Anda di halaman 1dari 12

IMPLANTASI (NIDASI) DAN PLASENTASI

IMPLANTASI
Setelah terjadi fertilisasi, zigot mamalia yang terbentuk segera mengalami proses
pembelahan (segmentasi|) di dalam oviduk. Selanjutnya blastula (=blastosis - terdiri dari
inner cell mass/ embrioblas dan trofoblas) akan mengalir ke dalam uterus. Pada manusia,
perjalanan zigot yang berkembang di dalam oviduk adalah sekitar 5 hari. Setelah
memasuki uterus, mula-mula blastosis terapung-apung di dalam lumen uterus.
Selanjutnya, 6-7 hari setelah fertilisasi embrio mengadakan pertautan dengan dinding
uterus untuk dapat berkembang ke tahap selanjutnya.
Peristiwa terpautnya embrio pada endometrium uterus induk disebut implantasi (nidasi).
Bagian yang pertama kali menyentuh endometrium uterus adalah kutub animal (kitub
embrionik), yaitu kutub tempat terdapatnya inner cell mass. Pada waktu itu sel-sel
trofoblas mensekresikan enzim-enzim proteolitik yang akan menghancurkan epitelium
uterus sebagai jalan untuk berpenetrasinya embrio ke dalam endometrium. Setelah
terbentuk jalan masuk, trofoblas aakan bertransformasi menjadi 2 lapisan, yaitu
sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas. Implantasi pada manusia telah lengkap (yaitu seluruh
embrio telah tertanam di dalam endometrium uterus) 12 hari setelah fertilisasi.
Tempat terjadinya implantasi pada manusia:
pada bagian posterior uterus (2/3 bagian kasus)
pada bagian anterior uterus (1/3 bagian kasus)
Daerah tempat tertanamnya embrio ke dalam endometrium induk disebut tangkai tubuh
(body stalk). Daerah ini semula berada di atas amnion. Ketika amnion membesar, embrio
bergeser dari tangkai tubuh, sehingga berada di posterior (kauda). Tangkai tubuh akan
mengalami pemanjangan dan perampingan menjadi tali pusat (korda umbilikalis).
Tipe-tipe implantasi
1. Superfisial: embrio menempel pada permukaan epitel endometrium.
Misalnya: pada kambing, babi, sapi, kuda.

2. Eksentrik: embrio menembus sedikit lebih dalam ke dalam endometrium uterus.


Misalnya: pada anjing, kucing, tikus.
3. Interstitial: embrio mengerosi (menggerogoti) endometrium uterus dan akhirnya
seluruh embrio tertanam di dalam endometrium.
Misalnya: pada manusia, simpanse, marmot.
Sementara implantasi berlangsung, sel-sel endometrium uterus mengalami perubahan
struktur dan fungsi, menjadi lebih besar, banyak mengandung glikogen dan lipid. Sel-sel
stroma endometrium berubah menjadi sel-sel desidua. Dapat dibedakan 3 daerah desidua,
yaitu:
1. Desidua basalis: yaitu desidua yang secara langsung ditanami embrio (tempat
tertanamnya embrio)
2. Desidua kapsularis: yaitu desidua yang menlingkupi embrio dan turut meregang sesuai
dengan membesarnya embrio
3. Desidua parietalis: yaitu desidua yang letaknya berseberangan dengan tempat
tertanamnya embrio (lihat Gambar 1)
Desidua berarti mengelupas. Ketika bayi dilahirkan, ketiga macam desidua akan
mengelupas dan dikeluarkan bersama plasenta. Sejalan dengan makin membesarnya
embrio, amnion mendesak desidua kapsularis, sehingga desidua ini akan bertemu dengan
desidua parietalis dan lumen uterus menjadi sempit.

Gambar 1. Keadaan uterus manusia selama kehamilan. A. 3,5 minggu setelah fertilisasi,
B. 5 minggu setelah fertilisasi. C. 8 minggu setelah fertilisasi (Sumber: Majumdar, 1985)

PLASENTASI
Plasenta adalah organ ekstra embrio yang merupakan pertautan antara jaringan embrio
dan jaringan induk. Pada manusia, jaringan induk yang ikut serta dalam pembentukan
plasenta adalah endometrium uterus bagian desidua basalis. Pembentukan plasenta
manusia dimulai pada minggu pertama kehamilan dan berkembang terus sampai
kehamilan berumur sekitar 8 bulan.
Fungsi Plasenta: melayani segala kebutuhan embrio/ fetus, dalam hal: respirasi, nutrisi,
ekstresi, proteksi, juga sebagai kelanjar endokrin (penghasil hormon).

Fungsi Plasenta sebagai Kelenjar Endokrin


Sebagai kelenjar endokrin, plasenta menghasilkan hormon-hormon yang berperan
penting dalam memelihara kelangsungan hidup embrio. Hormon-hormon yang dihasilkan
oleh plasenta antara lain:
1. Korionik gonadotropin. Dihasilkan oleh sel-sel sinsitiotrofoblas yang menyusun
korion. Hormon ini berfungsi untuk:
- mempertahankan korpus luteum dalam ovarium untuk menghasilkan progesteron
- merangsang plasenta untuk menghasilkan progesteron.
Korionik gonadotropin pada manusia (HCG = Human Chorionic Gonadotropin) mulai
disintesis 2 minggu setelah fertilisasi dan mencapai puncaknya pada bulan ke-3
kehamilan. Keberadaan hormon ini dalam urin merupakan dasar tes kehamilan.
2. Progesteron. Hormon ini berfungsi untuk memelihara agar endometrium uterus tetap
tebal (tidak luruh) dan kaya pembuluh darah. Pada manusia, progesteron mulai disintesis
oleh plasenta pada minggu ke-4 setelah implantasi. Menjelang kelahiran, produksi
hormon ini menurun.
3. Estrogen. Pada manusia, hormon ini mulai dihasilkan oleh plasenta pada minggu ke-4
setelah implantasi, selain itu juga dihasilkan oleh kelenjar adrenal fetus. Estrogen
berperan untuk memelihara kehamilan. Produksi estrogen terus meningkat sampai
menjelang kelahiran bayi.
4. Korionik somatotropin (plasental laktogen), untuk merangsang perkembangan kelenjar
susu. Pada manusia, hormon ini disebut HCS (Human Chorionic Somatotropin) atau HPL
(Human Placental Lactogen).
Tipe-tipe Plasenta
A. Berdasarkan selaput ekstra embrio yang bertaut dengan jaringan induk:
1. Plasenta korio-vitelin: merupakan plasenta yang sederhana, dibentuk dari kantung yolk
dan korion yang terletak di antara pembuluh-pembuluh darah kantung yolk dan epitel
uterus induk.
Misalnya: pada marsupialia (hewan berkantung) dari genus Didelphys dan Macropus.
2. Plasenta korio-alantois: pembentuk plasenta dari pihak embrio adalah selaput korion

dan selaput alantois yang berbatasan. Mesoderm alantois membentuk pembuluh darah
pada villi korion dan pada tali pusat.
Misalnya: pada euteria (golongan mamalia yang memiliki plasenta sejati, termasuk
manusia dan kebanyakan mamalia yang lain) dan marsupialia dari genus Parameles dan
Dasyurus.
B. Berdasarkan kokoh/ tidaknya pertautan antara jaringan embrio dan jaringan induk:
1. Plasenta desidua: pertautan kokoh. Keluarnya plasenta yang menyertai kelahiran bayi
akan disertai pula dengan luruhnya desidua dan terjadinya pendarahan.
Misalnya: pada karnivora, rodentia, primata.
2. Plasenta non/ indesidua: pertautan tidak kokoh.
Misalnya: pada sapi, babi, kuda.
3. Plasenta semi desidua: pertautan agak kokoh
Misalnya: pada kambing.
C. Berdasarkan penyebaran villi korion pada kantung korion (Gambar 3)
1. Plasenta difusa: villi halus, tersebar pada seluruh permukaan korion.
Misalnya: pada babi, kuda.
2. Plasenta kotiledonaria: villi tampak sebagai gumpalan-gumpalan agak besar (seperti
kancing).
Misalnya: pada sapi, kambing.
3. Plasenta zonaria: villi menyerupai sabuk, mengelilingi bagian tengah embrio.
Misalnya: pada kucing dan karnivora lainnya.
4. Plasenta diskoidal: sebaran villi terbatas pada suatu daerah korion tertentu;
berbentuk seperti cakram (diskus).
Misalnya: pada manusia, rodentia.

Gambar 2. Macam-macam plasenta berdasarkan penyebaran villi korion pada kantung


korion (Sumber: Majumdar, 1985)
D. Berdasarkan tebal/ tipisnya barier plasenta
Yang dimaksud dengan barier plasenta adalah batas antara darah induk dan darah embrio.
Pertukaran zat antara induk dan embrioterjadi melalui barier plasenta tersebut.
Pada tipe plasenta yang paling primitif, difusi zat-zat dari induk ke embrio terjadi melalui
jalur dengan urutan sebagai berikut:
Zat-zat dalam darah induk

Dinding endotel dari pembuluh darah induk

Jaringan ikat sekeliling pembuluh darah induk

Epitel uterus

Epitel korion


Jaringan ikat korion

Dinding endotel dari pembuluh darah dalam korion

Darah embrio
Ketika villi korio- alantois berpenetrasi ke dalam endometrium uterus, terjadi kerusakan
jaringan-jaringan penyusun endometrium. Semakin dalam penetrasi villi korio- alantois,
semakin banyak jaringan endometrium yang dirusak, akibatnya barier plasenta menjadi
seamakin tipis (jarak antara darah induk dengan darah embrio semakin dekat). Semakin
tipis barier plasenta, pelaluan zat antara induk- embrio semakin efisien.
Berdasarkan tebal/ tipisnya barier plasenta, tipe plasenta dapat dibedakan menjadi (lihat
tabel 1 dan gambar 3):
1. Plasenta epiteliokorial: barier plasenta paling tebal, tidak ada ajaringan dari pihak
induk maupun
pihak embrio yang mengalami kerusakan.
Misalnya: pada kuda, babi.
2. Plasenta sindesmokorial: jaringan epitel uterus induk mengalami perusakan.
Misalnya: pada sapi, kerbau.
3. Plasenta endoteliokorial: jaringan epitel uterus dan jaringan ikat sekeliling pembuluh
darah induk mengalami perusakan.
Misalnya: pada kucing, anjing, harimau.
4. Plasenta hemokorial: barier plasenta paling tipis, jaringan epitel uterus, jaringan ikat
sekeliling pembuluh darah induk dan jaringan endotel yang mendindingi pembuluh darah
induk mengalami perusakan, sehingga villi korio-alantois terendam dalam darah induk.
Jadi adarah induk dan darah embrio hanya dipisahkan oleh jaringan-jaringan penyusun
villi, yaitu epitel, jaringan ikat dan endotel dari pihak embrio.
Misalnya: pada manusia, kera, tikus, kelinci
Tabel 1. Tipe-tipe plasenta dan keadaan jaringan penyusun barier plasenta.
Tipe plasenta
Jar. endotel

Jaringan induk
Jar. ikat

Jaringan embrio
Jar. epitel

Jar.

Jar. ikat Jar. endote

Epiteliokorial
+
Sindesmokorial
+
Endoteliokorial
+
Hemokorial
0
Keterangan: 0 = mengalami kerusakan

+
+
0
0

epitel
+
0
0
0

+
+
+
+

Gambar 3. Diagram sebagian kecil plasenta manusia selama pembentukannya (Sumber:


Majumdar, 1985)
Pembentukan Plasenta
Contoh: plasenta manusia. Setelah embrio berimplantasi ke dalam endometrium uterus,
korion membentuk tonjolan-tonjolan (villi) yang mencangkul endometrium uterus.
Mula-mula villi terdapat pada seluruh permukaan korion, lama-kelamaan villi yang
terdapat di daerah desidua kapsularis akan menyusut dan hanya villi di daerah desidua
basalis yang berkembang. Daerah korion yang villinya berkembang disebut korion
frondosum (lihat Gambar 1C), sedangkan daerah korion yang villinya menyusut disebut
korion leave. Korion frondosum bertaut erat dengan desidua basalis membentuk plasenta.
Sirkulasi Darah Plasenta
Pada waktu berpenetrasi ke dalam endometrium uterus, villi korion mencapai kapiler
darah yang terdapat di dalamnya dan memecahkan dindingnya. Akibatnya darah maternal
mengumpul dalam ruang-ruang intervilli (lakuna). Plasenta berhubungan dengan embrio

+
+
+
+

melalui tali pusat (korda umbilikalis). Di dalam tali pusat terdapat pembuluh darah (vena
dan arteri umbilikalis yang dibentuk dari mesoderm alantois) yang berhubungan dengan
pembuluh-pembuluh darah intra-embrio (Gambar 5). Pada dinding villi korion terjadi
pertukaran materi antara darah maternal dan darah fetal. Zat-zat nutrisi dan O 2 dari darah
maternal memasuki pembuluh-pembuluh darah plasenta lalu diangkut oleh vena
umbilikalis memasuki tubuh fetus, masuk ke dalam jantung dan diedarkan ke seluruh
tubuh (Gambar 6). Darah yang miskin O2 dan mengandung zat-zat ekskresi dari tubuh
fetus diangkut oleh arteri umbilikalis menuju ke pembuluh darah plasenta dan dilepaskan
ke dalam darah maternal. Pada semua tipe plasenta tidak pernah terjadi percampuran
antara darah maternal dan darah fetal.

Gambar 4. Diagram sirkulasi plasental maternal dan fetal. Arteri umbilikalis membawa
darah fetal yang miskin O2 menuju ke plasenta, dan vena umbilikalis membawa darah
maternal yang kaya O2 menuju ke fetus (Sumber: Moore, 1989)

Gambar 5. Sirkulasi darah dalam tubuh fetus dan dalam plasenta manusia (Sumber:
Majumdar, 1985)

Gambar 6. Pelaluan materi dari induk maupun dari fetus menembus plasenta

Anda mungkin juga menyukai