Anda di halaman 1dari 28

ELASTISITAS TRANSMISI HARGA KOMODITAS CABAI RAWIT DI

SUMATERA SELATAN (ISIC 01283)

PROPOSAL OLEH:

LENI RATNA SARI

01021181823181

EKONOMI PEMBANGUNAN

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN

RISET DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

FAKULTAS EKONOMI

2022
1. Judul

Elastisitas Transmisi Harga Cabai Rawit Di Sumatera Selatan (ISIC 01283)

2. Latar Belakang

Komoditas hortikultura memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan

memiliki potensi yang akan terus berkembang seiring perkembangan

zaman. Salah satu dari komoditas hortikultura yang mempunyai nilai

ekonomi cukup tinggi yakni cabai dalam bahasa latin berupa Capsicum

annum, disebabkan oleh peranannya yang cukup besar dalam memenuhi

kebutuhan masyarakat dalam negeri maupun ekspor industri pangan

(wari & Wardhani, 2013).

Cabai termasuk ke dalam hortikultura jenis sayur-sayuran dari

tanaman genus Capsicum yang memiliki buah kecil dengan rasa yang

pedas, tempat penjualan terbanyak biasanya ada di pasar. Jenis cabai

sendiri terdiri dari berbagai macam jenis mulai dari rasa, warna, ukuran,

serta tingkat kepedasan dan harga yang berbeda. Ada empat macam

jenis cabai yang umum di Indonesia diantaranya; cabai rawit (Capsicum

frutescens), cabai keriting/cabai merah (Capsicum annum L), dan cabai

hijau (Capsicum annum var. annum). Salah satu jenis cabai yang akan

saya teliti yakni cabai rawit. Cabai rawit populer di kalangan

masyarakat Indonesia khususnya bagi pecinta kuliner pedas. Meskipun

cabai rawit bukan berasal dari tanaman Indonesia asli tetapi cabai sudah

menjadi bahan pokok berbagai kuliner.

1
Harga cabai setiap tahun tidak pernah stabil yang menjadi

penyebabnya ada beberapa faktor seperti jumlah permintaan konsumen

di pasar lebih besar dari jumlah penawaran produsen yang menyebabkan

adanya keterbatasan supply cabai di pasar akibat dari keadaan tersebut

menyebabkan perubahan harga cabai yang cenderung naik (bunga &

cieny, 2017).

Lalu adanya keterbatasan kondisi jumlah stok produksi

diakibatkan keterlambatan produksi yang dialami para petani sehingga

terganggunya pola produksi dan kuantitas produksi cabai akibat

perubahan kondisi cuaca. Perubahan cuaca berupa kelembapan udara,

dan kadar air tanah yang tidak mendukung mengakibatkan cabai cepat

membusuk, maka dari itu perubahan cuaca sangat berpengaruh terhadap

produksi cabai serta harga cabak itu sendiri.

Harga cabai yang meningkat terus menerus diakibatkan oleh

beberapa faktor, menurut penelitian bunga & cieny (2017) diakibatkan

oleh permintaan lebih besar dari jumlah yang ditawarkan menyebabkan

supply tidak terpenuhi, produksi yang berkurang akibat hasil panen dari

petani yang tidak maksimal akibat perubahan cuaca menyebabkan

kelangkaan barang hingga berdampak pada naiknya harga komoditas.

Perubahan cuaca menentukan keberlangsungan produksi, alasannya

karena cabai termasuk komoditas yang cepat membusuk. Sehingga

besar kecilnya produksi sangat berpengaruh dalam penentuan harga.

2
Menurut hukum permintaan “Jika semakin tinggi harga maka

semakin berkurang jumlah permintaan tetapi sebaliknya jika semakin

rendah harga maka semakin tinggi jumlah permintaan” (Gaspersz;

2011). Tingkat harga cenderung tinggi akan mendorong petani untuk

bertanam akan tetapi bila harga cenderung rendah maka akan membuat

petani sungkan. Ketika harga tinggi dan petani tidak menimbun hasil

panennya maka akan terjadi fluktuasi harga.

Masalah stabilitas harga cabai masih harus lebih diperhatikan serta

diberikan solusi agar tidak terjadinya disparitas harga yang cukup tinggi antara

harga di level produsen dengan di level konsumen. Berdasarkan kajian empiris

sebelumnya dan data yang ada di wilayah Sumatera Selatan, maka ada dugaan

bahwa struktur pasar oligopoli juga terjadi dipasar cabai di kawasan ini. Hal ini

yang menjadi dasar perlunya kajian empiris yang membahas masalah tersebut.

Sumatera Selatan mempunyai luas lahan perkebunan dan

pertanian yang cukup luas. Setengah masyarakat dari provinsi ini

memiliki mata pencaharian di Bidang Petanian. Data Badan Pusat

Statistik Sumatera Selatan (2020), menyatakan bahwa luas lahan

tanaman sayuran cabai rawit pada tahun 2016 mencapai 7.370 hektar

kemudian di tahun berikutnya sampai pada tahun 2020 terus mengalami

penurunan. Hal ini di akibatkan oleh masa panen yang melimpah, dan

kualitas buruk. Selain itu disebabkan oleh curah hujan yang tinggi

3
sehingga cabai rawit tidak bertahan lama setelah dipanen. Kecuali di

tahun 2017 yang mengalami peningkatan sebesar 8.808 hektar.

Sementara itu produksi tanaman cabai rawit tidak jauh berbeda

dengan luas panen, yakni dari tahun 2016-2020 hanya tahun 2017 yang

mengalami peningkatan sebesar 562.937 ton sedangkan tahun lainnya

terus mengalami penurunan yakni hingga tahun 2020 yang hanya

mencapai 381.609 ton. Penurunan ini disebabkan oleh luas lahan yang

semakin menurun sehingga produksi juga ikut menurun menyebabkan

lahan pertanian semakin sempit dan tidak ada ketersediaan tempat untuk

penanaman tersebut.

Tabel 1. Produksi Cabai Rawit di Sumatera Selatan


Tahun 2016-2020

Tahun Luas Panen Produksi Rata-Rata


(Ha) (Ton) Produksi
2016 7.370 357.593 48.985
2017 8.808 562.937 63.912
2018 7.624 552.646 72.487
2019 6.474 514.921 79.536
2020 5.765 381.609 66194
Sumber: BPS Sumatera Selatan 2020

Penyumbang terbesar produksi cabai rawit pada tahun 2019

dipegang oleh pulai jawa, yakni provinsi Jawa Timur sebesar 250.007

ton, dilanjutkan oleh provinsi Jawa Tengah sebesar 149.990 ton dan

provinsi Jawa Barat sebesar 112.634 ton. Sedangkan untuk Pulau

4
Sumatera totalnya hanya sebesar 54.654 ton, provinsi Sumatera Selatan

hanya menyumbang sebesar 3.302 ton.

Setiap Kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan memiliki harga

cabai yang berbeda-beda, Kabupeten tersebut yakni Ogan Ilir, OKI,

OKU Timur, Muara Enim, Lahat, Banyuasin, Musi Banyuasin, Musi

Rawas. Harga tertinggi dipegang oleh Musi Banyuasin yakni diatas tiga

juta/100 kg selama tahun 2016-2020 kecuali pada tahun 2020 yang

mengalami penurunan, tidak hanya pada cabai rawit saja tetapi hampir

seluruh komoditi mengalami penurunan yang diakibatkan oleh adanya

pandemi Covid-19 yang menyerang negara Indonesia di awal tahun

hingga sekarang masih berlanjut. Selama masa pandemi tahun 2020

hanya kabupaten Muara Enim saja yang harganya masih diatas tiga juta

rupiah.

Tabel 2. Harga Produsen Cabai Rawit


Harga Produsen Cabai Rawit (Rp./100 kg)
Kabupaten
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
OKI 1.868.333 3.066.901 2.582.111 2.851.042 2.721.875 2.833.333 3.797.083 2.869.722 0 2.395.833
Muara Enim 2.416.667 1.669.445 2.610.833 2.630.888 1.915.278 1.775.000 2.950.000 3.627.778 0 3.234.375
Lahat 1.850.000 2.394.167 1.880.556 1.800.000 2.198.968 1.837.500 2.580.208 2.166.667 2.981.250 2.211.806
Musi Rawas 2.279.167 2.182.610 2.466.667 2.954.167 3.029.167 2.808.333 3.150.000 2.919.444 3.063.889 2.375.000
Musi Banyuasin 0 0 0 3.362.500 2.975.000 3.216.667 3.258.333 3.283.333 3.883.333 2.975.000
Banyuasin 2.098.038 2.454.760 2.941.667 3.192.222 3.018.056 3.466.667 3.238.889 3.141.667 3.277.778 2.153.056
OKU Timur 3.769.526 2.520.833 2.724.306 2.733.333 2.595.833 3.047.917 2.929.167 0 3.133.333 2.125.000
Ogan Ilir 1.554.096 1.937.500 2.245.833 2.250.000 0 1.958.333 2.350.000 1.745.833 2.625.000 2.070.556

Sumber: BPS Sumatera Selatan 2021

Dapat disimpulkan rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu

“Bagaimana Elastisitas Transmisi Harga Cabai Rawit di Provinsi

5
Sumatera Selatan”. Untuk itu dapat digunakan analisis elastisitas

transmisi harga yaitu suatu analisis yang dapat menunjukkan seberapa

jauh perubahan harga barang di suatu level pasar terhadap adanya

perubahan harga barang tersebut di level pasar yang lain (Lestari, 2016

dalam Rahmadany, 2019). Transmisi harga dari pedagang ke petani

biasanya relatif rendah selain itu, petani juga terlambat mengetahui

informasi tentang kenaikan harga atau terjadinya asymetric information

di mana adanya ketidaksamaan informasi yang diterima atau satu pihak

memiliki informasi yang lebih baik daripada pihak yang lainnya

(Prasetya, 2012).

3. Rumusan Masalah

Ada beberapa rumusan masalah yang didapat dari latar belakang yang

ditemukan diatas, yakni sebagai berikut;

a. Bagaimanakah proses perubahan harga yang yang ada di pasar Sumatera

Selatan?

b. Bagaimana elastisitas transmisi harga cabai rawit di tingkat konsumen

terhadap harga ditingkat petani Sumatera Selatan?

c. Bagaimana gambaran saluran pemasaran sayuran cabai rawit Sumatera

Selatan?

d. Menganalisis margin dan fluktuasi harga cabai rawit di Sumatera

Selatan?

6
4. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimanakah proses perubahan harga yang yang

ada di pasar Sumatera Selatan perubahan harga yang terjadi di pasar

Sumatera Selatan.

b. Agar bisa mengetahui elastisitas transmisi harga cabai di tingkat

konsumen terhadap harga ditingkat petani Sumatera Selatan

c. Menganalisis saluran pemasaran sayuran di Sumatera Selatan

d. Menganalisis margin dan fluktuasi harga cabai rawit di Sumatera

Selatan

5. Manfaat Penelitian

Ada beberapa manfaat yang akan didapat dari penelitian ini, yakni berupa;

a. Bagi para petani, penelitian ini bisa sebagai bahan masukan untuk

merubah sistem tataniaga cabai rawit ke arah yang lebih baik sehingga

dapat menguntungkan secara adil bagi setiap lembaga pemasaran.

b. Sedangkan untuk para pembaca, penelitian sebagai bahan informasi bagi

yang membutuhkan, sehingga dapat memberikan solusi dalam

pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat sebagai petani cabai

rawit.

c. Lalu pemerintah, penelitian ini bisa memberikan informasi sebagai

bahan masukan dalam memperbaiki harga yang terjadi di lapangan agar

dapat meningkatkan efisiensi tataniaga cabai rawit.

7
d. Terakhir bagi seluruh masyarakat, Sebagai salah satu wadah untuk

menambah informasi serta wawasan tentang elastisitas transmisi harga

komoditas cabai rawit.

6. Tinjauan Kepustakaan

6.1 Struktur Pasar

Stuktur pasar industri merupakan variabel yang penting untuk mempelajari

ekonomi industri karena struktur pasar industri akan mempengaruhi perilaku

dan kinerja perusahaan yang ada dalam industri. Struktur pasar juga penting

karena menentukan perilaku perusahaan yang ada dalam industri. Pada akhirnya

perilaku tersebut akan menentukan kualitas kinerja industri. Dari definisi Bain

dapat diketahui bahwa dalam struktur pasar inilah bentuk-bentuk pasar pada

ekonomi industri secara empirik di terapkan. Dengan mengetahui struktur

pasar, maka akan dapat diklasifikasikan suatu bentuk pasar apakah mendekati

persaingan persaingan sempurna, monopoli, persaingan monopolistis atau

oligopoli. Struktur pasar adalah bentuk pasar dalam dunia yang sesungguhnya.

Struktur pasar merupakan karakter suatu pasar yang mempengaruhi strategi

persaingan dan penentuan harga dari pasar. Struktur pasar dapat juga dipahami

sebagai bagian strategis yang relatif permanen dari lingkungan perusahaan yang

akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perilaku dan kinerja perusahaan di

suatu pasar. Jadi struktur akan mempengaruhi pola perilaku perusahaan di pasar

yang selanjutnya akan mempengaruhi kinerja (Bain dalam Martin, 1988).

8
Beberapa faktor yang menentukan struktur pasar antara lain jumlah pembeli dan

penjual, kemampuan bernegosiasi, tingkat konsentrasi, tingkat diferensiasi

produk , dan kemudahan atau kesulitan masuk dan keluar pasar.

http://eprints.undip.ac.id/23797/1/Maal_Naylah.pdf

Struktur pasar dibedakan menjadi empat macam:

(1) Pasar persaingan sempurna, Dalam pasar persaingan sempurna, harga hanya

ditentukan oleh perpotongan antara kurva permintaan dan penawaran pasar.

Sehingga perusahaan merupakan penerima harga (price taker). Perilaku free entry

dan free exit pada pasar persaingan sempurna mengakibatkan tidak adanya tingkat

konsentrasi pada pasar tersebut.

(2) Pasar monopoli, Monopoli merupakan bentuk organisasi pasar dimana terdapat

perusahaan tunggal yang menjual produk yang tidak mempunyai substitusi sempurna.

Monopoli dapat terjadi karena terdapat hambatan masuk ke pasar (entry barriers)

sehingga monopolis dapat memperoleh laba super normal dalam jangka panjang.

(3) Persaingan monopolistis, Persaingan monopolistik merupakan organisasi pasar,

dimana terdapat banyak perusahaan yang menjual komoditi yang hamper serupa

tetapi tidak sama. Perilaku pasar persaingan monopolistik merupakan perpaduan

pasar persaingan sempurna dengan pasar monopoli.

(4) Pasar oligopoli, Oligopoli adalah organisasi pasar dimana terdapat beberapa

perusahaan yang menjual komoditi, Oligopoli ditetapkan melalui suatu perjanjian,

yaitu bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain

9
untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran

barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan

atau persaingan usaha tidak sehat.

6.2 Harga

Definisi harga menurut Kotler & Amstrong (2011; 345) yakni

harga yang seharusnya dibayarkan oleh konsumen agar bisa

mendapatkan manfaat dari hasil yang telah dibayar. Sehingga menurut

penelitiannya harga menentukan bagaimana keberhasilan suatu pasar

bisa tercapai.

Harga merupakan hubungan timbal balik antara produsen dan

konsumen yang menghasilkan suatu produk, jasa, tenaga kerja ataupun

sejumlah uang dari hubungan tersebut. Ketika permintaan meningkat

maka yang terjadi ialah harga produk/barang/jasa tersebut akan

menurun. Sebaliknya, ketika permintaan menurun maka akan dibarengi

oleh harga suatu produk yang meningkat.

10
Gambar 6. 1. Kurva Permintaan

Hubungan antara harga dan kuantitas yang diminta berlaku

untuk sebagian besar barang dalam perekonomian, memang begitu

adanya terjadi sehingga para ekonom menamakannya hukum

permintaan (law of demand): dengan menganggap hal lainnya tetap

(mankiw: 2003).

Keputusan konsumen ketika membeli suatu produk dilihat dari

sisi harga menjadikan keberhasilan pasar sangat ditentukan oleh harga

itu sendiri. Dalam penelitian Kotler dan Amstrong (2011; 345) harga di

definisikan sebagai suatu ukuran yang harus dibayar oleh konsumen

11
ketika membeli suatu produk dan jasa agar bisa memperoleh manfaat,

memakai ataupun memiliki dari hasil yang dibayarkan konsumen.

Harga sebagai salah satu faktor utama yang bisa membuat

pilihan seseorang terpengaruhi ketika membeli suatu produk atau jasa

sehingga harga yang tinggi maupun rendah akan mempepengaruhi apa

yang akan dibeli oleh konsumen konsumen (Andi, 2015;128). Informasi

yang kurang tepat terutama harga yang lebih tinggi dari harga lainnya

akan mengakibatkan konsumen merasa tidak lega atas apa yang telah

didapat.

6.3 Elastisitas

Elastisitas digunakan untuk mengukur seberapa besar kepekaan

konsumen terhadap perubahan harga. Hukum permintaan mengatakan

bahwa penurunan harga suatu barang akan menaikkan kuantitas yang

diminta. Elastisitas harga dari permintaan mengukur seberapa banyak

kuantitas permintaan atas suatu barang berubah mengikuti perubahan

harga tersebut. Ketika permintaan suatu barang dikatakan elastis jika

kuantitas yang diminta berubah secara substansial akibat perubahan

harganya. Sebaliknya, permintaan dikatakan tidak elastis jika kuantitas

yang diminta hanya sedikit berubah akibat adanya perubahan harga.

Terdapat empat jenis elastisitas

12
1. Tidak elastis sempurna ( Ed = 0) perubahan harga sama sekali tidak
berpengaruh terhadap jumlah permintaan
2. Elastis sempurna (Ed = tanda s terbalik ) perubahan permintaan tidak
memberikan dampak sama sekali terhadap perubahan harga.
3. Elastis uniter (Ed = 1 ) perubahan harga diikuti oleh eprubahan jumlah
[ermintaan yang sama
4. Tidak elastis (Ed<1) perubahan harga hanya diikuti perubahan jumlah
yang diminta dalam jumlah yang relatif kecil
5. Elastis (Ed >1) perubahan harga dikuti jumlah permintaan dalam jumlah
yang lebih besar

Gamba 6.2 Kurva Elastisitas

6.3 Elastisitas Transmisi Harga

Elastisitas transmisi harga menggambarkan seberapa besar harga yang harus di

bayar pengecer kepada produsen atau perbandingan seberapa besar perubahan

harga yang terjadi di antara keduanya yakni harga yang dibayarkan pengecer

13
(konsumen) ke petani (produsen). Lebih mudahnya yakni, menjelaskan

perbedaan harga yang terjadi diantara pengecer dan petani.

Maka untuk melihat seberapa besar perubahan persentase harga yang terjadi

diperlukannya rumus yakni;

∆B A
Eh= x
∆A B

Di mana :

o Eh = Koefisien Elastisitas Harga

o ∆B = Perubahan Harga yang terjadi di level pengecer

o ∆A = Perubahan Harga yang terjadi di level petani

o A = Harga di level petani

o B = Harga di level pengecer

Ada 3 kriteria dalam pengukuran elastisitas transmisi harga

yakni; jika elastisitas transmisi harga sama dengan 1 (E=1) maka akan

terjadi efisiensi. Artinya adanya keseimbangan antara harga yang terjadi

di antara produsen dan konsumen. Jika nilai elastis harga produsen lebih

dari 1 maka perubahan yang terjadi di konsumen lebih kecil dari

perubahan produsen artinya terjadi inefisiensi (E>1). Sebaliknya, ketika

elastis harga kurang dari satu maka harga yang terjadi di produsen lebih

14
kecil dengan yang terjadi di tingkat konsumen artinya nilai efisiensi ini

tidak efisien (Hasyim, 2003 ; Endrawan, 2015)

Nilai elastis dianggap apabila harga suatu barang tidak

seimbang dengan permintaan yakni ketika permintaan semakin banyak

maka harga tidak mengikuti perkembangan perubahan permintaan yang

terjadi dan sebaliknya ketika harga suatu barang tidak elastis (inelastis)

dengan kata lain harga suatu barang lebih tinggi dari permintaan suatu

barang yang ada di pasaran.

6. 4 Pengukuran Konsentrasi Pasar

6.4.1 Concentration Ratio (CR)

Rasio konsentrasi digunakan untuk menentukan struktur pasar

dan daya saing pasar.  Rasio konsentrasi (CR) adalah jumlah persentase

pangsa pasar (jumlah yang telah ditentukan sebelumnya) perusahaan

terbesar dalam suatu industri. Rasio konsentrasi menunjukkan apakah

suatu industri terdiri dari beberapa perusahaan besar atau banyak

perusahaan kecil. Rasio konsentasi dapat dihitung yakni sebagai jumlah

persentase yang dimiliki oleh sebagian besar pangsa pasar perusahaaan.

Kisaran tingkat rasio konsentrasi menunjukkan seberapa banyak

persaingan yang terjadi di pasar yakni berkisar antara nol sampai

satu. Rasio yang berkisar antara 0% hingga 50% dapat menunjukkan

bahwa industri tersebut dalam persaingan sempurna dan dianggap

15
sebagai konsentrasi rendah. Rasio konsentrasi sangatlah tergantung

pada jumlah keseluruhan perusahaan yang ada dalam industri. Rumus

rasio konsentrasi yakni;

n
Xi
CRn=∑
i=1 T

o Artinya :

o n = Jumlah perusahaan yang dipilih

o Xi = Besarnya angka penjualan dari perusahaan yang dipilih

o T = Total keseluruhan penjualan

6. 4.2 Indeks Herfindahl-Hirschman (HHI)

Metode HHI digunakan sebagai alat untuk mengukur tingkat

konsentrasi pasar. HHI ialah suatu indikator untuk mengukur tingkat,

dihitung dengan mengkuadratkan persentase pangsa (dinyatakan

sebagai bilangan bulat) dari setiap perusahaan dalam suatu industri,

kemudian menjumlahkan pangsa pasar kuadrat ini untuk mendapatkan

HHI. HHI memiliki cukup banyak korelasi dengan rasio konsentrasi

dan dapat menjadi ukuran yang lebih baik dari konsentrasi pasar.

Indeks Herfindahl-Hirschman (HHI) memberikan gambaran

yang lebih lengkap tentang konsentrasi industri daripada rasio

konsentrasi. HHI menghindari masalah bahwa rasio konsentrasi tidak

mencerminkan perubahan ukuran perusahaan terbesar. Ketika HHI

16
mendekati angka satu maka penjualan perusahaan akan terkonsentrasi.

Rumus untuk HHI adalah sebagai berikut;

n
HHI =∑ Si ²
i=1

Dimana :

oSi = pangsa disetiap perusahaan

on = jumlah perusahaan

oI = perusahaan ke i

5.4 Penelitian Terdahulu

Pada penelitian Kusumah (2018) dengan judul “Elastisitas

Transmisi Harga Komoditas Cabai Merah di Jawa Tengah”. Penelitian

ini menggunakan metode (CRn) dan analisis elastisitas (Et). Penelitian

ini menghasilkan bahwa di Jawa Tengah struktur pasarnya berbentuk

oligopsoni ketat sedangkan untuk elastisitas harganya di dua kabupaten,

yakni magelang dan temanggung bersifat elastis (E>1) berarti adanya

kemungkinan terjadinya perubahan harga yang tidak seimbang diantara

tingkat petani dan di tingkat pedagang. Selanjutnya yang bersifat

inelastis (E<1) terjadi di brebes yang mana perubahan harga yang terjadi

kebalikan dari dua kabupaten tersebut. Alat ukur yang digunakan pada

penelitian ini berupa regresi linear sederhana.

17
Sama halnya pada penelitian yang berjudul “Analisis Pemasaran

Dan Transmisi Harga Cabai Rawit Di Kabupaten Kubu Raya” yang

bersifat inelastis. Berdasarkan uraian yang dikemukakan penelitian ini

maka hasil elastisitas bersifat inelastis (E<1) berarti adanya

kemungkinan ketidakseimbangan perubahan harga diantara tingkat

pengecer dan di tingkat produsen yakni harganya sebesar 0.042

(Ninggola & dkk; 2017). Penelitian ini menggunakan metode deskriptip

dan teknik survei.

Sedangkan Azhari (2019) dengan judul “Analisis Integrasi Pasar

Bawang Merah (Allium cepa L.) antara pasar induk tuntungan dengan

level pasar pengecer. Menunjukkan bahwa perubahan harga di level

pedagang pengecer yang terjadi di Kecamatan Tuntungan bersifat

inelastis (E<1) artinya perubahan 1% harga bawang merah akan

mengakibatkan harga di Pasar Induk Tuntungan berubah menjadi

0,75%. Sehingga IMC yang didapatkan sebesar 0,45. Dimana IMC < 1,

maka integrase semakin tinggi dan menunjukkan bahwa harga bawang

merah di pedagang pengecer memiliki keterkaitan dengan Pasar Induk

Tuntungan. Artinya, ada hubungan timbal balik antara kedua pasar

tersebut.

Selanjutnya penelitian Arifin & Firdaus (2016) dengan judul

“Transmisi Harga dan Perilaku Pasar Bawang Merah” menunjukkan

hasil bahwa terdapat hubungan yang asimetris antara pedagang

18
produsen dan pedagang grosir dengan pedagang grosir dan pedagang

pengecer. Sedangkan untuk faktor-faktor yang mempengaruhinya ada

dua faktor, yakni faktor jangka pendek dan faktor jangka panjang.

Penelitian yang dilakukan Bhinadi (2012) dengan judul

“Struktur Pasar, Distribusi, dan Pembentukan Harga Beras”

menunjukkan bahwa struktur pasar pada tingkat produsen (petani)

bersifat kompetitif, harga beras ditentukan oleh pembeli. Pada tingkat

distributor (pedagang besar) mengarah ke oligopoli, harga pada tingkat

distributor mengikuti harga pesaing. Sedangkan pada tingkat pengecer

struktur pasarnya semakin kompetitif, harga pada tingkat ini mengikuti

harga pasar tertinggi. Perubahan harga di tingkat hulu tidak signifikan

mempengaruhi perubahan harga di tingkat hilir. Faktor yang

menentukan harga jual beras dari produsen hingga pengecer sama, yaitu

ketersediaan pasokan. Metode yang dipakai berupa statistik deskriptif

dan pendekatan model Houck.

5.5 Kerangka Penelitian

Adanya informasi yang cepat dan akurat akan mendorong perubahan harga

cabai rawit di tingkat pedagang pengecer menimbulkan suatu hubungan yang

terjadi antar pasar. Akibat hubungan yang terjadi antar pasar tersebut

menunjukkan bahwa integrasi pasar sebagai tolak ukur yang penting.

Cabai Rawit

19
Struktur Pasar Elastisitas Transmisi
harga

5.6 Hipotesis Penelitian

Ada tiga hipotesis dalam penelitian ini, yakni ketika terjadinya siklus musiman

yang diakibatkan oleh cuaca ekstrem (curah hujan tinggi), menjelang bulan

puasa dan lebaran maka harga komoditas tersebut akan berfluktuasi.

Perkembangan harga cabai mengikuti perkembangan harga di tahun

sebelumnya. Terakhir, ketidakseimbangan harga yang terjadi di pasar akan

mengakibatkan dampak bagi produsen dan konsumen.

Metode Penelitian

Jenis dan Sumber Data

Pada penelitian ini digunakan metode regresi linear sederhana melalui software

SPSS untuk meneliti hubungan diantara variabel dependen dan variabel

independen.

20
Analisis Deskriptif digunakan untuk menggambarkan data secara umum seperti

frekuensi, deskriptif, eksplorasi data, tabulasi silang, dan analisis rasio

Metode Analisis Data

Analisis Regresi Linear Sederhana

Analisis regresi merupakan teknik yang digunakan untuk melihat / meramalkan

hubungan antara variabel X (independen) dan variabel Y (dependen) . Jika

variabel independen hanya satu maka digunakan regresi linear sederhana

sedangkan jika variabel independenya lebih dari satu maka yang digunakan

ialah regresi linear berganda (Supranto; 2016). Jadi analisis ini mempermudah

kita untuk mengetahui sesuatu di luar hasil penyelidikan.

Persamaan regresi lenear sederhana

Y ´=a+b X

Y´ = nilai yang dihitung/variabel dependen

𝑎 = konstanta

𝑏 = koefisien regresi/konstanta regresi, yang mengukur besarnya pengaruh X


terhadap Y jika X naik satu unit

𝑋 = variabel bebas

Besarnya konstanta 𝑎 dan 𝑏 dapa ditentukan menggunakan persamaan berikut:

( ∑ Y i ) ( ∑ X 2i ) −( ∑ X i) ( X i Y i )
a= 2 2
n∑ X i −( ∑ X i )

21
n ( ∑ X i Y i )−( ∑ X i )( ∑ Y i )
b= 2
n ∑ X 2i −( ∑ X i )

Koefisien Korelasi (r)

Koefisien Korelasi digunakan untuk mengukur seberapa besar/kuatnya

hubungan variabel X dan variabel Y. Terdapat hubungan positif dan negatif

antara X dan Y. Apabila kenaikan X pada umumnya diikuti oleh kenaikan Y

maka hubungan ini dikatakan positif dan apabila kenaikan X diikuti oleh

penurunan Y maka hubungan ini menjadi negatif.

Persamaan koefisien korelasi

( )( )
n n n
n ∑ Xi Yi− ∑ Xi ∑ Yi
i=1 i=1 i=1
r=

√[ ( ∑ ) ][ ∑ ( ∑ ) ]
n n 2 n n 2

∑X − 2
i Xi n Y −
2
i Yi
i=1 i=1 i=1 i=1

Uji signifikan dan Hipotesis

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/

3218126438990fa0771ddb555f70be42.pdf

Uji Hipotesis

22
Uji hipotesis merupakan sebuah cara untuk membuktikan secara

nyata serta sistematis dari dugaan akan sebuah pemikiran yang

sebelumnya diungkapkan dan berlandaskan pada dukungan data.

Perhitungan statistik disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji

statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah dimana Ho ditolak),

sebaliknya disebut tidak signifikan bila nilai uji statistiknya berada dalam

daerah dimana Ho tidak dapat ditolak. Dalam pengujian ini terdapat

beberapa bagian antaranya uji pegaruh variabel parsial (Uji t), uji

pengaruh variabel bersama atau stimulan (Uji F) serta uji variabel

determinasi (Uji R2).

Asumsi Klasik

1. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinieritas merupakan sebuah pengujian yang dilakukan

untuk mengetahui dugaan ada atau tidaknya korelasi yang tinggi

(mendekati sempurna) antara variabel independen satu dengan variabel

independen yang lainnya dalam model regresi yang diteliti. Apabila

ditemukan korelasi yang tinggi antar variabel yang diteliti maka dapat

disimpulkan terjadi masalah multikolinearitas..

2. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi merupakan sebuah pengujian yang dilakukan

untuk mengetahui dugaan ada atau tidaknya korelasi berbagai variabel

23
pada model akibat pengaruh dari perubahan waktu dalam periode yang

diteliti. Masalah autokorelasi sering terjadi karena adanya hubungan

yang berkaitan antara tahun – tahun beruntut dalam penelitian (Saeroji,

2011).

Dalam menguji penyimpangan autokorelasi dapat dilakukan

dengan berbagai uji dengan salah satu diantaranya uji Breusch Godfey

atau lebih dikenal uji LM. Pengujian ini akan mengunakan asumsi

bahwa apabila probabilitas < ɑ maka Ho ditolak dan menerima H1 yang

menyatakan bahwa terdapat autokorelasi, sedangkan apabila

probabilitas > ɑ maka H1 ditolak dan menerima Ho yang menyatakan

tidak terjadi penyimpangan autokorelasi.

3. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas merupakan sebuah pengujian variabel

untuk membuktikan dugaan ada atau tidaknya penyimpangan asumsi

dalam model regresi yang disebabkan karena ketidaksamaan varians

dari residual untuk seluruh variabel pengamatan dalam model regresi.

Penelitian ini dalam menguji dugaan adanya penyimpangan

heteroskedastisitas maka dilakukan mengunakan uji Glejser pada

software Eviews versi 10. Syarat yang harus dipenuhi dalam model

adalah tidak terdeteksinya penyimpangan heteroskedastisitas dengan

menentukan terlebih dahulu (degree of freedom) dimana sama dengan

jumlah variabel independen yang terdapat dalam model. Dengan asumsi

24
bahwa apabila probabilitas > ɑ atau 0.05 (5%) maka dapat ditarik

kesimpulan tidak terdapat masalah penyimpangan heteroskedastisitas,

sementara apabila probabilitas < ɑ atau 0.05 (5%) maka terdapat

penyimpangan heteroskedastisitas.

1. Uji Variabel Parsial (Uji t)

Uji t merupakan sebuah pengujian yang dilakukan untuk

membutikan dugaan terdapatnya pengaruh secara parsial atau terpisah

variabel independen yang sebelumnya dijadikan sebagai objek

pengamatan terhadap variabel terikat. Pengujian ini dapat terlihat dari

pengamatan hasil probabilitas variabel independen dengan asumsi

derajat kepercayaan yang sudah diatur sebelumnya di dalam penelitian

(Rahmawati, 2013).

Pembuktian bahwa terdapat pengaruh variabel independen terhadap variabel

dependen dapat dibuktikan apabila probabilitas > ɑ (1%, 5%, 10%), sementara

apabila probabilitas < ɑ (1%, 5%, 10%) maka terbukti variabel independen

tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

25
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/24764/MODUL

%20SPSS%20REGRESI%20%26ASUMSI%20KLASIK.pdf?

sequence=1&isAllowed=y

Definisis Operasional Variabel dalam Model

Variabel Dependen

Menurut (Sugiyono, 2015:97) “variabel Dependen merupakan variabel yang

dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas”. Dalam

penelitian ini yang menjadi variabel dependennya Elastisitas Trasnsmisi harga

(Y).

Variabel independen

Menurut (Sugiyono, 2015:96) “variabel independen adalah variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel

dependen (terikat)”. Adapun dalam penelitian ini yang menjadi variabel

independennya Harga Konsumen (X)

26
27

Anda mungkin juga menyukai