(TJSL).
PT. HPAM perusahaan yang memiliki core business mengelola sumberdaya alam (Tambang)
telah menyadari sejak awal operasi bahwa kegiatan Tambang yang akan memiliki dampak
terhadap social dan lingkungan. Hal tersebut sudah diantisipasi dan dikaji pada saat penyusunan
dokumen AMDAL.
pertambangan besar lainnya. Kandungan mineral Bauksit pada umumnya terletak di dalam bumi
sebelah atas pada kedalaman antara 1 2 meter dari atas permukaan tanah, berupa lapisan ore
berbentuk undulasi dengan ketebalan bervariasi antara 1 4 meter dalam spot-spot kecil dalam
bentang alam tidak terlalu luas dan berada pada topografi bergelombang. Teknik penambangan
adalah open pit with strip mining, diawali dari kegiatan land clearing, pengupasan dan
penyimpanan tanah pucuk (top soil), penggalian lapisan OB (overburden), lalu penggalian ore
bauxite dengan menggunakan alat excavator dengan sistem strip. Teknik Tambang bauksit tidak
menimbulkan adanya lubang besar (void) seperti pada Tambang lain seperti batu bara dan lainlain. Setelah selesai pengambilan ore bauxite dilanjutkan dengan penataan lahan bekas tambang
dengan cara menimbun lubang-lubang bekas tambang dengan lapisan tanah OB terlebih dahulu,
lalu yang terakhir adalah pengembalian tanah pucuk, sedemikian rupa sehingga lahan bekas
tambang tersebut dinyatakan layak/siap untuk ditanam (revegetasi). Dalam proses penataan
lahan (re-shaping) tersebut juga dilakukan tindakan civil engineering dengan tujuan untuk
pencegahan erosi dan sedimentasi.
Tujuan revegetasi adalah : 1.
akibat lahan terbuka pasca penambangan. Sebelum ditanami tanaman pokok disyaratkan
ditanami tanaman kacang-kacangan (legume cover crops) yang berfungsi untuk pencegahan erosi
permukaan (surface run off) dan menyuburkan tanah. 2.
Meningkatkan produktivitas
lahan sehingga dapat dimanfaatkan oleh sektor usaha lainnya (pertanian, perkebunan, kehutanan
dan lain-lain.). Reklamasi Tambang Bauksit PT. HPAM Areal IUP (Izin Usaha Pertambangan)
berada pada lokasi dengan beragam status lahan. Ada yang berada di dalam kawasan hutan, ada
yang tumpang tindih dengan IUP Perkebunan, IUP Kehutanan (Hutan Tanaman Industri) dan ada
juga yang lahan milik penduduk. Hal tersebut menyebabkan pola revegetasinya berbeda-beda
sesuai dengan status lahan dimana deposit Tambang berada. Penambangan yang berada di dalam
Perusahaan harus
mengajukan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) terlebih dahulu ke Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (dh. Kementerian Kehutanan). 2.
Membayar PNBP
Melaksanakan
kegiatan reklamasi hutan, yaitu reklamasi lahan bekas Tambang di dalam kawasan hutan. 4.
Melaksanakan kegiatan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai. 5.
Dan
lain-lain Pola revegetasi No Status Lahan Jenis Tanaman Tujuan Pemanfaatan 1. Kawasan
hutan alam Tanaman kehutanan Mengembalikan kawasan hutan produktif atau seperti rona awal
2. Kawasan hutan dibebani hak (HTI) Tanaman kehutanan sesuai budidaya pemegang Izin
Kawasan Budidaya Kehutanan (Fast Growing Species) 3. APL Perkebunan Tanaman perkebunan
Kawasan Budidaya Perkebunan (Kelapa sawit) 4. APL Tanah Milik Tanaman sesuai keinginan
pemilik lahan Kawasan Budidaya Masyarakat (Karet)
adalah menanami kembali lahan bekas Tambang dengan tanaman-tanaman kehutanan yang
berumur panjang, sedapat mungkin menanami dengan jenis tanaman asli local (indigenous
species) dan tanaman budidaya kehutanan (fast growing species). Sedangkan pada kawasan APL
(Areal Penggunaan Lain) yang telah dibebani hak IUP Perkebunan, akan ditanami dengan
tanaman kelapa sawit. Dan pada kawasan hak milik masyarakat akan ditanami dengan tanaman
karet atau sesuai dengan yang diinginkan masyarakat pemilik lahan. Beberapa kasus pemilik
lahan meminta ditanami tanaman kelapa sawit.
PT. HPAM Disamping areal bekas Tambang (mine pit) pada umumnya masih ada penggunaan
lahan untuk keperluan lain. Sarana prasarana yang terkait langsung dengan operasional antara
lain : jalan Tambang, quarry, pelabuhan (port), intermediate stockpile, Bauxite Processing Plant
(BPP), workshop dan lain-lain. Sedangkan yang tidak langsung adalah : kantor, mess karyawan,
rumah ibadah, persemaian. Jika selesai kegiatan Tambang, maka lahan bekas tambang sesegera
mungkin direklamasi. Namun untuk sarana prasarana penunjang akan tergantung dari keperluan,
apakah masih akan dimanfaatkan atau sudah tidak dimanfaatkan lagi. Sebagai contoh, jalan
Tambang. Sepanjang jalan Tambang tersebut masih akan digunakan untuk mengangkut material
Tambang, maka sarana jalan tersebut akan tetap dipelihara. Kegiatan pengelolaan lingkungan
terkait jalan adalah mengendalikan erosi parit sepanjang jalan, memelihara gorong-gorong dan
jembatan, tebing / jurang kiri kanan jalan dan lain-lain. Dalam hal sudah tidak dipergunakan
lagi, maka sarana tersebut segera direklamasi sesuai dengan fungsinya. Pada periode pasca
Tambang, maka semua sarana dan prasarana Tambang harus direklamasi dan dikembalikan
fungsinya sehingga dapat dimanfaatkan oleh pihak yang berkepentingan dan secara lingkungan
harus dijamin aman, tidak menyisakan dampak maupun bahaya bagi kehidupan masyarakat.
Sebelum kegiatan pasca Tambang dinyatakan berhasil maka perusahaan tetap diwajibkan untuk
mereklamasi, memulihkan dan meniadakan semua kondisi fisik lahan di seluruh lahan dalam
wilayah IUP hingga dapat dimanfaatkan lagi oleh pengguna berikutnya dan satu lagi yang tidak
kalah pentingnya, yaitu melakukan pemberdayaan masyarakat sekitar Tambang terkena dampak
sehingga
menjadi
masyarakat
yang
Mandiri.
(dp)
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/dipras/reklamasi-lahan-bekas-tambang-bauksit-pthpam_5576ad9e319773ba4128e5fe
daerah dibuka untuk operasi pertambangan, maka daerah tersebut akan berpotensi
menjadi rusak selamanya. Dalam rangka mengembalikan kondisi tanah sedemikian
rupa sehingga dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya, maka
terhadap lahan bekas pertambangan, selain dilakukan penutupan tambang, juga harus
dilakukan pemulihan kawasan bekas pertambangan.
Reklamasi tambang pada dasarnya adalah usaha untuk memperbaiki kondisi lahan setelah
aktivitas penambangan selesai. Seperti yang sudah dimahfumi bahwa sifat dasar dari industri
tambang adalah destruktif karena aktivitasnya yang melakukan penggalian dan merubah
bentang lahan, perubahan iklim mikro hingga ke kondisi fisik lingkungan. Selain itu, industri
pertambangan juga menimbulkan dampak positif sebagai sumber devisa negara, pendapatan
asli daerah, penciptaan lahan kerja, perubahan ekonomi hingga bertindak sebagai
development agen bagi daerahnya.
