Anda di halaman 1dari 5

PENINGKATAN HASIL PANEN TANAMAN BAWANG MERAH

(Allium ascalonicum L.) PADA PEMBERIAN AIR SISA KOLAM LELE


DENGAN SISTEM AKUAPONIK

AGUNG HIDAYAT
NIM. 2006110426

PENDAHULUAN

Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang


tingginya berkisar 15 - 40 cm. Bawang merah tumbuh membentuk rumpun,
dengan akar serabut serta memiliki daun berbentuk silinder berongga dan
memiliki umbi yang berlapis. Umbi bawang merah terbentuk dari lapisan - lapisan
daun yang melebar dan menyatu. Tanaman bawang merah merupakan tanaman
hortikultura yang merupakan komoditas unggulan sebagai salah satu kebutuhan
pokok bagi masyarakat yang biasanya digunakan dan dimanfaatkan sebagai
pelengkap bumbu masakan sehari-hari, dan bawang merah juga digunakan
sebagai obat tradisional dengan memiliki manfaat bagi kesehatan manusia, seperti
menurunkan kadar kolestrol, mencegah penggumpalan darah serta dapat
memperlancar aliran darah dan juga tidak kalah penting memiliki nilai ekonomis
yang tinggi sehingga memiliki potensi peluang usaha masih terbuka lebar dan
cukup menjanjikan (Sulardi dan Zulbaidah, 2020).
Perkembangan produksi bawang merah di Indonesia pada tahun 2013-
2017 mengalami penurunan dan berbanding terbalik dengan luas panen yang
semakin meningkat, dan ini dapat lihat di tahun 2013 luas panen mencapai 98.608
hektar dengan produksi mencapai 183.74 ton dan selanjutnya diikuti pada tahun
berikutnya luas panen 120.704 hektar dengan produksi 202.89 ton, sedangkan
ditahun 2015 luas panen 122.126 dengan produksi 203.98 ton kemudian ditahun
2016-2017 luas panen semakin meningkat namun produksi bawang merah
mengalami penurunan produksi (BPS, 2017).
Permasalahan yang sering terjadi pada permintaan pasokan bawang merah
terus meningkat dikalangan masyarakat. Sementara itu untuk produksi bawang
merah yang bersifat semusim, sehingga pada kondisi tertentu dapat menyebabkan
terjadinya gejolak antara permintaan dan pasokan yang terus menerus terjadi.
Faktor iklim dapat mempengaruhi tingkat produksi dari bawang merah. Bawang
merah paling cocok ditanam beriklim kering dan tidak cocok ditanam pada musim
penghujan, tanaman ini sangat rentan terhadap curah hujan yang tinggi, hal ini
membuat kelembaban tanah semakin tinggi tentu akan memudahkan jamur
berkembang biak dan menempel pada tanaman dan umbi bawang merah, sehingga
dapat menyebabkan umbi-umbi yang berada didalam tanah menjadi busuk dan ini
akan mempengaruhi pada produksi tanaman bawang merah
Peningkatkan produksi bawang merah yang optimal dapat dilakukan
dengan pemilihan umbi dari varietas yang unggul, salah satunya “Bima Brebes”
yang produktivitasnya tinggi. Bibit yang berasal dari umbi, daya hasilnya relatif
berubah. Salah satu teknik budidaya tanaman yang penting adalah pemupukan.
Aplikasi pemupukan pada tanaman bawang merah dapat menggunakan pupuk
alami atau organik. Pupuk organik kaya akan unsur hara sehingga dapat
memenuhi unsur hara makro dan mikro yang dibutuhkan oleh tanaman (Lingga,
2010).
Tanaman bawang merah merupakan tanaman hari panjang dan menyukai
tempat yang terbuka dan cukup penyinaran matahari (70%) terutama bila lama
penyinaran lebih dari 12 jam. Tanaman bawang merah tidak suka dengan curah
hujan yang tinggi, terutama pada masa menjelang panen dan dilain pihak juga
tidak tahan kekeringan, terutama pada saat pembentukan umbi. Curah hujan yang
baik untuk tanaman bawang merah sekitar 100- 200 mm/bulan. Daerah yang
sering berkabut kurang baik untuk budidaya bawang merah, karena selain
mengurangi intensitas cahaya matahari juga menimbulkan penyakit embun tepung
yang dapat menggagalkan panen.
Peningkatan hasil produksi bawang merah bisa terus meningkat apabila
dalam pemeliharaan tanamannya terjaga dengan baik mulai dari penyiraman
sampai ke proses pemanenannya. Pemeliharaan yang baik dan benar juga bisa
mendapatkan hasil panen yang maksimal karena tanaman bisa terhindar dari hama
dan penyakit yang biasa menyerang tanaman yang mengurangi bobot tanaman.
Apabila tanaman bawang merah yang dipanen sehat dan memiliki bobot umbi
yang berat maka harga jualnya pun bisa meningkat. Sehingga dapat membuat para
petani bawang merah menjadi sejahtera dan makmur karena apa yang mereka
tanaman hasilnya memuaskan (Maimunah, 2020).
Dalam kegiatan pemeliharaan tidak terlepas dari pemupukan. Pemupukan
ini bisa membantu memberikan unsur hara yang kurang di media tanam. Dalam
sistem akuaponik ini pemupukan hanya dilakukan apabila ikan yang berada
dikolam itu masih kecil, karena pada metode bertanam dengan cara menanam
sayur aquaponic, sebenarnya pupuk utamanya akan diperoleh dari peompaan air
kolam yang mengandung banyak zat sisa pencernaan ikan. Namun jika umur ikan
masih muda, maka jumlah kotoran yang dihasilkan masihlah sedikit. Untuk itu,
bisa menyiasatinya dengan memberikan pupuk organik cair dengan cara
mengkocorkannya di pangkal tanaman sayur yang anda tanam di paralon. Hal
tersebut akan menyuplai pupuk sementara bagi tanaman hingga kandungan zat
sisa di air kolam sudah cukup banyak. Setelah air kolam kaya akan zat sisa maka
anda bisa mulai memompakan air dari kolam ke setiap tanaman. Ingat bahwa jika
anda terus menyirami dengan metode aquaponic ini otomatis kuantitas air kolam
akan berkurang, jadi anda juga perlu mengisi/menambah air dalam kolam
menggunakan air baru (Tharmizi dan Anandari, 2019).
Prediksi hasil panen bawang merah dengan sistem akuaponik dengan
ukuran lahan seluas 200 m² yaitu bisa mencapai ± 10 ton/ha. Hasil tersebut bisa
meningkat apabila menggunakan varietas unggulan, pemeliharaan tanamannya
baik, serta pemberian nutrisi kolam ikan terpenuhi. Berdasarkan hasil pengamatan
Maimunah (2020) dapat disimpulkan bahwa tanaman bawang merah merespon
perlakuan dari media tanam yang digunakan dalam teknologi akuaponik. Dalam
mendukung tumbuh tegak serta penyediaan oksigen, air, serta hara untuk tanaman
dapat diperoeh dari media tanam. Terkait dengan perannya tersebut maka
karakteristik media tanam akan berpengaruh terhadap setiap aspek pertumbuhan
dan hasil tanaman, khususnya dalam sistem budidaya akuaponik. Karakteristik
fisiologi tanaman dapat dilihat dari tingkat respon setiap tanaman terhadap
lingkungan.
Gabungan teknologi hidproponik dengan akuakultur dalam satu sistem
untuk mengoptimalkan fungsi air dan ruang sebagai media pemeliharaan disebut
teknologi aquaponik. Dimanfaatkannya pupuk bagi tanaman air merupakan
prinsip dasar yang termanfaatkan bagi buddaya perairan seperti sisa pakan dan
kotoran ikan yang berpotensi memperburuk kualitas air merupakan pupuk bagi
tanaman air (Nugroho et al., 2012).
Menurut Balitsa (2020), limbah kaya hara tersebut selanjutnya disirkulasi
menuju subsistem hidroponik yang ditanami berbagai jenis tanaman. Setelah itu,
air menjadi bersih dan kaya oksigen dan diresirkulasi kembali ke dalam kolam.
Produk alami yang berkualitas untuk djual serta ramah lingkngan dan dapat
diterapkan pada lahan terbatas disebut akuaponik. Pertumbuhan dan
perkembangan tanaman dipegaruhi oleh hara dan air dimana hal tersebut
memegang peranan penting. Bahan pembangun tubuh makhluk hidup meruakan
fungsi dari kedua bahan tersebut. Air dan unsur hara merupakan bahan baku pada
proses fotosintesis yang nantinya akan diubah tanaman menjadi makanan. Tanpa
hara dan air ini pertumbuhan tidak akan berlangsung. Pengambilan hara dan air
oleh tanaman dari dalam tanah dalam bentuk ion
Tanaman yang dapat terpenuhi unsur haranya, akan dapat merangsang
pertumbuhan daun baru. Tanaman yang cukup mendapat nitrogen dalam tanah
akan tumbuh lebih hijau. Penambahan nitrogen pada tanaman dapat mendorong
pertumbuhan organ - organ yang berkaitan dengan fotosintesis seperti daun.
Menurut Wijaya (2010), pertumbuhan vegetatif tanaman akan ditopang
pertumbuhannya yang dihasilkan oleh karbohidrat/asimilat dalam jumlah yang
tinggi, dimana tanaman yang cukup mendapat suplai nitrogen akan mementuk
daun yang memiliki helaian dengan kandungn klorofil yang lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian Tanaman Sayuran. 2020. Teknologi Aquaponik Mendukung


