Polip di usus (Colorectal polyps): Polip adalah pertumbuhan pada dinding dalam kolon
atau rektum, dan sering terjadi pada orang berusia 50 tahun ke atas. Sebagian besar polip
bersifat jinak (bukan kanker), tapi beberapa polip (adenoma) dapat menjadi kanker.
Colitis Ulcerativa atau penyakit Crohn: Orang dengan kondisi yang menyebabkan
peradangan pada kolon (misalnya colitis ulcerativa atau penyakit Crohn) selama bertahuntahun memiliki risiko yang lebih besar
Riwayat kanker pribadi: Orang yang sudah pernah terkena kanker colorectal dapat
terkena kanker colorectal untuk kedua kalinya. Selain itu, wanita dengan riwayat kanker di
indung telur, uterus (endometrium) atau payudara mempunyai tingkat risiko yang lebih
tinggi untuk terkena kanker colorectal.
Riwayat kanker colorectal pada keluarga: Jika Anda mempunyai riwayat kanker
colorectal pada keluarga, maka kemungkinan Anda terkena penyakit ini lebih besar,
khususnya jika saudara Anda terkena kanker pada usia muda.
Faktor gaya hidup: Orang yang merokok, atau menjalani pola makan yang tinggi lemak
dan sedikit buah-buahan dan sayuran memiliki tingkat risiko yang lebih besar terkena kanker
colorectal.
Usia di atas 50: Kanker colorectal biasa terjadi pada mereka yang berusia lebih tua. Lebih
dari 90 persen orang yang menderita penyakit ini didiagnosis setelah usia 50 tahun ke atas.
C. PATOFISIOLOGI
Proses keganasan mulai dari dalam sel-sel yang melapisi dinding usus. Tumor terjadi pada
daerah yang berbeda-beda di dinding usus besar dalam proposi perkiraan berikut 16% pada kolon
asenden, 8% pada kolon transversal, 20% 30% pada kolon desenden dan sigmoid, serta 40%
50% pada rektum.
Hampir semua kanker rektum berkembang dari polip ademotosa. Kanker biasanya tumbuh
tidak terdeteksi hingga gejala-gejala secara perlahan-lahan dan sifatnya berbahaya terjadi. Secara
lokal kanker rektum biasanya menyebar lebih kedalam lapisan-lapisan dinding perut, yang dimulai
dari orang-orang lain yang berdekatan. Kanker ini membesar atau menyebar melalui sistim
sirkulasi yang masuk dari pembuluh-pembuluh darah. Tempat-tempat metastase yang lain adalah
termasuk kelenjar-kelenjar adrenal, ginjal, kulit, tulang dan otot.
Disamping penyebaran secara langsung melalui sistim sirkulasi dan lymphatik, kanker rektum
juga menyebar melalui peredaran peritoneal. Penyebaran terjadi ketika kanker diangkat dan selsel kanker berpisah dari kanker dan menuju lubang peritonial.
D. TANDA DAN GEJALA
Adapun tanda yang mungkin dialami pada pasien dengan carsinoma recti, kembung, feses
yang kecil atau bentuk pita, adanya mukus dan darah yang segar pada fases.
Gejala tergantung dari lokalisasi, jenis keganasan penyebaran dan komplikasi yang terjadi.
Jenis pertumbuhan adenocarsinoma rektum sangat lembat, diperkirakan untuk mencapai dua kali
lipat membutuhkan waktu 620 hari dan biasanya bersifat asimlomatik. Kanker yang terletak pada
rektum dapat menimbulkan tenesmus dan keinginan defakasi yang terus menerus.
Metastase besarnya kelenjar regional dahulu yang sulit diraba dari luar. Metastase kehati
menimbulkan pembesaran hati yang berbenjol-benjol, nyeri tekan dan juga bisa terjadi ikterus.
Metas tase ke paru-paru dapat menimbulkan batuk, akan tetapi hal ini jarang terjadi.
E. JENIS KLASIFIKASI
Dokter membagi kanker colorectal berdasarkan stadium berikut:
1. Stadium 0: Kanker ditemukan hanya pada lapisan terdalam di
rektum. Carcinoma in situadalah nama lain untuk kanker colorectal Stadium 0.
kolon
atau
2. Stadium I: Tumor telah tumbuh ke dinding dalam kolon atau rektum. Tumor belum tumbuh
menembus dinding.
3. Stadium II: Tumor telah berkembang lebih dalam atau menembus dinding kolon atau
rektum. Kanker ini mungkin telah menyerang jaringan di sekitarnya, tapi sel-sel kanker
belum menyebar ke kelenjar getah bening,
4. Stadium III: Kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di sekitarnya, tapi belum
menyebar ke bagian tubuh yang lain.
5. Stadium IV: Kanker telah menyebar ke bagian tubuh yang lain, misalnya hati atau paruparu.
6. Kambuh: Kanker ini merupakan kanker yang sudah diobati tapi kambuh kembali setelah
periode tertentu, karena kanker itu tidak terdeteksi. Penyakit ini dapat kambuh kembali
dalam kolon atau rektum, atau di bagian tubuh yang lain.
Menurut klasifikasi duke berdasarkan atas penyebaran sel karsinoma dibagi menjadi :
Kelas A
: Tumor dibatasi mukosa dan submukosa.
Kelas B
: Penetrasi atau penyebaran melalui dinding usus.
Kelas C
: Invasi kedalam sistem limfe yang mengalir regional.
Kelas D
: Metastasis regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas.
( Brunner & Suddarth,buku ajar keperawatan medikal bedah,hal. 1126 )
F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi akibat adanya kanken rektum adalah :
a. Terjadinya osbtruksi pada daerah pelepasan
b. Terjadinya perforasi pada usus
c. Pembentukan pistula pada kandung kemih atau vagina.
1. PEMERIKSAAN
LABORATORIUM:
Tinja
Tujuan/Interpretasi Hasil
a.
b.
a)
b)
c.
H. PENATALAKSANAAN
1) Pilihan utama pada kanker rektum adalah dengan jalan pembedahan kolostomi
Pengertian Colostomi
Sebuah lubang yang dibuat oleh dokter ahli melalui dinding abdomen ke dalam kolom iliaka
atau asenden yang bersifat sementara atau permanen untuk mengeluarkan feses.
Lubang yang dibuat melalui dinding abdoimen ke dalam kolon iliaka atau asenden tempat
untuk mengeluarkan fases. Pembukaan sementara atau permanen dari usus besar melalui
dinding perut untuk mengeluarkan tinja. Kolostomi adalah tindakan pembedahan dimana sebagian
usus besar dijahitkan pada dinding perut, dimana lubangnya dibuat sedemikian rupa sehingga
tinja terdorog untuk keluar.
Kolostomi adalah membuat lubang yang bersifat sementara atau tetap pada usus besar
menembus permukaan abdomen sebagai pemindahan jalan keluar fecers. Lokasi anatominya pada
colon cicenden, transversal atau sigmoid, kolotomi dikerjakan pada penyakit peradangan, cacat
bawaan, kanker, obser, fistula, onstruksi dan perforasi.
Jenis-jenis kolostomi
kolostomi yang dilakukan ada 2 macam yaitu :
Kolostomi Permanen
Jenis kolostomi dilakukan bila kolon atau rectum pasien dibuang, karena ada kanker pada kolon
atau rectum. Kolostomi ini disebut juga dengan kolostomi ujung atau single barrel karena
dilakukan pada salah satu ujung dari kolon dan kolostomi ini mempunyai satu lubang.
Kolom Temporer
Kolostomi ini bersifat hanya sementara dan dilakukan untuk mengalihkan facces, untuk kemudian
ditutup kembali. Kolostomi ini terdiri dari 2 lussing atau double barrel.
Indikasi dilakukan Kolostomi
Tindakan kolostomi seringdilakukan pada pasien dengan difertikulitis yang sudah komplikasi
seperti pendarahan hebat, perforasi dan obses, sehingga untuk mengalihkasn jalannya feces
dilakukan kolostomi.
Kolostomi sering dilakukan pada pasien dengan karsinoma kolon. Karsinima tersebut dapat
memenuhi atau melingkari kolon menyebabkan obstruksi pada kolon, akhirnya penderita
mengalami kesulitan untuk buang air besar atau kostipasi usus.
d. Komplikasi Kolostomi
Suatu tindakan pada pembedahan yang dilakukan pada pasien tidak jarang akan
menimbulkan komplikasi.
a) Obstruksi, terjadi karena perlengketan atau sumbatan oleh makanan.
b) Infeksi pada luka, merupakan suatu komplikasi dari tindakan kolostomi yang sering terjadi,
karena terkontaminasi oleh tinja yang mengandung bakteri.
c) Retraksi stoma penyekat antara kantong atau kolostomi bagian dengan stoma, juga karena
adanya jaringan sekat yang terbentuk disekitar stoma yang mengkerut
2) Radiasi
Radiasi pasca bedah diberikan jika:
a. sel karsinoma telah menembus tunika muskularis propria
b. ada metastasis ke kelenjar limfe regional
c. masih ada sisa-sisa sel karsinoma yang tertinggal tetapi belum ada metastasis jauh.
(Radiasi pra bedah hanya diberikan pada karsinoma rektum).
3) Pemberian obat Sitostatika
a. inoperabel
b. operabel tetapi ada metastasis ke kelenjar limfe regional, telah menembus tunika muskularis
propria atau telah dioperasi kemudian residif kembali.
Obat yang dianjurkan pada penderita yang operabel pasca bedah adalah:
1. Fluoro-Uracil 13,5 mg/kg BB/hari intravena selama 5 hari berturut-turut. Pemberian berikutnya
pada hari ke-36 (siklus sekali 5 minggu) dengan total 6 siklus.
2. Futraful 3-4 kali 200 mg/hari per os selama 6 bulan
3. Terapi kombinasi (Vincristin + FU + Mthyl CCNU)
Pada penderita inoperabel pemberian sitostatika sama dengan kasus operabel hanya lamanya
pemberian tidak terbatas selama obat masih efektif. Selama pemberian, harus diawasi kadar Hb,
leukosit dan trombosit darah.Pada stadium lanjut obat sitostatika tidak meberikan hasil yang
memuaskan.
II.
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:
Aktivitas/istirahat:
Gejala:
Kelemahan, kelelahan/keletihan
Perubahan pola istirahat/tidur malam hari; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur
misalnya nyeri, ansietas dan berkeringat malam hari.
Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan, tingkat stres tinggi.
Sirkulasi:
Gejala:
Palpitasi, nyeri dada pada aktivitas
Tanda:
3. Integritas ego:
Gejala:
a) Faktor stres (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi stres (merokok, minum
alkohol, menunda pengobatan, keyakinan religius/spiritual)
b) Masalah terhadap perubahan penampilan (alopesia, lesi cacat, pembedahan)
c) Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak bermakna, rasa
bersalah, kehilangan kontrol, depresi.
Tanda:
Menyangkal, menarik diri, marah.
4. Eliminasi:
Gejala:
Perubahan pola defekasi, darah pada feses, nyeri pada defekasi
a)
b)
5.
a)
b)
c)
Tanda:
Perubahan bising usus, distensi abdomen
Teraba massa pada abdomen kuadran kanan bawah
Makanan/cairan:
Gejala:
Riwayat kebiasaan diet buruk (rendah serat, tinggi lemak, pemakaian zat aditif dan bahan
pengawet)
Anoreksia, mual, muntah
Intoleransi makanan
Tanda:
Penurunan berat badan, berkurangnya massa otot
6. Nyeri/ketidaknyamanan:
Gejala:
Gejala nyeri bervariasi dari tidak ada, ringan sampai berat tergantung proses penyakit
7. Keamanan:
Gejala:
Komplikasi pembedahan dan atau efek sitostika.
Tanda:
Demam, lekopenia, trombositopenia, anemia
8. Interaksi social
Gejala:
a) Lemahnya sistem pendukung (keluarga, kerabat, lingkungan)
b) Masalah perubahan peran sosial yang berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
9. Penyuluhan/pembelajaran:
Riwayat kanker dalam keluarga
Masalah metastase penyakit dan gejala-gejalanya
Kebutuhan terapi pembedahan, radiasi dan sitostatika.
Masalah pemenuhan kebutuhan/aktivitas sehari-hari
B) PRIORITAS KEPERAWATAN
1.
2.
3.
4.
III.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Diare b/d inflamasi, iritasi, malabsorbsi usus atau penyempitan parsial lumen usus sekunder
terhadap proses keganasan usus.
Ditandai dengan:
Peningkatan bunyi usus/peristaltik
Peningkatan defekasi cair
Perubahan warna feses
Nyeri/kram abdomen
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien, status
hipermetabolik sekunder terhadap proses keganasan usus.
Ditandai dengan:
Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/massa otot, tonus otot buruk
Peningkatan bunyi usus
Konjungtiva dan membran mukosa pucat
Mual, muntah, diare
3. Ansietas (uraikan tingkatannya) b/d faktor psikologis (ancaman perubahan status kesehatan,
status sosio-ekonomi, fungsi-peran, pola interaksi) dan rangsang simpatis (proses neoplasma)
Ditandai dengan:
Eksaserbasi penyakit tahap akut
Penigkatan ketegangan, distres, ketakutan
Iritabel
Fokus perhatian menyempit
4. Koping individu tak efektif b/d intensitas dan pengulangan stesor melampaui ambang adaptif
(penyakit kronis, ancaman kematian, kerentanan individu, nyeri hebat, sistem pendukung tak
adekuat)
Ditandai dengan:
Menyatakan ketidakmampuan menghadapi masalah, putus asa, ansietas
Menyatakan diri tidak berharga
Depresi dan ketergantungan
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang
pemaparan dan atau kesalahan interpretasi informasi.
Ditandai dengan:
Mengajukan pertanyaan, meminta informasi atau kesalahan pernyataan konsep
Tidak akurat mengikuti instruksi
Terjadi komplikasi/eksaserbasi yang dapat dicegah
6. Nyeri akut b/d proses penyakit (kompresi/destruksi jar. Saraf, infiltrasi saraf atau suplai
vaskularnya, obstruksi jaras saraf, inflamasi) efek samping berbagai agen terapi saraf kanker.
Ditandai dengan :
keluhan nyeri
memfokuskan pada diri sendiri/ penyempitan fokus
distraksi/ perilaku berhati-hati
gelisah, respons autonomik
1. Diare b/d inflamasi, iritasi, malabsorbsi usus atau penyempitan parsial lumen usus
sekunder terhadap proses keganasan usus.
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Bantu kebutuhan defekasi (bila tirah
baring siapkan alat yang diperlukan
dekat tempat tidur, pasang tirai dan
segera buang feses setelah defekasi).
2. Tingkatkan/pertahankan asupan cairan
per oral.
3. Ajarkan
tentang
makanan-minuman
yang dapat memperburuk/mencetus-kan
diare.
4. Observasi dan catat frekuensi defekasi,
volume dan karakteristik feses.
5. Observasi demam, takikardia, letargi,
leukositosis, penurunan protein serum,
ansietas dan kelesuan.
6. Kolaborasi
pemberian
obat-obatan
sesuai program terapi (antibiotika,
antikolinergik, kortikosteroid).
RASIONAL
-Defekasi tiba-tiba dapat terjadi tanpa
tanda sehingga perlu diantisipasi dengan
menyiapkan keperluan klien.
-Mencegah timbulnya maslah kekurangan
cairan.
-Membantu klien menghindari agen
pencetus diare.
-Menilai perkembangan maslah.
-Mengantisipasi
tanda-tanda
bahaya
perforasi
dan
peritonitis
yang
memerlukan tindakan kedaruratan.
-Antibiotika
untuk
membunuh/menghambat
pertumbuhan
agen patogen biologik, antikolinergik
untuk menurunkan peristaltik usus dan
menurunkan
sekresi
digestif,
kortikosteroid untuk menurunkan proses
inflamasi.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien, status
hipermetabolik sekunder terhadap proses keganasan usus.
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
simpanan energi.
-Meningkatkan kenyamanan dan selera
makan.
-Asupan kalori dan protein tinggi perlu
diberikan untuk mengimbangi status
hipermetabolisme klien keganasan.
-Pemberian preparat zat besi dan vitamin
B12 dapat mencegah anemia; pemberian
asam folat mungkin perlu untuk
mengatasi defisiensi karen amalbasorbsi.
-Pemberian peroral mungkin dihentikan
sementara untuk mengistirahatkan
saluran cerna.
RASIONAL
-Informasi yang tepat tentang situasi yang
dihadapi
klien
dapat
menurunkan
kecemasan/rasa
asing
terhadap
lingkungan sekitar dan membantu klien
mengantisipasi dan menerima situasi
yang terjadi.
-Mengidentifikasi
faktor
RASIONAL
-Penderita kanker tahap dini dapat hidup
survive dengan mengikuti program terapi
yang tepat dan dengan pengaturan diet dan
aktivitas yang sesuai
-Dukungan
SO
dapat
membantu
meningkatkan spirit klien untuk mengikuti
program terapi.
3. Kolaborasi
terapi
medis/keperawatan
psikiatri
bila
klien mengalami depresi/agresi yang
ekstrim.
4. Kaji
fase
penolakan-penerimaan
klien terhadap penyakitnya (sesuai
teori Kubler-Ross)
5.
RASIONAL
6. Nyeri akut b/d proses penyakit (kompresi/destruksi jar. saraf, infiltrasi saraf atau
suplai vaskularnya, obstruksi jaras saraf, inflamasi) efek samping berbagai agen terapi
saraf kanker.
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Tanyakan
pasien
tentang
nyeri.
Tentukan karakteristik nyeri. Buat
rentang intensitas pada skala 0 10.
2. Kaji pernyataan verbal dan non-verbal
nyeri pasien
3. Catat kemungkinan penyebab nyeri
patofisiologi dan psikologi.
4. Dorong
menyatakan
perasaan
tentang nyeri.
5. Berikan tindakan kenyamanan. Dorong
dan
ajarkan
penggunaan
teknik
relaksasi
RASIONAL
-Membantu dalam evaluasi gejala nyeri
karena kanker. Penggunaan skala rentang
membantu pasien dalam mengkaji tingkat
nyeri dan memberikan alat untuk evaluasi
keefektifan analgesik, meningkatkan
control nyeri
-Ketidaksesuaian antar petunjuk verbal/
non verbal dapat memberikan petunjuk
derajat nyeri, kebutuhan/ keefektifan
intervensi.
-Insisi posterolateral lebih tidak nyaman
untuk pasien dari pada insisi anterolateral.
Selain itu takut, distress, ansietas dan
kehilangan sesuai diagnosa kanker dapat
mengganggu kemampuan mengatasinya
-Takut/ masalah dapat meningkatkan
tegangan otot dan menurunkan ambang
persepsi nyeri.
-Meningkatkan relaksasi dan pengalihan
perhatian.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta
Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta
Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta
Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jld.II, BP FKUI, Jakarta.
I Putu Juniartha Semara Putra