Anda di halaman 1dari 3

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis. Pengertian apendisitis akut
adalah apendisitis dengan mula gejala akut yang memerlukan intervensi bedah dan
biasanya ditandai dengan nyeri dikuadran abdomen kanan bawah dan dengan nyeri tekan
lokal dan alih, spasme otot yang ada diatasnya, hiperestesia kulit dan juga adanya demam
dan leukositosis. (Dorland, 1996)
Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di indonesia, insiden apendisitis di
Indonesia menempati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen lainya. Angka
kejadian pada bayi dan anak usia 2 tahun adalah kurang dari 1% . Anak usia 2 sampai 3
tahun 15%. Frekuensi mulai meningkat setelah umur 5 tahun dan mencapai puncaknya
berkisar pada umur 9 sampai 11 tahun. Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun,
setelah itu menurun. (Sjamsuhidajat, 2010).
Tindakan pada kasus apendisitis tanpa komplikasi adalah pembedahan apendektomi.
Apendektomi adalah bedah pemotongan apendiks yang mengalami radang atau infeksi.
(Janning StephenW, 1997)
Pemberian antibiotik sebelum dan sesudah dilakukan tindakan operasi menjadi hal yang
penting untuk mencapai hasil operasi yang optimal. Pemberian antibiotik profilaksis
intravena sebelum dilakukan operasi apendektomi merupakan hal yang selalu dilakukan
dan pemberian antibiotik pasca operasi juga masih tetap diberikan (Clair S.T, 2013)
Di negara-negara maju, pemberian antibiotik spektrum luas sebelum operasi pada
pasien apendisitis akut sudah merupakan kewajiban. Penggunaan antibiotik pasca operasi
hanya diberikan pada kasus-kasus apendisitis dengan perforasi dan diberikan secara
intravena dalam kurun waktu pemberian 3-5 hari atau sampai tanda klinis infeksi tidak ada.
(Scandinavian Journal of Surgery, 2014)

Di Indonesia, seluruh rumah sakit yang memberikan pelayanan operasi


appendektomi selalu memberi antibiotik baik pre-operasi maupun pasca operasi, baik
secara intravena maupun peroral. Di RS Dr. Moewardi, pemberian antibiotik secara
intravena baik pre-operasi dan pasca operasi apendektomi non komplikasi masih tetap
diberikan.
Operasi apendektomi non komplikasi merupakan operasi bersih dengan potensial
terkontaminasi, sehingga pemberian antibiotik profilaksis pre-operasi dan pasca operasi
merupakan pemberian yang rasional. Pemberian antibiotik profilaksis pre-operasi diberikan
melalui injeksi intravena, karena berhubungan dengan operasi emergensi yang akan segera
dilakukan, sehingga penderita dalam keadaan puasa sebelum dilakukan pembiusan dan
operasi, namun pemberian antibiotik pasca-operasi hingga saat ini pada sebagian besar
pusat pelayanan kesehatan masih memberikan antibiotik pasca-operasi secara injeksi
hingga minimal 2x24 jam pasca-operasi. Di RS Dr. Moewardi, pemberian antibiotik pascaoperasi apendektomi non komplikasi masih diberikan secara injeksi intravena sampai
penderita dipulangkan dan kemudian digantikan dengan antibiotik peroral.
Efektivitas kerja antibiotik secara umum tergantung pada host, jenis antibiotik yang
diberikan, serta dosis yang tepat, sedangkan cara pemberiannya per-oral ataupun intravena
hanya berhubungan dengan duration of action dari obat tersebut. Pemberian obat pasca
operasi, dalam kondisi pasien yang sadar penuh, tanpa gangguan motilitas usus dan
memerlukan mobilisasi segera sehingga mengurangi length of stay di rumah sakit
sebaiknya segera dilakukan pemberian obat peroral, sehingga secara psikologis pasien
merasa lebih sehat karena sudah bisa segera diet dan pemberian obat tidak melalui
intravena lagi.
Terapi antibiotik sebagai pengobatan tunggal untuk appendiksitis akut bukanlah hal
baru. Pada tahun 1959 Eric Coldrey melakukan penelitian pada 471 pasien yang
didiagnosis appendiksitis dilakukan menejemen konservatif dengan antibiotik, istirahat dan
bowel rest. Hasilnya disimpulkan jika menejemen ini aman dan didapatkan hasil yg
memuaskan dengan hanya satu kematian pada pasien-pasien tersebut. Penelitian RCT
lainnya dilakukan pada tahun 1995, dilakukan pada 40 pasien dewasa dan didapatkan hasil
yang memuaskan. Hanya satu dari dua puluh pasien (5%) yang menerima terapi antibiotik
tidak sembuh dan tetap memerlukan apendiktomi, tujuh pasien (37%) mengalami

kekambuhan dalam waktu satu tahun. Para penelitin menyimpulkan bahwa terapi antibiotik
sama efektifnya dengan operasi, tetapi dengan tingkah kekambuhan tinggi. (Hanson 2012)
Karena operasi apendektomi pada pasien dengan apendisitis non komplikasi
merupakan operasi yang bersifat bersih dengan potensi terkontaminasi, maka pemberian
antibiotik profilaksis pre-operasi dan pasca-operasi baik secara intravena maupun per-oral
menjadi hal yang rasional. Dengan demikian dalam penilitian ini, akan diteliti apakah
pemberian antibiotik per-oral pasca operasi apendektomi non komplikasi mempunyai hasil
yang sama optimumnya dengan pemberian antibiotik per-injeksi seperti yang selama ini
dilakukan terutama di RS Dr. Moewardi.
B. Rumusan Masalah
Atas dasar latar belakang masalah tersebut di atas, dirumuskan masalah apakah ada
perbedaan hasil pemberian antibiotik intravena dengan per-oral pada pasien-pasien
apendisitis non komplikasi.
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan hasil pemberian antibiotik intravena denga
per-oral pada pasien apendisitis non-komplikasi
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penilitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran, menambah
ilmu pengetahuan serta wawasan, khususnya mengenai efektifitas antibiotik peroral pada pasien apendisitis akut non-komplikata.
2. Manfaat Terapan
- Dengan penelitian ini diharapkan dapat dijadikan suatu bahan pertimbangan
dalam pemberian antibiotic pada kasus apendisitis.
- Dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk mengurangi penggunaan antibiotik
intravena.

Anda mungkin juga menyukai