Anda di halaman 1dari 17

1

KO-MANAJEMEN

Nama Kelompok
Mukrimah

120254241003

Oktaviani

120254241007

Nia Afriyanie

120254241013

Arief Herriansyah

120254241002

Rivaldy Prathama

120254241008

Rahmat Doni Hasibuan

120254241071

Andiska Saputra

100254241022

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI


FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
JURUSAN ILMU KELAUTAN
TAHUN 2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat dapat menyelesaikan makalah Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-pulau
Kecil. Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pengetahuan mengenai Ko- Manajemen dan
sebagai syarat untuk memperoleh nilai dalam matakuliah Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-pulau
Kecil. Tak lupa penyusun juga mengucapkan terimakasih kepada referensi-referensi yang menjadi
bahan untuk membuat makalah ini, sehingga makalah ini dapat menjadi sumber terpercaya bagi
pembacanya.
Kami

menyadari, dalam makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. hal ini

disebabkan terbatasnya kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki. Oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran. Demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini di waktu yang
akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami pada khusunya dan pembaca pada
umumnya.

Tanjungpinang, 21 Mei 2015

Penyusun

DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR........................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
I. PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................1
B. Tujuan....................................................................................................2
II. PEMBAHASAN ...............................................................................................3
A. Pengertian Ko-Manajemen....................................................................3
B. Mengapa Perlu Ko-Manajemen.............................................................4
C. Kelebihan Dan Kekurangan Ko-Manajemen.........................................6
D. Status Ko-Manajemen Di Indonesia......................................................6
E. Kendala Dalam Ko-Manajemen Dan Strategi Penanggulangannya......8
III.KESIMPULAN..............................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA

I.

II.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
III. Potensi sumber daya pesisir Indonesia sangat luas mulai dari potensi
sumber daya hayati, potensi wilayah, potensi sumber daya mineral dan energi,
potensi industri, potensi transportasi dan jasa lingkungan (Lasabuda, 2013 dalam
Feruzia , 2015). Salah satu potensi besar sumber daya hayati Indonesia adalah
perikanan. Luas perairan laut 5,8 juta km2 (75 persen dari total wilayah Indonesia)
yang terdiri dari 0,3 juta km2 perairan laut territorial; 2,95 juta km2 perairan laut
Nusantara; dan 2,55 juta km2 laut ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia)
merupakan sebuah potensi besar negara Indonesia (KKP 2013). Potensi sumber
daya ikan di perairan Indonesia sebesar 6.258 juta ton/tahun sementara Jumlah
Tangkapan yang Diperbolehkan (JTB) sebesar 5.006 juta ton/tahun. Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia memiliki potensi sumber daya ikan sebesar 1.858
juta ton/tahun sedangkan Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan sebesar 1.487
juta ton/tahun (Sulistiyo dan Trismadi 2011 dalam Feruzia, 2015 ).
IV. Alam

menyediakan

kelimpahan

sumberdaya

yang

melimpah dengan aneka kepentingan yang kerap berberdaya ini


dapat memenuhi kebutuhan umat manusia sekarang dan di
masa yang akan datang. Pemanfaatan yang tidak lestari
menciptakan tekanan dan ancaman pengelolaan sumber daya
khususnya perikanan berupa penangkapan ikan tidak ramah
lingkungan, penangkapan ikan secara ilegal, tuntutan hak ulayat
atas kawasan, pembalakan liar, perambahan hutan penyangga
perairan, pemukiman liar dan pembangunan (Setio dan Mukhtar,
2005 dalam Winara dan Mukhtar, 2011).
V. Dalam pengelolaan wilayah pesisir diperlukan keterlibatan
semua pihak atau Bergotong-royong mengelola kawasan konservasi di
Indonesia memang diperlukan, karena menyangkut kompleksnya sub sistem
ekologis, budaya, ekonomi dan politik dengan keterkaitan berbagai isu dan
keterlibatan banyak kelompok kepentingan dalam masing-masing subsistemnya,
sehingga hubungan kolaboratif menjadi penting ketika tidak adanya kesepakatan

