Anda di halaman 1dari 15

GAP PENGUKURAN KINERJA PERAWAT PELAKSANA

MENGGUNAKAN PERSONAL BALANCE SCORECARD (PBS)


DENGAN
STANDAR PENGUKURAN KINERJA SDM
DI RUANG RAWAT INAP
RS UNHAS MAKASSAR
TAHUN 2015
THE GAP BETWEEN NURSES PERFORMANCE MEASUREMENT
USING PERSONAL BALANCED SCORECARD (PBS) AND HUMAN
RESOURCES PERFORMANCE MEASUREMENT STANDARD IN
INPATIENT ROOM OF HASANUDDIN UNIVERSITY HOSPITAL OF
MAKASSAR IN 2015
1

Asvirawati Amran, 1Ariyanti Saleh, 2Abdul Rahman Kadir

Bagian Magister Manajemen Ilmu Keperawatan, Universitas Hasanuddin


2
Bagian Ilmu Ekonomi Manajemen, Universitas Hasanuddin

Alamat Korespondensi:
Asvirawati Amran
Program Studi Magister Manajemen Ilmu Keperawatan
Universitas Hasanuddin
Makassar
081355353534
0

E-mail: asvirawatiamran@gmail.com
Abstrak
Rumah sakit melakukan penilaian kinerja seluruh karyawan menggunakan formulir penilaian kinerja yang sama,
tanpa memperhatikan perbedaan deskripsi pekerjaan masing-masing. Penelitian ini bertujuan untuk
membandingkan kinerja perawat pelaksana dengan menggunakan personal balance scorecard (PBS) dan standar
pengukuran kinerja sumber daya manusia (SDM) berdasarkan ruang rawat. Desain penelitian menggunakan
cross sectional study dengan pendekatan kuantitatif. Teknik penagmbilan sampel penelitian dilakukan secara
purposif. Sampel yang ditetapkan sebanyak 73orang yang merupakan perawat pelaksana yang bertugas di ruang
rawat inap RS Unhas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencapaian kinerja perawat pelaksana di ruang rawat
inap RS Unhas dengan pendekatan PBS perspektif keuangan, sebagian besar berada dalam kategori kinerja baik.
Demikian pula, kinerja perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal, perspektif pembelajaran dan
pengembnagan juga berada dalam kategori kinerja baik. Pencapaian kinerja perawat pelaksana di ruang rawat
inap RS Unhas dengan menggunakan standar penilaian RS sebagian besar dikategorikan kinerja sesuai dengan
yang diharapkan. Terdapat perbedaan kinerja perawat pelaksana perspektif pelanggan pada masing-masing
ruang rawat inap. Adapun, pengukuran kinerja perawat pelaksana dengan pendekatan PBS dengan standar
penilaian kinerja RS tidak terdapat perbedaan kinerja perawat yang signifikan. Hasil analisis gap diperoleh ada 6
KPI yang memiliki gap/kesenjangan yang cukup signifikan.
Kata kunci: personal balanced scorecard, kinerja perawat.

Abstract
Hospital to assess the performance of all employees use the same performance appraisal form, regardless of
differences in their respective job descriptions. The aim of the research is to compare nurses performance with
Personal Balanced Scorecard (PBS) and human resources performance measurement standard based on wards.
The research used cross sectional study with quantitative approach. The sample was selected using purposive
sampling technique consisting of 73 people who were the nurses working in inpatient rooms of Hasanuddin
University Hospital. The result of the research indicate that most of nurses performance in inpatient rooms of
Hasanuddin University Hospital using PBS approach viewed from financial perspective is in good performance
category. Similarly, their performance viewed from customer perspective, internal business perspective, and
learning and development perspective are also in a good performance category. The achievement of nurses
performance in inpatient rooms of Hasanuddin University Hospital using hospital assesment standard is mostly
in accordance with expectation. Based on customer perspective, there is a difference of nurses performance in
each inpatient room. Meanwhile, there is no significant difference of nurses performance measurement based on
PBS approach with hospital performance assesment standard. The result of gap analysis indicates that there are
6 KPI which have quite significant gaps.
Keywords: personal balanced scorecard, nurses performance.

