Anda di halaman 1dari 16

RENCANA PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR DI KELURAHAN

TELUK PUCUNG, BEKASI UTARA.

Disusun Oleh:
Tri Ariyani Astuti
030.10.370

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS


KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA2015

I.

PENDAHULUAN
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor
nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan
manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan
mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.
Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah atau daratan karena
volume air yang meningkat atau peristiwa yang terjadi keitak aliran air yang berlebihan
merendam daratan sebagai akibat meluapnya air sungai/ danau/ laut (besarnya volume air yang
dialirkan oleh sungai maupun badan-badan air melebihi besarnya kapasitas daya tamping atau
pengalinya) yang menimbulkan kerugian baik materi maupun non materi terhadap manusia dan
lingkungannya.
Hujan yang terus mengguyur Bekasi dan sekitarnya pada bulan Januari 2015 mengakibatkan
air di Kali Bekasi meluap. Luapan air bekasi mengakibatkan banjir mencapai ketinggian sekitar
4 meter di kawasan Teluk Pucung, Bekasi Utara. Kali Bekasi ini melintasi beberapa wilayah.
Antara lain Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Bekasi Timur, Bekasi Utara, Kecamatan Babelan,
sampai bermuara ke Tarumajaya. Dan juga terdapat 71 titik banjir dalam kedalaman bervariasi.
Sehingga Pemerintah Kota Bekasi telah menetapkan kondisi banjir menjadi Kejadian Luar
Biasa (KLB) terhitung mulai 20 Januari 12 Februari 2014, dalam rapat penetapan KLB yang
berlangsung di Ruang Rapat walikota Bekasi.
A. GEOGRAFI DAN JUMLAH PENDUDUK
Kota Bekasi memiliki luas wilayah sekitar 210,49 km2, dengan batas wilayah Kota Bekasi
adalah:
Sebelah Utara
: Kabupaten Bekasi
Sebelah Selatan : Kabupaten Bogor dan Kota Depok
Sebelah Barat
: Provinsi DKI Jakarta
Sebelah Timur
: Kabupaten Bekasi

Letak geografis :
106o4828 107o2729 Bujur Timur dan 6o106 6o306 Lintang Selatan. kondisi
Topografi kota Bekasi dengan kemiringan antara 0 2 % dan terletak pada ketinggian antara
11 m 81 m di atas permukaan air laut.
Ketinggian >25 m : Kecamatan Medan Satria, Bekasi Utara, Bekasi Selatan, Bekasi Timur
dan Pondok Gede
Ketinggian 25 100 m : Kecamatan Bantargebang, Pondok Melati, Jatiasih
Wilayah dengan ketinggian dan kemiringan rendah yang menyebabkan daerah tersebut
banyak genangan, terutama pada saat musim hujan yaitu: di Kecamatan Jatiasih, Bekasi
Timur, Rawalumbu, Bekasi Selatan, Bekasi Barat, dan Kecamatan Pondok Melati.
Jumlah penduduk kota Bekasi pada tahun 2014 adalah 2.523.032, dengan jenis kelamin
laki-laki sebanyak 1.274.716 dan jenis kelamin perempuan 1.248.316. Jumlah penduduk
kecamatan Bekasi utara adalah 334.232 jiwa, kelurahan teluk pucung dihuni oleh 19.213
Kepala Keluaraga, dengan kelurahan teluk pucung jumlah penduduk 78.199 jiwa. Akibat
bencana banjir korban mencapai 945 jiwa.
II. ANALISIS KOMPONEN BENCANA
II.A HAZARD
Teluk pucung merupakan daerah dengan resiko tinggi yang secara geografis dan historis
juga sering dilanda banjir. Berdasarkan sumber airnya, air yang berlebihan/ banjir yang terjadi
di desa Teluk pucung ini disebabkan karena :
A. Banjir yang di sebabkan oleh hujan lebat yang melebihi kapasitas penyaluran system
pengaliran air yang terdiri dari system sungai alamiah dan system drainase buatan manusia.
B. Kondisi Topografi kota Bekasi dengan kemiringan antara 0 2 % dan terletak pada
ketinggian antara 11 m 81 m di atas permukaan air laut. menyebabkan daerah tersebut
banyak genangan, terutama pada saat musim hujan.
C. Banjir yang disebakan kegagalan dan jebolnya bangunan air buatan manusia.
II.B VULNERABILITY
Kerentanan dari Apek Lingkungan
Peningkatan curah hujan lokal, debit air sungai yang meningkat, jebolnya bangunan
penampung air buatan manusia, kondisi Topografi kota Bekasi yang menyebabkan daerah
tersebut banyak genangan, terutama pada saat musim hujan, dan seiring berkembangnya waktu
dan meningkatnya aktivitas manusia, kerusakan lingkungan hidup cenderung semakin parah

sehingga penyerapan air tanah dan ketidak mampuan bendungan menampung air yang
berlebihan.
Kerentanan dari Aspek Sosial.
1. Tingkat kepadatan penduduk.
Semakin tinggi tingkat kepedatan penduduk maka semakin rentan terhadap bencan banjir.
Berdasarkan data terbaru hingga bulan Desember 2011 terdapat 78.199 jiwa dengan 19.213
kepala keluarga (KK) yang menghuni keluran teluk pucung.
2. Tingkat laju pertumbuhan penduduk
Semakin tinggi tingkat laju pertumbuhan penduduk, maka semakin rentan terhadap
bencana banjir. Hingga bulan Desember 2011 terdapat 78.199 jiwa dengan 19.213 kepala
keluarga (KK) yang menghuni kelurahan teluk pucung. Dimana terjadi peningkatan diatas
3 persen dari data jumlah penduduk sebelumnya yang yaitu 78.199 jiwa.
3. Persentase jumlah lansia dan balita.
Semakin banyak jumlah penduduk usia tua dan balita, maka semakin rentan terhadap
4.

bencana banjir
Kurangnya pengetahuan tentang resiko bahaya dan bencana, rendahnya pendidikan, corak
budaya dan tingkat kesehatan masyarakat yang rendan akan mempertinggi tingkat
kerentanan.

Kerentanan dari Aspek Ekonomi


Semakin banyak rumah tangga miskin, maka semakin rentan terhadap bencana banjir.

III.

CAPACITY
1. Kerentanan Fisik : ditinjau dari struktur fisik di kelurahan Teluk Pucung , terletak pada
ketinggian

antara

11

81

di

atas

permukaan

air

laut.

Wilayah dengan ketinggian dan kemiringan rendah yang menyebabkan daerah tersebut
banyak genangan, terutama pada saat musim hujan
2. Kerentanan Ekonomi : Secara ekonomi, masyarakat di kelurahan teluk pucung memiliki
ekonomi menengah ke bawah dengan tingkat kesejahteraan yang cukup baik. Hal
tersebut meningkatkan kereantanan.

3. Kerentanan Sosial : Kerentanan sosial di kelurahan Teluk Pucung cukup tinggi, karena
sebagian besar memiliki pendidikan yang cukup rendah.
4. Kerentanan Lingkungan : Lingkungan di kampung Teluk Pucung, sangat rentan banjir,
karena daerah tersebut dilalui oleh bendungan kali Bekasi yang debit airnya sangat
dipengaruhi dari Cileungsi, dan Cikeas kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sehingga
tingginya curah hujan yang melanda Bogor dan sekitarnya sangat berpengaruh kepada
debit air.

IV.

RENCANA PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR


Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana. Sebagaimana didefinisikan dalam UU 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, penyelenggaraan Penanggulangan Bencana adalah serangkaian
upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana,
kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Rangkaian kegiatan
tersebut apabila digambarkan dalam siklus penanggulangan bencana adalah sebagai berikut
:
Pada dasarnya penyelenggaraan adalah tiga tahapan yakni :
1. Pra bencana yang meliputi:
- situasi tidak terjadi bencana
- situasi terdapat potensi bencana
2. Saat Tanggap Darurat yang dilakukan dalam situasi terjadi bencana
3. Pascabencana yang dilakukan dalam saat setelah terjadi bencana

Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, agar setiap kegiatan dalam setiap tahapan
dapat berjalan dengan terarah, maka disusun suatu rencana yang spesifik pada setiap tahapan
penyelenggaraan penanggulangan bencana.
1. Pada tahap Prabencana dalam situasi tidak terjadi bencana, dilakukan penyusunan Rencana
Penanggulangan Bencana (Disaster Management Plan), yang merupakan rencana umum dan
menyeluruh yang meliputi seluruh tahapan / bidang kerja kebencanaan. Secara khusus untuk
upaya pencegahan dan mitigasi bencana tertentu terdapat rencana yang disebut rencana
mitigasi misalnya Rencana Mitigasi Bencana Banjir DKI Jakarta.
2. Pada tahap Prabencana dalam situasi terdapat potensi bencana dilakukan penyusunan
Rencana Kesiapsiagaan untuk menghadapi keadaan darurat yang didasarkan atas skenario
menghadapi bencana tertentu (single hazard) maka disusun satu rencana yang disebut
Rencana Kontinjensi (Contingency Plan).
3. Pada Saat Tangap Darurat dilakukan Rencana Operasi (Operational Plan) yang merupakan
operasionalisasi/aktivasi dari Rencana Kedaruratan atau Rencana Kontinjensi yang telah
disusun sebelumnya.
4. Pada Tahap Pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan (Recovery Plan) yang
meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan pada pasca bencana.

Sedangkan jika bencana belum terjadi, maka untuk mengantisipasi kejadian bencana dimasa
mendatang dilakukan penyusunan petunjuk /pedoman mekanisme penanggulangan pasca
bencana.
Perencanaan penanggulangan bencana disusun berdasarkan hasil analisis risiko bencana
dan upaya penanggulangannya yang dijabarkan dalam program kegiatan penanggulangan
bencana dan rincian anggarannya. Perencanaan penanggulangan bencana merupakan bagian
dari perencanaan pembangunan. Setiap rencana yang dihasilkan dalam perencanaan ini
merupakan program/kegiatan yang terkait dengan pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan yang
dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Jangka Menengah (RPJM)
maupun

Rencana

Kerja

Pemerintah

(RKP)

tahunan.

Rencana

penanggulangan

bencanaditetapkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan untuk
jangka waktu 5 (lima) tahun. Penyusunan rencana penanggulangan bencana dikoordinasikan
oleh:
1. BNPB untuk tingkat nasional;
2. BPBD provinsi untuk tingkat provinsi; dan
3. BPBD kabupaten/kota untuk tingkat kabupaten/kota.
Rencana penanggulangan bencana ditinjau secara berkala setiap 2 (dua) tahun atau sewaktuwaktu apabila terjadi bencana.
PILIHAN TINDAKAN PENANGGULANGAN BENCANA
Pencegahan dan Mitigasi
Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan mitigasi yang dilakukan, bertujuan untuk
menghindari terjadinya bencana serta mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana.
Tindakan mitigasi dilihat dari sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu mitigasi
pasif dan mitigasi aktif. Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif antara lain
adalah:
1. Penyusunan peraturan perundang-undangan
2. Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.
3. Pembuatan pedoman/standar/prosedur
4. Pembuatan brosur/leaflet/poster
5. Penelitian / pengkajian karakteristik bencana
6. Pengkajian / analisis risiko bencana
7. Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan
8. Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana
9. Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum
10. Pengarus-utamaan PB dalam perencanaan pembangunan

Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif antara lain:
1. Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya, larangan memasuki
daerah rawan bencana dsb.
2. Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang penataan ruang, ijin
mendirikan bangunan (IMB), dan peraturan lain yang berkaitan dengan pencegahan
bencana.
3. Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
4. Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah yang lebih aman.
5. Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat. Perencanaan daerah
penampungan sementara dan jalur-jalur evakuasi jika terjadi bencana.
7. Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah, mengamankan dan
mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana, seperti: tanggul, dam, penahan
erosi pantai, bangunan tahan gempa dan sejenisnya. Adakalanya kegiatan mitigasi ini
digolongkan menjadi mitigasi yang bersifat non-struktural (berupa peraturan,
penyuluhan, pendidikan) dan yang bersifat struktural (berupa bangunan dan
prasarana).
Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna
menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata kehidupan
masyarakat. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan
terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain:
1. Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur pendukungnya.
2. Pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sektor Penanggulangan bencana (SAR,
sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum).
3. Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan
4. Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik.
5. Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna mendukung tugas
kebencanaan.
6. Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early warning)
7. Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan)
8. Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan)
Tanggap Darurat

Tahap Tanggap Darurat merupakan tahap penindakan atau pengerahan pertolongan untuk
membantu masyarakat yang tertimpa bencana, guna menghindari bertambahnya korban jiwa.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi:
1. pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian, dan sumber daya;
2. penentuan status keadaan darurat bencana; penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena
bencana;
3. pemenuhan kebutuhan dasar;
4. perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
5. pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
Pemulihan
Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya yang dilakukan pada tahap
rehabilitasi adalah untuk mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana yang serba tidak
menentu ke kondisi normal yang lebih baik, agar kehidupan dan penghidupan masyarakat dapat
berjalan kembali.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi:
1. perbaikan lingkungan daerah bencana;
2. perbaikan prasarana dan sarana umum;
3. pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;
4. pemulihan sosial psikologis;
5. pelayanan kesehatan;
6. rekonsiliasi dan resolusi konflik;
7. pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya;
8. pemulihan keamanan dan ketertiban;
9. pemulihan fungsi pemerintahan; dan
10. pemulihan fungsi pelayanan publik
Sedangkan tahap rekonstruksi merupakan tahap untuk membangun kembali sarana dan
prasarana yang rusak akibat bencana secara lebih baik dan sempurna. Oleh sebab itu
pembangunannya harus dilakukan melalui suatu perencanaan yang didahului oleh pengkajian
dari berbagai ahli dan sektor terkait.
1.
2.
3.
4.

pembangunan kembali prasarana dan sarana;


pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;
pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat
penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan
tahan bencana;

5. partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan
masyarakat;
6. peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;
7. peningkatan fungsi pelayanan publik; atau
8. peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.
RencanaPenanggulanganBencanBanjirDiPuskesmas
1. Pencegahan
Pencegahandengan cara memberikan peringatan kepada warga agar dapat waspada
terhadap datangnya banjir, diharapkan juga dapat menydaarkan warga untuk
memperhatikan penyerapan air disekitar lingkungan rumah, bisa dengan memperbaiki
selokan atau menambah lahan untuk penghijauan.

2. Mitigasi
Pada fase ini dilakukan usaha-usaha untuk meredam atau mengurangi bencana dan juga
meredam atau mengurangi dampak bencana yang meliputi. Pada fase ini bidang
kesehatan lebih cenderung pasif, dengan melakukan pengobatan dan upaya kesehatan
yang insidentil dan screening penderita banjir melalui pengobatan massal. Fase ini lebih
banyak diperankan oleh institusi lainnya dengan :
a) Pengenalan faktor resiko / Hazard, penyebab penyebab bencana harus dikenali
b) Rencana mereduksi faktor resiko, jika penyebab dikenali maka faktor resiko
diturunkan atau dihilangkan.
c) Rencana mengurangi dampak bencana ( Mitigation Plan ), jika bencana tidak
bisa dihindari maka dilakukan rencana pengurangan dampak bencana.
Bentuk upaya mitigasi non struktural yang dapat dilakukan oleh masyarakat di kawasan

rawan banjir antara lain :


o Mengetahui akan ancaman banjir - termasuk banjir yang pernah terjadi dan
mengetahui letak daerah yang banjir dan mengetahui seberapa tinggi banjir
didaerah tersebut.
o Mengembangkan diri dengan mengikuti pelatihan-pelatihan dalam menghadapi
bencana, seperti pelatihan pertolongan pertama pada kondisi tanggap darurat, dll.
o Berperan aktif pada posko banjir
3. Kesiapsiagaan
a) Penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana
b) Pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini
c) Penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar
d) Pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang mekanisme tanggap darurat,
berupa:

Menempatkan barang barang elektronik (pemanas air, panel,meteran danperalatan


listrik) serta barang berharga (ijasah, sertifikat tanah, dll) di tempa yang tinggi (tidak
terjangkau bencana banjir)

Menyiapkan alamat/no telp yang penting untuk dihubungi.

Menyediakan barang-barang kebutuhan darurat saat memasuki musimpenghujan


( seperti radio, obat obatan, makanan, minuman, baju hangat dan pakaian, senter, lilin,
selimut, pelampung, ban dalam mobilatau barang-barang yang bisa mengapung, tali
dan korek api.

Pindahkan barang-barang rumah tangga seperti furniture ke tempat yang lebih tinggi

Menyimpan surat-surat penting di dalam tempat yang tinggi, kedap air dan aman

e) Penyiapan lokasi evakuasi


f) Penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran prosedur tetap tanggap darurat
bencana, dan
g) Penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan untuk pemenuhan pemulihan
prasarana dan sarana.
h) Mengorganisasikan sistem keamanan pada keadaan darurat, khususnya rumah hunian yang
ditinggal mengungsi.
i) Koordinasi antara BMG, media massa, pejabat setempat dan masyarakat yang terkait.
j) Penyiapan bahan dan material untuk tanggul yang jebol.

Puskesmas melakukan fase kesiapsiagaan seperti :


1. Revitalisasi sarana dan pra sarana PPPK ( Ambulance, Peralatan, Obat-obatan)
2. Menyiagakan Brigada siaga Bencana (BSB)
3. Merlaksanakan rencana kontingensi (pendelegasia tugas) dengan membentuk Gugus Tugas
untuk menempati Pos-Pos tertentu yang sudah ditentukan melalui kesepakatan rapat evaluasi
bencana.

RESPONSE
Pada puskesmas bila terjadi bencana maka akan dilakukan suatu Respon yang meliputi:
Emergency Operational Respons fase tanggap darurat berupa;
Pengiriman tim medis gerak cepatTim yang bertugas melakukan penyelamatan jiwa dan

menurunkan kesakitan. Tim ini bergerak dalam 24 jam pertama yang terdiri dari seorang Dokter,
seorang DVI, dua Perawat, Apotheker/asisten, Sanitarian, Sopir dengan ambulance dan
perlengkapannya.
Tim ini diikuti oleh:
-

Team Rapid Health Assesment (RHA),


Tim yang bertugas melakukan pendataan untuk melaporkan kebutuhan-kebutuhan
dibidang

kesehatan.

Tim

ini

terdiri

dari

seorang

Dokter,

seorang

Sanitarian/SKM/Epidemiologi
-

Tim Bantuan Medis


Tim ini diberangkatkan sesuai keutuhan yang diperlukan atau dilaporkan oleh tim 1 dan
2 yang akan berfungsi untuk membuka Pos-Pos Kesehatan di daerah bencana .pelayan
yang diberikan di Pos Kesehatan berupa tindakan pengobatan dan pemulihan Kesehatan
serta rujukan ke Rumah Sakit, yaitu meliputi:
1. Pelayanan pengobatan darurat,
2. Penyediaan Penjernih Air Cepat dan Aquatab
3. Penyediaan makanan pendamping ASI (MP-ASI) bagi bayi dan anak usia di bawah
dua tahun
4. Penyediaan tablet penambah darah dan vitamin A bagi ibu hamil dan ibu menyusui
5. Penyediaan alat kontrasepsi dan pembalut wanita,
6. Vaksinasi
7. Penyediaan plastik tempat sampah,
8. Penyuluhan Kesehatan, dan lain-lain.

Dibutuhkan tenaga sukarela. Tenaga bantuan sukarela ini adalah para mahasiswa dari Fakultas-

fakultas Kedokteran, Fakultas Kesehatan Masyarakat, dan Institusi-institusi Pendidikan Tenaga


Kesehatan (Akademi Perawat, Akademi Bidan, Akademi Kesehatan Lingkungan, dan Akademi
Gizi)
Seain itu, di tempat pengungsian juga akan diberikan pelayan kesehatan berupa
1. Pelayanan pengobatan
2. Pemberantasan penyakit menular dan pengendalian vector
Di puskesmas juga akan diwujudkan triase untuk perawatan korban bencana: Digunakan kartu
merah, kuning, hijau, dan hitam untuk mengklasifikasikan korban.
1. Kartu merahkorban yang mengalami syok oleh berbagai kausa, gangguan pernapasan,
trauma kepala dengan pupil anisokor, dan perdarahan eksternal yang masif. Perawatan
lapangan intensif ditujukan pada korban yang mempunyai kemungkinan hidup lebih besar,
sehingga setelah perawatan di lapangan penderita lebih dapat mentoleransi transfer ke rumah
sakit.
2. Kartu kuning diberikan sebagai penanda korban yang memerlukan pengawasan , sebagai
tanda bagi korban yang membutuhkan stabilisasi segera dan gangguan jantung / trauma
abdomen, fraktur multiple, fraktur femur / pelvis, luka bakar luas, gangguan kesadaran /
trauma kepala, dan korban dengan status yang tidak jelas). Korban dengan kartu kuning
harus diberikan infus, pengawasan ketat, terhadap kemungkinan timbulnya komplikasi, dan
diberikan perawatan sesegera mungkin.
3. Kartu hijau merupakan penanda kelompok korban yang tidak memerlukan pengobatan atau
pemberian pengobatan dapat ditunda (fraktur minor, luka minor, luka bakar minor, korban
setelah pembalutan luka dan atau pemasangan bidai, dan korban dengan prognosis baik).
4. Kartu hitam sebagai penanda korban yang telah meninggal dunia.

Fase Rehabilitasi & Rekontruksi

Fase tanggap darurat yang berlangsung selama 1 minggu dan diikuti dengan fase rehabilitasi
selama 1 bulan diikuti fase rekontruksi selama 6 bulan. Pada fase ini Puskesmas meminta
dropping alatan dari Dinas Kesehatan serta melakukan pembersihan sarana dan prasarana yang
masih bisa dipakai.
Persyaratan tempat penampungan , meliputi:

Lokasi penampungan harus berada didaerah bebas dari ancaman yang berpotensi
gangguan keamanan baik internal maupun external;

Jauh dari daerah rawan bencana;

Hak penggunaan lahan seharusnya memiliki keabsahan yang jelas; diutamakan hasil dari
koordinasi dengan pemerintah setempat;

Memiliki akses jalan yang mudah; Dekat dengan sumber mata air, sehubungan dengan
kegiatan memasak dan MCK;

Dekat dengan sarana-sarana pelayanan sosial termasuk pelayanan kesehatan, olahraga,


sekolah dan tempat beribadah atau dapat disediakan secara memadai.

Penampungan harus dapat meliputi kebutuhan ruangan :


.

Pos Pelayanan Komunikasi

Pos Dapur Umum

Pos Watsan (Water & Sanitation)

Pos Humas dan Komunikasi

Pos Pencarian dan Evakuasi


Untuk menampung korban bencana diperlukan tempat penampungan sementara berupa :

- Bangunan yang sudah tersedia yang bisa dimanfaatkan


Contoh : gereja, masjid, sekolahan, balai desa, gudang.
- Tenda ( penampungan darurat yang paling praktis )
Contoh : tenda pleton
Pada fase ini juga dilakukan tindakan hasil penilaian tim RHA, berupa ;
1. Pembagian peralatan higyene perseorangan
2. Pembagian penjernih air
3. Kaporitisasi sumur penduduk yang tercemar
4. Pembagian Karbol / Lysol Desinfektan
5. Penyiapan persediaan Anti tetanus serum (ATS)
6. Pembagian MP ASI dan Biskuit.

Anda mungkin juga menyukai