Setelah aktivitas penambangan selesai, lahan harus segera direklamasi. Tujuanya untuk
menghindari kemungkinan timbulnya potensi kerusakan lain. Potensi tersebut seperti
timbulnya air asam tambang, penurunan daya dukung tanah bahkan terjadinya kerusakan
lahan lebih luas.
Tujuan kegiatan reklamasi lahan tambang bertujuan untuk memperbaiki ekosistem lahan eks
tambang melalui perbaikan kesuburan tanah dan penanaman lahan di permukaan. Tujuan
lainya adalah agar mampu menjaga agar lahan tidak labil, lebih produktif dan meningkatkan
produktivitas lahan eks tambang tersebut. Akhirnya reklamasi dapat menghasilkan nilai
tambah bagi lingkungan dan menciptakan keadaan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan
keadaan sebelumnya pertambangan, kerusakan lingkungan hidup, dan sebagainya.
Reklamasi Memberikan Perbaikan Fisik dan Non Fisik serta Menjaga Fungsi Hidroorologis
Untuk meningkatkan kemampuan daya dukung tanah atau lebih baik lagi jika mampu
menjadikan seperti kondisi awal, ada teknologi sederhana pemberian nutrisi tanah. Nutrisi in
berupa bahan organik, serasah, amelioran, penanaman tumbuhan keras seperti jengjeng,
sengon, rasamala dan lainya.
Kemudian untuk minimisasi dampak negatif dari aktivitas pertambangan, pada UndangUndang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan Pasal 30
dituliskan bahwa setiap pemegang kuasa pertambangan diwajibkan untuk mengembalikan
tanah sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan bahaya penyakit atau bahaya lainnya,
antara lain melalui kegiatan reklamasi.
Reporting pelaksanaan reklamasi itu dilaporkan ada Menteri, Gubernur hingga Walikota atau
Bupati. Penilaian keberhasilan ditentukan oleh pemerintah. Apabila dari hasil penilaian
menunjukkan fakta terbalik maka pemerintah dapat menunjuk pihak ketigas untuk
melaksanakan reklamasi. Pelaksanaan reklamasi oleh pihak lain ini dilakukan dengan
memanfaatkan Jaminan Reklamasi.
Secara eksplisit, dapat disimpulkan bahwa upaya reklamasi yang telah tersusun secara detail
melalui Rencana Reklamasi bahkan tertuang dalam Kajian AMDAL dan Studi Kelayakan adalah
tanggung jawab banyak pihak, bukan semata perusahaan tambang saja. Pemerintah sebagai
regulator juga berperan vital, begitupun Pemda melalui Pejabat Tingkat I dan II yang
melakukan penilaian rencana reklamasi tersebut termasuk juga monitoringnya.
Pola revegetasi No Status Lahan Jenis Tanaman Tujuan Pemanfaatan 1. Kawasan hutan alam
Tanaman kehutanan Mengembalikan kawasan hutan produktif atau seperti rona awal 2. Kawasan
hutan dibebani hak (HTI) Tanaman kehutanan sesuai budidaya pemegang Izin Kawasan Budidaya
Kehutanan (Fast Growing Species) 3. APL Perkebunan Tanaman perkebunan Kawasan Budidaya
Perkebunan (Kelapa sawit) 4. APL Tanah Milik Tanaman sesuai keinginan pemilik lahan Kawasan
Budidaya Masyarakat (Karet)
N
O
1
2
3
4
Status Lahan
Jenis Tanaman
Tanaman kehutanan
hak (HTI)
APL Perkebunan
Tanaman perkebunan
Tujuan Pemanfaatan
kawasan hutan produktif atau
seperti rona awal
Kawasan Budidaya Kehutanan
(Fast Growing Species)
Kawasan Budidaya Perkebunan
(Kelapa sawit)
Kawasan Budidaya Masyarakat
pemilik lahan
(Karet)