Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan sampai
sat ini masih menjadi penyebab utama kematian di dunia. Di Indonesia, penyakit TB Paru
masih menjadi perhatian serius karena negara ini termasuk daerah endemis TB. Kasus TB
Baru di dunia sekitar 40% berada di kawasan Asia. Indonesia menduduki kedudukan ketiga di
bawah Cina dan India. Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 10% dari total
jumlah pasien TB di dunia, yaitu diantara 100.000 penduduk terdapat 100-300 orang yang
terinfeksi TB Paru. TB Paru di kawasan ini menjadi pembunuh nomor satu, kematian akibat
TB Paru lebih banyak 2-3 kali lipat dari HIV/AIDS yang berada di urutan kedua. Hasil
Survey Prevalensi di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi TB dengan
BTA Positif secara Nasional 110 per 100.000 penduduk. Secara Regional TB Paru Positif di
Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah, yaitu wilayah Sumatera, wilayah Jawa dan Bali
diikuti dengan wilayah Indonesia Timur (Depkes,2008).
WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru TB, dengan kematian
karena TB sekitar 140.000, secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia
terdapat 130 penderita baru TB Paru dengan BTA Positif (Depkes RI 2008).
Untuk mengatasi masalah Tuberkulosis diperlukan peran serta baik dari pemerintah,
swasta maupun masyarakat diajak untuk menanggulangi penyakit ini. Program TBC dengan
menggunakan pendekatan strategi DOTS (Directly Observer Treatment Shortcause)
pengawasan makan obat secara langsung). Strategi DOTS tersebut mencakup lima kategori :
Pertama, adanya jaminan komitmen pemerintah untuk menanggulangi TB di suatu negara.
Kedua, penemuan kasus dengan pemeriksaan mikroskopik. Ketiga, pemberian obat secara
langsung yang diawasi oleh PMO. Keempat, jaminan tersedianya obat secara teratur,
menyeluruh dan tepat waktu. Kelima, sistem monitoring serta pencatatan dan pelaporan yang
baik (Depkes RI, 2002).
Penyakit TB paru disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang dipengaruhi oleh
pengetahuan, sikap dan tindakan. Dari sudut pandang biologis, perilaku adalah suatu kegiatan
atau aktivitas organisme yang bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung maupun
tidak langsung. Menurut (Notoatmodjo,2003) perilaku diartikan sebagai suatu aksi-reaksi
1

organisme terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan
untuk menimbulkan reaksi, yakni disebut rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan
menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu pula.
Dalam pelayanan kesehatan tidak terlepas dari keterlibatan penderita sebagai pasien
TB paru. Pengetahuan pasien mengenai menjaga kesehatan agar tetap dalam kondisi yang
sehat baik jasmani maupun rohaninya, maka tak terlepas juga peran pasien yang sangat
diharapkan dapat mencegah penularan penyakit TB paru.
Faktor pengetahuan yang merupakan ilmu yang diketahui seseorang ataupun
pengalaman yang dialami oleh seseorang maupun orang lain. Dan klien yang terdiagnosa TB
Paru seharusnya mengetahui secara jelas dan benar apa sebenarnya penyakit TB Paru ini, dan
bagaimana cara penularan dan pencegahannya. Sikap pasien sangat menentukan dalam
mencegah penularannya, karena jika sikap pasien yang terdiagnosa TB Paru Positif mengerti
apa yang sebenarnya dia lakukan maka secara otomatis dia juga bisa dan mampu melindungi
anggota keluarga lainnya. Perilaku di sini adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri
(Notoatmodjo,2003). Jika perilakunya baik maka akan membawa dampak positif bagi
pencegahan penularan TB paru.
Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB oleh tenaga kesehatan tahun
2007 dan 2013 tidak berbeda (0,4%). Lima provinsi dengan TB tertinggi adalah Jawa Barat,
Papua, DKI Jakarta, Gorontalo, Banten, dan Papua Barat. Penduduk yang didiagnosis TB
oleh tenaga kesehatan, 44,4 % diobati dengan obat program (Riskesdas, 2013). Menurut data
tahunan Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, angka kesembuhan (cure rate) pengobatan kasus
baru TB Paru BTA Positif tahun 2013 menunjukan mencapai 60%. Sedangkan, Angka ini
masih dibawah target 85%. (Data Tahunan Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, 2014).
Untuk meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan dan menjawab permasalahan permasalahan yang terjadi di atas diperlukan suatu pengetahuan, sikap dan tindakan, dalam
pencegahan penularan TB paru. Untuk mempelajari tentang perilaku pasien dalam
penanggulangan penularan TB Paru maka kami tertarik untuk melakukan penelitian tentang :
Gambaran Perilaku Penderita TB Paru Positif Dalam Upaya Pencegahan Penularan
Tuberkulosis pada Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Rebo.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
bagaimana perilaku penderita TB paru dam mencegah penyakit menular di wilayah
puskesmas Kasemen
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui perilaku penderita TB dalam upayan pencegahan TB Paru.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengetahuan pasien dalam upaya pencegahan TB Paru.
b. Mengetahui sikap pasien dalam pencegahan TB Paru.
c. Mengetahui praktik pasien dalam upaya pencegahan TB Paru.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
a. Menambah pengetahuan serta wawasan tentang perjalanan penyakit TB,
pengobatannya dan pengetahuan penelitian.
b. Mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah didapat selama ini.
c. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan masyarakat.
d. Mengembangkan daya nalar, minat dan kemampuan dalam bidang penelitian.
2. Bagi Masyarakat
Menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya perilaku pasien penderita
TB Paru dengan angka keberhasilan pengobatan TB Paru.
3. Bagi Pemerintah
Dapat mengetahui masalah dan hambatan dalam memberikan layanan pada penderita
TB, serta meningkatkan pelayanan untuk meningkatkan angka keberhasilan
pengobatan TB.

4. Bagi Institusi
3

a. Mewujudkan Universitas Kristen Indonesia sebagai Research University dalam


rangka mengembangan ilmu pengetahuan dan penerapan teknologi.
b. Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai