Anda di halaman 1dari 8

Diabetes mellitus (DM) bukan merupakan kontraindikasi untuk setiap tindakan perawatan

kedokteran gigi, misalnya tindakan operatif seperti pencabutan gigi, kuretase pada poket
dan sebagainya. Hal ini tidak masalah bagi dokter gigi apabila penderita di bawah
pengawasan dokter ahli sehingga keadaanya terkontrol. Untuk setiap tindakan operatif ada
beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu faktor sebelum dan setelah tindakan operatif.
Faktor sebelum operatif antara lain keadaan umum penderita, kadar gula darah dan urin
penderita, anastetikum yang akan digunakan serta tindakan asepsis. Tindakan yang perlu
dilakukan setelah tindakan operatif adalah pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya
infeksi, juga keadaan umum serta kadar gula darah dan urin (Tarigan, 2003).
Anastetikum yang digunakan untuk tindakan operatif harus aman, tidak boleh meninggikan
kadar gula dalam darah. Pemakaian adrenalin sebagai lokal anastesi masih dapat diterima
karena kadarnya tidak terlalu besar walaupun adrenalin dapat meninggikan kadar gula
dalam darah. Procain sebagai anastesi lokal sangat dianjurkan (Tarigan, 2003).
Sebelum tindakan operatif sebaiknya penderita diberi suatu antibiotik untuk mencegah
infeksi (antibiotik profilaksis, juga pemberian vitamin C dan B kompleks, dapat membantu
memepercepat proses penyembuhan serta mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi
setelah perawatan. Kultur bakteri perlu dilakukan untuk kasus-kasus infeksi oral akut. Jika
terjadi respon yang kurang baik dari pemberian antibiotik yang pertama, dokter gigi dapat
memebrikan lagi antibiotik yang lebih efektif berdasarkan uji kepekaan bakteri pada pasien
(Tarigan, 2003; Agustina, 2008).
Tindakan perawatan gigi penderita tergantung pada pengetahuan dokter gigi tentang
keadaan penyakit tersebut. Jika pasien telah didiagnosis dan dikontrol dengan adekuat,
maka tidak ada masalah sepanjang dokter gigi benar-benar mempertimbangkan hal-hal
yang dapat menghilangkan komplikasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada perawatan gigi
pasien DM adalah (Tarigan, 2003):
(1) Hal-hal tentang keadaan kesehatan pasien DM harus didiskusikan dengan dokter yang
merawatnya.

(2)

Semua infeksi rongga mulut harus dirawat dengan segera dengan antibiotik yang

tepat.
(3)

Kesehatan rongga mulut yang baik harus dipertahankan, sehingga iritasi lokal akan

hilang secara teratur, pembentukan kalkulus berkurang dan sangat diharapkan gingivitis
dan penyakit periodontal dapat dicegah.
Pasien dijadwalkan untuk perawatan di pagi hari dan diinstruksikan untuk mengkonsumsi
makan paginya seperti biasa. Apabila perawatan melewati waktu makan maka pasien harus
diberi waktu mengkonsumsi makanan/ minuman ringan seperti orange juice. Apabila
kesulitan mengunyah setelah perawatan, dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan lunak
seperti soup, milkshake dan lain sebagainya untuk menjaga pemasukan kalori. Pada setiap
prosedur perawatan gigi diinstruksikan untuk tetap mengkonsumsi obat hipoglikemik sesuai
dosis yang diperuntukkan baginya. Pada pasien dengan terapi insulin dapat dilakukan
modifikasi dengan makan paginya. Pasien diinstruksikan mengkonsumsi makan paginya
disertai insulin separuh dosis pagi dan separuh lagi sesuadah perawatan. Minimalkan stres
selama perawatan gigi apabila memungkinkan proses perawatan dibagi menjadi beberapa
kunjungan yang tidak terlalu lama (Setyawati, 2000).
Tindakan asepsis perlu diperhatikan apabila kita akan merawat gigi dan mulut penderita DM
yang sudah terkontrol, karena penderita pada umumnya mempunyai daya tahan tubuh
yang rendah terhadap infeksi. Adanya DM yang tidak terdiagnosa, tidak dirawat, kurang
dikontrol menyebabkan risiko yang lebih besar atau serius bagi dokter gigi dalam mengatur
rencana

perawatan.

Kemungkinan

terjadinya

koma

diabetes

(hiperglikemia), shock

insulin (hipoglikemia), penyebaran infeksi, kurangnya respon penyembuhan pembedahan


harus menjadi pertimbangan utama. Pasien yang memiliki risiko ini harus dievaluasi dengan
hati-hati dan konsultasi kesehatan jika ada satu kemungkinan di rongga mulut (Tarigan,
2003).

Hubungan Diabetes Mellitus Dengan Perawatan Di Kedokteran Gigi


Untuk menentukkan macam perawatan di kedokteran gigi, sudah semestinya dokter gigi
melakukan anamnesa dan pemeriksaan lain guna menunjang diagnosa serta macam perawatan
yang akan dilakukan. Diabetes mellitus terkadang menyusahkan para dokter gigi untuk
melakukan suatu pencabutan maupun pembedahan. Hanya pasien diabetes mellitus terkontrol
yang dapat dilakukan tindakan pembedahan dentoalveolar. Untuk itu perlu konsultasi dan
bekerja sama dengan dokter umum yang merawatnya. Sebaiknya kadar gula darah penderita
diturunkan sampai batas tertentu sehingga komplikasi post tindakan dapat di
minimalisasi. Ekstrasi gigi pada pasien dengan kelainan penyakit sistemik membutuhkan
pertimbangan yang serius dari beberapa aspek tindakan dan reaksi. Pasien dengan penyakit
diabetes mellitus memiliki resiko lebih tinggi dalam ekstrasi gigi.
Penderita juvenile diabetes dengan ketergantungan insulin khususnya, lebih mudah
kehilangan kontrol di samping itu, mereka sering memperlihatkan fluktuasi kadar gula darah
yang besar. Perawatan khusus dibutuhkan di sini. Disamping itu, kerjasama dengan dokter,
konsultan atau rumah sakit adalah mutlak perlu. Hal ini juga perlu bagi persiapan sebelum
operasi dan perawatan setelah operasi. Dokter umum atau konsultan harus dihubungi mengenai
kemungkinan pasien perlu dirawat di rumah sakit.
Pada dasarnya resiko operasi pembedahan terletak pada kemungkinan hilangnya kontrol
metabolisme yang diakibatkan dari krisis hiperglikemik atau hipoglikemik, terhadap
meningkatnya kecenderungan perdarahan dan timbulnya masalah-masalah penyembuhan luka.
Penyebab potensial dari hilangnya pengendalian metabolik adalah stress, anestesi lokal, terutama
jika disuntikan preparat yang mengandung adrenalin, pengobatan setelah operasi, perubahan dan
sebelum dan sesudah operasi pada diet/makanan dan perubahan pada terapi dengan obat-obatan.
Jika direncanakan pencabutan gigi molar ketiga, harus ditekankan pada pasien sewaktu ia
diberitahu mengenai hari operasi, bahwa ia hendaknya tidak merubah pengobatan dan dietnya
serta yang terpenting tidak datang pada hari operasi dengan perut kosong. Banyak ahli
menganggap bahwa pasien perlu puasa walaupun untuk operasidengan anestesi lokal. Bagi
penderiata diabetes yang tergantung insulin, kurangnya makanan tentunya akan menimbulkan
krisis hipoglikemik.
Dengan digunakannya anestesi lokal, maka harus diperhatikan bahwa adrenalin yang
disuntikkan bersifat antagonistik terhadap insulin dan oleh karenanya tidak boleh digunakan
pada penderita diabetes. Dianjurkan penggunaan anestesi lokal tanpa penambahan
vasokonstriktor. Pada pembedahan dentoalveolar yang dilakukan pada pasien diabetes type I
terkontrol harus mendapatkan pemberian insulin seperti biasanya dilakukan sebelum
pembedahan dan makan karbohidrat yang cukup. Sedangkan pasien diabetes type II,
pembedahan dentoalveolar dengan menggunakan anestesi lokal biasanya tidak memerlukan
tambahan insulin atau hipoglikemik oral.
Pembekuan darah pada penderita diabetes mellitus, baik yang IDDM maupun NIDDM
sedikit
terganggu.
Artinya cloating
timependerita
tidak
seperti
orang
non-

diabetes. Kecenderungan perdarahan yang meningkat dapat dihubungkan dengan vasopati dan
infeksi yang sering kambuh kembali pada mukosa mulut. Perdarahan selama atau setelah operasi,
biasanya dapat dikendalikan melalui perawatan lokal. Meningkatnya insiden infeksi disebabkan
oleh terganggunya produksi antibodi yang diakibatkan karena kurangnya glikogen; vasopati
adalah faktor yang lain. Infeksi yang tidak berbahaya juga dapat mempengaruhi kebutuhan
insulin.
Selain prosedur pembedahan konservatif dan drainase luka, perlu dipertimbangkan
perlunya terapi antibiotika profilaktik. Diabetes yang terkontrol dengan baik tidak memerlukan
terapi antibiotik profilaktik untuk pembedahan rongga mulut, namun penderita diabetes yang
tidak terkontrol akan mengalami penyembuhan lebih lambat dan cenderung mengalami infeksi,
sehingga memerlukan pemberian antibiotik profilaktik.
Dengan adanya fluktuasi yang nyata dari kadar gula darah, kehilangan kesadaran yang
tiba-tiba dapat terjadi, pada kasus ini diperlukan penyuntikan intravena (40-80 ml) larutan
glukosa 40%. Perawatan ini tepat untuk syok hipoglikemik dan tidak akan mempunyai pengaruh
yang merugikan pada kasus koma hiperglikemik. Biasanya ketoasidosis atau koma hiperglikemik
berkembang setelah beberapa hari. Untuk mengatasi ketoasidosis perlu pemberian insulin dan
cairan. Hal tersebut sebaiknya dilakukan di rumah sakit ( pasien rawat inap ).
Kegoyahan gigi disebabkan karena meningkatnya penyakit pada jaringan periodontal
yang disertai dengan adanya kerusakan pada jaringan periodontal tersebut. Diabetes mellitus
(DM) merupakan faktor predisposisi terhadap timbulnya infeksi. Di dalam mulut DM dapat
meningkatkan jumlah bakteri sehingga menyebabklan adanya kelainan pada jaringan
periodontal, dan bila berlanjut dapat menyebabkan gigi menjadi goyah, tapi pada penderita DM
yang terkontrol dengan baik akan menyebabkan penurunan terjadinya infeksi. Sehubungan
dengan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menentukan menurunnya
derajat kegoyahan gigi pada penderita DM yang terkontrol kader glukosa darahnya.
http://digilib.ekologi.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2002-made-2285kadar
Pada penderita diabetes dapat terjadi xerostomia akibat penurunan sekresi air ludah
karena diuresis. Penurunan sekresi ini terutama dari kelenjar parotis cenderung membuat pH
menurun. Di samping itu terjadi kenaikan kadar glukosa cairan mulut yang akan dimetabolisme
oleh bakteri mulut menjadi asam. Kondisi ini juga menurunkan pH air ludah, karena pH air ludah
dipengaruhi oleh kapasitas buffer yang terutama dipengaruhi kecepatan sekresi ludah parotis.
Sehingga jika sekresi parotis menurun maka kapasitas buffer pun menurun dan pH-pun ikut
menurun. Penurunan pH ini juga terjadi karena peningkatan konsentrasi glukosa darah diikuti
peningkatan konsentrasi glukosa dalam ludah kelenjar parotis, glukosa dalam ludah ini akan
dimetabolisme oleh bakteri mulut dan menghasilkan asam.
Di lain pihak, pada penderita diabetes melitus juga terjadi mikroangiopati yang
menyebabkan kerusakan pembuluh darah kecil sehingga terjadi ekstravasasi sel-sel darah,
protein dan plasma yang terjadi juga di pembuluh darah di mulut; protein tersebut akan

dimetabolisme oleh bakteri mulut menghasilkan basa. Pada penderita diabetes juga terjadi
peningkatan kandidiasis mulut yang menghasilkan produk peragian bersifat asam. Sedangkan pH
optimum untuk tumbuhnya jamur.
Meskipun pH saliva cenderung turun tapi insidensi karies pada penderita diabetes Melitus
tidak meningkat dibandingkan dengan kontrol nondiabetes, sebaliknya terjadi peningkatan
penyakit periodontal, yang biasanya berawal dari terbentuknya kristal patologis dan karang gigi
yang sering terjadi karena peningkatan pH air ludah, ditambah dengan mikroangiopati diabetik
yang mengenai pembuluh darah di jaringan periodontal . Mikroangiopati diabetik ini
menyebabkan endotel rusak, adhesi-agregasi trombosit membentuk mikrotrombus, proliferasi
otot polos, penebalan membrana basalis, metabolisme kolagen, dan penumpukan lipoprotein. Hal
ini mengganggu difusi oksigen dan nutrisi jaringan serta menurunkan daya tahan tubuh terhadap
kuman sehingga jaringan periodontium rentan terhadap penyakit.
Perawatan Bedah Mulut
Ekstrasi gigi pada pasien dengan kelainan penyakit sistemik membutuhkan pertimbangan
yang serius dari beberapa aspek tindakan dan reaksi. Pasien dengan penyakit diabetes mellitus
memiliki resiko lebih tinggi dalam ekstrasi gigi. Pembekuan darah pada penderita diabetes
mellitus, baik yang IDDM maupun NIDDM sedikit terganggu. Artinya cloating time penderita
tidak seperti orang non diabetes.
Salah satu komplikasi akut diabetes mellitus adalah koma hiperosmoler non ketotik.
Penyakit ini disebabkan tingginya kadar gula darah melebihi 600 mg% yang mengakibatkan
pasien mudah shock. Setelah parastesi, ekstrasi perlu diikuti dengan tampon selama 30 menit.
Hal ini dilakukan agar bleeding dapat teratasi. Dilakukan penambahan insulin guna mencegah
terjadinya shock
Pada tindakan pembedahan, terdapat sedikit perbedaan antara penderita diabetes mellitus
tipe 1 dan tipe 2. Pada penderita diabetes mellitus tipe 1, sebelum dilakukan pembedahan harus
dilakukan terapi insulin, dengan memberikan suntikan insulin karena jumlah insulinnya tidak
mencukupi kebutuhan. Sedangkan pada tipe 2, tidak perlu diberikan suntikan insulin. Selain itu,
pada pemberian anastesi lokal harus dihindarkan dari bahan vasokontriktor karena mengandung
adrenalin yang dapat meningkatkan glukosa dalam darah.
Secara umum, penderita diabetes mellitus perlu perawatan kesehatan mulut yang teratur
dan sering sebab penderita diabetes mellitus lebih peka terhadap infeksi. Hal ini disebabkan
antara lain karena imunitas selular dan hormonal penderita diabetes mellitus menurun; fungsi
leukosit terganggu; dan kadar gula dalam darah tinggi. Perawatan kedokteran gigi yang
dilakukan pada penderita diabetes melitus baik IDDM maupun NIDDM secara umum sama.
Karena sebenarnya pada diabetes mellitus terjadi gangguan pada insulinnya.
Manifestasi rongga mulut pada penderita diabetes antara lain: penyakit gusi yang
semakin luas, gingivitis, kandidiasis, liken planus, periodontitis, kehilangan gigi, luka sulit
sembuh, infeksi dan penyakit mulut gigi, karies, sakit pada lidah, mulut kering/xerostomia, mulut
terasa terbakar, disfungsi pada pengecapan.

Diabetes Mellitus (DM) merupakan faktor predisposisi terhadap timbulnya infeksi. Di


dalam mulut DM dapat meningkatkan jumlah bakteri sehingga menyebabkan adanya kelainan
pada jaringan periodontal, dan bila berlanjut dapat menyebabkan gigi menjadi goyah.
Pasien dengan penyakit diabetes, resiko terinfeksi jaringan periodontal semakin besar
bahkan mencapai 2-4 kali daripada pasien non-diabetes. Infeksi periodontal kronis menyebabkan
inflamasi sistemik yang nantinya meningkatkan resistensi insulin dan hiperglikemia. Resistensi
insulin menghambat kontrol glikemia secara optimal dan meningkatkan resiko penyakit jantung.
Penyakit diabetes yang dapat menjadi penyebab utama lesi ginggiva, xerostomia, hipereami
mukosa, palatum dan lidah terasa kering/terbakar, hilangnya papilla lidah dan masalah
vaskularisasi dini.
Untuk mengantisipasi hal diatas, perlu direkomendasikan menggosok gigi dengan pasta
yang mengandung triclosan/copolymerminimal dua kali sehari serta test HbA1c minimal tiga
bulan sekali.
Ekstraksi gigi pada pasien dengan kelainan penyakit sistemik membutuhkan
pertimbangan yang serius dari beberapa aspek tindakan dan reaksi. Pasien dengan penyakit
diabetes mellitus memiliki resiko lebih tinggi dalam ekstraksi gigi. Pembekuan darah pada
penderita diabetes mellitus, baik yang IDDM ataupun yang NIIDM sedikit terganggu. Artinya
cloating time penderita tidak seperti orang non-diabetes. Salah satu komplikasi akut diabetes
mellitus adalah koma hiperosmoler non ketotik. Panyakit ini disebabkan tingginya kadar gula
darah melebihi 600 mg% yang mengakibatkan pasien mudah syok.
Pada tindakan pembedahan, perlu penangan khusus bagi penderita Diabetes Mellitus.
Terdapat sedikit perbedaan antara penderita DM tipe 1 dan tipe 2. Pada penderita DM tipe 1,
sebelum dilakukan pembedahan harus dilakukan terapi insulin, dengan memberikan suntikan
insulin karena jumlah insulinnya tidak mencukupi kebutuhan. Sedangkan pada DM tipe 2, tidak
perlu diberikan suntikan insulin. Selain itu, pada pemberian anastesi lokal, penderita DM harus
dihindarkan dari bahan vasokonstriktor karena mengandung adrenalin yang dapat meningkatkan
glukosa dalam darah. Sedangkan pada pemberian anestesi umum pada pembedahan besar maka
efek obat ini akan mempengaruhi keadaan metabolik. Hal ini dikarenakan obat-obat anestesi
yang digunakan dalam pembedahan dapat menaikkan kadar gula dalam darah karena obat
tersebut langsung menekan sel beta pankreas melalui pelepasan katekolamin yang menyebabkan
berkurangnya produksi insulin.
Apabila dilakukan penanganan sesuai instruksi diatas, maka kemungkinan besar
penderita DM tidak mengalami masalah dalam ekstraksi gigi seperti syok anafilaktis, bleeding
yang berlebihan, dan sebagainya.
Penyakit sistemik seperti diabetes mellitus dapat menghambat dilakukannya perawatan
prostodonsia. Penyakit kronis yang serius dapat menurunkan adaptibilitas dan fisiologis dan
psikiologis. Pada penderita diabetes mellitus, biasanya pasien enggan kembali ke untuk kontrol
sebab tidak percaya diri terhadap bau nafas yang khas. Hal ini dapat menghambat pengamatan
perkembangan pertumbuhan yang terjadi. Apabila hal ini terjadi, maka disinilah peran psikologis

dokter gigi. Dokter gigi harus bisa membuat pasien percaya diri (confident maker)dan memberi
keyakinan kepada pasien bahwa perawatan yang akan atau sedang dijalani akan berhasil.
Selain itu, xerostomia yang merupakan gejala diabetes mellitus juga dapat menghambat
retensi pesawat ortodonsia dengan menghambat daya adhesi antara basis gigi tiruan lepasan
dengan mukosa mulut dan daya kohesi cairan saliva. Untuk mengatasi masalah itu, perlu
dihindari penggunaan bahan cetak plaster sebab bahan ini mengabsropsi kelembaban rongga
mulut
Penderita DM pada perawatan orto, misalnya dalam pemakaian alat orto (kawat) dapat
menyebabkan gingivitis. Pada penderita DM terdapat kecenderungan gigi goyang. Hal ini
merupakan salah satu kontraindikasi pemerataan gigi, karena dengan adanya pemakaian kawat,
akan menghasilkan tekanan yang terlalu besar pada gigi, sehingga gigi goyang yang akhirnya
akan menyebabkan gigi tanggal. Untuk menghindari masalah yang lebih serius ini, penderita
diabetes mellitus dalam perawatan ortodonsi diharapkan kontrol secara intensif dan berkala
kepada ahli ortodonsi.
Pada penderita diabetes juga terjadi gangguan pada sekresi saliva. Pada pasien diabetes
sering mengalami xerostomia atau mulut kering sehingga dapat memicu terjadinya karies. Saliva
dalam rongga mulut sangat bermanfaat dalam membasahi rongga mulut. Sehingga keadaan ini
memicu pertumbuhan bakteri S. Mutans yang nantinya akan berakibat pada terbentuknya karies.
Penderita diabetes sangatlah riskan terhadap karies dibandingkan dengan non-diabetes.
Pada penderita diabetes secara umum dapat dilihat secara klinis yaitu pada gusi pasien
sering berdarah apabila terkena trauma walaupun itu kecil seperti dalam penggunaan sikat gigi.
Selain itu penderita diabetes sering mengalami kandidiasis karena kebanyakan pada penderita
diabetes keadaan rongga mulutnya jelek sehingga banyak tumbuh bakteri dan jamur terutama
Candida Sp.
Prognosis pasien penderita diabetes mellitus akan baik apabila ditunjang dengan
perawatan lebih lanjut yang baik pula. Setelah perawatan utama selesai, penderita masih harus
menjaga dan merawatnya. Penderita harus menjaga oral hygiene agar tetap baik. Hal ini dapat
dilakukan dengan menggosok gigi minimal dua kali, setelah makan pagi dan sebelum tidur;
membersihkan lidah dengan tongue cleaners; penggunaan bahan anti jamur seperti fungatin dan
sebagainya.
3.3 Hubungan Obat Antidibetik Dengan Perawatan Di Kedokteran Gigi
Pengaruh obat antidiabetik terhadap rongga mulut dalam semua bidang kedokteran gigi
(jaringan periodontal, oral medicine, konservasi gigi, bedah mulut, orthodonsi, prostodonsi)
sebenarnya hampir sama. Hal ini disebabkan karena obat antidiabetik memiliki cara kerja yang
relatif sama, yaitu merangsang atau menambahkan insulin dan menghambat glukoneogenesis.
Perlu diingat bahwa penderita diabetes mellitus lebih peka terhadap infeksi. Hal ini disebabkan
antara lain karena imunitas selular dan hormonal penderita diabetes mellitus menurun; fungsi
leukosit terganggu; dan kadar gula dalam darah tinggi. Efek insulin adalah menurunkan kadar
gula darah. Dengan begitu, tubuh penderita diabetes mellitus sudah tidak begitu peka terhadap

infeksi. Sehingga penyakit-penyakit yang telah tersebut diatas dapat terhindari atau setidaknya
dapat terkurangi insidensinya.

Anda mungkin juga menyukai