Anda di halaman 1dari 5

RINITIS ALERGIKA

Ariyanto Harsono, Anang Endaryanto

BATASAN
Rinitis Alergika secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsi hidung, terjadi setelah
paparan alergen melalui peradangan mukosa hidung yang diperantarai IgE.
PATOFISIOLOGI
Gejala rinitis alergika dapat dicetuskan oleh beberapa faktor :

Alergen
Alergen hirupan merupakan alergen terbanyak penyebab serangan gejala rinitis alergika.
Tungau debu rumah, bulu hewan, dan tepung sari merupakan alergen hirupan utama
penyebab rinitis alergika dengan bertambahnya usia, sedang pada bayi dan balita, makanan
masih merupakan penyebab yang penting.

Polutan
Fakta epidemiologi menunjukkan bahwa polutan memperberat rinitis. Polusi dalam ruangan
terutama gas dan asap rokok, sedangkan polutan di luar termasuk gas buang disel, karbon
oksida, nitrogen, dan sulfur dioksida. Mekanisme terjadinya rinitis oleh polutan akhir-akhir
ini telah diketahui lebih jelas.

Aspirin
Aspirin dan obat anti inflamasi non steroid dapat mencetuskan rinitis alergika pada penderita
tertentu.
Secara klasik rinitis alergika dianggap sebagai inflamasi nasal yang terjadi dengan

perantaraan IgE. Pada pemeriksaan patologi, ditemukan infiltrat inflamasi yang terdiri atas
berbagai macam sel. Pada rinitis alergika selain granulosit, perubahan kualitatif monosit
merupakan hal penting dan ternyata IgE rupanya tidak saja diproduksi lokal pada mukosa
hidung. Tetapi terjadi respons selular yang meliputi: kemotaksis, pergerakan selektif dan migrasi
sel-sel transendotel. Pelepasan sitokin dan kemokin antara lain IL-8, IL-13, eotaxin dan
RANTES berpengaruh pada penarikan sel-sel radang yang selanjutnya menyebabkan inflamasi
alergi.
Aktivasi dan deferensiasi bermacam-macam tipe sel termasuk: eosinofil, sel CD4 +T, sel
mast, dan sel epitel. Alergen menginduksi Sel Th-2, selanjutnya terjadi peningkatan ekspresi
sitokin termasuk di dalamnya adalah IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-10 yang merangsang IgE, dan sel
Mast. Selanjutnya sel Mast menghasilkan IL-4, IL-5, IL-6, dan tryptase pada epitel. Mediator
dan sitokin akan mengadakan upregulasi ICAM-1. Khemoattractant IL-5 dan RANTES
menyebabkan infiltrasi eosinofil, basofil, sel Th-2, dan sel Mast. Perpanjangan masa hidup sel
terutama dipengaruhi oleh IL-5.

PDT Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya

29

Pelepasan mediator oleh sel-sel yang diaktifkan, di antaranya histamin dan cystenilleukotrien yang merupakan mediator utama dalam rinitis alergika menyebabkan gejala rinorea,
gatal,

dan

buntu.

Penyusupan

eosinofil

menyebabkan

kerusakan

mukosa

sehingga

memungkinkan terjadinya iritasi langsung polutan dan alergen pada syaraf parasimpatik,
bersama mediator Eosinophil Derivative Neurotoxin (EDN) dan histamin menyebabkan gejala
bersin.
Terdapat hubungan antara system imun dan sumsum tulang. Fakta ini membuktikan
bahwa epitel mukosa hidung memproduksi Stem Cell Factor (SCF) dan berperan dalam atraksi,
proliferasi, dan aktivasi sel Mast dalam inflamasi alergi pada mukosa hidung. Hipereaktivitas
nasal merupakan akibat dari respons imun di atas, merupakan tanda penting rinitis alergika.
GEJALA KLINIS/Symptom
Manifestasi utama adalah rinorea, gatal hidung, bersin-bersin dan sumbatan hidung.
Pembagian rinitis alergika sebelum ini menggunakan kriteria waktu pajanan menjadi rinitis
musiman (seasonal allergic rhinitis), sepanjang tahun (perenial allergic rhinitis), dan akibat
kerja (occupational allergic rhinitis). Gejala rinitis sangat mempengaruhi kualitas hidup
penderita. Tanda-tanda fisik yang sering ditemui juga meliputi perkembangan wajah yang
abnormal, maloklusi gigi, allergic gape (mulut selalu terbuka agar bisa bernafas), allergic
shiners (kulit berwarna kehitaman dibawah kelopak mata bawah), lipatan tranversal pada hidung
(transverse nasal crease), edema konjungtiva, mata gatal dan kemerahan. Pemeriksaan rongga
hidung dengan spekulum sering didapatkan sekret hidung jernih, membrane mukosa edema,
basah dan kebiru-biruan (boggy and bluish).
Pada anak kualitas hidup yang dipengaruhi antara lain kesulitan belajar dan masalah
sekolah, kesulitan integrasi dengan teman sebaya, kecemasan, dan disfungsi keluarga. Kualitas
hidup ini akan diperburuk dengan adanya ko-morbiditas. Pengobatan rinitis juga mempengaruhi
kualitas hidup baik positif maupun negatif. Sedatif antihistamin memperburuk kualitas hidup,
sedangkan non sedatif antihistamin berpengaruh positif terhadap kualitas hidup. Pembagian lain
yang lebih banyak diterima adalah dengan menggunakan parameter gejala dan kualitas hidup,
menjadi intermiten ringan-sedang-berat, dan persisten ringan-sedang-berat.
CARA PEMERIKSAAN/DIAGNOSA
Diagnosis rinitis alergika berdasarkan pada keluhan penyakit, tanda fisik dan uji
laboratorium. Keluhan pilek berulang atau menetap pada penderita dengan riwayat keluarga
atopi atau bila ada keluhan tersebut tanpa adanya infeksi saluran nafas atas merupakan kunci
penting dalam membuat diagnosis rinitis alergika. Pemeriksaan fisik meliputi gejala utama dan
gejala minor. Uji laboratorium yang penting adalah pemeriksaan in vivo dengan uji kulit goresan,
IgE total, IgE spesifik, dan pemeriksaan eosinofil pada hapusan mukosa hidung. Uji Provokasi
nasal masih terbatas pada bidang penelitian.
PDT Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya

30

DIAGNOSA BANDING
Rinitis alergika harus dibedakan dengan :
1. Rinitis vasomotorik
2. Rinitis bakterial
3. Rinitis virus
PENYULIT

Sinusitis kronis (tersering)

Poliposis nasal

Sinusitis dengan trias asma (asma, sinusitis dengan poliposis nasal dan sensitive terhadap
aspirin)

Asma

Obstruksi tuba Eustachian dan efusi telingah bagian tengah

Hipertyopi tonsil dan adenoid

Gangguan kognitif

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan rinitis alergika meliputi edukasi, penghindaran alergen, farmakoterapi
dan imunoterapi. Intervensi tunggal mungkin tidak cukup dalam penatalaksanaan rinitis alergika,
penghindaran alergen hendaknya merupakan bagian terpadu dari strategi penatalaksanaan,
terutama bila alergen penyebab dapat diidentifikasi. Edukasi sebaiknya selalu diberikan
berkenaan dengan penyakit yang kronis, yang berdasarkan kelainan atopi, pengobatan
memerlukan waktu yang lama dan pendidikan penggunaan obat harus benar terutama jika harus
menggunakan kortikosteroid hirupan atau semprotan. Imunoterapi sangat efektif bila
penyebabnya adalah alergen hirupan. Farmakoterapi hendaknya mempertimbangkan keamanan
obat, efektifitas, dan kemudahan pemberian. Farmakoterapi masih merupakan andalan utama
sehubungan dengan kronisitas penyakit. Tabel 3 menunjukkan obat-obat yang biasanya dipakai
baik tunggal maupun dalam kombinasi. Kombinasi yang sering dipakai adalah antihistamin H1
dengan dekongestan.
Pemilihan obat-obatan
Pemilihan obat-obatan dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal antara lain :
1. Obat-obat yang tidak memiliki efek jangka panjang.
2. Tidak menimbulkan takifilaksis.
3. Beberapa studi menemukan efektifitas kortikosteroid intranasal. Meskipun demikian pilihan
terapi harus dipertimbangkan dengan kriteria yang lain.

PDT Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya

31

4. Kortikosteroid intramuskuler dan intranasal tidak dianjurkan sehubungan dengan adanya efek
samping sistemik.
Tabel 3. : Jenis obat dan efek terapetik.
Jenis obat
Antihistamin H1
Oral
Intranasal
Intraokuler
Kortikosteroid intranasal
Kromolin
Intranasal
Intraokuler
Dekongestan
Intranasal
Oral
Antikolinergik
Antilekotrien

Bersin Rinorea
++
++
0
+++

++
++
0
+++

Buntu Gatal hidung Keluhan mata


+
+
0
+++

+++
++
0
++

++
0
+++
++

+
0

+
9

+
0

+
0

0
++

0
0
0
9

0
0
++
+

+++
+
0
++

0
0
0
0

0
0
0
++

Jenis obat yang sering digunakan :

Kromolin, obat semprot mengandung kromolin 5,2 mg/dosis diberikan 3-4 kali/hari

Setirizin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 2-5 tahun: 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6
tahun : 5-10 mg/dosis,1 kali/hari.

Loratadin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 25 tahun: 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6
tahun : 10 mg/dosis, 1 kali/hari.

Feksofenadin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah : 6-11 tahun: 30 mg/hari, 2 kali/hari;
> 12 tahun : 60 mg/hari, 2 kali/hari atau 180mg/hari, 4 kali/hari.

Azelastine, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 511 tahun : 1 semprotan 2 kali/hari; >
12 tahun : 2 semprotan, 2 kali/hari.

Pseudoephedrine, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 2-6 tahun : 15 mg/hari, 4
kali/hari; 6-12 tahun : 30mg/hari, 4 kali/hari;

> 12 tahun : 60 mg/hari 4 kali/hari.

Ipratropium bromide 0.03% 2 semprotan, 2-3 kali/hari.

Kortikosteroid intranasal
Digunakan pada pasien yang memiliki gejala yang lebih persisten dan lebih parah. Efektif
untuk semua gejala dengan inflamasi eosinofilik.
Fluticasone intranasal diberikan dengan dosis pemberian untuk usia > 4 tahun : 1-2
semprotan/dosis, 1 kali/hari.
Mometasone intranasal diberikan dengan dosis pemberian untuk usia 3-11 tahun : 1
semprotan/dosis, 1 kali/hari; usia > 11 tahun : 2 semprotan/dosis, 1 kali/hari.
Budesonide intranasal diberikan dengan dosis pemberian untuk usia > 6 tahun : 1-2
semprotan/dosis, 1 kali/hari. Budesonide mempunyai bioavaibilitas yang rendah dan
keamanannya lebih baik.

Leukotrien antagonis

PDT Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya

32

Zafirlukast yang diberikan pada anak sebesar 20 mg/dosis 2 kali/24jam.

DAFTAR PUSTAKA
1. Christodoupoulos P, Cameron L, Durham S, Hamid Q. Molecular pathology of allergic
rhinitis. J Allergy Clin Immunol 2000; 105 : 211-23.
2. Meltzer EO. Quality of life in adults and children with allergic rhinitis. J Allergy Clin
Immunol 2001; 108 : S45-53.
3. Cauwenberge P. Consensus statement on the treatment of allergic rhinitis. Eur Acad
Allergology Clin Immunol Allergy 2000; 55 : 116-34.
4. Dibildox J. Safety and efficacy of mometasone furoate aqueous nasal spray in children with
allergic rhinitis : Results of recent clinical trials. J Allergy Clin Immunol 2001; 108 : S54-8.
5. Pullerits T,Prack L, Ristioja V, Lotvail J. Comparison of a nasal glucocorticoid,
antileukotriene, and a combination of antileukotriene and antihistamine in the treatment of
seasonal allergic rhinitis. J Allergy Clin Immunol 2002; 109 : 949-55.

Telah didiskusikan dan disepakati bersama oleh:


Nama Jelas

Tanda tangan

1. Dr. H. Ariyanto Harsono, dr., Sp.A(K)

.......................

2. Anang Endaryanto, dr., Sp.A

.......................

PDT Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya

33

Anda mungkin juga menyukai