LATAR BELAKANG
Cabai merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama
telah diusahakan oleh petani secara intensif dan menjadi komoditas yang cukup
strategis di Indonesia. Bagi masyarakat Indonesia, komoditas sayuran ini menjadi
kebutuhan pokok yang digunakan sebagai penyedap masakan, penyedap rasa, dan
penambah selera makan sehingga masakan tanpa cabai terasa tawar dan hambar.
Konsumsi cabai terus mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan
jumlah penduduk setiap tahunnya. Peningkatan permintaan cabai biasanya terjadi
ketika bulan-bulan tertentu, seperti ketika menjelang puasa Ramadhan dan hari-
hari besar keagamaan. Berdasarkan Outlook Cabai yang diterbitkan oleh Pusat
Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian
(2016) kebutuhan cabai untuk kota besar yang berpenduduk satu juta atau lebih
sekitar 800.000 ton/tahun atau 66.000 ton/bulan. Pada musim hajatan atau hari
besar keagamaan, kebutuhan cabai biasanya meningkat sekitar 10-20% dari
kebutuhan normal. Tingkat produktivitas cabai secara nasional selama 5 tahun
terakhir sekitar 6 ton/ha. Untuk memenuhi kebutuhan bulanan masyarakat
perkotaan diperlukan luas panen cabai sebesar 11.000 ha/bulan, sedangkan pada
musim hajatan luas area panen cabai yang harus tersedia sekitar 12.000-13.300
ha/bulan.
Komoditas Cabai termasuk dalam kategori tanaman hortikultura, sehingga
memiliki karakteristik spesifik, yaitu memiliki kadar air tinggi, memenuhi
ruangan atau meruah, dan mudah rusak. Tanaman hortikultura juga bersifat
musiman yaitu jumlahnya melimpah pada musim tertentu tetapi menjadi sangat
langka pada musim yang lain (Kusnadi dkk, 2012). Dengan karakteristik tersebut,
maka untuk menstabilkan pasokan cabai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
bukanlah hal yang mudah. Apabila pasokan cabai lebih rendah dari permintaan
maka harga cabai akan naik, sebaliknya apabila pasokan cabai lebih tinggi dari
permintaan maka harga cabai akan turun. Farid dan Subekti (2012) menyatakan
bahwa fluktuasi harga cabai terjadi karena produksi cabai bersifat musiman, faktor
hujan, biaya produksi, dan panjangnya saluran distribusi.
Salah satu jenis cabai yang populer di kalangan petani dan menjadi
konsumsi masyarakat Indonesia adalah cabai rawit (Capscicum frutecens L.).
Berdasarkan Outlook Tanaman Pangan dan Hortikultura yang diterbitkan oleh
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian
Pertanian (2016) Indonesia menjadi produsen cabai rawit yang banyak digunakan
untuk kebutuhan domestik. Pada tahun 2012 sampai 2016, sentra produksi cabai
rawit di Indonesia terdapat di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat,
Nusa Tenggara Barat, Aceh, Sumatera Utara dan Bali. Provinsi Jawa Timur
merupakan penghasil cabai rawit terbesar dengan kontribusi 30,51% terhadap
produksi nasional. Penghasil cabai rawit terbesar berikutnya adalah Jawa Tengah
sebesar 14,48%, kemudian Jawa Barat sebesar 13,60%, dan Nusa Tenggara Barat
7,33%, sedangkan Aceh, Sumatera Utara dan Bali total ketiganya memberikan
kontribusi produksi nasional sebesar 13,90%. Produksi dari ke tujuh provinsi
tersebut telah berkontribusi sebesar 79,82% dari total produksi cabai rawit
Indonesia (Gambar 1).
Rumusan Masalah
Oleh karena itu, fluktuasi harga cabai rawit di Kabupaten Tuban patut dikaji lebih
dalam dan luas melalui beberapa fokus bahasan berikut ini: