Anda di halaman 1dari 2

Tabel 1.

Data Ubi Kayu Kabupaten Tulungagung


luas
produksi
konsumsi(kg
area(ha)
(kg)
)
2010
6,04
140.311
5.058
2011
7,531
180.423
5.788
2012
7,944
146.588
3.598
2013
8,006
127.168
3.494
Sumber :Bdsp, kementerian pertanian, 2015
Tahun

harga
(Rp)
695
1.306
2.000
3.500

petani harga konsumen


(Rp)
1.100
2.500
3.300
5.000

Gambar 1. Diagram Data pada Kabupaten Tulungagung

Data Ubi Kayu di Kabupaten Tulungagung


200,000
180,000
160,000
140,000
120,000
100,000
80,000
60,000
40,000
20,000
0

konsumsi(kg)
harga petani (Rp)
harga konsumen (Rp)
produksi (kg)

2010

2011

2012

2013

Sumber :Bdsp, kementerian pertanian, 2015


Berdasarkan data ubi kayu wilayah Tulungagung tahun 2010 hingga 2013, luas area
terus mengalami peningkatan. Luas area selama empat tahun berturut-turut adalah 6,04 ha,
7,531 ha, 7,944 ha, dan 8,006 ha. Berbeda dengan luas area, produksi ubi kayu pada daerah
tersebut mengalami fluktuasi, jumlah produksi tertinggi pada tahun 2011 yakni sebesar
180.423 kg sedangkan produksi terendah terjadi pada tahun 2013 sebesar 127.168 kg. Dilihat
dari data konsumsi masyarakat, jumlah konsumsi mengalami peningkatan dari tahun 2010 ke
tahun 2011 yaitu dari angka 5.058 kg menjadi 5.788 kg, kemudian mengalami penurunan
pada tahun 2012 dan 2013 berturut-turut sebesar 3.598 kg dan 3.494 kg. Dari data tersebut
menunjukkan bahwa konsumsi ubi kayu terbesar terjadi pada tahun 2011 dan konsumsi
terendah terjadi pada tahun 2013. Harga ubi kayu dari petani terus mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun, harga ubi kayu selama empat tahun berturut-turut adalah Rp 695,00 , Rp
1.306,00 , Rp 2.000,00 , dan Rp 3.500,00. Sama seperti harga dari petani, harga konsumen
juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Harga ubi kayu yang telah sampai ke
konsumen memiliki nilai yang lebih tinggi daripada harga yang diberikan oleh petani. Harga
konsumen pada tahun 2010 hingga 2013 berturut-turut adalah Rp 1.100 , Rp 2.500 , Rp 3.300
, dan Rp 5.000.

Berdasarkan data di atas, produksi ubi kayu terbesar terjadi pada tahun 2011 dengan
luas area sebesar 7,531 ha dan terjadi peningkatan luas area di tahun 2012 dan 2013, namun
sebaliknya untuk jumlah produksi mengalami penurunan selama dua tahun tersebut. Hal itu
dapat disebabkan oleh serangan hama penyakit, kondisi iklim yang tidak sesuai dengan
perkembangan ubi kayu, dan harga produksi ubi kayu yang tidak stabil selama dua tahun
terakhir sehingga menyebabkan penurunan produksi dalam luas area yang semakin
meningkat. Sebanding dengan produksi, nilai konsumsi masyarakat mengalami peningkatan
dari tahun 2010 ke tahun 2011, kemudian mengalami penurunan pada tahun 2012 dan 2013.
Penurunan konsumsi ubi kayu dapat disebabkan oleh ketergantungan masyarakat terhadap
beras, pola konsumsi masyarakat yang lebih menyukai makanan cepat saji dibandingkan
makanan lokal, dan dapat juga disebabkan oleh kualitas ubi kayu yang belum memadai. Hal
ini sesuai dengan pendapat Akbarwati yang menyatakan bahwa ketergantungan masyarakat
Indonesia terhadap beras membuat singkong menjadi bahan pokok nomer dua. Hal ini dapat
dilihat dari data konsumsi rata-rata per kapita per tahun. Ketergantungan terhadap beras
mengakibatkan neraca perdagangan pangan mengalami defisit. Harga ubi kayu dari petani
terus mengalami peningkatan selama empat tahun, hal ini diduga dapat disebabkan oleh
semakin meningkatnya harga produksi dari tahun ke tahun dan menurunnya jumlah produksi
akibat serangan hama penyakit atau cuaca yang tidak menentu sehingga mendorong petani
untuk meningkatkan harga agar tidak mengalami kerugian. Sebanding dengan harga petani,
harga yang di dapat oleh konsumen terhadap ubi kayu semakin meningkat dari tahun ke
tahun, hal ini disebabkan oleh peningkatan harga ubi dari petani sehingga berpengaruh
terhadap harga ke konsumen. Harga yang jatuh pada konsumen memiliki selisih dari harga
yang diberikan oleh petani, hal ini merupakan akibat dari panjangnya rantai tata niaga
sehingga harga yang diperoleh konsumen memiliki selisih yang cukup tinggi dari harga yang
dibuat oleh petani.
Saran yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan program diversifikasi pangan
yakni ubi sebagai makanan substitusi beras, karena potensi ubi kayu di Indonesia sangat
besar sehingga hal ini dapat mengurangi keterantungan masyarakat Indonesia akan konsumsi
beras. Petani dilatih untuk bisa mengolah hasil panen ubi kayu dan pemasarannya, hal ini
bertujuan untuk meningkatkan harga dan kesejahteraan petani sehingga tanpa harus melalui
rantai tata niaga yang terlalu panjang. Adanya bantuan bibit unggul yang tahan hama atau
penyakit dan penyediaan pupuk dapat dilakukan untuk peningkatan produksi ubi kayu pada
luas area yang tersedia. Dengan adanya program-program dari pemerintah akan mendorong
semangat petani untuk meningkatkan produksi ubi kayu.

Anda mungkin juga menyukai