Anda di halaman 1dari 71

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN


DI DESA BULUKERTO, KECAMATAN BUMIAJI, KOTA BATU,
MALANG

Disusun oleh:
Kelompok L2

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM


SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN
DI DESA BULUKERTO, KECAMATAN BUMIAJI, KOTA BATU,
MALANG
Disusun oleh:
Kelompok L2
1. Jeremia Mangaraja Panjaitan

135040101111051

2. Naufal Habib Ibrahim

135040101111018

3. Inggit Pertiwi

135040101111028

4. Arintya Marsheila

135040101111031

5. Nuril Ratna Candrasari

135040101111074

6. Hanif Satrio Prakoso

135040101111154

7. Syah Reza Al Faisal

135040101111160

8. Riska Ayung Riyani

135040101111166

9. Nurlaila

135040101111240

10. Luqman Bassam Ramadhani

135040101111248

11. Alfian Candra Gama

135040101111284

12. Tirta Yoga

135040101111294

13. Febriana Dian Indranisa R.

135040101111296

14. Moh. Wahyudi Priyanto

135040107111013

15. Lisa Puspitasari

135040107111022

16. Briyan Nomianta

135040107111028

17. Bagas Menggala Putra

135040107111033

18. Khabibi Ferorizka Ayu S.

135040107111042

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Tanah adalah kumpulan tubuh alam yang menduduki sebagian besar

daratan planet bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman dan sebagai tempat
bagi makhluk hidup lain untuk melangsungkan kehidupannya. Tanah memiliki
sifat yang mudah dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan. Baik faktor biotik
maupun abiotik.
Setiap daerah dan lokasi memiliki jenis tanah yang berbeda-beda dimana
jenis tanah tersebut sangat menjadi faktor penting dalam bidang pertanian.
Dengan adanya perbedaan jenis tanah, maka berbeda pula kesesuaian dan
kemampuan lahannya, sehingga pengolahannya pun juga berbeda. Untuk
mengetahui jenis tanah pada suatu daerah, maka perlu dilakukannya survey tanah
dan evaluasi lahan.
Survei tanah dan evaluasi lahan merupakan pekerjaan yang kompleks
karena mencakup berbagai aspek, mulai dari aspek fisik, aspek ekonomi, aspek
sosial hingga aspek politik. Survei tanah digunakan untuk mementukan jenis dan
karakteristik tanah dalam suatu wilayah dimana dengan mengetahui jenis dan
krakteristik tanah maka dapat diketahui juga pengelolaan dari suatu lahan.
Sedangkan evaluasi lahan diperlukan untuk menyusun rencana tataguna lahan
disuatu wilayah dengan tepat dimana hal ini sangat bermanfaat untuk
pengembangan wilayah serta untuk melestarikan sumber daya alam dan
lingkungan.
Telah disebutkan bahwa penetapan macam penggunaan lahan yang sesuai,
harus mempertimbangkan ketiga aspek yakni fisik, ekonomi sosial dan politik
dengan bobot yang seimbang. Untuk mengetahui kondisi aspek-aspek tersebut
dalam suatu daerah, dalam rangka mencari tahu kemampuan serta kesesuaian
lahan, maka diperlukan adanya survei tanah dan evaluasi lahan.

1.2

Tujuan
Pembuatan laporan ini ditujukan untuk mengetahui semua

informasi spesifik yang penting dari setiap titik yang diamati


meliputi karakteristik tanah, jenis tanah hingga kemampuan dan
kesesuaian lahan.
1.3

Manfaat
Manfaat dari disusunnya laporan ini adalah sebagai referensi dalam

mengetahui dan merekomendasikan penggunaan lahan dan pengelolaan lahan


yang cocok pada wilayah yang diamati.

BAB II
METODE PELAKSANAAN
2.1 Tempat dan Waktu
a. Tempat: Terdapat 4 lokasi titik pengamatan, yaitu 1 titik profil dan 3 titik
minipit. Pengamatan ke-empat titik tersebut dilaksanakan di Dukuh Rekesan,
Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Malang, Jawa Timur.
b. Waktu:
-

Survey pertama dilakukan pada hari Sabtu, tanggal 17 Oktober 2015.

Survey kedua dilakukan pada hari Sabtu, 31 Oktober 2015.

Survey ketiga dilakukan pada hari Minggu, 15 November 2015.

2.2 Alat dan Bahan


Alat
a. Alat penggali
Nama Alat
Cangkul
Sekop
Bor
b. Deskripsi tanah
Nama Alat
Pisau tanah
Sabuk profil
Meteran
Buku Munsell Colour
Chart
Botol air
Kantong plastik
Kuisioner
Alat tulis
Kamera
c. Deskripsi lokasi
Nama Alat

Fungsi
untuk mencangkul (menggali) tanah
Digunakan untuk membuat profil tanah
digunakan untuk mengebor tanah pada titik minipit
Fungsi
Untuk membuat batas horizon tanah dan konsistensi
tanah
Untuk menentukan batas ketebalan horizon
Untuk mengukur kedalaman profil atau minipit dan
mengukur ketebalan horizon
Untuk menentukan warna tanah
Wadah air yang digunakan untuk menentukan
tekstur dan konsistensi tanah
Wadah sampel tanah yang diambil
Untuk mencatat data hasil survey
Untuk mencatat data hasil survey
Untuk mendokumentasikan kegiatan survey
Fungsi

Kompas

Untuk menentukan arah dalam mencari titik

pengamatan
GPS
Untuk menentukan titik pengamatan
Klinometer
Untuk menentukan besar kelerengan tempat survey
d. Referensi lapangan
Nama Alat
Buku panduan
deskripsi lapang
Buku Keys to Soil
Taxonomy
Bahan
Nama Bahan
Tanah
Air

Fungsi
Sebagai panduan untuk mengumpulkan data survey
Sebagai pedoman untuk menentukan klasifikasi
tanah
Fungsi
Sebagai objek pengamatan
Untuk menentukan tekstur, struktur dan konsistensi
tanah

2.3 Metode Penentuan Titik Pengamatan


Metode yang kami gunakan dilapang adalah metode fisiografi dengan
pendekatan analitik karena lansekap didelineasi berdasarkan pembeda alami
berdasarkan karakteristik eksternal (bentuk lahan:batuan, relief, dan lereng). Baru
dilakukan pengamatan dilapangan. Untuk membagi permukaan tanah sebagai
suatu satuan peta tanah adalah dengan cara mengamati, mendeskripsikan dan
mengklasifikasikan profil-profil tanah sesuai dengan taksonomi yang digunakan
sebagai acuan untuk memberi batas pada peta tanah yang ada, batas tersebut dapat
digunakan untuk menggabungkan daerah sekitar pengamatan yang memiliki profil
serupa atau yang berbeda dengan yang lain seusai dengan klasifikasi taksonomi
yang digunakan.
Metode yang kami gunakan dilapang untuk membuat batas tanah adalah
metode fisiografi. Metode ini sangat efektif pada survey tanah berskala <1:25.000,
dan tersedia foto udara berkualitas cukup tinggi. Hampir semua batas satuan peta
diperoleh dari IFU, sedangkan kegiatan lapangan hanya untuk mengecek batas
satuan peta dan mengidentifikasi sifat dan ciri tanah masing-masing satuan peta.
Pengamatan dilakukan pada tempat-tempat tertentu pada masing-masing satuan
peta.

Pada penentuan batas tanah menggunakan metode fisiografik, jumlah


pengamatan pada tiap-tiap satuan peta tergantung pada (1) Ketelitian IFU,
keahlian dan kemampuan surveyor dalam memahami hubungan fisiografi dan
keadaan tanah dan (2) Kerumitan (kompleks atau tidaknya) satuan peta tersebut.
Semakin rumit, maka semakin banyak luasan satuan peta. Semakin luas, maka
jumlah pengamatan yang dilakukan juga semakin banyak.
2.4 Metode Pengamatan Tanah
1. Pemboran
Pengamatan melalui pemboran diperlukan apabila ingin memperoleh data
sifat-sifat morfologi tanah secara terbatas, pengecekan batas satuan peta, dan
penyebaran tanahnya. Dalam pengamatan pemboran terdapat sifat-sifat morfologi
yang tidak dapat dideskripsi, misalnya struktur tanah, pori-pori, dan batas
Horizon, sebab tanah yang terambil oleh bor kondisinya sudah terganggu/tertekan
(bukan merupakan penampang utuh). Sifat tanah yang dapat diamati: tekstur,
warna, konsistensi, kerikil, dan karatan. Pemboran dilakukan juga pada
penampang minipit untuk mengetahui lapisan-lapisan tanah di bawahnya (>1,25
m). Bor untuk tanah mineral yang lazim digunakan adalah tipe Belgia dengan
panjang 1,25 m. Mata bor dapat mengambil contoh tanah setebal 10-20 cm,
tergantung kekerasan tanahnya. Oleh sebab itu, interval kedalaman tanah untuk
deskripsi sifat-sifat morfologi dengan pemboran dilakukan setiap 10 sampai 20
cm, misalnya 0-10, 10-20, 20-30, 30-50, 50-70 cm dan seterusnya, tergantung dari
variasi perubahan sifat-sifat tanahnya. Hal ini dilakukan karena sulit memperoleh
ketepatan batas yang akurat dalam pengamatan pemboran. Apabila dikehendaki
kedalaman >1,25 m sesuai dengan control section yang disyaratkan, maka pada
permukaan tanah dapat digali dulu minipit, dan selanjutnya pemboran dapat
dilakukan lebih dalam lagi.
2. Minipit
Minipit dibuat seperti penampang tanah (profil), namun ukurannya lebih
kecil dan lebih dangkal. Tujuannya untuk mendapatkan data sifat-sifat morfologi
Horizon penciri (lapisan bawah) dan untuk mengetahui penyebaran variasi sifatsifat tanah pada suatu daerah yang dipetakan. Tidak ada ketentuan yang pasti,

tetapi biasanya berukuran 0,5 x 0,5 x 0,5 m yang memungkinkan pengamatan


tanah dapat dilakukan dengan baik. Untuk melengkapi deskripsi lapisan yang
lebih dalam (>0,5 m), maka dapat dilanjutkan dengan pemboran sampai
kedalaman yang diinginkan.
Pada pengamatan minipit, akan diperoleh data sifat-sifat morfologi tanah
bagian atas namun kurang lengkap bila dibandingkan dengan data dari
penampang/profil, karena lapisan bawah tidak bisa diamati. Pengamatan minipit
diperlukan apabila dalam kondisi tertentu tidak memungkinkan dibuat profil
tanah, misalnya tanah basah atau pasir yang tidak memungkinkan untuk digali
lebih dalam. Untuk mengamati lapisan yang lebih dalam, dilakukan pemboran
terutama untuk mencapai kedalaman control section yang disyaratkan dalam
penetapan klasifikasi tanah-tanah tertentu.
3. Penampang tanah (profil)
Pengamatan melalui profil tanah diperlukan untuk mendapatkan data sifatsifat morfologi tanah secara lengkap, karena sisi penampang dapat terlihat dengan
jelas. Pada kondisi tertentu, pembuatan profil tidak bisa dilakukan, misalnya tanah
tergenang air atau muka air tanah dangkal, tekstur tanah terlalu kasar (pasir),
gambut dalam kondisi bukan gambut matang. Dalam kondisi demikian
pengamatan tanah dapat dilakukan melalui pemboran, atau minipit pada bagian
atas, yang kemudian dilanjutkan dengan pemboran. Cara pembuatan profil tanah
1) Lubang penampang umumnya harus cukup besar, supaya orang dapat dengan
mudah duduk/berdiri di dalamnya dan pemeriksaan dapat dilakukan dengan
sempurna. Penampang berukuran panjang 2 m, lebar 1 m, dalam 1,5 m atau
sesuai dengan penampang kontrol (control section) dari ordo tanah.
2) Bagian sisi penampang yang diamati adalah sisi yang terkena sinar matahari
agar tampak terang. Apabila profil terdapat pada lahan yang berlereng/miring,
maka sisi penampang yang diamati adalah sisi dinding di bagian lereng atas.
3) Tanah bekas galian profil tidak boleh ditimbun di atas sisi penampang yang
akan diamati, karena akan mengganggu pengamatan/pemeriksaan dan
pengambilan contoh tanah.
2.5 Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi tanah merupakan sebuah subjek yang dinamis yang


mempelajari struktur dari sistem klasifikasi tanah, definisi dari kelas-kelas yang
digunakan untuk penggolongan tanah, kriteria yang menentukan penggolongan
tanah, hingga penerapannya di lapangan. Tanah sendiri dapat dipandang sebagai
material maupun sumber daya. Untuk mengklasifikasikan tanah, hal pertama yang
perlu diperhatikan adalah mengumpulkan seluruh data deskripsi profil minipit 1
sampai 3, disertai dengan data iklim seperti rezim lengas tanah dan rezim suhu
tanah. Setelah semua data terkumpul, tanah dapat diklasifikasikan dengan
menggunakan acuan pada buku KTT (Key to soil Taxonomy) atau buku penunjang
yang lain untuk klasifikasi tanah.
Klasifikasi tanah dilakukan dengan membedakan horizon penciri genetik,
horizon atas epipedon, dan horizon penciri bawah endopedon. Dalam bukunya,
Rayes (2006) menyebutkan berdasarkan sistem Taksonomi Tanah USDA, terdapat
6 kategori yang tersusun secara berhirarki, yaitu ordo (order), sub-ordo (suborder), Grup (great-group), sub-grup (sub-group), Famili (family) dan seri. Dari
kategori tertinggi adalah ordo dan yang terendah adalah seri. Menentukan
kalsifikasi tanah:
Melakukan Pengamatan Pada Tekstur Tanah, Warna
Tanah, Struktur Tanah, Konsistensi Tanah, dan
Penentuan Horizon Epipedon, Endopedon dan Penciri
Lainnya

Mencatat Hasil Pengamatan Sesuai yang Ada Dilapang

Menetukan Rezim Kelembaban Dan Rezim Suhu

Menentukan Tanah Organik Atau Tanah Mineral

Menentukan Horizon Genetic

Menentukan Epipedon

Menentukan Endopedon

Menentukan Ordo Tanah

Menentukan Sub Ordo Tanah

Menentukan Group Tanah

Menentukan Sub Group Tanah

2.6 Evaluasi Lahan


2.6.1 Metode Analisis Kemampuan Lahan
Sistem klasifikasi kemampuan lahan yang banyak dipakai di Indonesia
dikemukakan oleh Hockensmith dan Steele (1943). Menurut sistem ini lahan
dikelompokan dalam tiga kategori umum yaitu Kelas, Subkelas dan Satuan
Kemampuan (capability units) atau Satuan pengelompokan (management unit).
Pengelompokan di dalam kelas didasarkan atas intensitas faktor penghambat. Jadi
kelas kemampuan adalah kelompok unit lahan yang memiliki tingkat pembatas
atau penghambat (degree of limitation) yang sama jika digunakan untuk pertanian
yang umum (Sys et al., 1991). Tanah dikelompokan dalam delapan kelas yang
ditandai dengan huruf Romawi dari I sampai VIII. Ancaman kerusakan atau
hambatan meningkat berturut-turut dari Kelas I sampai kelas VIII,
Tanah pada kelas I sampai IV dengan pengelolaan yang baik mampu
menghasilkan dan sesuai untuk berbagai penggunaan seperti untuk penanaman

tanaman pertanian umumnya (tanaman semusim dan setahun), rumput untuk


pakan ternak, padang rumput atau hutan. Tanah pada Kelas V, VI, dan VII sesuai
untuk padang rumput, tanaman pohon-pohonan atau vegetasi alami. Dalam
beberap hal tanah Kelas V dan VI dapat menghasilkan dan menguntungkan untuk
beberapa jenis tanaman tertentu seperti buah-buahan, tanaman hias atau bungabungaan dan bahkan jenis sayuran bernilai tinggi dengan pengelolaan dan
tindakan konservasi tanah dan air yang baik. Tanah dalam lahan Kelas VIII
sebaiknya dibiarkan dalam keadaan alami. Untuk menerapkan dan menggunakan
sistem klasifikasi ini secara benar setidaknya terdapat 14 asumsi yang perlu
dimengerti.
a. Kelas Kemampuan Iahan
Lahan kelas kemampuan

I mempunyai sedikit penghambat yang

membatasi penggunaannya. Lahan kelas I sesuai untuk berbagai penggunaan


pertanian, mulai dari tanaman semusim (dan tanaman pertanian pada umumnya),
tanaman rumput, padang rumputm hutan produksi, dan cagar alam. Tanah-tanah
dalam kelas kemampuan I mempunyai salah satu atau kombinasi sifat dan
kualitas sebagai berikut: (1) terletak pada topografi datar (kemiringan lereng <
3%), (2) kepekaan erosi sangat rendah sampai rendah, (3) tidak mengalami erosi,
(4) mempunyai kedalaman efektif yang dalam, (5) umumnya berdrainase baik, (6)
mudah diolah, (7) kapasitas menahan air baik, (8) subur atau responsif terhadap
pemupukan, (9) tidak terancam banjir, (10) di bawah iklim setempat yang sesuai
bagi pertumbuhan tanaman umumnya.
b. Kelas Kemampuan II
Tanah-tanah dalam lahan kelas kemampuan II memiliki beberapa
hambatan atau ancaman kerusakan yang mengurangi pilihan penggunaannya atau
mengakibatkannya memerlukan tindakan konservasi yang sedang. Lahan kelas II
memerlukan pengelolaan yang hati-hati, termasuk di dalamnya tindakan-tindakan
konservasi untuk mencegah kerusakan atau memperbaiki hubungan air dan udara
jika tanah diusahakan untuk pertanian tanaman semusim. Hambatan pada lahan
kelas II sedikit, dan tindakan yang diperlukan mudah diterapkan.Tanah-tanah ini
sesuai untuk penggunaan tanaman semusim, tanaman rumput, padang
penggembalaan, hutan produksi dan cagar alam.

Hambatan atau ancaman kerusakan pada lahan kelas II adalah salah satu
atau kombinasi dari faktor berikut: (1) lereng yang landai atau berombak (>3 %
8 %), (2) kepekaan erosi atau tingkat erosi sedang, (3) kedalaman efetif sedang (4)
struktur tanah dan daya olah kurang baik, (5) salinitas sedikit sampai sedang atau
terdapat garam Natrium yang mudah dihilangkan akan tetapi besar kemungkinabn
timbul kembali, (6) kadang-kadang terkena banjir yang merusak, (7) kelebihan air
dapat diperbaiki dengan drainase, akan tetapi tetap ada sebagai pembatas yang
sedang tingkatannya, atau (8) keadaan iklim agak kurang sesuai bagi tanaman atau
pengelolannya.
c. Kelas Kemampuan III
Tanah-tanah dalam kelas III mempunyai hambatan yang berat yang
mengurangi pilihan pengunaan atau memerlukan tindakan konservasi khusus atau
keduanya. Tanah-tanah dalam lahan kelas III mempunyai pembatas yang lebih
berat dari tanah-tanah kelas II dan jika digunakan bagi tanaman yang memerlukan
pengolahan tanah, tindakan konservasi yang diperlukan biasanya lebih sulit
diterapkan dan dipelihara. Lahan kelas III dapat digunakan untuk tanaman
semusim dan tanaman yang memerlukan pengolahan tanah, tanaman rumput,
padang rumput, hutan produksi, hutan lindung dan suaka marga satwa.
Hambatan yang terdapat pada tanah dalam lahan kelas III membatasi lama
penggunaannya bagi tanaman semusim, waktu pengolahan, pilihan tanaman atau
kombinasi pembatas-pembatas tersebut. Hambatan atau ancaman kerusakan
mungkin disebabkan oleh salah satu atau beberapa hal berikut: (1) lereng yang
agak miring atau bergelombang (>8 15%), (2) kepekaan erosi agak tinggi
sampai tinggi atau telah mengalami erosi sedang, (3) selama satu bulan setiap
tahun dilanda banjir selama waktu lebih dari 24 jam, (4) lapisan bawah tanah yang
permeabilitasnya agak cepat, (5) kedalamannya dangkal terhadap batuan, lapisan
padas keras (hardpan), lapisan padas rapuh (fragipan) atau lapisan liat padat
(claypan) yang membatasi perakaran dan kapasitas simpanan air, (6) terlalu basah
atau masih terus jenuh air setelah didrainase, (7) kapasitas menahan air rendah,
(8) salinitas atau kandungan natrium sedang, (9) kerikil dan batuan di permukaan
sedang, atau (1) hambatan iklim yang agak besar.
d. Kelas kemampuan IV

Hambatan dan ancaman kerusakan pada tanah-tanah di dalam lahan kelas


IV lebih besar dari pada tanah-tanah di dalam kelas III, dan pilihan tanaman juga
lebih terbatas. Jika digunakan untuk tanaman semusim diperlukan pengelolaan
yang lebih hati-hati dan tindakan konservasi yang lebih sulit diterapkan dan
dipelihara, seperti teras bangku, saluran bervegatasi dan dam penghambat,
disamping tindakan yang dilakukan untuk memelihara kesuburan dan kondisi fisik
tanah. Tanah di dalam kelas IV dapat digunakan untuk tanaman semusim dan
tanaman pertanian dan pada umumnya, tanaman rumput, hutan produksi, padang
penggembalaan, hutan lindung dan cagar alam.
Hambatan atau ancaman kerusakan tanah-tanah di dalam kelas IV disebabkan
oleh salah satu atau kombinasi faktor-faktor berikut: (1) lereng yang miring atau
berbukit (> 15% 30%), (2) kepekaan erosi yang sangat tinggi, (3) pengaruh
bekas erosi yang agak berat yang telah terjadi, (4) tanahnya dangkal, (5) kapasitas
menahan air yang rendah, (6) selama 2 sampai 5 bulan dalam setahun dilanda
banjir yang lamanya lebih dari 24 jam, (7) kelebihan air bebas dan ancaman
penjenuhan atau penggenangan terus terjadi setelah didrainase (drainase buruk),
(8) terdapat banyak kerikil atau batuan di permukaan tanah, (9) salinitas atau
kandungan Natrium yang tinggi (pengaruhnya hebat), dan/atau (1) keadaan iklim
yang kurang menguntungkan.
e. Kelas Kemampuan V
Tanah-tanah di dalam lahan kelas V tidak terancam erosi akan tetapi
mempunyai hambatan lain yang tidak praktis untuk dihilanghkan yang membatasi
pilihan pengunaannya sehingga hanya sesuai untuk tanaman rumput, padang
penggembalaan, hutan produksi atau hutan lindung dan cagar alam. Tanah-tanah
di dalam kelas V mempunyai hambatan yang membatasi pilihan macam
penggunaan dan tanaman, dan menghambat pengolahan tanah bagi tanaman
semusim. Tanah-tanah ini terletak pada topografi datar tetapi tergenang air, selalu
terlanda banjir, atau berbatu-batu (lebih dari 90 % permukaan tanah tertutup
kerikil atau batuan) atau iklim yang kurang sesuai, atau mempunyai kombinasi
hambatan tersebut.
Contoh tanah kelas V adalah: (1) tanah-tanah yang sering dilanda banjir
sehingga sulit digunakan untuk penanaman tanaman semusim secara normal, (2)

tanah-tanah datar yang berada di bawah iklim yang tidak memungknlah produksi
tanaman secara normal, (3) tanah datar atau hampir datar yang > 90%
permukaannya tertutup batuan atau kerikil, dan atau (4) tanah-tanah yang
tergenang yang tidak layak didrainase untuk tanaman semusim, tetapi dapat
ditumbuhi rumput atau pohon-pohonan.
f. Kelas Kemampuan VI
Tanah-tanah dalam lahan kelas VI mempunyai hambatan yang berat yang
menyebabkan tanah-tanah ini tidak sesuai untuk pengunaan pertanian.
Penggunaannya terbatas untuk tanaman rumput atau padang penggembalaan,
hutan produksi, hutan lindung, atau cagar alam. Tanah-tanah dalam lahan kelas VI
mempunyai pembatas atau ancaman kerusakan yang tidak dapat dihilangkan,
berupa salah satu atau kombinasi faktor-faktor berikut: (1) terletak pada lereng
agak curam (>30% 45%), (2) telah tererosi berat, (3) kedalaman tanah sangat
dangkal, (4) mengandung garam laut atau Natrium (berpengaruh hebat), (5)
daerah perakaran sangat dangkal, atau (6) iklim yang tidak sesuai.
Tanah-tanah kelas VI yang terletak pada lereng agak curam jika digunakan untuk
penggembalaan dan hutan produksi harus

dikelola dengan baik untuk

menghindari erosi. Beberapa tanah di dalam lahan kelas VI yang daerah


perakarannya dalam, tetapi terletak pada lereng agak curam dapat digunakan
untuk tanaman semusim dengan tindakan konservasi

yang berat seperti,

pembuatan teras bangku yang baik.


g. Kelas Kemampuan VII
Lahan kelas VII tidak sesuai untuk budidaya pertanian, Jika digunakan
untuk padanag rumput atau hutan produksi harus dilakukan dengan usaha
pencegahan erosi yang berat. Tanah-tanah dalam lahan kelas VII yang dalam dan
tidak peka erosi jika digunakan unuk tanaman pertaniah harus dibuat teras bangku
yang ditunjang dengan cara-ceara vegetatif untuk konserbvasi tanah , disamping
yindkan pemupukan. Tanah-tanah kelas VII mempunuaio bebetapa hambatan
atyai ancaman kerusakan yang berat da tidak dapatdihiangkan seperti (1) terletak
pada lereng yang curam (>45 % 65%), dan / atau (2) telah tererosi sangat berat
berupa erosi parit yang sulit diperbaiki.
h. Kelas kemampuan VIII

Lahan kelas VIII tidak sesuai untuk budidaya pertanian, tetapi lebih sesuai
untuk dibiarkan dalam keadaan alami. Lahan kelas VIII bermanfaat sebagai hutan
lindung, tempat rekreasi atau cagar alam. Pembatas atau ancaman kerusakan pada
lahan kelas VIII dapat berupa: (1) terletak pada lereng yuang sangat curam
(>65%), atau (2) berbatu atau kerikil (lebih dari 90% volume tanah terdiri dari
batu atau kerikil atau lebih dari 90% permukaan lahan tertutup batuan), dan (3)
kapasitas menahan air sangat rendah. Contoh lahan kelas VIII adalah puncak
gunung, tanah mati, batu terungkap, dan pantai pasir.

Dari kelas kemampuan lahan yang sudah ditentukan, dapat diketahui


kesesuaian lahan secara umum yang dilihat dari indicator macam penggunaan
lahan.
Macam penggunaan

Kelas Kemampuan Lahan


III
IV
V
VI
VII

lahan
Tanaman semusim atau

II

padi beririgasi

Sv

Sv

Vsv

VIII

Sv

Sv

Sv

Rumput)
Hutan Produksi
N
N
N
N
S
M
Hutan Lindung
N
N
N
N
N
N
Keterangan Tingkat pembatas (Kesesuaian secara umum):

Sv
N

E
N

(berteras)
Tanaman semusim
(tanpa teras)
Lahan padangan
(rerumputan)
Agroforestri**
(Tanaman tahunan +

Tanaman semusim)
Agroforestri***
(Tanaman tahunan +

= Dapat diabaikan (Sangat Sesuai)

= Ringan (Sesuai)

= Sedang (Agak Sesuai)

Sv

= Berat (Kurang
Sesuai)

Vsv = Sangat berat (Tidak Sesuai)


*)

= Extrim (Tidak Sesuai)

= Kelas pembatas khusus untuk pertanaman pada kelas VI

** ) = Dengan teras bangku berlawanan kemiringan atau datar pada kelas IV


sampai kelas VI
*** ) = Dengan penutupan vegetatif penuh, dengan atau tanpa teras
Dari kesesuaian lahan secara umum itulah, dapat ditentukan kesesuaian
lahan potensial suatu daerah untuk memperbaiki pola kesesuaian lahan actual
yang sudah ada. Kesesuaian lahan potensial ini merupakan kesesuaian lahan yang
ada pada kondisi setelah diberikan masukan perbaikan, seperti penanaman jenis
tanaman yang dapat tumbuh optimum pada konsisi lahan tersebut, ataupun berupa
penambahan pupuk, pengairan ataupun pengolahan lahan yang tergantung dari
jenis faktor pembatasnya.
2.6.2 Metode Analisis Kesesuaian Lahan
Menurut Djaenudin (2011), pada prinsipnya penilaian kesesuaian lahan
dilaksanakan dengan cara mencocokkan (matching) data tanah dan fisik
lingkungan dengan tabel rating kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan
persyaratan penggunaan lahan mencakup persyaratan tumbuh/hidup komoditas
pertanian yang bersangkutan, pengelolaan dan konservasi. Kriteria kelas kesuaian
lahan untuk 112 jenis komoditas pertanian.

Pada proses

matching

hukum

minimum dipakai untuk menentukan faktor pembatas yang akan menentukan


kelas dan subkelas kesesuaian lahannya. Dalam penilaian kesesuaian lahan perlu
ditetapkan dalam keadaan aktual (kesesuaian lahan aktual) atau keadaan potensial
(kesesuaian lahan potensial). Keadaan potensial dicapai setelah dilaksanakan
usaha-usaha perbaikan (Improvement = I) terhadap masing-masing factor
pembatas untuk mencapai keadaan potensial.
Dalam evaluasi lahan, dibutuhkan informasi parameter kesesuaian lahan dan
karakteristik tanah/lahan yang dipakai sebagai acuan alam evaluasi lahan tersebut,
antara lain berupa data temperature udara, tekstur, alkalinitas, bahaya erosi, dan
banjir/genangan.

BAB III
KONDISI UMUM WILAYAH
3.1 Lokasi, Administrasi Wilayah

Lokasi survey dilaksanakan di Dukuh Rekesan, Desa Bulukerto,


Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Desa
Bulukerto merupakan bagian lereng dari Gunung Arjuno. Desa Bulukerto
merupakan salah satu desa perbatasan di wilayah Kabupaten Malang dan Kota
Batu. secara umum mempunyai ciri geologis berupa lahan tanah pasir berlempung
yang sangat cocok digunakan sebagai lahan pertanian dan perkebunan. Secara
geografis Desa Bulukerto terletak pada koordinat 49M 0669917 UTM 9134435.
Secara topografi berada di ketinggian 1118 mdpl.
Kondisi sosial di Desa Bulukerto berdasarkan hasil wawancara
kebanyakan petani kurang tertarik dengan hal-hal politik dan hanya memikirkan
kehidupan mereka sendiri yaitu melalui pekerjaan. Hal ini dapat dimengerti
dikarenakan dinamika politik nasional dalam kehidupan keseharian masyarakat

Desa Bulukerto kurang mempunyai ketertarikan, terutama yang berkaitan dengan


permasalahan, kebutuhan dan kepentingan masyarakat secara langsung.
Berkaitan dengan letaknya yang berbatasan langsung dengan Kota Batu
suasana budaya masyarakat Jawa sudah mulai seperti masyarakat perkotaan
namun suasana pedesaan juga masih terasa di Desa Bulukerto Dalam hal kegiatan
agama Islam misalnya, suasananya sangat dipengaruhi oleh aspek budaya dan
sosial Jawa. Hal ini tergambar dari dipakainya kalender Jawa/ Islam, masih
adanya budaya nyadran, slametan, tahlilan, mithoni, dan lainnya, yang semuanya
merefleksikan sisi-sisi akulturasi budaya Islam dan Jawa.
Desa Bulukerto yang memiliki areal persawahan yang sangat luas memiliki
potensi SDM petani yang cukup handal. Namun demikian kondisi ekonomi yang
menghimpit serta penetapan harga hasil pertanian maupun hasil bumi lainnya
yang sangat fluktuatif, dimana disaat mereka harus bertanam, harga pupuk mahal,
tetapi disaat panen hasil tanam mereka dibeli dengan harga yang sangat rendah,
sehingga menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi petani. Selain itu, usaha
kecil seperti toko pracangan, pedagang ethek, pedagang pasar, dll masih banyak
yang kurang berkembang akibat keterbatasan dana / modal. Demikian pula bagi
usaha produktif seperti , peternak, dan usaha produktif lainnya juga terkendala
dalam hal modal, sekaligus juga kemampuan pengelolaan usaha yang terbatas
sehingga membutuhkan pembinaan dan pelatihan managerial yang intensif dari
dinas-dinas terkait.
3.2 Fisiografi Lahan
Fisiografi adalah deskripsi bentuk lahan atau medan yang mencakup aspek
fisik (abiotik) dari lahan (van Zuidam, 1979). Fisiografi yaitu uraian atau
deskripsi tentang genesis dan evolusi bentuk lahan. Fisiografi disamaartikan
dengan geografi fisik atau kajian bentuk lahan (geomorfologi). Fisiografi lahan
sangat berkaitan erat dengan pengkajian lebih lanjut mengenai aspek kemampuan
lahan.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan pada titik pertama yaitu
titik profil yang berada pada koordinat 0669917 BT dan 9134435 LS/LU dengan
ketingian tempat 1118 mdpl , daerah sekitar titik 1 memiliki lereng tunggal

dengan kemiringan 15 % kearah tenggara, dan memiliki relief makro


bergelombang dan relief mikro teras. Aliran Permukaan cepat karena kemiringan
yang tergolong agak landai. Drainase cepat, permeabilitas cepat, genangan air
tanpa. Pengolahan air secara drainase, erosi alur dan bahaya erosi ringan karena
masih adanya tanaman tahunan di sekitar area yang sehingga mampu menahan
erosi. Penggunaan lahan ini tergolong pada penggunaan lahan tegal spesifik
wortel.
Selanjutnya pengamatan dilanjutkan pada titik kedua yaitu titik minipit 1
yang berada pada koordinat 0669965 BT dan 9134512 LS/LU dengan ketinggian
tempat

1125 mdpl . Titik 2 ini memiliki lereng tunggal dengan relief makro

bergelombang dan lereng mikro teras dan kemiringan 15 % kearah tenggara.


Aliran Permukaan cepat karena kemiringan yang tergolong agak landai. Drainase
cepat, permeabilitas agak lambat, genangan air tanpa. Pengolahan air secara
drainase, erosi permukaan dan bahaya erosi ringan. Penggunaan lahan ini
tergolong pada penggunaan lahan tegal spesifik brokoli.
Pengamatan dilanjutkan pada titik ke 3 yaitu titik minipit 2 yang berada
pada koordinat 0670056BT dan 0670056 LS/LU dengan ketinggian tempat
1089 mdpl . Titik 3 ini memiliki lereng tunggal dengan relief makro berbukit

dan lereng mikro teras dan kemiringan 16 % kearah tenggara. Aliran Permukaan
cepat karena kemiringan yang tergolong miring. Drainase cepat, permeabilitas
agak lambat, genangan air tanpa, erosi permukaan dan bahaya erosi cukup.
Penggunaan lahan ini tergolong pada penggunaan lahan tahunan spesifik apel.
Pengamatan terakhir pada titik ke 4 yaitu titik minipit 3 yang berada pada
koordinat 0669725

BT dan 9134089 LS/LU memiliki ketinggian tempat

1107 mdpl . Pada minipit 3 memiliki lereng majemuk dengan relief makro

berbukit dan relief mikro teras, serta kemiringan yang 18 % kearah selatan.
Aliran Permukaan cepat karena kemiringan yang tergolong miring. Drainase
cepat, permeabilitas agak lambat, genangan air tanpa. Pengolahan air secara
drainase, erosi permukaan dan bahaya erosi cukup karena tidak adanya tanaman
penahan yang menahan erosi. Penggunaan lahan ini tergolong pada penggunaan
lahan kebun dengan tanaman tahunan spesifik apel.

3.3 Karakteristik Tanah (Uraian dan Sifat Fisik Tanah)


Dari survei yang telah kami lakukan di 4 titik pengamatan yaitu profil,
minipit 1 hingga minipit 3 yang seluruhnya berada disatu wilayah di Dukuh
Rekesan Desa Bulukerto Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Pada keempat titik ini
merupakan tanah olahan dengan berbagai macam tanaman budidaya. Maka dari
pernyataan diatas dapat diuraikan beberapa karakteristik tanah yang ada diwilayah
tersebut. Pertama, pada titik pengamatan 1 (profil) merupakan tanah olahan yang
ditanami tanaman wortel dengan warna lapisan permukaannya adalah coklat
keabu-abuan yang memiliki tekstur pasir berlempung, struktur butir, konsistensi
lepas, tidak lekat, agak plastis serta pori kasar yang dominan. Lalu, pada titik
pengamatan 2 (minipit 1) yang juga merupakan tanah olahan yang ditanami
tanaman brokoli memiliki lapisan permukaan yang berwarna coklat kemerahan
gelap, bertekstur lempung liat berpasir, berstruktur butir dengan konsistensi
gembur, agak lekat dan agak plastis serta memiliki pori kasar yang dominan.
Kemudian, pada titik pengamatan 3 (minipit 2) tanah olahan tersebut ditanami
tanaman singkong memiliki warna untuk lapisan permukaannya adalah abu-abu
gelap dengan tekstur pasir berlempung dan struktur remah yang berkonsistensi
lepas, tidak lekat dan agak plastis serta pori kasar yang dominan. Dan untuk titik
terakhir yaitu pada titik pengamatan 4 (minipit 3) tanah permukaan yang diolah
ditanami tanaman apel yang memilki warna tanah coklat keabu-abuan gelap
dengan tekstur lempung berpasir dan struktur gumpal membulat yang memilki
konsistensi sangat gembur agak lekat dan agak plastis serta pori kasar yang
dominan.
3.4 Penggunaan Lahan
Daerah survei yang terletak di desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji, Kota
Batu merupakan daerah yang dikelilingi oleh perbukitan. Pada survei evaluasi
lahan, setiap kelompok mengamati 4 titik dimana penggunaan lahan pada titik
kelompok kami sebagai berikut:

Titik Pengamatan 1 (profil)


Pada titik 1 kondisi disekitar titik merupakan daerah lahan tanaman wortel,
banyak dijumpai tanaman wortel sekaligus tanaman jeruk di sekitar lahan
tanaman wortel. Untuk penutupan lahan oleh kanopi tanaman tidak ada. Luas

lahan tanaman wortel sendiri 0,5 Ha yang semuanya ditanami tanaman


wortel.

Titik Pengamatan 2 (minipit 1)


Pada titik 2, penggunaan lahan yang digunakan adalah tegalan, penampakan
vegetasi yaitu berupa tanaman brokoli. Untuk penutupan lahan di titik 2 tidak
ada, sehingga kanopi di lahan tersebut 0%.

Titik Pengamatan 3 (minipit 2)


Pada titik 3 vegetasi yang ditemukan adalah rumput liar, tanaman pisang, dan
bekas tanaman jagung. Pada titik 3 ini penutupan lahan pada kanopi tanaman
termasuk kategori jarang yaitu 0-5% dengan jumlah pohon pada lahan tersebut
hanya sekitar 3-5 pohon dengan luas lahan 0,2 Ha. Dilihat dari kondisi, lahan
tersebut berupa tegelan yang sudah dibiarkan setelah budidaya tanaman jagung
yang bisa dilihat dari bekas tanamannya.

