Anda di halaman 1dari 4

Nama

: I Made Bayu Sastra Wiguna.

No/Kelas

: 15 / XI IPA 4.

Tema

: Lingkungan.

JANGAN RUSAK DIYAZ DAN KAWAN-KAWAN


Pada zaman dahulu, di sebuah negara yang bernama Negeri Abaz, terdapat sebuah hutan yang sangat
lebat dan sungai yang cukup besar di dalamnya, namanya Sungai Diyaz. Hutan tersebut selalu ditutupi
awan setiap harinya. Sungainya pun airnya sangat jernih dan menyegarkan.
Namun, pada suatu hari, terdengar kabar bahwa sebentar lagi di pinggir hutan akan dibangun sebuah
pabrik besar, pabrik pengolah bahan-bahan tekstil. Pabrik tersebut rencananya dibangun tepat
membelakangi sungai Diyaz. Para penghuni hutan sangat terkejut mendengar kabar tersebut, terutama si
Diyaz. Ia berpikir bahwa nantinya pabrik tekstil tersebut akan membuang limbah-limbah hasil olahan
pada dirinya. Jika itu terjadi, maka ia akan tercemar, kelangsungan hidupnya akan terancam dan itu
berarti semua penghuni hutan akan mati. Ia tidak ingin hal itu terjadi. Sungai Diyaz mempunyai seorang
sahabat bernama awan Kinton. Awan Kinton tinggal tepat di atas hutan. Dialah yang membuat suasana
hutan selalu sejuk dan rindang. Suatu hari, Awan Kinton berencana mengunjungi sungai di bawah. Ia
sudah lama tidak bertemu sahabatnya itu. Ia sangat rindu ingin bertemu. Sesampainya di bawah, Awan
Kinton bertemu dengan sungai Diyaz. Mereka saling salam-menyalami dan kemudian mereka terlibat
dalam pembicaraan yang hangat. Satu persatu dari mereka mulai bercerita tentang kehidupannya masingmasing. Awan Kinton bercerita bahwa akhir-akhir ini di atas banyak sekali angin-angin jahat yang suka
merusak gugusan awan. Ia merasa sangat terganggu akan hal tersebut. Sungai Diyaz pun
mendengarkannya dengan sepenuh hati. Ia juga memberi solusi yang tepat berhubungan dengan masalah
yang dihadapi Awan Kinton. Tibalah giliran Diyaz untuk bercerita. Diyaz pun mulai bercerita tentang
masalah yang dihadapi berkaitan dengan akan dibangunnya pabrik tekstil yang letaknya persis di samping
dirinya. Diyaz sangat khawatir mengenai hal ini dan ia tidak tahu apa yang harus dilkukannya. Ia
meminta solusi kepada Kinton. Namun, entah mengapa, Kinton yang dimintai solusi malahan ketakutan
mendengar cerita Diyaz. Diyaz pun bertanya pada Kinton mengapa ia begitu ketakutan. Ternyata Kinton
khawatir jika pabrik itu jadi dibangun, pabrik tersebut akan mengeluarkan asap berpolusi yang akan
mencemari udara. Asap dari pabrik tersebut pastilah asap beracun yang akan merusak dirinya dan semua
keluarga awan yang berada di atas. Tidak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul enam petang. Mereka

belum sempat menemukan solusi atas masalah yang mereka hadapi. Namun, awan Kinton harus segera
kembali ke atas dan berkumpul kembali dengan awan-awan yang lain agar gugusan awan tidak rusak.
Awan Kinton pun kembali ke atas dengan dipersilahkan oleh Diyaz. Diyaz dan Kinton sepakat untuk
meneruskan pembicaraan keesokkan harinya. Keesokan harinya, Kinton kembali ke bawah untuk
menemui Diyaz. Mereka ingin melanjutkan pembicaraan mereka yang terpotong kemarin sore. Belum
sempat mereka mengobrol, tiba-tiba terdengar suara bising dari pinggir hutan. Kinton penasaran dengan
suara bising tersebut dan ingin mengetahuinya. Ia pun segera pergi ke pinggir hutan untuk melihat apa
yang terjadi. Sesampainya di pinggir hutan, Kinton sangat terkejut, seakan ia tidak percaya dengan apa
yang dilihatnya, ia melihat puluhan buldozer dan belasan truk-truk besar berkumpul di sana. Ia juga
melihat banyak pekerja yang sedang sibuk mempersiapkan alat-alat berat dan sebagainya, nampaknya
mereka ingin membangun sesuau yang besar di pinggir hutan. Ketakutan muncul di benak Kinton, ia
teringat cerita tentang rencana pembanguan pabrik besar di pinggir hutan yang diceritakan Diyaz
kepadanya. Nafasnya terengah-engah, jantungnya berdetak kuat, wajahnya pun memucat seketika. Ia
melihat ke sekelilingnya kemudian memutuskan untuk kembali ke rumah Diyaz. Dengan secepat kilat,
Kinton pun sudah sampai di rumah Diyaz. Wajahnya masih terlihat sangat pucat. Tidak lama kemudian, ia
pun bertemu Diyaz. Dengan bibir yang masih bergetar, Kinton menceritakan apa yang baru saja
dilihatnya kepada Diyaz. Diyaz pun terlihat sangat takut dan setengah tidak percaya dengan apa yang
baru saja dikatakan sahabatnya itu. Sebulan sudah pembangunan pabrik berlangsung. Pabrik sudah
hampir jadi seutuhnya. Diyaz dan teman-temannya semakin khawatir akan nasib mereka di masa
mendatang. Sekarang, mereka hanya bisa menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Keesokan
harinya, Kinton sedang berjalan-jalan di area pembangunan pabrik sambil mengamat-amati apa yang
terjadi. Ketika ia sedang melihat sekeliling, tiba-tiba ia dikejutkan oleh apa yang dilihatnya di pinggir
sungai dekat pabrik. Berkarung-karung sampah dan sisa-sisa bahan bangunan terapung di permukaan
sungai. Membuat sungai terlihat sangat kotor dan berbau sangat menyengat. Kemudian, ia juga melihat
beberapa pekerja yang sedang membuang sisa-sisa material bangunan yang sudah tidak terpakai ke sungai
dengan seenaknya. Sontak, Kintok sangat terkejut melihat hal itu. Tanpa pikir panjang lagi, ia langsung
saja pergi ke rumah Diyaz untuk memberitahukan apa yang terjadi. Saat di rumah Diyaz, tanpa basa-basi,
Kinton langsung memberitahukan apa yang terjadi kepada Diyaz dengan sejelas-jelasnya. Kinton
mempunyai usul agar Diyaz bersama seluruh penghuni hutan segera mengadakan musyawarah untuk
mengatasi masalah ini. Pada pagi harinya, Diyaz bersama Kinton menuju rumah Raja hutan, Simba, untuk
menyampaikan usul mereka. Usul mereka pun disetujui. Siangnya, semua penghuni hutan berkumpul di
lapangan Radian, lapangan yang biasa digunakan untuk acara perkumpulan para penghuni hutan. Setelah
semua datang dan duduk dengan tenang, Simba Si Raja Hutan dengan muka serius mulai membuka acara.
Ia menerangkan tentang masalah yang sedang terjadi di hutan ini yang mungkin akan mengancam

kehidupan hutan. Semuanya mendengarkan dengan sangat khidmat. Musyawarah pun segera dimulai.
Banyak yang mengusulkan ide untuk menyelesaikan masalah yang terjadi, namun ide-ide yang diusulkan
banyak yang kurang masuk akal. Sebagai contoh, ada yang mengusulkan untuk menyerang para pekerja
pabrik agar mereka tidak bisa bekerja, ada yang usul agar semua hewan bermigrasi ke hutan yang lain,
dan sebagainya. Musyawarah berlangsung hingga sore menjelang. Tak ada satu pun ide yang dirasa cocok
untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Semua yang datang sudah hampir putus asa. Mereka
sudah sangat bingung. Namun, lain halnya dengan Si Diyaz, ia terkenal cukup cerdik di hutan itu. Sejak
tadi, ia terlihat sangat tenang dan santai. Hari sudah sangat petang, kebingungan pun memuncak. Dan,
saat semua tengah bingung, tiba-tiba Diyaz datang dan maju ke depan, ia seperti ingin mengatakan
sesuatu yang sangat penting.
Ehem-ehem, Diyaz membuka pembicaraannya.
Saudaraku semua, kita memang sedang dihadapkan pada permasalahan yang sulit, tetapi kita tidak
boleh panik ataupun takut, kita harus menghadapi ini dengan kepala dingin, saya punya usul, bagaimana
kalu kita membuat bencana untuk merusak pabrik yang sedang dibangun? , tanya Diyaz.
Apa maksudmu membuat bencana, Diyaz?, tanya Simba penasaran.
Begini, membuat bencana yang aku maksud adalah membuat banjir agar pembuatan pabrik tidak bisa
dilanjutkan lagi, jawab Diyaz.
Bagaimana caranya? tanya Simba.
Wahai Raja Hutan, untuk masalah cara, Raja bisa menyerahkannya kepada kami, Raja tinggal menunggu
hasilnya, jawab Diyaz tenang.
Betulkah itu?, kata Simba meragukan.
Betul Raja, kami akan bekerja sama dan saling membantu untuk menyelamatkan hutan ini dan seisinya,
jawab Diyaz meyakinkan. Esoknya, seluruh penghuni hutan berkumpul kembali untuk melaksanakan
rencana Diyaz. Rencananya, Diyaz dan teman-teman akan membuat banjir besar di sekita area
pembangunan pabrik. Diyaz pun membagi tugas kepada masing-masing yang datang. Kinton bertugas
mengajak teman-teman awannya untuk berpindah ke atas pabrik dan juga atas sungai. Diyaz bertugas
meluapkan air sungai. Bukit berbatu yang berada di bagian atas bertugas menggugurkan dirinya tepat di
bangunan pabrik. Binatang-binatang bertugas merusak sarana dan prasarana yang digunakan untuk
pembangunan, sedangkan yang lain bertugas membantu semampunya. Hari berikutnya, semua sudah
bersiap sedia melaksanakan rencana. Semua sudah siap dengan tugasnya masing-masing. Yang pertama

bekerja adalah Kinton, ia bersama teman-temannya pergi ke atas area pembangunan pabrik dan juga
sungai. Tanpa pikir panjang lagi, mereka langsung membuat mendung yang besar dan gelap untuk
membuat hujan yang sangat besar. Dalam sekejap langit berubah menjadi gelap dan hujan pun mulai
turun. Semakin lama hujan yang turun semakin lebat. Hal ini membuat semua orang di area pabrik
langsung panik, mereka berlari kesana-kemari mencari tempat teduh. Pekerjaan mereka pun tidak dapat
terselesaikan dengan segera. Sementara itu, di sungai, air mulai meluap. Awan-awan terus menurunkan
hujan sebanyak-banyaknya. Tidak lama kemudian, air luapan sungai mulai menggenangi tanah di area
pabrik, bahan-bahan bangunan yang belum sempat diselamatkan hanyut terbawa arus sungai. Begitu juga
dengan alat-alat yang digunakan, semua ikut hanyut bersama derasnya aliran air. Para pekerja tidak ada
yang berani utuk menyelamatkan. Binatang-binatang pun mulai beraksi, mereka menyusup ke tempat
pembangunan pabrik. Ada yang mengganggu para pekerja agar tidak ada yang menyelamatkan alat-alat
berat, ada yang mencuri denah pembangunan pabrik dan lain-lain. Mereka bekerja dengan sangat baik
dan kompak. Sementara itu, bukit-bukit batu mulai melongsorkan tanah dan bebatuan ke arah bangunan
pabrik dan alat-alat berat, sehingga semuanya hancur dan tidak bisa digunakan lagi. Bangunan yang
sebenarnya sudah hampir jadi, kini sudah rata dengan tanah. Yang tersisa hanya puing-puing. Para pekerja
sangat kebingungan, mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka hanya bisa melihat bangunan yang baru
saja mereka bangun, kini sudah hancur tak bersisa. Mereka pun tidak tahu apakah pembangunan pabrik
ini akan dilanjutkan atau tidak. Mereka tinggal menunggu keputusan dari bos besar. Setelah cukup lama
hujan turun dengan derasnya, akhirnya mereda juga, awan-awan kembali ke tempatnya masing-masing.
Langit kembali terlihat cerah. Air sungai pun sudah kembali mengalir seperti biasa. Namun, cerahnya
langit itu rupanya berseberangan dengan raut wajah para pekerja, mereka terlihat sangat sedih, kesal, dan
juga marah. Akhirnya, para pekerja pergi dari tempat pembangunan pabrik. Semua alat dan perlengkapan
ditinggalkan begitu saja. Mereka akan melapor kepada bos mereka tentang apa yang baru saja terjadi di
hutan. Esok harinya, Raja Simba mengumpulkan semua penghuni hutan di rumahnya. Sang Raja ingin
berterima kasih kepada semuanya karena telah berhasil menyelamatkan hutan dari pencemaran limbah
pabrik. Sebagi tanda terima kasih, Sang Raja mengadakan acara pesta dan makan besar untuk semua
penghuni hutan. Semua terlihat sangat senang dan berbahagia. Kini, pembangunan pabrik sudah tidak
dilanjutkan lagi karena kerugian yang terlalu besar. Hutan pun bebas dari ancaman polusi dan limbah
pabrik. Penghuni hutan tidak lagi merasa was-was untuk menjalani kehidupan seperti biasa. Mereka hidup
dengan tenang dan berdampingan satu dengan yang lainnya.*amanat : bekerja sama itulah yang
terpenting jika kita memang ingin menyelamatkan apa yang kita sayangi dan yang masih tersisa di sekitar
kita.

Anda mungkin juga menyukai