yang dapat dibangun secara sederhana dan universal untuk mendapatkan solusi
terbaik dari konflik yang terjadi (Natural Resources Management, 2001 dalam
Winara dan Mukhtar, 2011). Pengelolaan secara kolaboratif atau yang lebih
dikenal sebagai pendekatan co-management. Pendekatan Comanagement
merupakan sebuah tipe pengelolaan yang dicirikan dengan adanya interkasi yang
menjadi isu sentral antara pemerintah dan masyarakat pengguna sumberdaya
perikanan, melalui kesepakatan-kesepakatan yang dibangun dan pembagian peran
dan tanggung jawab masingmasing pihak. Dengan pendekatan Co management
diharapan apat meningkatkan pengelolaan wilyah pesisir sehingga lingkungan
sekitar masyarakat dapat terlindungi oleh bencana yang nantinya timbul dan dapat
meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat.
VI.
B. Tujuan
VII. Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui apa itu KoManajemen, mengapa Ko-Manajemen diperlukan dalam pengelolaan wilayah
pesisir, kekurangan dan kelebihan dalam penerapan pengelolaan Ko-Manajemen,
status Ko-Manajemen di Indonesia dan kendala yang dihadapi dalam pengelolaan
Ko-Manajemen serta strategi penanggulangannya.
VIII.
IX.
X.
XI.
XII.
XIII.
XIV.
XV.
XVI.
XVII.
XVIII.
XIX.
XX.
XXI.

XXII.
XXIII.
XXIV.

PEMBAHASAN

XXV.
A. Pengertian Ko-Manajemen
XXVI. Pengelolaan wilayah pesisir merupakan hal penting demi tercapainya
kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Ko-manajemen lahir karena
adanya kemauan serta inisiatif pemerintah dan masyarakat. Comanagement
merupakan sebuah tipe pengelolaan yang dicirikan dengan adanya interkasi yang
menjadi isu sentral antara pemerintah dan masyarakat pengguna sumberdaya
perikanan, melalui kesepakatan-kesepakatan yang dibangun dan pembagian peran
dan tanggung jawab masing-masing pihak.
XXVII. Borrini Feyabarend, et al. (2001) dalam Zubaidah mendefinisikan komanajemen sebagai sebuah situasi dimana lebih dari satu pihak (stakeholder)
bernegosiasi, mendefinisikan dan menjamin pembagian peran dalam pengelolaan
dan tanggung jawab diantara terhadap area atau sistem sumberdaya.
XXVIII. Dalam konteks perikanan, ko-manajemen perikanan (fisheries comanagement) itu sendiri didefinisikan sebagai pola pengelolaan dimana
pemerintah dan pelaku pemanfaatan sumberdaya (user groups) berbagi tanggung
jawab (sharing the responsibility) dalam pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya perikanan dengan tujuan mewujudkan keseimbangan tujuan ekonomi
dan social dalam kerangka kelestarian ekosistem dan sumberdaya perikanan
(Nielsen, 1996 dalam Zubaidah ). Menurut Widodo dan Suadi (2006) dalam
Zubaidah Pendekatan pengelolaan yang memberikan ruang bagi adanya
pembagian tugas dan tanggung jawab antara pemerintah dan pemangku
kepentingan lainnya.
XXIX. Rettig et al dalam Feruzia (2015) Pembagian kekuasaan dan tanggung
jawab melalui delegasi dalam proses perencanaan kepada kelompok nelayan.
Barkes & Kislalioglu and Feeny dalam Feruzia (2015) Pembagian manajemen
kekuasaan dan tanggung jawab antara pemerintah dan masyarakat nelayan.
Nielsen (1996) dalam Feruzia (2015) Pola pengelolaan dimana pemerintah dan
pelaku pemanfaatan sumber daya berbagi tanggung jawab dalam pengelolaan dan

