Penanggulangan Bencana
Penanggulangan Bencana
Disusun Oleh:
Tri Ariyani Astuti
030.10.370
I.
PENDAHULUAN
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor
nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan
manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan
mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.
Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah atau daratan karena
volume air yang meningkat atau peristiwa yang terjadi keitak aliran air yang berlebihan
merendam daratan sebagai akibat meluapnya air sungai/ danau/ laut (besarnya volume air yang
dialirkan oleh sungai maupun badan-badan air melebihi besarnya kapasitas daya tamping atau
pengalinya) yang menimbulkan kerugian baik materi maupun non materi terhadap manusia dan
lingkungannya.
Hujan yang terus mengguyur Bekasi dan sekitarnya pada bulan Januari 2015 mengakibatkan
air di Kali Bekasi meluap. Luapan air bekasi mengakibatkan banjir mencapai ketinggian sekitar
4 meter di kawasan Teluk Pucung, Bekasi Utara. Kali Bekasi ini melintasi beberapa wilayah.
Antara lain Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Bekasi Timur, Bekasi Utara, Kecamatan Babelan,
sampai bermuara ke Tarumajaya. Dan juga terdapat 71 titik banjir dalam kedalaman bervariasi.
Sehingga Pemerintah Kota Bekasi telah menetapkan kondisi banjir menjadi Kejadian Luar
Biasa (KLB) terhitung mulai 20 Januari 12 Februari 2014, dalam rapat penetapan KLB yang
berlangsung di Ruang Rapat walikota Bekasi.
A. GEOGRAFI DAN JUMLAH PENDUDUK
Kota Bekasi memiliki luas wilayah sekitar 210,49 km2, dengan batas wilayah Kota Bekasi
adalah:
Sebelah Utara
: Kabupaten Bekasi
Sebelah Selatan : Kabupaten Bogor dan Kota Depok
Sebelah Barat
: Provinsi DKI Jakarta
Sebelah Timur
: Kabupaten Bekasi
Letak geografis :
106o4828 107o2729 Bujur Timur dan 6o106 6o306 Lintang Selatan. kondisi
Topografi kota Bekasi dengan kemiringan antara 0 2 % dan terletak pada ketinggian antara
11 m 81 m di atas permukaan air laut.
Ketinggian >25 m : Kecamatan Medan Satria, Bekasi Utara, Bekasi Selatan, Bekasi Timur
dan Pondok Gede
Ketinggian 25 100 m : Kecamatan Bantargebang, Pondok Melati, Jatiasih
Wilayah dengan ketinggian dan kemiringan rendah yang menyebabkan daerah tersebut
banyak genangan, terutama pada saat musim hujan yaitu: di Kecamatan Jatiasih, Bekasi
Timur, Rawalumbu, Bekasi Selatan, Bekasi Barat, dan Kecamatan Pondok Melati.
Jumlah penduduk kota Bekasi pada tahun 2014 adalah 2.523.032, dengan jenis kelamin
laki-laki sebanyak 1.274.716 dan jenis kelamin perempuan 1.248.316. Jumlah penduduk
kecamatan Bekasi utara adalah 334.232 jiwa, kelurahan teluk pucung dihuni oleh 19.213
Kepala Keluaraga, dengan kelurahan teluk pucung jumlah penduduk 78.199 jiwa. Akibat
bencana banjir korban mencapai 945 jiwa.
II. ANALISIS KOMPONEN BENCANA
II.A HAZARD
Teluk pucung merupakan daerah dengan resiko tinggi yang secara geografis dan historis
juga sering dilanda banjir. Berdasarkan sumber airnya, air yang berlebihan/ banjir yang terjadi
di desa Teluk pucung ini disebabkan karena :
A. Banjir yang di sebabkan oleh hujan lebat yang melebihi kapasitas penyaluran system
pengaliran air yang terdiri dari system sungai alamiah dan system drainase buatan manusia.
B. Kondisi Topografi kota Bekasi dengan kemiringan antara 0 2 % dan terletak pada
ketinggian antara 11 m 81 m di atas permukaan air laut. menyebabkan daerah tersebut
banyak genangan, terutama pada saat musim hujan.
C. Banjir yang disebakan kegagalan dan jebolnya bangunan air buatan manusia.
II.B VULNERABILITY
Kerentanan dari Apek Lingkungan
Peningkatan curah hujan lokal, debit air sungai yang meningkat, jebolnya bangunan
penampung air buatan manusia, kondisi Topografi kota Bekasi yang menyebabkan daerah
tersebut banyak genangan, terutama pada saat musim hujan, dan seiring berkembangnya waktu
dan meningkatnya aktivitas manusia, kerusakan lingkungan hidup cenderung semakin parah
sehingga penyerapan air tanah dan ketidak mampuan bendungan menampung air yang
berlebihan.
Kerentanan dari Aspek Sosial.
1. Tingkat kepadatan penduduk.
Semakin tinggi tingkat kepedatan penduduk maka semakin rentan terhadap bencan banjir.
Berdasarkan data terbaru hingga bulan Desember 2011 terdapat 78.199 jiwa dengan 19.213
kepala keluarga (KK) yang menghuni keluran teluk pucung.
2. Tingkat laju pertumbuhan penduduk
Semakin tinggi tingkat laju pertumbuhan penduduk, maka semakin rentan terhadap
bencana banjir. Hingga bulan Desember 2011 terdapat 78.199 jiwa dengan 19.213 kepala
keluarga (KK) yang menghuni kelurahan teluk pucung. Dimana terjadi peningkatan diatas
3 persen dari data jumlah penduduk sebelumnya yang yaitu 78.199 jiwa.
3. Persentase jumlah lansia dan balita.
Semakin banyak jumlah penduduk usia tua dan balita, maka semakin rentan terhadap
4.
bencana banjir
Kurangnya pengetahuan tentang resiko bahaya dan bencana, rendahnya pendidikan, corak
budaya dan tingkat kesehatan masyarakat yang rendan akan mempertinggi tingkat
kerentanan.
III.
CAPACITY
1. Kerentanan Fisik : ditinjau dari struktur fisik di kelurahan Teluk Pucung , terletak pada
ketinggian
antara
11
81
di
atas
permukaan
air
laut.
Wilayah dengan ketinggian dan kemiringan rendah yang menyebabkan daerah tersebut
banyak genangan, terutama pada saat musim hujan
2. Kerentanan Ekonomi : Secara ekonomi, masyarakat di kelurahan teluk pucung memiliki
ekonomi menengah ke bawah dengan tingkat kesejahteraan yang cukup baik. Hal
tersebut meningkatkan kereantanan.
3. Kerentanan Sosial : Kerentanan sosial di kelurahan Teluk Pucung cukup tinggi, karena
sebagian besar memiliki pendidikan yang cukup rendah.
4. Kerentanan Lingkungan : Lingkungan di kampung Teluk Pucung, sangat rentan banjir,
karena daerah tersebut dilalui oleh bendungan kali Bekasi yang debit airnya sangat
dipengaruhi dari Cileungsi, dan Cikeas kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sehingga
tingginya curah hujan yang melanda Bogor dan sekitarnya sangat berpengaruh kepada
debit air.
IV.
Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, agar setiap kegiatan dalam setiap tahapan
dapat berjalan dengan terarah, maka disusun suatu rencana yang spesifik pada setiap tahapan
penyelenggaraan penanggulangan bencana.
1. Pada tahap Prabencana dalam situasi tidak terjadi bencana, dilakukan penyusunan Rencana
Penanggulangan Bencana (Disaster Management Plan), yang merupakan rencana umum dan
menyeluruh yang meliputi seluruh tahapan / bidang kerja kebencanaan. Secara khusus untuk
upaya pencegahan dan mitigasi bencana tertentu terdapat rencana yang disebut rencana
mitigasi misalnya Rencana Mitigasi Bencana Banjir DKI Jakarta.
2. Pada tahap Prabencana dalam situasi terdapat potensi bencana dilakukan penyusunan
Rencana Kesiapsiagaan untuk menghadapi keadaan darurat yang didasarkan atas skenario
menghadapi bencana tertentu (single hazard) maka disusun satu rencana yang disebut
Rencana Kontinjensi (Contingency Plan).
3. Pada Saat Tangap Darurat dilakukan Rencana Operasi (Operational Plan) yang merupakan
operasionalisasi/aktivasi dari Rencana Kedaruratan atau Rencana Kontinjensi yang telah
disusun sebelumnya.
4. Pada Tahap Pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan (Recovery Plan) yang
meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan pada pasca bencana.
Sedangkan jika bencana belum terjadi, maka untuk mengantisipasi kejadian bencana dimasa
mendatang dilakukan penyusunan petunjuk /pedoman mekanisme penanggulangan pasca
bencana.
Perencanaan penanggulangan bencana disusun berdasarkan hasil analisis risiko bencana
dan upaya penanggulangannya yang dijabarkan dalam program kegiatan penanggulangan
bencana dan rincian anggarannya. Perencanaan penanggulangan bencana merupakan bagian
dari perencanaan pembangunan. Setiap rencana yang dihasilkan dalam perencanaan ini
merupakan program/kegiatan yang terkait dengan pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan yang
dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Jangka Menengah (RPJM)
maupun
Rencana
Kerja
Pemerintah
(RKP)
tahunan.
Rencana
penanggulangan
bencanaditetapkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan untuk
jangka waktu 5 (lima) tahun. Penyusunan rencana penanggulangan bencana dikoordinasikan
oleh:
1. BNPB untuk tingkat nasional;
2. BPBD provinsi untuk tingkat provinsi; dan
3. BPBD kabupaten/kota untuk tingkat kabupaten/kota.
Rencana penanggulangan bencana ditinjau secara berkala setiap 2 (dua) tahun atau sewaktuwaktu apabila terjadi bencana.
PILIHAN TINDAKAN PENANGGULANGAN BENCANA
Pencegahan dan Mitigasi
Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan mitigasi yang dilakukan, bertujuan untuk
menghindari terjadinya bencana serta mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana.
Tindakan mitigasi dilihat dari sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu mitigasi
pasif dan mitigasi aktif. Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif antara lain
adalah:
1. Penyusunan peraturan perundang-undangan
2. Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.
3. Pembuatan pedoman/standar/prosedur
4. Pembuatan brosur/leaflet/poster
5. Penelitian / pengkajian karakteristik bencana
6. Pengkajian / analisis risiko bencana
7. Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan
8. Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana
9. Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum
10. Pengarus-utamaan PB dalam perencanaan pembangunan
Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif antara lain:
1. Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya, larangan memasuki
daerah rawan bencana dsb.
2. Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang penataan ruang, ijin
mendirikan bangunan (IMB), dan peraturan lain yang berkaitan dengan pencegahan
bencana.
3. Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
4. Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah yang lebih aman.
5. Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat. Perencanaan daerah
penampungan sementara dan jalur-jalur evakuasi jika terjadi bencana.
7. Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah, mengamankan dan
mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana, seperti: tanggul, dam, penahan
erosi pantai, bangunan tahan gempa dan sejenisnya. Adakalanya kegiatan mitigasi ini
digolongkan menjadi mitigasi yang bersifat non-struktural (berupa peraturan,
penyuluhan, pendidikan) dan yang bersifat struktural (berupa bangunan dan
prasarana).
Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna
menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata kehidupan
masyarakat. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan
terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain:
1. Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur pendukungnya.
2. Pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sektor Penanggulangan bencana (SAR,
sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum).
3. Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan
4. Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik.
5. Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna mendukung tugas
kebencanaan.
6. Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early warning)
7. Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan)
8. Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan)
Tanggap Darurat
Tahap Tanggap Darurat merupakan tahap penindakan atau pengerahan pertolongan untuk
membantu masyarakat yang tertimpa bencana, guna menghindari bertambahnya korban jiwa.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi:
1. pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian, dan sumber daya;
2. penentuan status keadaan darurat bencana; penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena
bencana;
3. pemenuhan kebutuhan dasar;
4. perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
5. pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
Pemulihan
Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya yang dilakukan pada tahap
rehabilitasi adalah untuk mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana yang serba tidak
menentu ke kondisi normal yang lebih baik, agar kehidupan dan penghidupan masyarakat dapat
berjalan kembali.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi:
1. perbaikan lingkungan daerah bencana;
2. perbaikan prasarana dan sarana umum;
3. pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;
4. pemulihan sosial psikologis;
5. pelayanan kesehatan;
6. rekonsiliasi dan resolusi konflik;
7. pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya;
8. pemulihan keamanan dan ketertiban;
9. pemulihan fungsi pemerintahan; dan
10. pemulihan fungsi pelayanan publik
Sedangkan tahap rekonstruksi merupakan tahap untuk membangun kembali sarana dan
prasarana yang rusak akibat bencana secara lebih baik dan sempurna. Oleh sebab itu
pembangunannya harus dilakukan melalui suatu perencanaan yang didahului oleh pengkajian
dari berbagai ahli dan sektor terkait.
1.
2.
3.
4.
5. partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan
masyarakat;
6. peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;
7. peningkatan fungsi pelayanan publik; atau
8. peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.
RencanaPenanggulanganBencanBanjirDiPuskesmas
1. Pencegahan
Pencegahandengan cara memberikan peringatan kepada warga agar dapat waspada
terhadap datangnya banjir, diharapkan juga dapat menydaarkan warga untuk
memperhatikan penyerapan air disekitar lingkungan rumah, bisa dengan memperbaiki
selokan atau menambah lahan untuk penghijauan.
2. Mitigasi
Pada fase ini dilakukan usaha-usaha untuk meredam atau mengurangi bencana dan juga
meredam atau mengurangi dampak bencana yang meliputi. Pada fase ini bidang
kesehatan lebih cenderung pasif, dengan melakukan pengobatan dan upaya kesehatan
yang insidentil dan screening penderita banjir melalui pengobatan massal. Fase ini lebih
banyak diperankan oleh institusi lainnya dengan :
a) Pengenalan faktor resiko / Hazard, penyebab penyebab bencana harus dikenali
b) Rencana mereduksi faktor resiko, jika penyebab dikenali maka faktor resiko
diturunkan atau dihilangkan.
c) Rencana mengurangi dampak bencana ( Mitigation Plan ), jika bencana tidak
bisa dihindari maka dilakukan rencana pengurangan dampak bencana.
Bentuk upaya mitigasi non struktural yang dapat dilakukan oleh masyarakat di kawasan
Pindahkan barang-barang rumah tangga seperti furniture ke tempat yang lebih tinggi
Menyimpan surat-surat penting di dalam tempat yang tinggi, kedap air dan aman
RESPONSE
Pada puskesmas bila terjadi bencana maka akan dilakukan suatu Respon yang meliputi:
Emergency Operational Respons fase tanggap darurat berupa;
Pengiriman tim medis gerak cepatTim yang bertugas melakukan penyelamatan jiwa dan
menurunkan kesakitan. Tim ini bergerak dalam 24 jam pertama yang terdiri dari seorang Dokter,
seorang DVI, dua Perawat, Apotheker/asisten, Sanitarian, Sopir dengan ambulance dan
perlengkapannya.
Tim ini diikuti oleh:
-
kesehatan.
Tim
ini
terdiri
dari
seorang
Dokter,
seorang
Sanitarian/SKM/Epidemiologi
-
Dibutuhkan tenaga sukarela. Tenaga bantuan sukarela ini adalah para mahasiswa dari Fakultas-
Fase tanggap darurat yang berlangsung selama 1 minggu dan diikuti dengan fase rehabilitasi
selama 1 bulan diikuti fase rekontruksi selama 6 bulan. Pada fase ini Puskesmas meminta
dropping alatan dari Dinas Kesehatan serta melakukan pembersihan sarana dan prasarana yang
masih bisa dipakai.
Persyaratan tempat penampungan , meliputi:
Lokasi penampungan harus berada didaerah bebas dari ancaman yang berpotensi
gangguan keamanan baik internal maupun external;
Hak penggunaan lahan seharusnya memiliki keabsahan yang jelas; diutamakan hasil dari
koordinasi dengan pemerintah setempat;
Memiliki akses jalan yang mudah; Dekat dengan sumber mata air, sehubungan dengan
kegiatan memasak dan MCK;