Titik Pengamatan 4 (minipit 3)


Pada titik 4 penggunaan lahan yaitu berupa kebun, vegetasi yang ditemukan
adalah tanaman apel dan tanaman jeruk. Pada titik 4 tidak terdapat kanopi yang
menutupi tanaman apel. Kebun apel sendiri memiliki luas 0,3 Ha.

3.5 Sebaran SPT di Lokasi Survei


3.6 Kondisi Sosial Ekonomi Lokasi
Lokasi survey dilaksanakan di Bulukerto Kecamatan Bumiaji, Kotamadya
Batu, Kabupaten Malang, Jawa Timur dengan menentukan 4 titik pengamatan
diantaranya adalah titik profil,minipit 1,minipit 2 dan minipit 3 yang dimana
lokasi pengambilan sampel titik dilakukan di sekitar desa yang sama yaitu di
Bulukerto.
3.6.1 Titik 1
Titik 1 adalah titik pengamatan profil tanah lokasi pengambilan sampel
titik 1 dilakukan di desa Bulukerto, tipe penggunaan lahan di pengamatan sampel
profil adalah tegalan yang dimana ditanamin komoditas tomat dan wortel.
Pemilikan lahan milik orang lain dengan total luas lahan usaha 10.500 Meter yang

dimana keuntungan adalah sistem bagi hasil antara petani dan pemilik lahan
usaha. Kondisi ekonomi di desa tersebut terdapat pada sektor pertanian saja dan
pada sektor peternakan. tidak menjadi sumber pendapatan utama bagi masyarakat
desa Bulukerto dalam menghidupi kebutuhan keluarga mereka. Hal tersebut
dikarenakan sebagian besar dari mereka bermata pencaharian sebagai petani buah
apel (mayoritas) dan juga petani tomat dan wortel. Nama petani yang kita survei
adalah bapak Prayek,beliau menanam komoditas tomat dan wortel sebagai usaha
taninya, dan menanam komoditas wortel dengan varietas lokal (buat sendiri).
Mayoritas penduduk desa Bulukerto lebih memilih sektor pertanian khususnya
petani apel dan wortel sebagai usaha utama hal ini dikarenakan usaha tani apel
dan wortel mempunyai tingkat perputaran modal yang cepat, keuntungan besar,
dan perawatan mudah.
Sedangkan kondisi sosial di desa Bulukerto juga memiliki kelembagaan
desa yang dimana mengatur kesejahteraan petani seperti koperasi sewa pinjam,
untuk petani yang gagal panen sehingga dapat meminjam dana untuk penanaman
kembali dan mengembalikan uang pinjaman pada waktu panen.
3.6.2 Titik 2
Titik 2 adalah titik pengamatan minipit 1 lokasi pengambilan sampel titik
2 dilakukan di desa Bulukerto, tipe penggunaan lahan pada titik ini adalah tegalan
dengan tanaman komoditas Brokoli Hijau. Kondisi ekonomi dan sosial di desa
tersebut cuma pada sektor pertanian. Sektor peternakan tidak menjadi sumber
pendapatan bagi masyarakat desa Bulukerto dalam menghidupi kebutuhan
keluarga mereka. Nama petani adalah Bapak Rifai, pemilikan lahan pada
pengamatan di titik 3 adalah sewa lahan, Beliau telah berusaha tani Brokoli hijau
selama 4 Tahun. Varietas yang ditanam adalah brokoli sakat dengan harga bibit
Rp.140.000/1000 biji dengan penanaman pada musim penghujan.Pada musim
panen brokoli hijau langsung dijual ke para tengkulak sehingga tidak langsung
dikirim ke pasar.
3.6.3 Titik 3
Titik 3 adalah titik pengamatan minipit 2 lokasi pengambilan sampel titik
3 dilakukan di desa Bulukerto, Kondisi ekonomi dan sosial di desa tersebut
terdapat pada sektor pertanian saja dan pada sektor peternakan tidak menjadi

sumber pendapatan utama bagi masyarakat desa Bulukerto dalam menghidupi


kebutuhan keluarga mereka. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar dari mereka
bermata pencaharian sebagai petani, mayoritas petani apel. Tipe penggunaan lahan
di pengamatan sampel minipit 2 adalah tegalan yang dimana ditanamin komoditas
jeruk dan apel. Pemilikan lahan milik adalah milik sendiri denagan luas ha
dengan lamanya berusaha tani selama 30 tahun.
3.6.4 Titik 4
Titik 4 adalah titik pengamatan minipit 3 lokasi pengambilan sampel titik
4 dilakukan di desa Bulukerto, tipe penggunaan lahan pada titik ini adalah kebun
dengan tanaman komoditas Apel dengan varietas apel manalagi.Kondisi ekonomi
dan sosial di desa tersebut terdapat pada sektor pertanian saja dan pada sektor
peternakan tidak menjadi sumber pendapatan utama bagi masyarakat desa
Bulukerto dalam menghidupi kebutuhan keluarga mereka. Pemilikan lahan adalah
milik sendiri dengan sumber tenaga 2 orang dengan pembagian yang dimana

K
O
D
E

NAM

KEL

KEDA

WA

AS

SRU

KONSI

HOR

LAMA

RN

TEK

KTU

STENS

IZO

STU

Ap

PERA
PORI

KARA
N

PROFIL

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV

keuntungan adalah sistem bagi hasil.

027/43

10
YR
5/2

Pasir
berle
mpun

L: Lepas
Butir

B: tidak
lekat

H:

Jumlah:

banya

sedikit

Ukuran:

S:

Ha

sedan
g
K:

L:

biasa
H:

Jumlah:

berpa

sangat

biasa

sedikit

sir

gembur

S:

Ukuran:

27/43 -

7,5

Liat

71/84

YR
2,5/

Butir

4.1 Morfologi Tanah

sedan
B: agak

lekat

K:
banya
k
H:

71/84 116

banya
7,5
YR

AB

2,5/
2

Liat
berde
bu

Gum

L:

pal

gembur

S:

mem

B: agak

sedan

bulat

lekat

g
K:
biasa
H:

Bw1

116-150

7,5

Gum

YR

pal

2,5/

Liat

mem
bulat

L:

banya

Teguh

B:

S:

Sangat

biasa

lekat

K:
biasa
H:
sedan

Bw2

150-200

10

Liat

YR

berde

3/6

bu

Gum

L:

pal

gembur

S:

bersu

B: agak

sedan

lekat

dut

K:
biasa

Tabel X. Keadaan Morfologi Tanah di titik Profil

Ha

K
OD
E

NAM
A
HORI
ZON

Ap

KEDA
LAMA
N

KELA
WA

SRUK

KONSIS

POR

PERAK

RNA

TEKS

TUR

TENSI

ARAN

TUR

0 - 22

5 YR

cm

2,5/2

Lempu
ng liat

Butir

berpasir

H:

Jumlah:

L:

sedan

biasa

gembur

Ukuran:

B: agak

S:

Ha

lekat,

biasa

agak

K:

plastis

banya

MINIPIT 1

L: sangat
Bw1

22 - 31
cm

2,5Y
R
3/3

Liat
berpasir

gembur
Butir

B: lekat
agak
plastis

Bw2

31 - 50
cm

7,5Y

Lempu

ng

3/2

Berliat

k
H:

Jumlah:

sedan

sedang

Ukuran:

S:

Ha

biasa
K:
banya
k
H:

Jumlah:

L: sangat

banya

sedang

teguh

Ukurang:

B: agak

S:

Ka

bersud

lekat,

biasa

ut

agak

K:

plastis

sedan

Gumpa
l

Tabel X. Keadaan Morfologi Tanah di titik Minipit 1

NAM
KO

DE

HORI
ZON

LAMA
N

KELA
WA

SRUK

KONSIS

POR

PERAK

RNA

TEKS

TUR

TENSI

ARAN

TUR

0 - 16

7,5Y

cm

R 4/4

Pasir
berlemp

L: lepas
Remah

ung

B: tidak
lekat

MINIPIT 2

Ap

KEDA

H:

Jumlah:

sedik

banyak

it

Ukuran:

S:

Ha

biasa
K:
bany

Bw

16 - 50

7,5Y

cm

R 5/2

Lempu
ng
berliat

Gumpa
l
Bersud
ut

ak
H:

Jumlah:

L: sangat

bany

biasa

gembur

ak

Ukuran:

B: agak

S:

Ha

lekat,

biasa

plastis

K:
biasa

Tabel X. Keadaan Morfologi Tanah di titik Minipit 2

KO NAMA

KEDA

WA

KELA

SRUK

KONSIS

POR

PERAK

DE

HORI

LAMA

RNA

TUR

TENSI

ARAN

ZON

TEKS

TUR

MINIPIT 3

Ap

0-

10

Lempu

14/18

YR

ng

cm

4/2

berpasir

H:

Jumlah:

L: sangat

seda

sedang

Gumpa

gembur

ng

Ukuran:

B: agak

S:

Ha

membu

lekat,

biasa

lat

agak

K:

plastis

bany
ak
H:

14 -

10Y

26/30

Bw1

Pasir

R 3/2

cm

L: lepas

berlemp

Remah

ung

B: tidak
lekat

biasa
S:
biasa
K:
biasa
H:

26 - 50

Bw2

cm

10

Pasir

L: lepas

YR

berlemp

2/2

ung

Remah

B: tidak
lekat

biasa
S:
biasa
K:
biasa

4.2

Tabel X. Keadaan Morfologi Tanah di titik Minipit 3

NAM

KEDA

WA

KELA

SRU

KONSIS

POR

EPIPE

LAMA

RN

KTU

TENSI

DON

HOR

TEKS

IZO

TUR

DAN
ENDO

PEDO

N
H:
bany

Ap

027/43

10

Pasir

YR

berlem

5/2

pung

L: Lepas
Butir

B: tidak
lekat

ak
S:
seda
ng
K:

Klasifikasi Tanah

biasa
H:
biasa
7,5
A

27/43 -

YR

71/84

2,5/
3

Liat
berpasi

Butir

L: sangat

S:

gembur

seda

B: agak

ng

lekat

K:
ak
H:

PROFIL

4.2.1 Epipedon Dan Endopedon

bany
Okrik

bany
7,5
AB

71/84

YR

116

2,5/
2

Liat
berdeb
u

Gum

L:

ak

pal

gembur

S:

mem

B: agak

seda

bulat

lekat

ng
K:
biasa
H:

Bw1

116-150

7,5

Gum

YR

pal

2,5/

Liat

Bw2

150-200

mem
bulat

10

Liat

YR

berdeb

3/6

bany
L: Teguh

ak

B: Sangat

S:

lekat

biasa
K:

L:

biasa
H:

pal

gembur

seda

bersu

B: agak

ng

lekat

S:

Gum

dut

Kambik

seda
ng
K:
biasa

K
O
DE

EPIPE

NAM
A

KEDAL

WA

HORI

AMAN

RNA

ZON

KELAS
TEKST
UR

SRUK

KONSIS

POR

TUR

TENSI

DON
DAN
ENDOP
EDON

H:

Ap

0 - 22

5 YR

cm

2,5/2

Lempung
liat

Butir

berpasir

L:

sedan

gembur

B: agak

S:

lekat,

biasa

agak

K:

plastis

banya

MOLIK

MINIPIT 1

k
H:

Bw1

22 - 31

2,5Y

Liat

cm

R 3/3

berpasir

Butir

L:

sedan

sangatge

mbur

S:

B: lekat

biasa

agak

K:

plastis

banya
k
H:

Gumpa
Bw2

L: sangat

banya

teguh

B: agak

S:

31 - 50

7,5Y

Lempung

cm

R 3/2

Berliat

bersud

lekat,

biasa

ut

agak

K:

plastis

sedan
g

KAMBI
K

K
O
DE

NAM
A
HORI
ZON

KEDA

WA

LAMA

RN

EPIPE

KELA
S

SRUKT

KONSIS

POR

TEKS

UR

TENSI

TUR

DON
DAN
ENDOP
EDON

H:
sediki

0 - 16cm

Pasir

berlemp

4/4

ung

L: lepas
Remah

B: tidak
lekat

MINIPIT 2

Ap

7,5Y

t
S:
biasa

OKRIK

K:
banya
k
H:

Bw

16-50cm

7,5Y

Lempu

ng

5/2

berliat

Gumpal
Bersudut

L: sangat

banya

gembur

B: agak

S:

lekat,

biasa

plastis

K:
biasa

KAMBI
K

K:

4.2.2 Ordo-SubGroup

biasa

KE

EPIP

LA

EDO

KED

ALA

TE

MAN

KS

TU

NA

MA

HO

RI

ZO
N

SR
UK
TU
R

KON
SIST
ENSI

PO
RI

N
DAN
END
OPE
DON

S
U

GR

EA

SUB

OR

DO

GR

GR

OU

OUP

H:
10
Ap

027/43

Y
R
5/
2

ban

Pas
ir
berl

But

em

ir

pun
g

27/43

71/84

2,
5/

PROFIL
AB

71/84
- 116

R
2,
5/

S:

B:

sed

tidak

ang

lekat

K:

sanga
Liat

ber

But

pasi

ir

gemb
ur
B:
agak
lekat

7,
Y

Lepas

L:

yak

bia

7,
5

L:

Gu

L:

Liat

mp

gemb

ber

al

ur

deb

me

B:

mb

agak

ulat

lekat

sa
H:
bia
sa
S:
sed
ang
K:
yak
H:
ban

Gu

5
Bw

116-

150

mp

Y
R
2,
5/
1

Liat

al
me
mb
ulat

Okri

ept

isol
s

yak

S:

st

sed

ang

K:

bia
sa
H:

7,

Inc

ban

L:

ban

Tegu

yak

S:

B:

bia

Sanga sa
t

K:

lekat

bia
sa

Torri
Ha

fluv

plu

entic

ste

Hapl

ps

uste
ps

H:
10
Bw

150-

200

Y
R
3/
6

Gu

L:

Liat

mp

gemb

ber

al

ur

deb

ber

B:

sud

agak

ut

lekat

sed
ang
S:
sed
ang
K:
bia
sa

Kam
bik

KE

EPIP

LA

EDO

KED

ALA

TE

MAN

KS

TU

NA
K

MA

HO

RI

ZO
N

SR
UK
TU
R

KON
SIST
ENSI

PO
RI

N
DAN
END

OR
DO

B
O
R

OPE

DON

GR
EA
T
GR
OU
P

SU
B
GR
OU
P

H:

Ap

0 - 22
cm

Le

L:

sed

mp

gemb

ang

ung

ur B:

S:

liat

agak

bia

2,5

ber

lekat,

sa

/2

pasi

agak

K:

plastis

ban

But
ir

L:

MINIPIT 1

sangat
2,5

Liat

gemb

Bw

22 -

ber

Buti

ur

31 cm

pasi

B:

3/3

lekat
agak
plastis
L:

7,5
Bw

31 -

50 cm

R
3/2

Le

Gu

mp

mpa

ung

Berl

bers

iat

udut

sangat
teguh
B:
agak
lekat,
agak
plastis

MOL
IK

yak
H:
sed
ang
S:
bia
sa
K:
ban
yak
H:
ban
yak
S:
bia
sa
K:
sed
ang

KAM
BIK

Inc
epti
sols

U
st
ep
ts

Enti
Hap

lust

Hap

olls

lust
olls

K
O
D
E

NA

KE

EPIP

LA

EDO

MA

KED

HO

ALA

TE

RIZ

MAN

KS

TU

ON

SR
UK
TU
R

KON
SIST
ENSI

PO
RI

MINIPIT 3

0Ap

14/18

cm

Bw
1

1426/30

cm

Le

Gu

10

mp

mpa

ung

ber

me

4/2

pasi

mbu

lat

10
Y
R
3/2

Pasi
r
berl
emp

Re
mah

ung

N
DAN
END

sed

gemb

ang

ur

S:

B:

bia

agak

sa

lekat,

K:

agak

ban

plastis

yak
H:

KAM

bia

BIK

S:

B:

bia

tidak

sa

lekat

K:
bia

Bw

26-

10

Pasi

Re

L:

sa
H:

50cm

mah

lepas

bia

berl

B:

sa

2/2

emp

tidak

S:

ung

lekat

bia
sa
K:
bia

DON
sangat

lepas

O
D

H:

sa

DO

OPE
L:

L:

OR

U
st

OKRI

p
s
Inc
epti
sols

GR
EA
T
GR
OU
P

Ha
plu
step
s

SU
B
GR
OU
P

Udi
c
Hap
lust
eps

sa

4.3 Kemampuan Lahan


Titik 1. (Profil) Vegetasi Wortel
Tabel . Kelas Kemampuan Lahan Titik 1
No.
1

2
3
4
5
6
7
8

Faktor Pembatas
Tekstur

Data

Kode

Kelas

-Atas

Pasir berlempung

T5

VIII

-Bawah
Lereng (%)
Drainase
Permeabilitas
Kedalam tanah

Liat berpasir
15%
Cepat
Cepat
>90 cm

T2
L2
D1
P5
K0

I
III
I
VIII
I

E1

II

O0

I
VIII
Permeabilitas dan

(cm)
Tingkat erosi
ringan
batu/kerikil (%)
Bahaya banjir
Tidak pernah
KELAS PEMBATAS
FAKTOR PEMBATAS

Tekstur
VIIIs

KKL
Titik 2 (Minipit1) Vegetasi Brokoli
Tabel . Kelas Kemampuan Lahan Titik 2
No.
1

2
3
4
5

FaktorPembatas
Tekstur

Data

Kode

Kelas

-Atas

Liat berpasir

T2

-Bawah

Lempung

T2

Lereng (%)
Drainase
Permeabilitas
Kedalamtanah

Berliat
15%
Cepat
Cepat
>90 cm

L2
D2
P5
Ko

III
I
VIII
I

E1

II

O0

I
VIII
Permeabilitas
VIIIs

(cm)
6
Tingkat erosi
Ringan
7
batu/kerikil (%)
8
Bahayabanjir
Tanpa
KELAS PEMBATAS
FAKTOR PEMBATAS
KKL
Titik 3 (Minipit2) Vegetasi Apel

Tabel . Kelas Kemampuan Lahan Titik 3

No.
1

FaktorPembatas
Tekstur

Data

Kode

Kelas

-Atas

Lempung berliat

T2

2
3
4
5

-Bawah
Lereng (%)
Drainase
Permeabilitas
Kedalam tanah

Liat Berdebu
16%
Cepat
Agak lambat
>90cm

T1
L3
D1
P2
Ko

I
IV
I
IV
I

6
7
8

(cm)
Tingkat erosi
batu/kerikil (%)
Bahayabanjir

Sedang
Tanpa

E2
O0

III
I

KELAS PEMBATAS

IV
Permeabilitas

FAKTOR PEMBATAS

dan

KKL

Kelerengan
IVsg

Titik 4 (Minipit3) Vegetasi Apel


Tabel . Kelas Kemampuan Lahan Titik 4
No.
1

FaktorPembatas
Tekstur

Data

Kode

Kelas

-Atas

Pasir

T5

VIII

-Bawah

berlempung Liat

T1

Lereng (%)

Berdebu
18%

L3

IV

Drainase

Cepat

D1

Permeabilitas

Agak lambat

P2

IV

Kedalam tanah

>90cm

Ko

Sedang

E2

III

(cm)
6

Tingkat erosi

batu/kerikil (%)

Bahayabanjir

Tanpa

O0

KELAS PEMBATAS
FAKTOR PEMBATAS
KKL

VIII
Tekstur
VIIIs

Data hasil dari titik pengamatan 1 (Profil) diperoleh beberapa data lahan
yang meliputi tekstur atas (kelas VIII), tekstur bawah (kelas I), kelerengan (kelas
III), drainase (kelas I), permeabilitas (kelas VIII), kedalaman tanah (kelas I),
tingkat erosi (kelas II), bahaya banjir (kelas I).Sehingga pada titik pengamatan 1
termasuk kelas kemampuan lahan VIIIs dengan faktor pembatas yaitu
Permeabilitas dan Tekstur. Tanah-tanah dalam kelas VIII memiliki pembatas yang
menghalangi penggunaan tanah ini untuk produksi tanaman secara komersial.
Tanah kelas VIII sebaiknya dibiarkan dalam keadaan alami dan tanah ini
membatasi penggunaanya hanya untuk pariwisata dan suaka alam.(Rayes, 2007)
Data hasil dari titik pengamatan 2 (Minipit 1) diperoleh beberapa data
lahan yang meliputi tekstur atas (kelas I), tekstur bawah (kelas I), kelerengan
(kelas III), drainase (kelas I), permeabilitas (kelas VIII), kedalaman tanah (kelas
I), tingkat erosi (kelas II), bahaya banjir (kelas I).Sehingga pada titik pengamatan
2 termasuk kelas kemampuan lahan VIIIs, dengan faktor pembatas yaitu
permeabilitas. Tanah-tanah

dalam kelas VIII memiliki

pembatas

yang

menghalangi penggunaan tanah ini untuk produksi tanaman secara komersial.


Tanah kelas VIII sebaiknya dibiarkan dalam keadaan alami dan tanah ini
membatasi penggunaanya hanya untuk pariwisata dan suaka alam. (Rayes,2007).
Data hasil dari titik pengamatan 3 (Minipit 2) diperoleh beberapa data
lahan yang meliputi tekstur atas (kelas I), tekstur bawah (kelas I), kelerengan
(kelas IV), drainase (kelas I), permeabilitas (kelas IV), kedalaman tanah (kelas I),
tingkat erosi (kelas III), bahaya banjir (kelas I).Sehingga pada titik pengamatan 3
termasuk kelas kemampuan lahan IVsg dengan faktor pembatas yaitu kelerengan
dan permeabilitas. Tanah-tanah dalam kelas IV memiliki kendala yang sangat
berat sehingga membatasipilihan penggunaan atau memerlukan pengelolaan yang
sangat hati-hati atau keduanya.Tanah IV mungkin hanya cocok untuk dua atau tiga

macam tanaman pertanian atau tanaman yang memiliki produksi rendah. Tanah IV
memerlukan pengelolaan yang lebih hati hati dan tindakan konservasi yang lebih
sulit untuk diterapkan dan dipertahankan. Tanah kelas IV dapat digunakan untuk
tanaman pertanian, padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung atau
suaka alam. (Rayes, 2007).
Data hasil dari titik pengamatan 4 (Minipit 3) diperoleh beberapa data
lahan yang meliputi tekstur atas (kelas VIII), tekstur bawah (kelas I), kelerengan
(kelas IV), drainase (kelas I), permeabilitas (kelas IV), kedalaman tanah (kelas I),
tingkat erosi (kelas III), bahaya banjir (kelas I).Sehingga pada titik pengamatan 4
termasuk kelas kemampuan lahan VIIs dengan faktor pembatas yaitu Tekstur.
Tanah-tanah dalam kelas VIII memiliki pembatas yang menghalangi penggunaan
tanah ini untuk produksi tanaman secara komersial. Tanah kelas VIII sebaiknya
dibiarkan dalam keadaan alami dan tanah ini membatasi penggunaanya hanya
untuk pariwisata dan suaka alam. (Rayes, 2007)
Berdasarkan praktikum lapang yang telah kami lakukan, kemampuan
lahan tersebut didominasi pada Kelas Kemampuan Lahan ke VIII, dengan faktor
pembatas permeabilitas. Permeabilitas merupakan faktor pembatas yang berat
yaitu sebagai kemampuan tanah meneruskan air yang jatuh di atasnya ke lapisan
tanah yang lebih dalam sangat berpengaruh terhadap persediaan air di dalam
tanah. Tanah yang memiliki permeabilitas tinggi akan berpengaruh baik kepada
pertumbuhan tanaman, karena kapasitas kandungan airnya tinggi pula. Dengan
demikian semakin permeable tanahnya semakin tinggi kemampuan lahannya
sehingga lahan pada praktikum lapang lebih sesaui dijadikan padang rumput atau
dihutankan.
.
4.4 Kesesuaian Lahan
4.4.1 Kesesuaian Lahan Aktual
Titik 1 Profil (Vegetasi: Wortel)
Tabel. Kelas Keseuaian Lahan Aktual Titik 1
Persyaratan Penggunaan
Lahan/ Karakteristik
Lahan
Temperatur (tc)

Data

Kelas

Temperatur rerata (C) *


22oC
S1
Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) **
300 mm/bln
S1
Kelembaban (%) ***
Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase
Agak cepat
S2
Media perakaran (rc)
Pasir berlempung
Tekstur
N
Bahan Kasar (%)
Kedalaman tanah (cm)
>90
S1
Gambut:
Ketebalan (cm)
dengan sisipan/pengkayaan
Kematangan
Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol)
Kejenuhan basa (%)
H
O
pH
2
C-organik (%)
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m)
Sodisitas (xn)
Alkalinitas/ESP (%)
Bahaya sulfidik (xs)
Kedalaman sulfidik (cm)
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%)
15
S2
Bahaya erosi
Ringan/sedang
S2
Bahaya banjir (fh)
Genangan
Tanpa
S1
Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%)
Singkapan batuan (%)
Kelas Kesesuaian Lahan
N
Faktor Pembatas
rc
Subkelas Kesesuaian Lahan
Nrc
Dari hasil pengamatan di atas dimana titik pengamatan 1 merupakan titik
dengan temperature suhu 17-27oC, curah hujan yaitu sebesar 300 mm/bln,
drainase yang tergolong agak cepat dan tektuk tanah yang berupa pasir
berlempung, dengan kedalaman tanah efektif >90 cm, kelerengan sebesar 15 %,
dan penggunaan lahan berupa tanaman budidaya yaitu wortel. Jika dilihat dari
tabel kesesuaian lahan untuk wortel, yang dibatasi oleh media perakaran, maka
titik pengamatan 1 termasuk dalam kelas kesesuaian lahan (N). *Tidak Sesuai*

Titik 2 (Vegetasi: Brokoli)


Tabel 11. Kelas Keseuaian Lahan Aktual Titik 2
Persyaratan Penggunaan
Lahan/ Karakteristik
Lahan
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (C) *
Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) **
Kelembaban (%) ***
Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase
Media perakaran (rc)
Tekstur
Bahan Kasar (%)
Kedalaman tanah (cm)
Gambut:
Ketebalan (cm)
+ dengan
sisipan/pengkayaan
Kematangan
Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol)
Kejenuhan basa (%)
pH H 2 O
C-organik (%)
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m)
Sodisitas (xn)
Alkalinitas/ESP (%)
Bahaya sulfidik (xs)
Kedalaman sulfidik (cm)
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%)
Bahaya erosi

Data

Kelas

22

S1

300 mm/bln

S1

Agak Cepat

S2

Lempung liat berpasir

S1

>90

S1

15
Ringan/
sedang

S2
S2

Bahaya banjir (fh)


Genangan
Tanpa
Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%)
Singkapan batuan (%)
Kelas Kesesuaian Lahan
Faktor Pembatas
Subkelas Kesesuaian Lahan

S1

S2
oa,eh
S2oa,e

h
Dari hasil table di atas titik pengamatan 2 merupakan titik dengan
temperature 22oC, curah hujan yaitu sebesar 300 mm/bln, drainase yang tergolong
agak cepat. kedalaman tanah efektif >90 cm, kelerengan sebesar 15 %, dan
penggunaan lahan berupa tanaman budidaya yaitu brokoli. Jika dilihat dari tabel
kesesuaian lahan untuk wortel, yang dibatasi oleh media perakaran dan curah
hujan/ ketersediaan air, maka titik pengamatan 2 termasuk dalam kelas kesesuaian
lahan (S2). *Cukup Sesuai*
Titik 3 (Vegetasi: Apel)
Tabel 12. Kelas Keseuaian Lahan Aktual Titik 3
Persyaratan Penggunaan
Lahan/ Karakteristik
Lahan
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (C) *
Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) **
Kelembaban (%) ***
Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase
Media perakaran (rc)
Tekstur
Bahan Kasar (%)
Kedalaman tanah (cm)
Gambut:
Ketebalan (cm)
+ dengan
sisipan/pengkayaan
Kematangan
Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol)
Kejenuhan basa (%)
pH H 2 O

Data

Kelas

22oC

S1

300 mm/bln

S1

Agak Cepat

S2

Pasir berlempung

>90
-

S1

C-organik (%)
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m)
Sodisitas (xn)
Alkalinitas/ESP (%)
Bahaya sulfidik (xs)
Kedalaman sulfidik (cm)
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%)
Bahaya erosi

16
Ringan/
sedang

S2
S2

Bahaya banjir (fh)


Genangan
Tanpa
S1
Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%)
Singkapan batuan (%)
Kelas Kesesuaian Lahan
N
Faktor Pembatas
rc
Subkelas Kesesuaian Lahan
Nrc
Dari data di atas dapat di ketahui bahwa pada titik pengamatan 3 merupakan
titik dengan temperature suhu 22oC, curah hujan 300 mm/bln, drainase yang
tergolong agak cepat, tekstur tanah pasir berlempung dengan kedalaman tanah
efektif >90 cm, kelerengan sebesar 16 %, dan tanaman yang ada di lahan tersebut
adalah apel. Jika dilihat dari tabel kesesuaian lahan untuk singkong, yang dibatasi
oleh tekstur tanah sehingga media perakaran yang kurang terjamin menopang
tanaman, maka titik pengamatan 3 termasuk dalam kelas kesesuaian lahan (N).
*Tidak Sesuai*
Titik 4 (Vegetasi: Apel)
Tabel 13. Kelas Keseuaian Lahan Aktual Titik 4
Persyaratan Penggunaan
Lahan/ Karakteristik
Lahan
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (C) *
Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) **
Kelembaban (%) ***
Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase
Media perakaran (rc)
Tekstur

Data

Kelas

22oC

S1

300 mm/bln

S1

Agak Cepat

S2

Lempung berpasir

S3

Bahan Kasar (%)


Kedalaman tanah (cm)
Gambut:
Ketebalan (cm)
+ dengan
sisipan/pengkayaan
Kematangan
Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol)
Kejenuhan basa (%)
pH H 2 O
C-organik (%)
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m)
Sodisitas (xn)
Alkalinitas/ESP (%)
Bahaya sulfidik (xs)
Kedalaman sulfidik (cm)
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%)
Bahaya erosi

>90

S1

18
Ringan/
sedang

S3
S2

Bahaya banjir (fh)


Genangan
Tanpa
S1
Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%)
Singkapan batuan (%)
Kelas Kesesuaian Lahan
S3
Faktor Pembatas
rc,eh
Subkelas Kesesuaian Lahan
S3rc,eh
Dari table di atas di ketahui bahwa pada titik pengamatan 4 merupakan
titik dengan temperature suhu, curah hujan yaitu sebesar 300 mm/bln, drainase
yang tergolong agak cepat. kedalaman tanah efektif >90 cm, kelerengan sebesar
18 %, dan penggunaan lahan berupa tanaman tahunan yaitu apel. Jika dilihat dari
tabel kesesuaian lahan untuk apel, yang dibatasi oleh tekstur tanah, curah hujan
dan bahaya erosi, maka titik pengamatan 4 termasuk dalam kelas kesesuaian lahan
(S3). *Sesuai Marginal*
4.4.2 Kesesuaian Lahan Potensial
Kesesuaian lahan potensial menunjukkan kesesuaian lahan setelah
diadakan perbaikan utama tertentu yang diperlukan. Dalam hal ini, perlu
dipertimbangkan pula faktor-faktor ekonomis untuk menduga biaya yang

diperlukan bagi perbaikan-perbaikan tersebut (FAO, 1976 dalam Djaenudin et al.,


2000).
Titik 1 Profil (Vegetasi: Wortel)
Tabel 49. Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Potensial Titik 1
Persyaratan
Penggunaan Lahan/
Karakteristik Lahan
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (C)

Kelas Kesesuaian Lahan


Kelas
Usaha
Kesesuaia
Nilai Data
Perbaika
n Lahan
n
Aktual
22oC

*
Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) **
300 mm/bln
Kelembaban (%) ***
Ketersediaan oksigen
(oa)
Drainase
Media perakaran (rc)
Tekstur

Agak Cepat

Kelas
Kesesuaia
n Lahan
Potensial

S1

S1

S1

S1

S2

S1

Pasir
Berlempun

S1

S1

g
Bahan Kasar (%)
Kedalaman tanah (cm)
Gambut:
Ketebalan (cm)
+
dengan
sisipan/pengkayaan
Kematangan
Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol)
Kejenuhan basa (%)
pH H 2 O
C-organik (%)
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m)
Sodisitas (xn)
Alkalinitas/ESP (%)
Bahaya sulfidik (xs)
Kedalaman
sulfidik
(cm)

>90
-

Bahaya erosi (eh)


Lereng (%)
Bahaya erosi

15
Ringan/
sedang

Bahaya banjir (fh)


Genangan
Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan

Tanpa

(%)
Singkapan batuan (%)
Kelas
Kesesuaian Aktual

S2
S2

S2
+

S1

S1
S1

Potensial

Lahan
Yang menjadi faktor pembatas pada titik pengamatan 1 adalah tekstur
tanah
Kelas kesesuaian lahan aktual titik 1 adalah Nrc, sedangkan setelah
dilakukan perbaikan maka kelas kesesuaian lahan potensial menjadi tetap
Nrc
(+) : perbaikan dapat dilakukan dan akan menaikkan kelas satu tingkat
lebih tinggi
Faktor pembatas yang ada pada titik pertama ini, yaitu tekstur tanah.
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa tanaman yang dibudidayakan
pada titik ini adalah wortel. Kelas kesesuaian lahan aktual pada titik ini, yaitu Nrc.
Diketahui bahwa factor pembatas yang ada pada titik ini tidak dapat diperbaiki
maka hasilnya tetap Nrc.
Titik 2 (Vegetasi: Brokoli)
Tabel 15. Kelas Keseuaian Lahan Aktual Titik 2
Kelas Kesesuaian Lahan
Kelas

Persyaratan

Kelas

Penggunaan Lahan/

Nilai

Kesesuaia

Usaha

Kesesuaian

Karakteristik Lahan

Data

n Lahan

Perbaikan

Lahan

Temperatur (tc)
Temperatur rerata (C) *
Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) **

Aktual

Potensial

22oC

S1

S1

300

S1

S1

mm/bln
Kelembaban (%) ***
Ketersediaan oksigen
(oa)
Drainase

Agak
Cepat

Media perakaran (rc)


Tekstur

S2

S1

Lempun
g Liat

S1

S1

S1

S1

S2

S2

Berpasir
Bahan Kasar (%)
Kedalaman tanah (cm)
Gambut:
Ketebalan (cm)
+
dengan
sisipan/pengkayaan
Kematangan
Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol)
Kejenuhan basa (%)
pH H 2 O
C-organik (%)
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m)
Sodisitas (xn)
Alkalinitas/ESP (%)
Bahaya sulfidik (xs)
Kedalaman sulfidik (cm)
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%)
Bahaya erosi

>90
15
Ringan/
sedang

Bahaya banjir (fh)


Genangan
Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan

Tanpa

(%)
Singkapan batuan (%)
Kelas
Kesesuaian Aktual

S2

S1

S2

S1
S1

Potensial

Lahan
S2
Yang menjadi faktor pembatas pada titik pengamatan 2 adalah drainase,
lereng dan bahaya erosi

Kelas kesesuaian lahan aktual titik 2 adalah S2oa,eh, sedangkan setelah


dilakukan perbaikan maka kelas kesesuaian lahan potensial menjadi S2eh
(+) : perbaikan dapat dilakukan dan akan menaikkan kelas satu tingkat
lebih tinggi
Faktor pembatas yang ada pada titik kedua ini yaitu tekstur tanah dan
curah hujan yang tinggi. Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa tanaman
yang dibudidayakan pada titik ini adalah brokoli. Kelas kesesuaian lahan aktual
pada titik ini, yaitu S2oa,eh. Namun setelah di lakukan sebuah perbaikan factor
pembatas menjadi S2eh.

Titik 3 (Vegetasi: Apel)


Tabel 16. Kelas Keseuaian Lahan Aktual Titik 3
Kelas Kesesuaian Lahan
Kelas

Persyaratan
Penggunaan Lahan/

Nilai Data

Karakteristik Lahan
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (C) *
Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) **

22oC
300
mm/bln

Kelas

Kesesuaia

Usaha

Kesesuaia

n Lahan

Perbaikan

n Lahan

Aktual

Potensial

S1

S1

S1

S1

Kelembaban (%) ***


Ketersediaan oksigen
(oa)
Drainase

Agak
Cepat

Media perakaran (rc)


Tekstur

S2

S1

Pasir
berlempun

S1

S1

Bahan Kasar (%)


Kedalaman tanah (cm)
Gambut:
Ketebalan (cm)
+
dengan

>90
-

sisipan/pengkayaan
Kematangan
Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol)
Kejenuhan basa (%)
pH H 2 O
C-organik (%)
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m)
Sodisitas (xn)
Alkalinitas/ESP (%)
Bahaya sulfidik (xs)
Kedalaman
sulfidik
(cm)
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%)
Bahaya erosi

16
Ringan/
sedang

Bahaya banjir (fh)


Genangan
Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan

Tanpa

(%)
Singkapan batuan (%)
Kelas
Kesesuaian Aktual

S2

S1

S2

S1

S1

S1

Potensial

Lahan
Yang menjadi faktor pembatas pada titik pengamatan 3 adalah tekstur
tanah
Kelas kesesuaian lahan aktual titik 3 adalah Nrc, sedangkan setelah
dilakukan perbaikan maka kelas kesesuaian lahan potensial menjadi Nrc
(+) : perbaikan dapat dilakukan dan akan menaikkan kelas satu tingkat
lebih tinggi
Faktor pembatas yang ada pada titik ketiga ini, yaitu tekstur tanah.
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa tanaman yang dibudidayakan
pada titik ini adalah tanaman budidaya yaitu singkong. Kelas kesesuaian lahan
aktual pada titik ini, yaitu Nrc. Kelas tersebut tidak dapat di perbaiki karena factor
pembatasnya yaitu tekstur tanah yang sangat sulit untuk di perbaiki. Jadi tidak ada
usaha perbaikan untuk tekstur tanah dan tetap menjadi Nrc.

Titik 4 (Vegetasi: Apel)


Tabel 17. Kelas Keseuaian Lahan Aktual Titik 4
Kelas Kesesuaian Lahan
Kelas

Persyaratan

Kelas

Penggunaan Lahan/

Nilai

Kesesuaia

Usaha

Kesesuaia

Karakteristik Lahan

Data

n Lahan

Perbaikan

n Lahan

Temperatur (tc)
Temperatur rerata (C) *
Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) **

22oC
300
mm/bln

Aktual

Potensial

S1

S1

S1

S1

Kelembaban (%) ***


Ketersediaan oksigen
(oa)
Drainase

Agak
Cepat

Media perakaran (rc)


Tekstur

S2

S1

S3

S3

Lempun
g
berpasir

Bahan Kasar (%)


Kedalaman tanah (cm)
Gambut:
Ketebalan (cm)
+
dengan
sisipan/pengkayaan
Kematangan
Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol)
Kejenuhan basa (%)
pH H 2 O
C-organik (%)
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m)
Sodisitas (xn)
Alkalinitas/ESP (%)
Bahaya sulfidik (xs)
Kedalaman sulfidik (cm)

>90
-

S1

S1

Bahaya erosi (eh)


Lereng (%)
Bahaya erosi

18
Ringan/
sedang

Bahaya banjir (fh)


Genangan
Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan
(%)
Singkapan batuan (%)
Kelas
Kesesuaian

Tanpa

Aktual

S3

S2

S2

S1

S1

S3

S1

Potensial

S3

Lahan
Yang menjadi faktor pembatas pada titik pengamatan 4 adalah bahaya
lereng
Kelas kesesuaian lahan aktual titik 4 adalah S3rc,eh, sedangkan setelah
dilakukan perbaikan maka kelas kesesuaian lahan potensial menjadi S3rc
(+) : perbaikan dapat dilakukan dan akan menaikkan kelas satu tingkat
lebih tinggi
Faktor pembatas yang ada pada titik keempat ini, yaitu lereng.
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa tanaman yang dibudidayakan
pada titik ini adalah tanaman budidaya yaitu singkong. Kelas kesesuaian lahan
aktual pada titik ini, yaitu S3rc,eh. Setelah dilakukan perbaikan pada faktor
pembatas tersebut, maka kelas kesesuaian lahan potensial yang dapat dicapai
adalah S3rc
4.4.3 Rekomendasi
a. Profil (komoditas Wortel)
Dari hasil pengamatan yang di dapat, bahwa kelass kesesuaian lahan pada titik
pertama menunjukkan adanya ketidaksesuaian lahan. Hal tersebut di karenakan
factor pembatas yang tidak dapat di perbaiki lagi, adapun factor tersebut adalah
tekstur tanah. Mungkin bisa di adakan perbaikan namun sangat sulit dan
memerlukan waktu yang cukup lama.
b. Minipit 1 (komoditas Brokoli)
Dari hasil pengamatan yang di dapat, bahwa kelass kesesuaian lahan pada titik
pertama menunjukkan adanya kesesuaian lahan. Hal ini di karenakan usaha
perbaikan pada factor pembatas yaitu factor pembatas yang ada adalah

drainase, lereng, dan bahaya erosi. Usaha ini antara lain dengan perbaikan
saluran drainase atau irigasi, pembuatan terasering, dan juga penanaman
tanaman naungan atau tumpang sari yang memiliki perakaran yang kuat.
c. Minipit 2 (Komoditas Apel)
Dari hasil pengamatan yang di dapat, bahwa kelass kesesuaian lahan pada titik
pertama menunjukkan adanya ketidaksesuaian lahan. Hal tersebut di karenakan
factor pembatas yang tidak dapat di perbaiki lagi, adapun factor tersebut adalah
tekstur tanah. Mungkin bisa di adakan perbaikan namun sangat sulit dan
memerlukan waktu yang cukup lama.
d. Minipit 3 (Komoditas Apel)
Dari hasil pengamatan yang di dapat, bahwa kelass kesesuaian lahan pada titik
pertama menunjukkan adanya kesesuaian lahan yang marginal. Hal tersebut
dikarenakan adanya factor pembatas tekstur tanah, lereng dan bahaya erosi.
Usaha untuk memperbaiki factor pembatas tersebut antara lain bisa dengan
menggunakan terasering dan penanaman tanaman naungan atau tumpangsari
yang mempunyai perakaran yang kuat. Namun untuk factor pembatas pada
tekstur tanah sangat sulit untuk di lakukan perbaikan di karenakan
membutuhkan waktu yang sangat lama.

4.5 Analisis Usaha Tani


Data Tabulasi Sosek Minipit 1
A. Informasi Umum Survei
Daerah Survei

Batu, Malang, JawaTimur

Pemeta

L2

Kode Minipit

L2M1

Tanggal

15 November 2015

Peta Rupa Bumi

Bumiaji

Lokasi

Dukuh Rekesan, Desa Bulukerto,


Kecamatan Bumiaji, Kota Batu

Nama Tanah

Incepstisols

Tipe Penggunaan Lahan

Tegalan

Komoditas

Brokoli

Jenis Produksi

Tegal Brokoli

Nama Pengurus Lahan

Bapak Prayitno

Nama Penggarap

Bapak Rifai

B. Pemilikan Lahan

Tabel 1. Kepemilikan Lahan


No

Pemilikan

Jenis Lahan

Luas Lahan

1.

Lahan
Milik Orang

Tegalan

0,5 ha

Keterangan
Dalam kegiatan

Lain

mulai pengolahan

Bagi

lahan hingga panen

hasil

dikerjakan
bersama-sama oleh
pengurus dan
buruh tani
40% untuk pemilik

lahan
60% untuk

pengurus dan
penggarap

C. Jenis Kegiatan Pertanian


Tabel 2. Biaya Variabel dalam Penggunaan Input
Keterangan

Jumlah

Satuan

Harga per unit

Total

unit
12.500
150
30
100
12
1
1

Bibit Brokoli
P. Urea
P. Kandang
P. Grower
Pest. Asmek
Pest. Endur
Pest. Funginda

Biji
Kg
Kg
Kg
Btl
Btl
Btl

140
1.920
12.000
10.000
140.000
120.000
105.000

1.750.000
288.000
360.000
1.000.000
1.680.000
120.000
105.000
5.306.000

Tabel 3. Biaya Variabel dalam Tenaga Kerja


Tenaga kerja
laki-laki
a. pengolahan
b. penanaman
c. penyiangan
d. penyemprotan
Tenaga kerja

Jumla
h

Jumlah

Jumlah

hari

jam/hari

orang
5
2
3
2

perempuan
a. penyiangan

HOK

Upah/HOK

Total

1
4
3
8

6
6
6
6

3,75
6
6,75
12

30,000
30,000
30,000
30,000

112.500
180.000
202.500
360.000

48

25,000

1.200.000
2.055.000

Tabel 4. Biaya Tetap dan Biaya Penyusutan

Keterangan

Cangkul
Pajak Tanah

Jumlah
unit

Satuan

Harga

Harga

awal per

akhir

unit

per unit

1 buah

75,000
100.000

Th.
Eko

10,000

Biaya
penyusutan

Biaya
penyusutan

/th
21.000
150.000

Tabel 5. Penerimaan
Jumlah

Harga per

Keterangan
unit
Satuan
satuan
TR (=P x Q)
Brokoli
2000
Kg
10.000
20.000.000
D. Analisis Kelayakan Usaha Tani
1. Total Variable Cost (TVC)
TVC = 5.306.000 + 2.055.000
= 7.361.000
2. Total Fix Cost (TFC)
TFC = 150.000 + 7.000

/musim
tanam
7.000
150.000
157.000

= 157.000
3. Total Cost (TC)
TC = TVC + TFC
= 7.361.000 + 157.000
= 7.518.000
4. Total Revenue (TR)
TR = P x Q
= 2.000 x 10.000
= 20.000.000
Karena, dalam total penerimaan terdapat sistem bagi hasil yakni 40%
untuk pemilik dan 60% untuk penggarap, maka:
40
100

TR =

x 20.000.000

= 8.000.000
60
100

TR =

x 20.000.000

= 12.000.000
5. Keuntungan )

= TR TC

= 12.000.000 7.518.000
= 4.842.000
6. R/C Ratio
TR
TC

12.000 .000
7.518 .000

= 1,5
R/C Ratio >1 maka usahatani layak dijalankan.
Data Tabulasi Sosek Minipit 2
A. Informasi Umum Survei
Daerah Survei

Batu, Malang, JawaTimur

Pemeta

L2

Kode Minipit

L2M2

Tanggal

15 November 2015

Peta Rupa Bumi

Bumiaji

Lokasi

Dukuh Rekesan, Desa Bulukerto,


Kecamatan Bumiaji, Kota Batu

Nama Tanah

Incepstisols

Tipe Penggunaan Lahan

Kebun

Komoditas

Apel

Jenis Produksi

Kebun Apel

Nama Petani

Bapak Kamsun

Nama Penggarap

Bapak Kamsun

B. Pemilikan Lahan

Tabel 1. Kepemilikan Lahan


No
1.

Pemilikan
Lahan
Milik

Jenis Lahan

Luas Lahan

Kebun

0,4 ha

Sendiri

Keterangan
Keseluruhan dalam

kegiatan mulai dari


pengolahan lahan hingga
panen dikerjakan oleh
bapak Kamsun dan
keluarganya sendiri.
Hanya pada saat panen

beliau menggunakan
tenaga kerja buruh.

C. Jenis Kegiatan Pertanian


Tabel 2. Biaya Variabel dalam Penggunaan Input
Keterangan
Bibit Apel
P. Kandang
P. Organik
Pest. Kimia

Jumlah
unit
500
1
1
1

Satuan
Ons
Truk
Sak
Drum

Harga per unit


30
400.000
20.000
50.000

Total
15.000
400.000
20.000
50.000
485.000

Tabel 3. Biaya Variabel dalam Tenaga Kerja


Jumla

Tenaga kerja

laki-laki

Jumlah

Jumlah

hari

jam/hari

orang
10

Panen

HOK

Upah/HOK

7,5

50.000

Total
375.000
375.000

Tabel 4. Biaya Tetap dan Biaya Penyusutan

Keterangan

Jumlah
unit

Cangkul
Pajak Tanah

Satuan

5 buah

Harga

Harga

awal per

akhir

unit

per unit

75,000
100.000

Th.
Eko

10,000

Biaya
penyusutan

Biaya
penyusutan

/th
105.000
100.000
205.000

Tabel 5. Penerimaan
Jumlah
Keterangan
unit
Satuan
Wortel
4.000 kg
D. Analisis Kelayakan Usaha Tani
1. Total Variable Cost (TVC)
TVC = 485.000 + 375.000
= 860.000
2. Total Fix Cost (TFC)
TFC = 105.000 + 100.000
= 205.000
3. Total Cost (TC)
TC = TVC + TFC
= 860.000 + 205.000
= 1.065.000
4. Total Revenue (TR)
TR = P x Q
= 4.000 x 5.000
= 20.000.000

Harga per
satuan

TR (=P x Q)
5.000
20.000.000

/musim
tanam
35.000
100.000
135.000

5. Keuntungan )

= TR TC

= 20.000.000 1.065.000
= 18.935.000
Karena, petani penggarap seorang muslim maka pendapatan dipotong
zakat 2,5%. Jadi:
Zakat = 2,5% x 18.935.000
= 2.245.875
Keuntungan = 18.935.000 473.375
= 18.461.625
6. R/C Ratio
TR
TC

20.000 .000
1.065 .000

= 18,7
R/C Ratio >1 maka usahatani layak dijalankan

Data Tabulasi Sosek Minipit 3


A. Informasi Umum Survei
Daerah Survei

Batu, Malang, JawaTimur

Pemeta

L2

Kode Minipit

L2M3

Tanggal

15 November 2015

Peta Rupa Bumi

Bumiaji

Lokasi

Dukuh Rekesan, Desa Bulukerto,


Kecamatan Bumiaji, Kota Batu

Nama Tanah

Incepstisols

Tipe Penggunaan Lahan

Kebun

Komoditas

Apel

Jenis Produksi

Kebun Apel

Nama Petani

Bapak Mohammad Ali

Nama Penggarap

Ibu Pinah

B. Pemilikan Lahan

Tabel 1. Kepemilikan Lahan


No
1.

Pemilikan
Lahan
Milik Sendiri

Jenis Lahan

Luas Lahan

Kebun

0,3 ha

Keterangan
Keseluruhan kegiatan

Bagi hasil

mulai pengolahan lahan


hingga panen dikerjakan
oleh penggarap atau
buruh tani

2
3

untuk pemilik

lahan

1
3

untuk penggarap

C. Jenis Kegiatan Pertanian


Tabel 2. Biaya Variabel dalam Penggunaan Input
Keterangan
P. Urea
P. Phonska
P. kandang
Pest. Ditan
Pest. Antrakol

Jumlah unit
50
50
50
40
40

Satuan
Kg
Kg
Kg
Kg
Kg

Harga per unit


100.000
115.000
12.000
3.000
3.000

Total
5.00.0000
5.750.000
600.000
120.000
120.000
11.590.000

Tabel 3. Biaya Variabel dalam Tenaga Kerja


Jumla

Tenaga kerja
laki-laki

Jumlah

Jumlah

hari

jam/hari

HOK

Upah/HOK

Total

orang
Lahan diolah dengan tenaga kerja sistem kekeeluargaan

Tenaga kerja
perempuan
Tabel 4. Biaya Tetap dan Biaya Penyusutan
Tah
Jumlah

Keterangan

Satuan

unit

Harga

Harga

un

Biaya

awal per

akhir

eko

penyusutan

unit

per unit

nom

/th

Biaya
penyusutan
/musim
tanam

is
Cangkul

2 buah

75,000

10,000

43.500
43.500

8.700
8.700

Tabel 5. Penerimaan
Jumlah
Keterangan

unit

Apel

Satuan
12.000 Kg

D. Analisis Kelayakan Usaha Tani


1. Total Variable Cost (TVC)
TVC = 11.590.000 + 0 (HOK)
= 11.590.000
2. Total Fix Cost (TFC)
TFC = 8.700
3. Total Cost (TC)
TC = TVC + TFC
= 11.590.000 + 8.700
= 11.598.700

Harga per

TR (=P x

satuan

Q)
90,000,00
7.500

4. Total Revenue (TR)


TR = P x Q
= 12.000 x 7.500
= 90.000.000
Karena, dalam total penerimaan terdapat sistem bagi hasil yakni 2/3 untuk
pemilik dan 1/3 untuk penggarap, maka:
2
3

TR =

x 90.000.000

= 60.000.000
1
3

TR =

x 90.000.000

= 30.000.000
5. Keuntungan )

= TR TC

= 30.000.000 11.598.000
= .18.402.000
6. R/C Ratio
TR
TC

30.000 .000
11.598 .000

= 2,5
R/C Ratio >1 maka usahatani layak dijalankan.

Data Tabulasi Sosek Profil


A. Informasi Umum Survei
Daerah Survei

Batu, Malang, JawaTimur

Pemeta

L2

Kode Minipit

L2P1

Tanggal

15 November 2015

Peta Rupa Bumi

Bumiaji

Lokasi

Dukuh Rekesan, Desa Bulukerto,


Kecamatan Bumiaji, Kota Batu

Nama Tanah

Incepstisols

Tipe Penggunaan Lahan

Tegalan

Komoditas

Wortel

Jenis Produksi

Tegal Wortel

Nama Pengurus Lahan

Bapak Prayitno

Nama Penggarap

Bapak Rifai

B. Pemilikan Lahan

Tabel 1. Kepemilikan Lahan


No

Pemilikan

Jenis Lahan

Luas Lahan

1.

Lahan
Milik Orang

Kebun

1,5 ha

Keterangan
Dalam kegiatan

Lain

mulai pengolahan

Bagi

lahan hingga panen

hasil

dikerjakan
bersama-sama oleh
pengurus dan
buruh tani
40% untuk pemilik

lahan
60% untuk

pengurus dan
penggarap

C. Jenis Kegiatan Pertanian


Tabel 2. Biaya Variabel dalam Penggunaan Input
Keterangan

Jumlah unit

Satuan

Harga per unit

Total

Bibit Wortel
P. Urea
P. ZA
P. Kandang
P. Grower
P. Buzz
P. Cantik
Pest. Asmek
Pest. Volikur
Pest. Gandasil D
Pest. Record
Pest. Ditan
Pest. Endur
Pest. Gol
Traktor (sewa)
Air

160
300
300
6000
300
450
300
10
0,25
25
7
1
8
15
1

Ons
Kg
Kg
Kg
Kg
Kg
Kg
Btl
Kg
Scht
Btl
Kg
Btl
Btl
Unit

25.000
1.920
2.320
500
9.500
9.200
6.900
140.000
65.000
26.000
47.000
69.000
125.000
77.000
1.000.000
1.000.000

400.000
576.000
696.000
3,000,000
2.970.000
4.140.000
2.070.000
1.400.000
65.000
650.000
329.000
69.000
1.000.000
1.115.000
1.000.000
500.000
20.480.000

Tabel 3. Biaya Variabel dalam Tenaga Kerja


Tenaga kerja
laki-laki
a. pengolahan
b. penanaman
c. penyiangan
d. penyemprotan
e. pengairan
Tenaga kerja

Jumla
h

Jumlah

Jumlah

hari

jam/hari

orang
10
4
5
4
4

perempuan
a. penyiangan

15

HOK

Upah/HOK

Total

1
4
3
8
60

6
6
6
6
6

7,5
12
11,25
24
180

30,000
30,000
30,000
30,000
30,000

225.000
360.000
337.500
720.000
5.400.000

90

25,000

2.250.000
9.302.500

Tabel 4. Biaya Tetap dan Biaya Penyusutan

Keterangan

Cangkul
Pajak Tanah

Jumlah
unit

Satuan

1 buah

Harga

Harga

awal per

akhir

unit

per unit

75,000
876.000

Th.
Eko

10,000

Biaya
penyusutan

Biaya
penyusutan

/th
21.000
876.000

Tabel 5. Penerimaan
Jumlah
Keterangan

unit

Harga per
Satuan

satuan

TR (=P x Q)

/musim
tanam
7.000
876.000
883.000

Wortel

40.000 kg

5.000

200.000.000

D. Analisis Kelayakan Usaha Tani


1. Total Variable Cost (TVC)
TVC = 20.480.000 + 9.302.000
= 29.782.000
2. Total Fix Cost (TFC)
TFC = 876.000 + 7.000
= 883.000
3. Total Cost (TC)
TC = TVC + TFC
= 29.782.000 + 883.000
= 30.665.000
4. Total Revenue (TR)
TR = P x Q
= 40.000 x 5.000
= 200.000.000
Karena, dalam total penerimaan terdapat sistem bagi hasil yakni 40%
untuk pemilik dan 60% untuk penggarap, maka:
TR =

40
100

x 200.000.000

= 80.000.000
TR =

60
100

x 200.000.000

= 120.000.000
5. Keuntungan )

= TR TC

= 120.000.000 30.665.000
= .89.335.000
Karena, petani penggarap seorang muslim maka pendapatan dipotong
zakat 2,5%. Jadi:
Zakat = 2,5% x 89.335.000
= 2.233.375

Keuntungan = 89.835.000 2.233.375


= 87.601.125
6. R/C Ratio
TR
TC

120.000 .000
30.656 .000

= 3,9
R/C Ratio >1 maka usahatani layak untuk dijalankan.
4.6 Keterkaitan dan Keselarasan Analisis Biofisik dan Sosial Ekonomi
Tentang Survey Tanah
Dari hasil pengamatan yang kami lakukan di 4 titik yaitu: profil, minipit 1,
minipit 2, dan minipit 3. Berikut hasil dari analisa biofisik dan sosial ekonomi dari
pengamatan yang kami lakukan.
a. Lokasi 1 (profil)
Penggunaan lahan pada titik 1 yang berada di dukuh rekesan Desa
bulukerto, Kec. Bumi Aji, Malang. Pada lokasi 1 terdapat ciri tanaman yang
dominan merupakan daerah lahan tanaman wortel. Luas lahan tanaman wortel
sendiri 0,5 Ha yang semuanya ditanami tanaman wortel. Untuk kondisi lahan
pada titik ini berdasarkan analisa biofisik didapatkan hasil yakni pada titik
pertama yaitu titik profil memiliki lereng tunggal dengan kemiringan 15 % kearah
tenggara. Aliran Permukaan cepat karena kemiringan yang tergolong sangat
landai. Penggunaan lahan ini tergolong pada penggunaan lahan tegalan spesifik
wortel.
Sedangkan untuk analisa sosial ekonomi pada titik 1 dengan total luas
lahan usaha 10.500 Meter yang dimana keuntungan adalah sistem bagi hasil
antara petani dan pemilik lahan usaha. Kondisi ekonomi di desa tersebut terdapat
pada sektor pertanian saja dan pada sektor peternakan. tidak menjadi sumber
pendapatan utama bagi masyarakat desa Bulukerto dalam menghidupi kebutuhan
keluarga mereka. Bila dibandingkan antara pengeluaran dan pemasukan dalam
usahatani wortel tersebut, maka usahatani wortel dapat dikatakan layak walaupun
adanya pembagian hasil namun dalam perhitungan keuntungan nya juga bisa
menutupi kekurangan dari pengeluarannya tersebut.
b. Lokasi 2 (minipit 1)

Penggunaan lahan pada titik 2 ini cenderung semak, tapi terdapat tanaman
sayuran seperti brokoli. Namun vegetasi alami pada titik ini yang lebih dominan
yaitu rumput. Untuk kondisi lahan pada titik ini berdasarkan analisa biofisik
didapatkan daerah sekitar titik 1 memiliki lereng tunggal dengan kemiringan 15 %
kearah tenggara Aliran Permukaan cepat karena kemiringan yang tergolong sangat
landai. Drainase cepat, permeabilitas agak lambat, genangan air tanpa karena air
hujan langsung mengalir tanpa ada penahan. Pengolahan air secara drainase, erosi
permukaan dan bahaya erosi ringan . Penggunaan lahan ini tergolong pada
penggunaan lahan tegal spesifik brokoli.
Sedangkan dilihat dari analisa sosial ekonomi pada minipit satu Kondisi
ekonomi

dan

sosial

di

desa

tersebut

cuma

pada

sektor

pertanian.

Sektor peternakan tidak menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat desa


Bulukerto dalam menghidupi kebutuhan keluarga mereka. Nama petani adalah
Bapak Rifai, pemilikan lahan pada pengamatan di titik 3 adalah sewa lahan,
sistem bagi hasil dari usahatani ini adalah 40% untuk pemilik lahan 60% untuk
pengurus dan penggarap
Beliau telah berusaha tani Brokoli hijau selama 4 Tahun. Varietas yang
ditanam adalah brokoli sakat dengan harga bibit Rp.140.000/1000 biji dengan
penanaman pada musim penghujan.Pada musim panen brokoli hijau langsung
dijual ke para tengkulak sehingga tidak langsung dikirim ke pasar. Bagi pak rifai
menanam brokoli saat musimnya itu dapat membantu meningkatkan pendapatan
mereka.
c. Lokasi 3 (minipit 2)
Pada titik 3 vegetasi yang ditemukan adalah rumput liar, tanaman pisang,
dan bekas tanaman jagung. Pada titik 3 ini penutupan lahan pada kanopi tanaman
termasuk kategori jarang yaitu 0-5% dengan jumlah pohon pada lahan tersebut
hanya sekitar 3-5 pohon dengan luas lahan 0,2 Ha. Dilihat dari kondisi, lahan
tersebut berupa tegelan yang sudah dibiarkan setelah budidaya tanaman jagung
yang bisa dilihat dari bekas tanamannya.
Untuk kondisi lahan pada titik ini berdasarkan analisa biofisik didapatkan
Titik 3 ini memiliki lereng tunggal dengan relief makro berombak dan lereng
mikro teras dan kemiringan 16 % kearah tenggara. Aliran Permukaan cepat karena

kemiringan yang tergolong sangat landai. Drainase cepat karena tanah tidak
diolah. Permeabilitas agak lambat, genangan air tanpa karena air hujan langsung
mengalir tanpa ada penahan. Pengolahan air secara drainase, erosi permukaan dan
bahaya erosi cukup karena tidak adanya tanaman penahan yang menahan erosi.
Penggunaan lahan ini tergolong pada penggunaan lahan tegal spesifik singkong.
Pada minipit 2 Kondisi ekonomi dan sosial di desa tersebut terdapat pada
sektor pertanian saja dan pada sektor peternakan tidak menjadi sumber
pendapatan utama bagi masyarakat desa Bulukerto dalam menghidupi kebutuhan
keluarga mereka. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar dari mereka bermata
pencaharian sebagai petani, mayoritas petani apel. Tipe penggunaan lahan di
pengamatan sampel minipit 2 adalah tegalan yang dimana ditanamin komoditas
jeruk dan apel. Pemilikan lahan milik adalah milik sendiri denagan luas ha
dengan lamanya berusaha tani selama 30 tahun. Dan dari keuntungan yaitu
18.461.625 dan R/C Rationya adalah 18,7 maka usahatani singkong ini dapat
dikatakan layakuntuk dijalankan

d. Lokasi 4 (minipit 3)
Pada titik 4 penggunaan lahan yaitu berupa kebun, vegetasi yang
ditemukan adalah tanaman apel. Pada titik 4 tidak terdapat kanopi yang menutupi
tanaman apel. Kebun apel sendiri memiliki luas 0,5 Ha.
Untuk kondisi lahan pada titik ini berdasarkan analisa biofisik didapatkan
dengan kemiringan yang 18 % kearah selatan. Aliran Permukaan cepat karena
kemiringan yang tergolong sangat landai. Drainase cepat , permeabilitas agak
lambat, genangan air tanpa karena air hujan langsung mengalir tanpa ada penahan.
Pengolahan air secara drainase, erosi permukaan dan bahaya erosi cukup karena
tidak adanya tanaman penahan yang menahan erosi. Penggunaan lahan ini
tergolong pada penggunaan lahan kebun dengan tanaman tahunan spesifik apel.

Sedangkan dilihat dari analisa sosial ekonomi pada titik ini yakni minipit
3. Kondisi ekonomi dan sosial di desa tersebut terdapat pada sektor pertanian saja
dan pada sektor peternakan tidak menjadi sumber pendapatan utama bagi
masyarakat desa Bulukerto dalam menghidupi kebutuhan keluarga mereka.
Pemilikan lahan adalah milik sendiri dengan sumber tenaga 2 orang dengan
pembagian yang dimana keuntungan adalah sistem bagi hasil. Jika dilihat dari
analisis keuntungan dan r/c rationya, dimana keuntungan dari usahatani nya
adalah 18.402.000 dan R/C Ratio nya : 2,5, maka dapat disimpulkan jika R/C
Ratio >1 maka usahatani layak dijalankan.

Djaenudin, D., Marwan, H., Subagjo, H., dan A. Hidayat. 2011. Petunjuk Teknis
Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Balai Besar Litbang Sumberdaya
Lahan Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Bogor. 36p.
Sumber: Sitanala Arsyad (2006). Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.

Dapus
Van Zuidam, R.A., and F.I. van Zuidam-Cancelado. 1979. Terrain Analysis
and Classification using Aerial Photographs. ITC Textbook of
Photo-interpretation, vol. VII-6, 348 pp.

Anda mungkin juga menyukai