Ketersediaan Pangan di Perkotaan. Diakses tanggal 19 Oktober 2020.
"http://balitsa.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/berita-terbaru/222-
teknologiaquaponik-mendukung-ketersediaanpangan-di-perkotaan.html.

Badan Pusat Statistik. 2017. Produksi Bawang Merah Sumatera Utara. Biro
Statistik Sumatera Utara. Medan.

Lingga . 2010. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya, Jakarta.

Maimunah, S. 2020. Pengaruh Aplikasi Beberapa Media Tanam Terhadap


Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah Dengan Teknologi Akuaponik.
Agrium. Vol 23 (1). 46-51.

Nugroho, A. N., L. T. Pambudi, D. Chilmawati, & A. H. C. Haditomo. 2012.


Aplikasi teknologi akuaponik pada budiaya ikan air tawar untuk
optimalisasi kapasitas produksi. Jurnal Saintek Perikanan. 8(1). 46 – 51.

Sulardi dan Zulbaidah. 2020. Efektifitas Pemberian Pupuk Kandang Sapi dan
POC Eceng Gondok Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah
(Allium ascalonicum L.). Jurnal of Animal Science and Agronomy Panca
Budi. Vol 5 (1). 52-57.

Tharmizi, H, dan S, Anandari. 2019. Responsif Bokashi Kotoran Sapi dan POC
Bonggol Pisang Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah
(Allium ascalonicum L.). Agrium. Vol 22 (2). 102-106.

Wijaya, K. 2010. “Pengaruh Konsentrasi dan Frekuensi Pemberian Pupuk


Organik Cair Hasil Perombakan Anaerob Limbah Makanan Terhadap
Pertumbuhan Tanaman Sawi (Brassica juncea L.)”. Skripsi. Jurusan
Biologi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai