Anda di halaman 1dari 11

Contoh

Milik ASRI SUAIDAH (41035003151018) bimbingan saya yang sudah lulus

UJI KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS BAWANG


MERAH (Allium cepa var. ascalonicum) TERHADAP
Alternaria porri (Ellis) Cif. PENYEBAB PENYAKIT
BERCAK UNGU
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) merupakan salah satu
tanaman hortikultura yang sudah lama dibudiyakan di kalangan petani Indonesia.
Bawang merah tergolong tanaman semusim atau setahun, yang berbentuk
rumpun, akarnya serabut, batangnya pendek sekali yang berbentuk cakram,
daunnya memanjang dan membentuk silindris, pangkal daun berubah bentuk dan
fungsinya, yakni membengkak membentuk umbi lapis (Rahayu dan Berlian,
2004).
Meskipun bukan merupakan kebutuhan pokok, namun bawang merah ini
merupakan salah satu komoditas yang dibutuhkan masyarakat dalam kehidupan
sehari-hari. Bawang merah biasa digunakan sebagai rempah dan bumbu masak.
Tanaman yang banyak dimanfaatkan umbinya ini memiliki aroma yang khas
ketika dicampurkan dengan bahan makanan, hal ini membuat kebutuhan konsumsi
masyarakat pada umumnya tidak lepas dari peran bawang merah. Menurut Jaelani
(2007) bawang merah mengandung senyawa asam glutamat, yang merupakan
natural essence (penguat rasa alamiah). Senyawa inilah yang menyebabkan
masakan menjadi lebih enak dan lezat. Selain itu, terdapat juga senyawa propil
disulfide dan propil metil disulfide yang menguap, apalagi jika mengalami
pemanasan, menimbulkan aroma yang mengundang selera. Wibowo (2001)
dalam Prayitno (2015) juga menyatakan jika ditinjau dari kandungan gizinya, dari
100 gram mengandung air sekitar 80-85%, protein 1,5%, lemak 0,3% dan
karbohidrat 9,2% serta kandungan lain seperti zat besi, mineral kalium, fosfor,
asam askorbat, naisin, riboflavin vitamin B dan vitamin C.
Bawang merah juga dapat digunakan sebagai obat tradisional (sebagai
kompres penurun panas, penurun kolesterol dan kadar gula darah, serta pencegah
adanya penebalan dan pengerasan di pembuluh darah) karena adanya kandungan
senyawa allin dan allisin yang bersifat bakterisida dan fungisida terhadap bakteri
dan cendawan (Wibowo, 2009 dalam Indah, 2016), senyawa-senyawa ini mampu
membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans yang
terdapat di rongga mulut penyebab karies pada gigi (Muhlizah dan Sapta, 2000
dalam Indah, 2016).
Banyaknya manfaat yang dimiliki oleh bawang merah membuat bawang
merah memiliki prospek ekonomi tinggi karena keberadaannya yang selalu
dibutuhkan oleh konsumen di pasaran. Hal ini dapat dilihat dari konsumsi bawang
merah menurut Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (2017), bahwa
konsumsi bawang merah tertinggi dicapai pada tahun 2007 yaitu sebesar 3,01
kg/kapita/tahun, sedangkan konsumsi terendah terjadi pada tahun 2013 yaitu 2,07
kg/kap/tahun.
Semakin besarnya tingkat konsumsi masyarakat akan bawang merah menjadi
tantangan tersendiri untuk pemerintah dalam memproduksi bawang merah agar
kebutuhannya selalu tercukupi. Peningkatan luas panen, peningkatan produksi,
serta produktivitas bawang merah terus dilakukan. Perkembangan luas panen,
produksi, dan produktivitas bawang merah pada tahun 2013-2017 dapat dilihat
pada Tabel 1. di bawah ini.
Tabel 1. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Bawang Merah Tahun 2013-
2017
Produktivitas
Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton)
(Ton/Ha)
2013 98.937 1.010.773 10.21
2014 120.704 1.233.984 10.22
2015 122.126 1.229.184 10.06
2016 149.635 1.446.860 9.67
2017 158.172 1.470.155 9.23
Rata-rata 129.922 1.278.191.2 9.88
Sumber : Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (2018)
Sejalan dengan peningkatan permintaan, maka peningkatan produksi bawang
merah terus diupayakan (Pitojo, 2003). Produktivitas bawang merah
diproyeksikan meningkat dari tahun 2017 sampai tahun 2021, dimana peningkatan
produktivitas diperkirakan sebesar 2,40% per tahun. Adanya bantuan pemerintah
yang diberikan pada tahun 2017, berupa benih, pupuk organik, pupuk anorganik,
kapur pertanian, bahan pengendali OPT ramah lingkungan, perbaikan sarana
irigasi dan alat pengolah tanah diharapkan akan menunjang peningkatan produksi.
Setelah diperoleh proyeksi luas panen dan produktivitas bawang merah, maka
produksi bawang merah tahun 2017 sampai 2021 diperkirakan naik 1,71%. Pada
tahun 2017, produksi bawang merah naik 9,71% dibandingkan ATAP 2016,
kemudian tahun 2021, produksi bawang merah diproyeksikan akan naik menjadi
1,70 juta ton (Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, 2017).
Mengingat kebutuhan terhadap bawang merah yang kian meningkat maka
pengusahaannya memberikan gambaran (prospek) yang cerah. Prospek tersebut
tidak hanya bagi petani dan pedagang saja, tetapi juga semua pihak yang ikut
terlibat di dalam kegiatan usahanya, dari mulai penanaman sampai ke pemasaran
(Rahayu dan Berlian, 2004).
Meskipun minat petani terhadap bawang merah cukup kuat, namun dalam
proses pengusahaannya masih ditemui berbagai kendala, baik kendala yang
bersifat teknis maupun ekonomis. Kendala ekonomis yang banyak dihadapi petani
adalah fluktuasi harga dan tingginya biaya produksi. Sementara itu, kendala teknis
yang paling banyak dijumpai antara lain adalah bibit yang berkualitas, serangan
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), dan teknik budidaya (Soetiarso dan
Setiawati, 2005).
Serangan OPT dalam budidaya bawang merah menjadi penting artinya
terutama apabila dikaitkan dengan penurunan kuantitas dan kualitas produksi.
(Putrasamedja et al., 2012). Potensi kehilangan hasil oleh OPT pada stadia
tanaman tua dan muda dapat mencapai 20-100% tergantung pengelolaan budidaya
bawang merah (Adiyoga et al., 2004 dalam Tanjung, 2016). Sedangkan Anonim
(2004) dalam Udiarto dkk., (2005) menyebutkan bahwa potensi kehilangan hasil
secara ekonomis mencapai 138,4 milyar. Salah satu OPT penting yang menjadi
kendala dalam produksi bawang merah yaitu adanya penyakit bercak ungu.
Penyakit tersebut disebabkan oleh cendawan Alternaria porri (Ell.) Cif.
(Nirwanto, 2008). Cendawan A. porri dapat menimbulkan bercak berukuran kecil,
melekuk ke dalam, berwarna putih dengan pusat yang berwarna ungu (kelabu)
pada daun (Udiarto dkk., 2005). Cendawan ini menginfeksi inangnya melalui
stomata atau epidermis (RPD, 1990 dalam Sastrahidayat, 2011).
Menurut Hadisutrisno et al., (1990) dalam Nirwanto (2008) cendawan
Alternaria porri umumnya menyerang tanaman bawang-bawangan pada saat
tanaman membentuk umbi, namun pada kondisi iklim mendukung perkembangan
penyakit, seperti misalnya pada saat musim penghujan, tanaman yang masih muda
pun dapat terserang. Pada keadaan terakhir ini, tanaman akan gagal membentuk
umbi, sehingga panenan tidak dapat diharapkan. Penyakit bercak ungu saat ini
sudah banyak dilaporkan dan menyebabkan kehilangan hasil yang signifikan yaitu
sekitar 40% (Wahyuno et al. 2003 dalam Putri, 2017), bahkan Hadisutrisno et al.
(2005) dalam Marlitasari et al. (2016) menyebutkan bahwa penyakit tersebut
dapat menimbulkan kehilangan hasil 3%-57% tergantung pada musim tanam.
Selama ini, upaya yang dilakukan untuk mengendalikan penyakit bercak ungu
pada tanaman bawang merah dilakukan dengan menggunakan fungisida sintetik.
Penggunaan fungisida sintetik yang terus menerus dapat menimbulkan berbagai
dampak negatif. Penggunaan pestisida yang tidak tepat dapat membahayakan
kesehatan petani dan konsumen, mikroorganisme non target serta berdampak pada
pencemaran lingkungan tanah dan air (Yuantari et al., 2015). Upaya penekanan
terhadap penyakit bercak ungu pada tanaman bawang merah perlu dilakukan guna
mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh penggunaan fungisida sintetik serta
mengurangi resiko kehilangan hasil akibat penyakit tersebut salah satunya adalah
dengan memanfaatkan varietas bawang merah yang tahan terhadap penyakit
bercak ungu.
Pemanfaatan komponen varietas tahan dalam upaya pengendalian OPT sangat
diperlukan, mengingat fluktuasi serangan OPT sangat ditentukan oleh penggunaan
varietas dan keadaan iklim. Penggunaan varietas tahan biayanya relatif murah,
mantap, tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, dan mudah diaplikasikan
oleh petani di lapangan (Putrasamedja et al., 2012). Selain pemanfaatan varietas
yang toleran, tersedianya varietas baru yang berdaya hasil tinggi juga diperlukan
guna mengatasi peningkatan penduduk dan penurunan luas lahan (Sari,
Miftahudin, dan Sobir, 2017).
Varietas bawang merah yang banyak ditanam di sentra produksi Jawa Tengah
dan Jawa Barat (Brebes dan Cirebon) antara lain ialah Kuning, Bangkok Warso,
Bima Timor, Bima Sawo, Bima Brebes, Engkel, Bangkok, Filipina, dan Thailand.
Varietas bawang merah yang telah dilepas oleh Balai Penelitian Tanaman Sayuran
(Balitsa) yaitu Katumi dan Sembrani, produksinya rerata di atas varietas yang ada,
di mana produksi optimalnya mencapai 23 ton/ha. Namun demikian, kedua
varietas tersebut belum dapat diterima oleh masyarakat karena rentan terhadap
serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) serta warna umbi tidak
menarik (kurang merah) (Sartono, 2010 dalam Putrasamedja et al., 2012).
Prasojo (2018) mengatakan bahwa Balai Penelitian Tanaman Sayuran
(Balitsa) sudah melepas dan mendaftarkan 14 varietas bawang merah yang cocok
ditanam di dataran rendah sampai tinggi. Beberapa di antara 14 varietas tersebut
yaitu varietas Sembrani, Trisula, Mentes, Maja Cipanas, Bima Brebes, Kramat-1,
Katumi, Agrihorti-1, Agrihorti-2, dan Violetta-1. Dilaporkan bahwa varietas
Kramat-1 kurang tahan terhadap penyakit bercak ungu, sedangkan varietas
Violetta 1 agak tahan terhadap penyakit bercak ungu. Namun selebihnya pada
masing-masing varietas tersebut belum diketahui tingkat ketahannya terhadap
penyakit bercak ungu.
Untuk mengetahui tingkat ketahanan masing-masing varietas tersebut, maka
dari itu dilakukan pengujian ketahanan beberapa varietas bawang merah terhadap
penyakit bercak ungu {Alternaria porri (Ell.) Cif.} sehingga akan diperoleh satu
atau beberapa varietas bawang merah yang tahan dengan produktivitas tinggi dan
diterima di kalangan masyarakat. Selain itu, pengamatan kerapatan stomata juga
dilakukan guna mengetahui hubungannya dengan intensitas serangan penyakit
bercak ungu yang berkaitan dengan ketahanan masing-masing varietas bawang
merah.
Setelah diketahui beberapa respon varietas bawang merah terhadap infeksi
cendawan Alternaria porri penyebab penyakit bercak ungu pada tanaman bawang
merah, diharapkan mampu menjadi sumber informasi untuk mendapatkan solusi
dari permasalahan penyakit bercak ungu pada bawang merah, serta mendapatkan
varietas bawang merah yang tahan dan berguna untuk menunjang produksi
bawang merah di Indonesia.

1.2. Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut :
1) Bagaimana ketahanan beberapa varietas bawang merah terhadap penyakit
bercak ungu {Alternaria porri (Ell.) Cif.}?
2) Varietas bawang merah apa saja yang tahan terhadap penyakit bercak ungu
{Alternaria porri (Ell.) Cif.}?
3) Bagaimana korelasi antara kerapatan stomata dengan rata-rata intensitas
serangan penyakit bercak ungu {Alternaria porri (Ell.) Cif.}?

1.3. Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu :
1) Mengetahui ketahanan beberapa varietas bawang merah terhadap penyakit
bercak ungu {Alternaria porri (Ell.) Cif.}.
2) Mengetahui dan mendapatkan varietas bawang merah yang tahan terhadap
penyakit bercak ungu {Alternaria porri (Ell.) Cif.}.
3) Mengetahui korelasi antara kerapatan stomata dengan rata-rata intensitas
serangan penyakit bercak ungu {Alternaria porri (Ell.) Cif.}.

1.4. Kegunaan Penelitian


Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan lebih lanjut dalam
kegiatan pemuliaan atau pengembangan varietas bawang merah yang tahan
terhadap penyakit bercak ungu {Alternaria porri (Ell.) Cif.}. Selain itu, penelitian
ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi maupun rekomendasi kepada para
petani agar menggunakan benih dari varietas bawang merah yang tahan terhadap
penyakit bercak ungu {Alternaria porri (Ell.) Cif.} guna mengurangi resiko
kehilangan hasil akibat penyakit tersebut.

1.5. Kerangka Pemikiran


Dewasa ini, Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) masih menjadi salah
satu kendala yang dihadapi petani dalam upaya peningkatan produksi bawang
merah, karena menyebabkan terganggunya kegiatan fisiologis tanaman atau
penyimpangan dari keadaan normal tanaman sehingga tanaman tidak mampu
berproduksi sebagaimana yang diharapkan. Salah satu organisme pengganggu
tumbuhan yang menjadi kendala dan berpotensi menyebabkan kehilangan hasil
adalah cendawan Alternaria porri (Ell.) Cif. penyebab penyakit bercak ungu.
Cendawan Alternaria porri dapat menyerang semua bagian tanaman, yaitu umbi,
daun, dan batang. Kerugian yang diakibatkan oleh penyakit ini dapat mencapai
30-40% dan biasanya gejala mulai tampak pada umur tanaman 14 hari
(Suryaningsih, 1990 dalam Foeh, 2000).
Cendawan A. porri dapat menimbulkan bercak berukuran kecil, melekuk ke
dalam, berwarna putih dengan pusat yang berwarna ungu (kelabu) pada daun
(Udiarto dkk., 2005). Cendawan ini menginfeksi inangnya melalui stomata atau
epidermis (RPD, 1990 dalam Sastrahidayat, 2011).
Upaya pengendalian penyakit bercak ungu saat ini masih ditekankan pada
penggunaan fungisida kimia, padahal penggunaan fungisida kimia secara terus-
menerus berdampak negatif bagi lingkungan (Sari et al., 2016). Diketahui bahwa
penggunaan fungisida seringkali tidak dilakukan secara tepat, baik tepat dosis
maupun tepat waktu sehingga menimbulkan dampak negatif seperti tercemarnya
lingkungan ataupun residu yang tertinggal pada tanaman cukup tinggi sehingga
berbahaya bagi manusia maupun makhluk hidup lainnya (Foeh, 2000). Untuk
mengurangi intensitas penggunaan fungisida kimia, penggunaan varietas tahan
menjadi bahan pertimbangan untuk mengatasi masalah serangan penyakit bercak
ungu pada tanaman bawang merah.
Penggunaan varietas toleran biayanya relatif murah, mantap, tidak
menimbulkan pencemaran lingkungan, dan mudah diaplikasikan oleh petani di
Indonesia. Dengan demikian, ketahanan suatu tanaman khususnya terhadap
serangan OPT sangat berperan penting dalam pengelolaan hama secara terpadu.
Oleh karena itu, para pemulia tanaman harus selalu menghasilkan varietas unggul
bawang merah baru, yang memiliki toleransi tinggi terhadap OPT penting
(intensitas kerusakan berkisar antara 5-10%) (Putrasamedja et al., 2012).
Setiap varietas bawang merah mempunyai sifat dan ciri yang berbeda.
Perbedaan satu varietas satu dengan yang lain dapat dilihat dari perbedaan bentuk,
ukuran, warna, kekenyalan, dan aroma umbi. Selain itu, bawang merah juga dapat
dibedakan berdasarkan masa tanam, ketahanan terhadap penyakit, ketahanan
terhadap hujan, dan lain-lain (Sudarmanto, 2009). Pengembangan teknologi
budidaya bawang merah memerlukan sosialisasi kepada petani, termasuk varietas
unggul dengan sifat-sifat khusus seperti ketahanan terhadap hama dan penyakit
tertentu, karakteristik tanaman (bentuk daun, warna daun, bentuk umbi, dan warna
umbi), serta pertumbuhan dan produktivitas tanaman (Suwandi, 2014).
Ketahanan varietas tanaman terhadap serangan patogen salah satunya
dipengaruhi oleh pertahanan struktural yang dimiliki tanaman. Pertahanan
struktural tanaman terdiri atas jumlah dan kualitas lapisan lilin dan kutikula yang
menutupi sel epidermis, struktur dinding sel epidermis, ukuran, letak dan bentuk
stomata dan lentisel, dan jaringan dinding sel yang tebal yang menghambat gerak
maju patogen. Tebal epidermis merupakan salah satu pertahanan struktural yang
terdapat pada tumbuhan, bahkan sebelum patogen datang dan berkontak dengan
tumbuhan. Kerapatan stomata juga dapat menentukan ketahanan tanaman
terhadap penyakit yang merupakan tempat masuknya patogen (Agrios, 2005
dalam Marlitasari et al., 2016).
Marlitasari et al. (2016) menyebutkan bahwa uji regresi antara kerapatan
stomata dan intensitas serangan penyakit bercak ungu menunjukkan korelasi
positif artinya semakin rapat kerapatan stomata maka hubungannya dengan
intensitas serangan semakin besar. Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh
Agustamia, Widiastuti, dan Sumardiyono (2016) mengenai pengaruh stomata dan
klorofil pada ketahanan beberapa varietas jagung terhadap penyakit bulai,
menyatakan bahwa korelasi antara kerapatan stomata dengan intensitas penyakit
bulai pada jagung tinggi, dan dapat dijelaskan bahwa kerapatan stomata
mempunyai pengaruh pada terjadinya penyakit bulai pada jagung. Hal ini
menunjukkan semakin tinggi nilai kerapatan stomata maka nilai intensitas
penyakit bulai pada jagung akan semakin tinggi.
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa kerapatan stomata
mempunyai pengaruh terhadap ketahanan tanaman, sehingga perlu dilakukan
pengamatan mengenai hubungan kerapatan stomata dengan intensitas penyakit
bercak ungu. Meskipun begitu, reaksi berbagai varietas bawang merah terhadap
infeksi cendawan Alternaria porri tidak hanya dipengaruhi oleh kerapatan
stomata, karena ketahanan tanaman merupakan respon tanaman yang dapat terjadi
secara fisiologis, fisik, atau reaksi metabolisme. Masing-masing varietas akan
memberikan tanggapan yang berbeda terhadap infeksi patogen, perbedaan ini
kemungkinan dikontrol secara genetik dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan
setiap tanaman seperti iklim, suhu, dan kelembaban (Anonim, 1989; Puspitasari,
1999).
Untuk mengetahui tingkat ketahanan varietas terhadap penyakit bercak ungu,
maka dalam penelitian ini diuji 10 varietas bawang merah yaitu varietas
Sembrani, Trisula, Mentes, Maja Cipanas, Bima Brebes, Kramat-1, Katumi,
Agrihorti-1, Agrihorti-2, dan Violetta-1, karena menurut Prasojo (2018) bahwa
dari beberapa varietas yang dikeluarkan oleh Balitsa yang akan diuji tersebut
belum diketahui tingkat ketahanannya terhadap penyakit bercak ungu. Selain itu,
pengamatan kerapatan stomata serta hubungannya dengan intensitas penyakit
bercak ungu perlu dilakukan guna mengetahui kaitannya dengan ketahanan dari
masing-masing varietas uji.

1.6. Hipotesis
Adapun hipotesis yang dapat dirumuskan berdasarkan uraian latar belakang
dan kerangka pemikiran di atas yaitu :
1. Dari beberapa varietas bawang merah yang diuji terdapat satu atau lebih
varietas bawang merah yang tahan terhadap penyakit bercak ungu {Alternaria
porri (Ell.) Cif.}.
2. Terdapat korelasi antara kerapatan stomata dengan intensitas penyakit bercak
ungu yang berpengaruh terhadap ketahanan varietas bawang merah.

Anda mungkin juga menyukai