromik dan berinti. Sering disertai toksemia gravidarum,
perdarahan postpartum, hipertrofi plasenta yang dapat membahayakan sang ibu.

G.

DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

Pemeriksaan Fisik

Melihat apakah pasien pucat

Adanya pembesaran limfa

Adanya perubahan bentuk tulang muka

Perut buncit karena hepatomegali dan splenomegali

Pertumbuhan lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya

Pemeriksaan Laboratorium

Darah tepi:
1. Pada Talasemia mayor hasil pemeriksaan darah tepi sebagai berikut:
Eritrosit terlihat hipokrom dengan berbagai bentuk dan ukuran, beberapa makrosit yang
hipokromik, mikrosit dan fragmentosit. Didapatkan basophilic stippling, anisositosis, target sel
(akan meninggi setelah splenektomi), cabot ring cell, Howell-Jolli bodies, SDM berinti.
Anemia sangat berat dengan RBC kurang dari 2 juta/m 3
Hb berkisar 2-8 gram%
MCV, MCH turun, MCT (mean cell thickmess) turun, MCD (Mean Corpus Diameter) normal

2. Pada Thalassemia intermedia hasil pemeriksaan darah tepi sebagai berikut:


Gambaran darah lebih nyata daripada thalassemia minor, tetapi lebih ringan daripada
thalassemia mayor
Hb antara 7-10 gram%
Retikulosit 2-10%
anemia hipokrom mikrositik, anisositosis, dan poikilositosis (target cell).
3. Pada Thalassemia minor hasil pemeriksaan darah tepi sebagai berikut:
Eritrosit hipokrom, mikrositik, polikromasi, basophillic stippling, anisositosis, poikilositosis
ringan, target sel
Retikulosit naik sedikit atau normal
MCV, MCH, dan hematokrit turun
Serum Fe dan IBC normal atau naik sedikit
Kenaikan kadar Hb F ringan 2-6%, Hb A2 naik 3-7%
Hb normal atau turun sedikit

Pemeriksaan Rontgen

Foto Ro tulang kepala, gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan
trabekula tegak lurus pada korteks.

(Gambaran hair on end)

Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga trabekula
tampak jelas.

DIAGNOSIS BANDING
ADB

ACD

Thalassemia

Anemia
Sideroblastik

MCV

menurun

Menurun/N

Menurun

Menurun/N

MCH

Menurun

Menurun/N

Menurun

Menurun/N

Besi serum

Menurun

Menurun

normal

normal

TIBC

Meningkat

Menurun

Normal/
Meningkat

Normal/
Meningkat

Saturasi

Menurun

Menurun/N

Meningkat

Meningkat

Transferin

<15%

10-20%

>20%

>20%

Bone marrow iron

negative

positive

Positive kuat

Positif dengan
ring sideroblast

Protoporfirin

Meningkat

Meningkat

normal

Normal

Feritin

Menurun

normal

Meningkat

Meningkat

Serum

<20mikro g/dl

20-200 mikro g/dl

>50 mikro g/dl

>50 mikro g/dl

Elektroforesis
hb

Hb A2 Meningkat

H. penatalaksanaan

Transfusi Darah

Transfusi yang dilakukan adalah transfusi sel darah merah. Terapi ini merupakan terapi utama bagi
orang-orang yang menderita thalassemia sedang atau berat. Ttransfusi darah harus dilakukan
secara teratur karena dalam waktu 120 hari sel darah merah akan mati dan untu mempertahankan
kadar Hb selalu sama atau 12 g/dl. Khusus untuk penderita beta thalassemia intermedia, transfusi
darah hanya dilakukan sesekali saja, tidak secara rutin. Sedangkan, untuk beta thalassemia mayor
(Cooleys Anemia) harus dilakukan secara teratur (2 atau 4 minggu sekali).

Efek samping transfusi darah adalah kelebihan zat besi dan terkena penyakit yang ditularkan
melalui darah yang ditransfusikan. Setiap 250 ml darah yang ditransfusikan selalu membawa kirakira 250 mg zat besi. Sedangkan kebutuhan normal manusia akan zat besi hanya 1 2 mg per hari.
Pada penderita yang sudah sering mendapatkan transfusi kelebihan zat besi ini akan ditumpuk di
jaringan-jaringan tubuh seperti hati, jantung, paru, otak, kulit dan lain-lain. Penumpukan zat besi
ini akan mengganggu fungsi organ tubuh tersebut dan bahkan dapat menyebabkan kematian akibat
kegagalan fungsi jantung atau hati.

Pemberian Obat Kelasi Besi

Pemberian obat kelasi besi atau pengikat zat besi (nama dagangnya Desferal) secara teratur dan
terus-menerus akan mengatasi masalah kelebihan zat besi. Obat kelasi besi (Desferal) yang saat ini
tersedia di pasaran diberikan melalui jarum kecil ke bawah kulit (subkutan) dan obatnya
dipompakan secara perlahan-lahan oleh alat yang disebut syringe driver. Pemakaian alat ini
diperlukan karena kerja obat ini hanya efektif bila diberikan secara perlahan-lahan selama kurang
lebih 10 jam per hari. Idealnya obat ini diberikan lima hari dalam seminggu seumur hidup.

Pemberian Asam Folat

Asam folat adalah vitamin B yang dapat membantu pembangunan sel-sel darah merah yang sehat.
Suplemen ini harus tetap diminum di samping melakukan transfusi darah ataupun terapi kelasi besi.

Cangkok Sumsum Tulang

Bone Marrow Transplantation (BMT) sejak tahun 1900 telah dilakukan. Darah dan sumsum
transplantasi sel induk normal akan menggantikan sel-sel induk yang rusak. Sel-sel induk adalah selsel di dalam sumsum tulang yang membuat sel-sel darah merah. Transplantasi sel induk adalah satusatunya pengobatan yang dapat menyembuhkan thalassemia. Namun, memiliki kendala karena hanya
sejumlah kecil orang yang dapat menemukan pasangan yang baik antara donor dan resipiennya serta
donor harus dalam keadaan sehat.

Splenektomi

Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan tekanan
intra abdominal dan bahaya terjadinya ruptur. Jika disetujui pasien hal ini sebaiknya dilakukan
setelah anak berumur di atas 5 tahun sehingga tidak terjadi penurunan drastis imunitas tubuh akibat
splenektomi.

Splenektomi meningkatkan resiko sepsis yang parah sekali, oleh karena itu operasi dilakukan hanya
untuk indikasi yang jelas dan harus ditunda selama mungkin. Indikasi utama splenektomi adalah
meningkatnya kebutuhan transfusi yang menunjukan unsur hipersplenisme. Meningkatnya kebutuhan
tranfusi yang melebihi 250ml/kgBB dalam 1 tahun terakhir. Imunisasi pada penderita ini dengan
vaksin hepatitis B, vaksin H, influensa tipe B, dan vaksin polisakarida pneumokokus serta dianjurkan
profilaksis penisilin.

I. KOMPLIKASI

Jantung dan Liver Disease

Transfusi darahadalah perawatan standar untuk penderita thalassemia.Sebagai hasilnya,


kandungan zat besi meningkat di dalam darah.Hal ini dapat merusak organ dan jaringan,
terutama jantung dan hati. Penyakit jantung yang disebabkan oleh zat besi yang berlebihan
adalah penyebab utama kematian pada orang penderita thalassemia.Penyakit jantung
termasuk gagal jantung, aritmis denyut jantung, dan terlebih lagi serangan jantung.

Infeksi

Di antara orang-orang penderita thalassemia, infeksi adalah penyebab utama penyakit dan
kedua paling umum penyebab kematian.Orang-orang yang limpanya telah diangkat berada
pada risiko yang lebih tinggi, karena mereka tidak lagi memiliki organ yang memerangi infeksi.

Osteoporosis

Banyak penderita thalassemia memiliki tulang yang bermasalah, termasuk osteoporosis.Ini


adalah suatu kondisi di mana tulang menjadi sangat lemah, rapuh dan mudah patah.

Komplikasi lain :

Thalasemia

Hemosiderosis bisa menyebabkan gangguan fungsi organ antaralain:

Kegagalan hati

Gagal jantung

DM, Hipotiroid,Hipertiroid

Infeksi berulang misalnya pneumonia

Thalasemia intermedia

Perubahan tulang

Osteoporosis progresif sampai fraktur spontan

Luka dikaki

Defisiensi folat

Hipersplenisme

Anemiaprogresif

Hemosiderosis

J.

PROGNOSIS

Tanpa terapi penderita akan meninggal pada dekade pertama kehidupan, pada umur, 2-6
tahun, dan selama hidupnya mengalami kondisi kesehatan buruk. Dengan tranfusi saja
penderita dapat mencapai dekade ke dua, sekitar 17 tahun, tetapi akan meninggal karena
hemosiderosis, sedangkan dengan tranfusi dan iron chelating agent penderita dapat mencapai
usia dewasa meskipun kematangan fungsi reproduksi tetap terlambat.

Pasien yang tidak memperoleh transfusi darah adekuat, akan sangat buruk. Tanpa transfusi
sama sekali mereka akan meninggal pada usia 2 tahun, bila dipertahankan pada Hb rendah
selama masih kecil. Mereka bisa meninggal dengan infeksi berulang-ulang bila berhasil
mencapai pubertas mereka akan mengalami komplikasi akibat penimbunan besi, sama dengan
pasien yang cukup mendapat transfusi tapi kurang mendapat terapi khelasi.

LI.3. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PENCEGAHAN THALASEMIA

1.

Penapisan (Screening)

Ada 2 pendekatan untuk menghindari Talesemia:

Karena karier Talasemia bisa diketahui dengan mudah, penapisan populasi dan konseling
tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1-4 anak mereka bisa menjadi
homozigot atau gabungan heterozigot.

Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa diperiksa dan bila
termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal dan terminasi kehamilan pada
fetus dengan Talasemia berat. Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan,
dilakukan penapisan premarital yang bisa dilakukan di sekolah anak. Penting menyediakan
program konseling verbal maupun tertulis mengenai hasil penapisan Talasemia.

2.

Diagnosis Prenatal

Dapat dibuat dengan penelitian sintesis rantai globin pada sampel darah janin dengan menggunakan
fetoscopi saat kehamilan 18-20 minggu, meskipun pemeriksaan ini sekarang sudah banyak digantikan
dengan analisis DNA janin.

DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I Made. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.
Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi. (2007). Farmakologi dan Terapi ed 5. Jakarta : FKUI
Hoffbrand, A., Pettit, J., & Moss, P. (2011). Kapita Selekta Hematologi (6 ed.). Jakarta: EGC.
Mithcell, R. N. (2008). Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Jakarta: EGC.
Permono, Bambang. 2010. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak.Cetakan Keempat. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta: InternaPublishing
Wahidiyat, Iskandar, Pustika Amalia. 2010. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Cetakan Ketiga.
Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Waterbury,L. (1998). Buku saku hematologi. Jakarta : EGC
Rachmilewitz,E., Rund,D.2005. -Thalassemia. The New England Journal of Medicine. Vol 353 hal
1135-1146

Anda mungkin juga menyukai