pemanfaatan sumber daya perikanan dengan tujuan mewujudkan keseimbangan


tujuan ekonomi dan sosial dalam kerangka kelestarian ekosistem dan sumber daya
perikanan
XXX. Model ko-manajemen dinilai sebagai model pengelolaan sumber daya
perikanan yang paling efektif karena menjamin hubungan antar sektor publik,
swasta dan masyarakat (Widodo dan Suad,i 2006 dalam Feruzia, 2015)
XXXI.
B. Mengapa perlu Ko-Manajemen?
XXXII. Dalam sejarahnya, pengelolaan perikanan di Indonesia sesungguhnya
dimulai dengan inisiatif yang muncul dari masyarakat lokal dengan menggunakan
pemahaman yang mereka punya yaitu pengetahuan lokal (lokal knowledge) dan
kemudian dilembagakan dengan menggunakan system hukum adat (customary
laws). Praktek-praktek hukum adat laut seperti Panglima Laot di Aceh, Sasi di
Maluku, Awig-awig di Bali dan Nusa Tengara Barat merupakan sedikit dari
banyaknya contoh sistem adat perikanan ini.
XXXIII. Reduksi peran komunitas membuat pengelolaan perikanan menjadi tidak
efisien. Konflik antar nelayan, degradasi sumberdaya perikanan merupakan salah
satu turunan dari problem sentralisasi pengelolaan perikanan. Ketidakseimbangan
antara peran Negara dan peran masyarakat dalam pengelolaan perikanan menjadi
diskusi penting yang kemudian melatarbelakangi pentingnya kolaborasi
(collaboration) antar pihak dalam pengelolaan perikanan. Selain itu Menurut
Berkes, et at. (2000) dalam Zubaidah bahwa pengelolaan perikanan tidak terlepas
dari peran banyak pihak seperti nelayan, pemerintah, lembaga/ institusi nonpemerintah, akademisi, pelaku perikanan lainnya (pedangang, kelompok
pengelolah ikan, dan lain-lain). Hal ini dapat terlihat seperti gambar di bawah ini
XXXIV. Gambar 1. Keterlibatan banyak pihak dalam pengelolaan
perikanan

XXXV.
XXXV.
XXXV.
XXXV.
XXXV.
XXXV.
XXXV.
XXXV.
XXXV.
XXXV.
XXXV.
XXXV.

XXXVI. Ko-manajemen sangat penting terutama bagi perikanan skala kecil karena
beberapa hal, yaitu (Widodo dan Suad, 2006 dalam Feruzia, 2015):
1. Kondisi lokal dan sejarah usaha nelayan memiliki arti penting sebagai
pra kondisi pengembangan ko-manajemen.
2. Pengelolaan yang efektif diperlukan karena kedekatan dengan sumber
daya (pantai) yang bersifat fragile.
3. Alat dan proses pengelolaan yang secara tradisional berkembang
terbukti tidak cukup mampu menanggulangi laju peningkatan entry,
capitalization dan exploitation.
4. Masyarakat memiliki tanggung jawab bagi pemberdayaan berbagai
aturan dan resolusi konflik.
5. Perikanan skala kecil memiliki kepentingan lokal dan regional yang
sering tidak proporsional dengan ukuran sumber daya ikan.
XXXVII.
XXXVIII.
XXXIX.
XL.
XLI.
XLII.
XLIII.

C. Kelebihan Dan Kekurangan Ko - Manajemen

XLIV. Kelebihan dan Kekurangan Ko-Manajemen Menurut Berkes, et al. 2000;


Pomeroy and Rivera Guieb (2006) dalam Zubaidah bahwa ada beberapa aspek
yang menjadi poin kelebihan ko-manajemen yaitu :
1) Ko-manajemen lebih menitikbertkan pada transparansi proses hubungan
antara pemerintah dan masyarakat pengguna sumberdaya
2) Lebih demokratis dan mengadopsi unsur partisipasi seluruh pihak yang
terkait dengan pengelolaan perikanan;
3) Dalam janngka panjang lebih ekonomis dibanding pola sentralistik karena
mengurangi biaya administrasi dan penegakan aturan yang biasanya
menjadi komponen biaya terbesar dari pola manajemen stralistik;
4) Melalui keterlibatan dalam pengelolaan, pelaku langsung perikanan turut
mengambil tangung jawab terhadap beberapa fungsi pengelolaan, dan
5) Lebih mampu memaksimalkan kombinasi antara pengetahuan lokal dan
informasi ilmiah dalam pengelolaan sumberdaya.
XLV.

Sementara itu beberapa kekurangan ko-manajemen adalah :

1) Tidak dapat diterapkan pada semua komunitas perikanan karena kapasitas


masyarakat pengguna sumberdaya yang tidak sama;
2) Dalam jangka pendek investasi biaya, waktu dan sumberdaya manusia
cukup tinggi untuk menginisiasi praktek ko-manajemen
3) Kepemimpinan dan organisasi masyarakat lokl tidak ada sehingga
mengurangi efektivitas inisiasi dan keberlanjutan ko-manajemen;
4) Perubahan strategi pengelolaan perikanan dapat menimbulkan resiko
tinggi bagi sebagian stakeholder perikanan, dan
5) Di beberapa tempat mungkin tidak mudah membagi tanggung jawab
antara pemerintah dengan masyarakat lokal.
XLVI.
D. Status Ko-Manajemen di Indonesia
XLVII. Sejak diberlakukan UU No.31/ 2004 tentang Perikanan, maka perubahan
rejim pengelolaan perikanan mulai terjadi dari pengelolaan sentralistik menjadi
desentralistik, paling tidak dengan adopsi pengetahuan lokal masyarakat (pasal 2

dan pasal 6). Secara temporal, UU No.31/ 2004 menjadi dasar hukum yang kuat
bagi pentingnya ko-manajemen perikanan di Indonesia.
XLVIII. Pasal 2 UU No.31/ 2004 tentang Pengelolaan perikanan dilakukan
berdasarkan asas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan,
efisiensi, dan kelestarian yang berkelanjutan. Asas-asa yang disebut dalam pasal 2
tersebut diatas merupakan inti dasar dari tujuan ko-manajemen perikanan,
khususnya yang terkait dengan kemitraan, pemerataan dan keterpaduan. Pada
Pasal 6 ayat (2) UU No.31/ 2004 tentang Pengelolaan perikanan untuk
kepentingan

penangkapan

ikan

dan

pembudidayaan

ikan

harus

mempertimbangkan hokum adat dan/ atau kearifan lokal serta memperhatikan


peran serta masyarakat.
XLIX. Selaras dengan UUD 1945 Bab XIV Kesejahteraan Sosial Pasal 33 ayat
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas azas kekeluargaan; ayat (2)
Cabang cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh Negara, dan ayat (3) Bumi dan air kekayaan
alam terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
L. Pada UU No.45/ 2009 Pasal 1 ayat (7) Pengelolaan perikanan:semua
upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis,
perencanaan,konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya ikan, dan
implementasi serta penegakan hukum dari ketentuan peraturan perundangundangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain
yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumber daya hayati
perairan dan tujuan yang telah disepakati. Pasal 7 ayat (1) dalam rangka
mendukung kebijakan pengelolaan sumber daya ikan, Menteri menetapkan
.rencana pengelolaan perikanan.
LI. Pasal 46 Ayat (1) Pemerintah dan pemerintah daerah menyusun dan
mengembangkan

sistem

informasi

dan

data

statistic

perikanan

serta

menyelenggarakan pengumpulan, pengolahan, analisis, penyimpanan, penyajian,


dan penyebaran data potensi, pemutakhiran data pergerakan ikan, sarana dan
prasarana, produksi, penanganan, pengolahan dan pemasaran ikan, serta data

sosial ekonomi yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan sumber daya ikan
dan pengembangan sistem bisnis perikanan.
LII. Landasan Spiritual Ko-Manajemen Perikanan Indonesia yaitu :
1) Pengakuan Kepemilikan: Sesungguhnya alam ini bukan milik manusia
(siapapun) tetapi milik Tuhan Pencipta Alam, manusia hanyalah
peminjam jadi harus santun dalam memperlakukan sumber daya alam
(QS At Thaha, Ayat 6).
2) Pengakuan akan Kesempurnaan Alam dan Adanya Perintah Untuk
Belajar Dari Fenomena Alam: Pengakuan bahwa alam ciptaan Tuhan
sebenarnya sudah serba sempurna. Memahami bekerjanya proses-proses
di alam adalah dasar untuk pengembangan iptek untuk mendukung
pengelolaan perairan (Al Mulk Ayat 6).
3) Pengakuan akan adanya Perintah dan Ijin Pemanfaatan Alam: Sang
Pemilik Alam menciptakan alam untuk Manusia dan Manusia
diperintahkan

untuk

memanfaatkan

sumber

daya

alam

untuk

kesejahteraan manusia tetapi tak boleh merusak (QS Al-Jaatsiyah, Ayat


13).
4) Kewajiban Untuk Berniat Suci: Adanya keharusan mempunyai niat
bersih dalam memanfaatkan alam dan tak boleh serakah: Alam sedunia
sebenarnya cukup untuk memenuhi kebutuhan semua orang tetapi tak
cukup memenuhi keserakahan satu orang. (QS At Taubah, Ayat 105, As
Syams, Ayat 8, 9 dan 10).
5) Prinsip Kewirausahaan: (Jepang: Kaizen Principle, the spirit of
everlasting progresiveness) dimana ada kewajiban untuk selalu
memperbaiki karya (amal) untuk kesejahteraan umat manusia secara
menerus (QS Al Insyiraah, Ayat 7.)
LIII.
E. Kendala Dalam Ko-Manaejmen Dan Strategi Penanggulangannya
LIV. Pembagian kekuasaan dan tanggung jawab antara pemerintah dan
masyarakat pesisir dibedakan atas lima tingkatan. Menurut Pomeroy dan RiveraGuieb (2006) dalam Feruzia (2015) , seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini

LV.
LVI.
LVII.
Peran
pemerintah
LXI.
Maksi
mum

Tabel 1 Tipologi Spektrum Ko-Manajemen


Tipologi Ko-Manajemen
LVIII.
LIX.
Tipe
Peran
Masyarakat
LXII.
LXIII.
Instruktif
Minimum
LXIV.
Keputusan
dibuat oleh pemerintah dan
diinstruksikan
kepadamasyarakat sebelum
dilaksanakan
LXVII.
LXVIII.
Konsultatif
LXIX.
Pandangan
lokal
mulai
dipertimbangkan sebelum
membuat keputusan

LX.

Keterangan

LXV.
Komunikasi
dan tukar informasi terjadi
namun
dalam
konteks
instruksi informasi dari apa
yang telah diputuskan oleh
pemerintah.
LXVI.
LXX.
Terdapat
mekanisme dialog antara
pemerintah dan pelaku
perikanan
tetapi
pengambilan
keputusan
masih
dilakukan
oleh
pemerintah.
LXXI.
LXXII.
LXXIII.
Kooperatif
LXXV.
Pemerintah
LXXIV.
Pertukaran
dan
pelaku
perikanan
informasi awal, pandangan bekerja
sama
dalam
masyarakat mulai masuk mengambil
keputusan
dalam agenda dan isu
sebagai
partner
yang
memiliki
posisi
tawar
menawar yang sama.
LXXVI.
LXXVII.
LXXVIII.
Advisori
LXXX.
Pelaku
LXXIX.
Keterlibatan perikanan
memberikan
masyarakat dalam hal-hal input bagi pengambilan
tertentu dalam proses keputusan
tentang
kebijakan;
pengambilan perikanan
kemudian
keputusan bersama dimulai pemerintah
menetapkan
keputusan tersebut.
LXXXI.
LXXXII.
LXXXIII.
Informatif LXXXV.
Pemerintah
Minimum Maksimum LXXXIV.
Masyarakat mendelegasikan
diberi hak penuh untuk pengambilan
keputusan
turut merencanakan dan kepada pelaku perikanan
mengambil keputusan
untuk
kemudian
diinformasikan
kembali
kepada pemerintah
LXXXVI.
Sumber: Pomeroy dan Rivera-Guieb (2006) diadopsi Feruzia (2015)
LXXXVII.

10

LXXXVIII. Dalam pembagian kekuasaan pengelolaan tipe Ko-Manajemen juga sering


menemui kendala atau hambatan-hambatan yang sering terjadi dalam pengelolaan
LXXXIX. Menurut Gray (1989) dalam Wulandari dan Sumarti (2011) beberapa
kendala dalam kolaborasi, yaitu:
1) Komitmen kelembagaan tertentu menimbulkan disinsentif untuk
berkolaborasi.
2) Sejarah hubungan yang dicirikan oleh interaksi permusuhan yang telah
berlangsung lama di antara pihak.
3) Dinamika

perkembangan

tingkat

kemasyarakatan

(pendekatan

kolaborasi lebih sulit dipraktekkan ketika kebijakan rendah sekali


perhatiannya dalam mempertimbangkan alokasi sumberdaya langka).
4) Perbedaan persepsi atas resiko.
5) Kerumitan yang bersifat teknis.
6) Budaya kelembagaan dan politik
XC.

Hambatan-hambatan yang kerap ditemui pada pengelolaan hutan

kolaboratif antara lain (dalam Aji, 2008):


1) Hambatan perilaku. Secara psikologis, aparatur pemerintah seringkali
merasa bahwa aparat lebih terhormat dan tinggi statusnya dibandingkan
dengan masyarakat desa sekitar hutan. Demikian juga secara psikologis
masyarakat

merasa

bahwa

mereka

lebih

rendah

dan

kurang

pengetahuannya dibandingkan dengan aparat pemerintah.


2) Hambatan kebijakan. Aparatur pemerintahan sudah terbiasa bekerja
dengan memakai pedoman aturan yang baku yang bersifat instruktif
dan top down. Cara-cara lama dalam pengambilan kebijakan tersebut
tercermin dalam bentuk Surat Keputusan, Petunjuk Pelaksanaan dan
Petunjuk Teknis yang terlalu rigid sehingga memandulkan kreatifitas
pelaksana di lapangan.
3) Hambatan sistem manajemen. Diakui ataupun tidak, sampai saat ini
sistem

manajemen

pengelolaan

hutan

masih

mengikuti

model

perencanaan konvensional yang bersifattop-down dan sentralistik dan


menegasikan konteks dan local specific. Biasanya pimpinan perusahaan
di tingkat pusat menyiapkan "cetak biru" untuk dilaksanakan oleh

11

petugas lapangan. Ditambah lagi, masih banyak keputusan, panduan


pelaksanaan dan petunjuk teknis yang mempersempit ruang gerak staf
operasional di lapangan untuk bisa fleksibel dan berpartisipasi.
4) Hambatan sumber daya manusia. Konsep pembangunan yang berfokus
pada masyarakat merupakan konsep baru bagi aparat pemerintah,
sehingga butuh waktu untuk sekadar memperkenalkan agar konsep ini
bisa dipahami dan diterima ditengah-tengah mereka. Oleh karena itu
diperlukan pelatihan untuk membekali mereka dengan pemahaman dan
keahlian baru yang akan berguna dalam pelaksanaan program
pembangunan.
XCI.

Untuk menanggulangi hambatan-hambatan tersebut maka diperlukan

tindakan bersama oleh semua stakeholder (dalam Aji, 2008) :


1) Masyarakat. Anggota masyarakat perlu diberdayakan dengan memegang
tanggung jawab lebih besar dalam pengelolaan hutan ketimbang hanya
menunggu apa yang disediakan pemerintah. Oleh karena itu hendaknya
masyarakat proaktif terlibat dalam merencanakan, melaksanakan,
monitoring dan evaluasi program-program kehutanan. Bentuk-bentuk
partisipasi masyarakat dalam pembangunan hutan bisa berupa: (a)
pembutan

kesepakatan

bersama

dengan

Pemegang

Ijin

hak

(IUPHHK/HTI/ISL) tentang hak dan kewajiban dalam pengelolaan


hutan; (b) pembuatan rencana mikro pengelolaan hutan; (c) pelaksanaan
kegiatan teknis
pemeliharaan,

kehutanan mulai dari persemaian, penanaman,


penjarangan,

pengamanan,

dan

pemanenan;

(d)

monitoring tegakan dan penanganan pasca panen.


2) Pemegang Ijin Hak (IUPHHK,HTI,ISL).Pemegang ijin hak harus
berperan sebagai fasilitator, menciptakan suasana positif agar semua
pihak terkait bisa memberikan konstribusi dalam pengembangan dan
pelaksanaan

program.

Mereka

semestinya

bertindak

sebagai

'pemungkin' (enabler) yang mendorong masyarakat untuk mencari dan


menemukan solusi terhadap masalah-masalah yang muncul, dan
bukannya menyediakan jawaban atas semua masalah yang ada

12

3) Pemerintah Daerah. Lembaga pemerintah di tingkat kabupaten perlu


membuat mekanisme penyusunan manajemen, monitoring serta evaluasi
untuk mempromosikan penerapan pendekatan partisipatif di tingkat
lapangan dan lembaga-lembaga terkait. Staf pemerintah memerlukan
keahlian baru guna penerapan pendekatan ini, sehingga mesti ada
mekanisme penyebaran informasi dan menjalin hubungan koordinasi
dengan pemegang ijin hak, masyarakat, serta instansi lain terkait. Lebih
jauh, pemerintah daerah hendaknya juga menyediakan anggaran dana
khusus untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan
kehutanan.
4) Pihak lain terkait. Pihak lain yang dimaksud misalnya LSM, lembaga
donor, perguruan tinggi, kalangan pers, dan lain-lain. Pihak-pihak
tersebut harus senantiasa mendorong terwujudnya partisipasi dan
pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan hutan. Peran mereka bisa
sebagai fasilitator, penyedia jasa pelatihan, penyebaran informasi dan
mediator bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
XCII.

13

XCIII.

KESIMPULAN

XCIV.
XCV. Ada beberapa pengertian Ko-Manajemen menurut beberapa ahli seperti
Borrini Feyabarend, et al. (2001) dalam Zubaidah mendefinisikan komanajemen sebagai sebuah situasi dimana lebih dari satu pihak (stakeholder)
bernegosiasi, mendefinisikan dan menjamin pembagian peran dalam pengelolaan
dan tanggung jawab diantara terhadap area atau sistem sumberdaya. KoManajemen diperlukan karena dalam pengelolaan perikanan tidak terlepas dari
peran banyak pihak seperti nelayan, pemerintah, lembaga/ institusi nonpemerintah, akademisi, pelaku perikanan lainnya (pedangang, kelompok
pengelolah ikan, dan lain-lain). Dalam penerapan Ko-Manajemen terdapat
kekurangan dan kelebihan dari Ko-Manajemen serta ada beberapa kendala yang
akan dihadapi seperti hambatan dalam membuat kebijakan, hambatan dalam
perilaku, hambatan dalam system manajemen dalam mengatasi kendala tersebut
diperlukan strategi tepat agar kendala dapat diselesaikan dan pengelolaan
perikanan berjalan efektif guna mencapai kesejahteraan umat manusia.
XCVI.
XCVII.
XCVIII.
XCIX.
C.
CI.
CII.
CIII.
CIV.
CV.
CVI.
CVII.
CVIII.
CIX.
CX.
CXI.

CXII. DAFTAR PUSTAKA


CXIII.
CXIV.

Aji, Mukti.2008. Manajemen Kolaboratif : Alternatif Solusi Atas Konflik


Pengelolaan

SDA.http://mukti-aji.blogspot.com/2008/05/manajemen

Kolaboratif-alternatif-solusi.html.Online 20 Mei 2015.


CXV.
CXVI.

Feruzia, Soraya.2015.Dampak Pengelolaan Sumber Daya Pesisir Secara


Kolaboratif

Terhadap

Kondisi

Sosial

Ekonomi

Masyarakat

Pesisir.http://skpm.ipb.ac.id/karyailmiah/index.php/studipustaka/article/dow
nloadSuppFile/1602/905.Online 20 Mei 2015
CXVII.

Winara, Aji Dan Mukhtar, Syarif Abdullah.2011. Potensi Kolaborasi


Dalam Pengelolaan Taman Nasional Teluk Cenderawasih Di Papua
(Potency Of Collaborative On Cenderawasih Bay National Park
Management

In

Papua).

http://forda-

mof.org/files/02.Potensi_kolaborasi_TN_Papua_OK_.
pdf.Dikases 20 Mei 2015

CXVIII.

Wulandari Dan Sumarti, Titik.2011. Implementasi Manajemen Kolaboratif


Dalam

Pengelolaan

Ekowisata

Berbasis

Masyarakat.

http://download.portalgaruda
.org/article.php?article=83533&val=223.Diakses 20 Mei 2015
CXIX.

Zubaidah, Sitti.

Ko-Manajemen.

http://s3.amazonaws.com/academia.edu.doc
uments/35486234/Prosiding_KoManajemen_Perikanan_Sitti_Zubaidah.pdf?
AWSAccessKeyId=AKIAJ56TQJRTWSMTNPEA&Expires=1431826934&
Signature=akS2iHkDNmh58JiHzhd5dazEZpQ%3D.Diakses 20 Mei 2015.
CXX.

Anda mungkin juga menyukai