PENDAHULUAN
Konsep new public management (NPM) mengemukakan bahwa birokrasi pemerintah
sebagai pemberi pelayanan kepada masyarakat dituntut untuk lebih mengedepankan aspek
hasil (result) dibandingkan dengan sekedar kontrol terhadap pembelanjaan anggaran dan
kepatuhan terhadap prosedur. Hal ini merupakan kritik dan perbaikan terhadap konsep lama
dari public management yang kini tidak lagi sesuai dengan kondisi masyarakat yang menuntut
adanya birokrasi pemerintah yang berkinerja, yang dapat memberikan hasil nyata bagi
masyarakat. Konsep lama tersebut dianggap cenderung sentralistik dan dinilai menjauhkan
pelayanan birokrasi dari kebutuhan masyarakat (Asropi, 2007).
Pelayanan jasa rumah sakit di Indonesia mengalami perubahan paradigma sebagai
akibat dari perubahan lingkungan yang sangat cepat dan kompleks. Rumah sakit yang
sebelumnya merupakan lembaga sosial, kini berkembang menjadi industri jasa yang makin
kompetitif, terlebih karena pemerintah membuka peluang investasi swasta di bisinis ini.
Kondisi ini menjadi tantangan utama bagi manajemen rumah sakit untuk mampu bersaing dan
bertahan hidup. Para pimpinan rumah sakit harus mampu memahami faktor penentu kinerja
dan keberlangsungan hidup organisasi. Kinerja merupakan salah satu komponen penting
dalam pengelolaan SDM dan menjadi isu dunia saat ini (Kamariah, 2013).
Berdasarkan konsep manajemen kinerja, pencapaian kinerja dapat diketahui jika
memiliki key performance indicator (KPI) yang dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam
pengukuran kinerja organisasi. Meskipun demikian, manfaat KPI sebenarnya bukan hanya
untuk mengukur kinerja dalam kegiatan monitoring dan evaluasi, tetapi juga merupakan
instrumen yang sangat baik yang dapat mengindikasikan kesehatan dan perkembangan
organisasi, serta mengarahkan unsur-unsur dalam organisasi untuk bergerak mencapai sasaran
yang sama. Selain itu, jika dibandingkan dengan indikator-indikator kinerja lainnya, KPI
memiliki

kelebihan

yaitu

sebagai

indikator

utama

yang

benar-benar

mampu

mempresentasikan kinerja organisasi secara keseluruhan (Asropi, 2007).


Sistem pengukuran kinerja memberikan mekanisme penting bagi manajemen untuk
digunakan dalam menjelaskan tujuan dan standar kinerja bagi karyawan. Sistem pengukuran
kinerja juga memotivasi kinerja karyawan, karena sistem pengukuran kinerja yang kurang
baik akan menimbulkan ketidakpuasan karyawan dan berdampak pada mutu pelayanan
(Wibowo, 2014).

Pengukuran kinerja perawat akan membantu organisasi dalam menyelaraskan aktivitas


sehari-hari dengan tujuan-tujuan strategis. Hasil temuan peneliti terdahulu yang dilakukan di
RS Universitas Hasanuddin

oleh Asad dkk (2013), mengungkapkan bahwa dari 77

responden, perawat yang memiliki kinerja baik dan kurang hampir seimbang yaitu masingmasing sebanyak 50,6% (39 responden) dan 49,4% (38 responden). Hasil temuan ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Falah (2013), yang mengemukakan bahwa kinerja
perawat dikategorikan baik yaitu sebanyak 54,4% dan kategori kurang sebanyak 45,6%. Pada
penelitian ini, kinerja perawat pelaksana dinilai oleh perawat primer dengan menggunakan
performance evaluation form yang diadopsidari Lenburgs Competency Outcomes &
Performance Assesment (COPA) model, yang terdiri dari 2 komponen penilaian yaitu
assesment & intervention skills dan human caring & relationship.
Pengembangan sistem pengukuran kinerja merupakan tindakan potensial yang dapat
diambil oleh manajer SDM yang diharapkan mampu memperlihatkan dampak SDM terhadap
kinerja bisnis. Konsep tersebut dipelopori oleh Kaplan & Norton (2007), yang
mengemukakan pengukuran kinerja dengan pendekatan Balance Score Card (BSC) yang
terdiri dari unsur-unsur keuangan, pelanggan, bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan.
Saat ini, orang mulai menyadari bahwa perbaikan dan pembelajaran merupakan proses
bersiklus dengan adanya pengembangan kemampuan pribadi dan organisasi, serta keterlibatan
batin yang saling memperkuat. Oleh karena itu, sebuah konsep baru yang dianggap lebih tepat
untuk kondisi kekinian dengan pendekatan dari dalam ke luar yaitu jati diri perorangan
sebagai titik awal, yang dikenal sebagai model Personal Balance Scorecard (PBS).
Dari hasil observasi di lapangan, masih ada beberapa keluhan tentang pelayanan
perawat, baik keluhan dari pasien maupun dari sesama perawat dan petugas lain di rumah
sakit. Namun, data komplain perawat yang terlapor pada tahun 2014 hanya sebanyak 12
keluhan. Selama ini, pihak SDM rumah sakit telah melakukan penilaian kinerja seluruh
karyawan dengan menggunakan formulir penilaian kinerja yang sama, tanpa memperhatikan
perbedaan deskripsi pekerjaan masing-masing. Formulir penilaian kinerja terdiri dari 4
komponen

penilaian

yaitu

penilaian

umum,

penilaian

sikap,

penilaian

kemampuan/keterampilan, penilaian kepempinan, yang dinilai oleh pimpinan masing-masing


unit kerja. Berdasarkan data tersebut, peneliti bermaksud untuk menilai kinerja perawat
menggunakan instrumen berbeda, yang dapat menggambarkan kinerja perawat yang
sesungguhnya, dengan mengacu pada standar praktik profesi perawat dan standar kinerja
profesional yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) tahun 2005.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kinerja perawat pelaksana dengan
3

menggunakan personal balance scorecard (PBS) dan standar pengukuran kinerja sumber
daya manusia (SDM) berdasarkan ruang rawat.
BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Desain Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di ruang rawat inap RS Unhas Makassar. Desain penelitian
yang digunakan adalah cross sectional study yaitu mengukur kinerja perawat menggunakan
pendekatan personal balance scorecard (PBS) dan standar pengukuran kinerja perawat yang
dilakukan oleh bagian SDM RS Unhas.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah perawat RS Unhas dan yang menjadi sampel
penelitian adalah perawat yang memenuhi kriteria yang diinginkan peneliti yaitu perawat
pelaksana di ruang rawat inap sebanyak 73 orang.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner dan dilanjutkan
dengan observasi dan wawancara untuk memperkuat data yang didapatkan dari kuesioner.
Pengukuran kinerja perawat menggunakan pendekatan PBS terdiri dari 18 KPI yang dinilai
berdasarkan rating scale. Kuesioner tersebut diadopsi dari Kwang & Ayuningtyas (2011), dan
telah dilakukan uji validitas kembali oleh peneliti. Sedangkan untuk formulir penilaian RS
terdiri dari 22 indikator yang juga dinilai dengan rating scale.
Analisis Data
Data dianalisis berdasarkan skala ukur dan tujuan penelitian dengan menggunakan
program SPSS (Statistical Package for Social Science). Data dianalisis secara univariat untuk
melihat distribusi frekuensi dari karakteristik responden dan setiap variabel. Analisis
perbandingan kinerja perawat pelaksana di masing-masing

ruangan menggunakan uji

Kruskall Wallis dan selanjutnya membandingkan kinerja perawat pelaksana yang diukur
menggunakan pendekatan PBS dengan standar penilaian kinerja perawat yang ada di RS
Unhas dengan menggunakan SPSS uji chi-square. Analisis gap dilakukan untuk
membandingkan antara harapan kinerja dengan kinerja aktual perawat pelaksana
menggunakan pendekatan PBS.
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Responden

Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar umur responden (65,8%) berada tahap
dewasa awal (26-40 tahun) dengan rentang umur responden 24-32 tahun. Menurut jenis
kelamin, responden perempuan lebih banyak dibanding responden laki-laki yaitu 60 orang
(82,2%). Tingkat pendidikan terbanyak adalah Ners yaitu 40 orang (54,8%), yang memiliki
lama kerja 2 Tahun sebanyak 60 orang (82,1%). Sebagian besar responden berstatus belum
menikah yaitu 52 orang (71,2%). Status kepegawaian kontrak yaitu 67 orang (91,8%),
sedangkan PNS hanya 6 orang (8,2%). Distribusi responden terbanyak berada di ruang rawat
inap kelas II/III sebanyak 23 orang (31,5%) dan terkecil di ruang rawat inap mata sebanyak 7
orang (9,6%).
Perbedaan Kinerja Perawat Pelaksana dengan Pendekatan PBS berdasarkan Ruang
Rawat
Tabel 2 menunjukkan perbedaan pencapaian kinerja perawat pelaksana berdasarkan
ruang rawat dari empat perspektif PBS yaitu perspektif keuangan, pelanggan, bisnis internal,
pembelajaran dan pengembangan. Hasil uji statistik (uji kruskal-wallis) perspektif keuangan
didapatkan nilai p=0,598, perspektif pelanggan nilai p= 0,009, perspektif bisnis internal nilai
p=0,181, perspektif pembelajaran dan pengembangan nilai p=0,073. Berdasarkan data
tersebut, hanya perspektif pelanggan yang membuktikan hipotesis, dengan nilai p=0,009 <
0,05. Artinya bahwa terdapat perbedaan kinerja perawat di masing-masing ruang rawat dari
perspektif pelanggan.
Perbedaan Kinerja menurut Standar RS Perawat Pelaksana berdasarkan Ruang Rawat
Tabel 3 menunjukkan perbedaan kinerja perawat pelaksana di masing-masing ruang
rawat menggunakan formulir penilaian kinerja RS yang terdiri dari tiga komponen penilaian
yaitu penilaian umum, sikap, dan kemampuan/keterampilan. Hasil uji statistik (uji kruskalwallis) diperoleh nilai p yang sama di masing-masing indikator yaitu 0,000. Oleh karena nilai
p < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa paling tidak terdapat perbedaan kinerja perawat
pelaksana berdasarkan ketiga indikator penilaian kinerja RS di masing-masing ruang rawat.
Perbedaan Pencapaian Kinerja Perawat Pelaksana Menggunakan Pendekatan PBS
dengan Standar Penilaian Kinerja RS
Tabel 4 menunjukkan perbedaan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap
menggunakan pendekatan PBS dengan standar penilaian kinerja RS. Hasil uji statistik (uji
chi-square) diperoleh nilai signifikansi p=0,762. Hal ini membuktikan bahwa nilai p > 0,05,
artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan pencapaian kinerja perawat pelaksana di
ruang rawat inap menggunakan pendekatan PBS dengan penilaian kinerja standar RS.
Berdasarkan uraian tabel di atas, dari 31 orang perawat yang dikategorikan kurang menurut
5

pendekatan PBS, terdapat 25 orang (80,7%) dikategorikan sesuai dan konsisten dengan yang
diharapkan menurut penilaian kinerja RS.

Gap/Kesenjangan Kinerja Perawat dengan Pendekatan PBS


Analisis gap mengidentifikasi kesenjangan antara kinerja yang diharapkan dengan
kinerja aktual. Rumus yang digunakan untuk mendapatkan gap adalah: Gap = Rata-rata
kinerja yang diharapkan Rata-rata kinerja aktual. Berdasarkan data pada gambar 1
menunjukkan ada enam KPI yang memiliki gap yang cukup jauh. Untuk mengetahui besar
gap antara kinerja perawat pelaksana berdasarkan persepsi perawat pelaksana sendiri dengan
persepsi kepala ruangan, selanjutnya dihitung selisih skor rata-rata maisng-masing KPI. Hasil
analisis menunjukkan selisih terbanyak 1,36 pada KPI 5. Selain itu, KPI lain yang berada
pada kategori kesenjangan sangat banyak adalah hasil penilaian prestasi kerja sebelumnya
(KPI 9) dengan skor selisih 1,16, kehadiran dalam pertemuan atau diskusi membahas isu-isu
etik yang muncul dalam praktek keperawatan (KPI 10) selisih skor 1,25, masalah pasien yang
berhasil diidentifikasi dan ditanggulangi melalui penelitian di bidang keperawatan (KPI 15)
selisih skor 1,26, surat peringatan yang diterima perawat (KPI 16) selisih skor 1,29, dan
pencapaian kualifikasi program jenjang karir (KPI 18) selisih skor 1,12.
PEMBAHASAN
Penelitian ini menunjukkaan bahwa dari keempat perspektif PBS kinerja perawat
pelaksana di ruang rawat inap yang dibandingkan, hanya kinerja perspektif pelanggan yang
secara statistik terbukti memiliki perbedaan antar ruang rawat inap. Hal ini menunjukkan
bahwa penerimaan tindakan keperawatan dan komplain pasien berbeda-beda di masingmasing ruangan. Menurut Ambelie et al (2014), kepuasan pasien dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya umur, pekerjaan dan bagian perawatan. Selain itu kepuasan pasien juga
dipengaruhi oleh kebersihan kamar perawatan dan kemampuan perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan kepada pasien. Dalam rangka meningkatkan efektifitas kerja perawat,
seorang pimpinan harus mampu memperhitungkan keseimbangan antara jumlah perawat yang
ditugaskan di ruangan tertentu dengan beban kerja, sehingga ketepatan volume kegiatan
menjadi lebih efektif. Menurut Rampersad (2006), survei yang dilakukan pada perawat di
Texas mengungkapkan penyeba utama ketidakpuasan perawat adalah kurangnya dukungan
administratif, tugas tulis-menulis, gaji yang tidak cukup, dan kurangnya pendidikan lanjutan,
serta jadwal kerja yang sulit sehingga mempengaruhi kinerja perawat yang bersangkutan.
6

Penelitian menunjukkan bahwa dari ketiga komponen penilain kinerja perawat


pelaksana menggunakan standar penilaian kinerja RS yang dibandingkan di masing-masing
ruangan, semuanya terbukti memiliki perbedaan. Hal ini menunjukkan bahwa penilaian
umum, sikap, dan kemampuan/keterampilan perawat pelaksana di masing-masing ruang rawat
berbeda-beda. Menurut Suriana (2014), perawat memiliki kemampuan untuk menyelesaikan
tugasnya dengan baik, namun yang menjadi kendala adalah jika tugas yang dibebankan
melebihi dari kapasitasnya, perawat terkadang mengeluh tidak mampu mengerjakan tugas
sesuai standar karena jumlah pasien lebih banyak dibanding perawat yang bertugas di
ruangan.
Penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pencapaian kinerja di ruang
rawat inap yang diukur dengan pendekatan PBS dengan standar penilaian kinerja RS.
Meskipun hasil analisis statistik diperoleh tidak ada perbedaan, perlu dilihat lebih lanjut dari
31 orang perawat yang berkinerja kurang berdasarkan PBS, terdapat 25 orang (80,7%) yang
dinilai sesuai dan konsisten dengan yang diharapkan dan hanya 6 orang (19,7%) yang dinilai
kurang dan agak kurang dari yang diharapkan. Menurut data tersebut, terlihat ada perbedaan
hasil penilaian kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap menggunakan kedua instrumen
tersebut.
Metode pengukuran kinerja dengan pendekatan PBS dilakukan melalui self assesment
(penilaian diri sendiri), sedangkan instrumen pengukuran kinerja RS dinilai melalui observasi
oleh kepala ruangan. Hasil pencapaian kinerja yang diperoleh melalui self assesment
cenderung memperlihatkan kondisi kerja yang sebenarnya, meskipun pada penilaiaan ini lebih
subjektif dibandingkan penilaian melalui observasi kepala ruangan. Hal ini diperkuat oleh
penelitian yang dilakukan Unkuri et al (2014), dikatakan bahwa self assesment terkait
keterampilan mahasiswa keperawatan di University of Turku, Finland dianggap lebih baik
dan lebih positif karena mahasiswa mampu mempersiapkan diri dengan baik, dapat menilai
kemampuan dirinya untuk mengikuti praktik klinik yang didasarkan pada pendidikan perawat
yang telah diperoleh dan mampu menyesuaikan dengan tempat yang ditentukan oleh
supervisor. Penelitian yang dilakukan di UD. Alinco, didapatkan bahwa melalui penerapan
PBS, ambisi pribadi karyawan dapat tergambarkan, sehingga pada akhirnya dapat diketahui
penyebab dari penurunan kinerja karyawan (Junaidi dkk., 2013).
Indikator kinerja yang digunakan pada instrumen pengukuran kinerja dengan PBS
menggunakan KPI yang mengacu pada standar praktik profesi perawat dan standar kinerja
profesional yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Menurut
Kwang & Ayuningtyas (2010), indikator ini dinilai mampu menggambarkan kinerja perawat
7

yang sesungguhnya. KPI merupakan indikator kinerja kunci yang menunjukkan apa yang
perlu dilakukan untuk meningkatkan kinerja secara dramatis, fokus pada aspek kinerja
organisasional yang paling penting untuk keberhasilan organisasi sekarang dan masa yang
akan datang. Menurut Velimirovic et al (2011), dari hasil penelitian yang dilakukan pada
Toyota dealership membuktikan bahwa KPI memiliki peran yang sangat penting dalam
mengontrol efektivitas dan efisiensi bisnis, dapat memudahkan untuk monitoring stok,
penyalurannya bisa lebih cepat. KPI dapat menjelaskan kinerja yang telah dilakukan di masa
lalu, masa sekarang, dan akan lebih bermanfaat di masa akan datang.
Penelitian menunjukkan bahwa dari 18 KPI yang dianalisis terdapat 6 KPI kinerja perawat
yang memiliki gap/kesenjangan kategori sangat banyak, yaitu komplain pasien terhadap perawat,

komplain pasien terhadap perawat (KPI 5), hasil penilaian prestasi kerja sebelumnya (KPI 9),
kehadiran dalam pertemuan atau diskusi membahas isu-isu etik yang muncul dalam praktek
keperawatan (KPI 10), masalah pasien yang berhasil diidentifikasi dan ditanggulangi melalui
penelitian di bidang keperawatan (KPI 15), surat peringatan yang diterima perawat (KPI 16),
dan pencapaian kualifikasi program jenjang karir (KPI 18). Gap analysis merupakan analisis
kesenjangan antara daftar kebutuhan bisnis, yang diakibatkan oleh berbagai alasan. Sehingga
dibutuhkan suatu upaya untuk mengidentifikasi bagian mana yang ternyata mungkin memiliki
gaps, sebab mustahil untuk menemukan suatu bagian yang 100% fit atau sempurna.
Hasil penelitian memperlihatkan data kesenjangan kinerja aktual perawat dengan
harapan kepala ruangan yang paling signifikan pada KPI 5 yaitu komplain pasien terhadap
perawat. Indikator ini perlu perhatian lebih mengingat sebagai sektor pelayanan publik, rumah
sakit harus mengutamakan kepuasan pasien. Hal ini merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi minat kunjungan pasien ke rumah sakit dan akan mempengaruhi kinerja
keuangan. Hasil wawancara dengan beberapa responden mengatakan bahwa pasien terkadang
mengeluhkan mengenai keterlambatan pelayanan dokter dan perawat serta komunikasi.
Menurut kepala ruangan, komplain pasien terkadang bukan berdasarkan pelayanan
keperawatan yang diberikan oleh perawat, namun lebih banyak komplain mengenai
ketersediaan fasilitas di kamar perawatan, obat-obatan yang terbatas, serta makanan yang
disediakan. Meskipun deemikian, pasien menyampaikan komplainnya kepada perawat karena
petugas yang 24 jam kontak dengan pasien adalah perawat. Jadi segala keluhan yang
dirasakan oleh pasien, baik yang terkait dengan pelayanan keperawatan maupun tidak terkait
semua disampaikan kepada perawat. Menurut Sharma dkk (2014), kepuasan pasien terhadap
pelayanan keperawatan merupakan hal yan sangat penting diperhatikan untuk meningkatkan

intensitas kunjungan balik pasien untuk memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan yang
disediakan rumah sakit.

KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disusun, maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kinerja perawat pelaksana perspektif pelanggan di
masing-masing ruang rawat inap, terdapat perbedaan kinerja perawat pelaksana di masingmasing ruangan menggunakan standar penilaian kinerja RS, tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara pengukuran kinerja perawat pelaksana dengan pendekatan PBS dengan
standar penilaian kinerja RS, dan analisis gap diperoleh ada 6 KPI kinerja perawat pelaksana
di ruang rawat inap RS Unhas yang memiliki gap/kesenjangan yang cukup signifikan. Saran
dalam penelitian ini diharapkan pihak manajemen RS khususnya bagian keperawatan bahwa
instrumen penilaian kinerja yang digunakan untuk perawat pelaksana di ruang rawat inap
hendaknya perlu mempertimbangkan standar kinerja spesifik, sehingga diperoleh hasil
penilaian yang akurat yang mencerminkan kondisi perawat yang sebenarnya. Instrumen
penilian kinerja dengan pendekatan PBS ini bisa menjadi bahan pertimbangan untuk membuat
instrumen penilaian kinerja perawat, yang sudah disesuaikan dengan standar praktik
keperawatan dan dan standar kinerja profesional perawat.
DAFTAR PUSTAKA
Ambelie Y.A., Demssie A.F., & Gebregziabher M.G. (2014). Patients satisfaction and
associated factors among private wing patients at Bahirdar Felege Hiwot Referral
Hospital, North West Ethiopia. Science journal of public health, 2(5). 417-423.
Asad., Sidin I., & Kapalawi I. (2013). Hubungan kepuasan kerja dengan kinerja perawat di
unit rawat inap RS Universitas Hasanuddin (Tesis Universitas Hasanuddin).
Asropi (2007). Membangun key performance indicator lembaga perlayanan public.
Falah F. (2013). Hubungan dimensi kepribadian dengan kinerja perawat RS Universitas
Hasanuddin.
(Tesis,
Universitas
Hasanuddin).
Diakses
dari
website
http://repository.unhas.ac.id:4001/digilib/gdl.php?mod=browse&op=read&id=-fakhriatul-3397&PHPSESSID=4c66fe2b86848161919da36c3e320170
Junaidi T., Meitha R., & Secrapramana V. (2013). Pengukuran kinerja karyawan sesuai dasar
job analysis dengan metode personal balance scorecard di UD. Alinco, Surabaya.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, 2.
Kamariah N. (2013). Dimensi knowledge management dan kepemimpinan strategic.
Yogyakarta: Leutikabooks.
Kaplan R.S. & Norton D. (2007). Using the balance scorecard as a strategic management
system. Managing for the long term July-August, Harvard Business Review.
9

Kwang R. & Ayuningtyas D. (2011). Evaluasi kinerja perawat pelaksana rumah sakit M.H.
Thamrin Salemba dengan pendekatan personal balance scorecard tahun 2010. Jurnal
manajemen pelayanan kesehatan 14, 197-206.
Rampersad H.K. (2006). Pertajam kompetensi melalui personal balance scorecard. Jakarta:
PPM Manajemen.
Sharma A., Kasar P.K., & Sharma R. (2014). Patient satisfaction about hospital services:
astudy from the Outpatient Departement of Tertiary Care Hospital, Jabalpur, Madhya
Pradesh, India. Open access journal 5(2). 199-203.
Suriana. (2014). Analisis kinerja perawat (studi ruang rawat inap di RSUD Tanjung Uban
Provinsi Kepulauan Riau) (Tesis Universitas Maritim Raja Ali Haji).
Unkuri S.K. et al. (2014). Self-assessed level of graduating nursing students nursing skills.
Journal of nursing education and practice 4(12). 51-64.
Velimirovic D., Velimirovic M., & Stankovic R. (2011). Role and importance of key
performance indicators measurement. Serbian Journal Management 6, 63-72.
Wibowo. (2014). Manajemen kinerja, ed.4. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

10

Lampiran
Tabel 1. Distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik responden perawat pelaksana di
ruang rawat inap RS Unhas (n=73)
Karakteristik
Frekuensi
Persentase
(%)
Umur
Dewasa Muda (18-25 tahun)
25
34,2
Dewasa Awal (26-40 tahun)
48
65,8
Jenis Kelamin
Laki-laki
13
17,8
Perempuan
60
82,2
Tingkat Pendidikan
Ners
40
54,8
D3
33
45,2
Status Kepegawaian
PNS
6
8,2
Kontrak
67
91,8
Status Pernikahan
Menikah
21
28,8
Belum Menikah
52
71,2
Lama Kerja
< 2 tahun
13
17,9
> 2 tahun
60
82,1
Ruang Rawat
Mata
7
9,6
VIP
15
20,5
VVIP
9
12,3
Kelas I
19
26
Kelas II/III
23
31,5
Sumber: Data Primer Juni 2015

11

Tabel 2. Perbedaan kinerja perspektif PBS perawat pelaksana berdasarkan


ruang rawat di RS Unhas (n=73)
Ruang
Mean
Perspektif PBS
n
Nilai p*
Rawat
Rank
Keuangan
Mata
7
33,50
VIP
15
38,37
VVIP
9
33,50
p= 0,598
Kelas I
19
39,26
Kelas
23
36,67
II/III
Pelanggan
Mata
7
59,50
VIP
15
32,73
VVIP
9
31,11
p= 0,009
Kelas I
19
38,37
Kelas
23
34,11
II/III
Bisnis Internal
Mata
7
50,57
VIP
15
36,67
VVIP
9
40,72
p= 0,181
Kelas I
19
32,18
Kelas
23
35,61
II/III
Pembelajaran dan Mata
7
51,29
Pengembangan
VIP
15
41,90
VVIP
9
40,28
p= 0,073
Kelas I
19
31,53
Kelas
23
32,70
II/III
*uji Kruskal-Wallis
= 0,05
Tabel 3. Perbedaan kinerja perawat pelaksana menggunakan indikator penilaian
kinerjaRS berdasarkan ruang rawat di RS Unhas (n=73)
Ruang
Mean
Indikator Penilaian
N
Nilai p*
Rawat
Rank
Penilaian Umum
Mata
7
64,00
VIP
15
32,00
VVIP
9
35,56
p=
Kelas I
19
45,47
0,000
Kelas II/III 23
25,61
Penilaian Sikap
Mata
7
42,57
VIP
15
34,00
VVIP
9
34,44
p=
12

Penilaian
Kemampuan/Keterampila
n

Kelas I
Kelas II/III
Mata
VIP
VVIP
Kelas I
Kelas II/III

19
23
7
15
9
19
23

59,26
19,87
44,07
35,50
35,78
56,03
20,59

0,000

p=
0,000

*uji Kruskal-Wallis
= 0,05
Tabel 4. Perbedaan pencapaian kinerja perawat pelaksana dengan pendekatan PBS
dengan standar penilaian kinerja RS (n=73)
Kinerja RS
Nilai
Agak
Total
p*
Kurang kuran Sesuai Konsisten
g
Kinerja Kurang Count
1
5
15
10
31
PBS
EC
8
3,8
17
9,3
31,0
%
3,2
16,1
48,4
32,3
100
Baik
Total

Count
EC
%
Count
EC
%

1
1,2
2,4
2
2,0
2,7

4
5,2
9,5
9
9,0
12,3

25
23
59,5
40
40,0
54,8

*uji chi-square

12
12,7
28,6
22
22,0
30,1

42
42,0
100
73
73,0
100

0,762

= 0,05

KPI 18

KPI 1

KPI 2

KPI 17

KPI 3

KPI 16

KPI 4
2

KPI 15

KPI 5
Harapan Kinerja
Kinerja Aktual

0
KPI 14

KPI 6

KPI 13

KPI 7

KPI 12

KPI 8
KPI 11

KPI 10

KPI 9

13

Gambar 1. Gap analysis skor rata-rata KPI perawat pelaksana di ruang rawat inap

14

Anda mungkin juga menyukai