Anda di halaman 1dari 14

PROPOSAL

Pemeriksaan Mikrobiologi Hasil Sterilisasi Unit CSSD dan


Peralatan Makan Pasien Di Instalasi Gizi
Rumah Sakit Universitas Hasanuddin



Oleh:
Komite Hospital Safety
Sub Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
RS Unhas

Makassar, 18 Agustus 2013


A. Latar Belakang
Staphylococcus aureus adalah bakteri komensal yang berkolonisasi pada nares, axilla,
vagina, pharingx dan atau bagian kulit yang terluka. Sekitar 20-30% orang memiliki
kolonisasi pada nares yang merupakan reservoir utama bakteri ini. Infeksi akan terjadi bila
ada kerusakan kulit atau mukosa sehingga bakteri masuk ke jaringan ataupun ke aliran
darah. (Matouskova, 2008, Boucher, et al 2010). Faktor risiko infeksi makin meningkat
dengan adanya benda asing pada tubuh, termasuk dengan adanya alat seperti kateter
intravena.
Staphylococcus aureus mempunyai kemampuan menginvasi dan menjadi
penyebab penyakit pada tempat yang awalnya normal. Manifestasi dapat terjadi pada kulit,
jaringan lunak, sistem respirasi, tulang, sendi dan infeksi endovaskuler. Staphylococcus
aureus yang resisten penicillin dan derivatnya (MRSA) menyebabkan risiko kematian yang
lebih tinggi dibandingkan dengan infeksi karena Staphylococcus aureus yang sensitive
Meticillin. Infeksi karena MRSA juga menyebabkan lama perwatan yang lebih panjang dan
biaya perawatan yang lebih besar. (Sydnor, et al 2010)
Sejak ditemukannya bakteri resisten ini sejak 40 tahun yang lalu, bakteri ini banyak
mengalami perubahan dan penyebarannya semakin meluas diseluruh dunia. Makin besarnya
penyebaran MRSA ini makin menjadikan tantangan pengobatan yang semakin besar. Saat
ini diketahui bahwa sekitar 50% dari isolate yang didapatkan dari infeksi pada rumah sakit
adalah MRSA. (Boucher et al 2010). Infeksi di ICU di Amerika Serikat 59.9% diakibatkan
karena MRSA. Namun dengan adanya program pencegahan infeksi MRSA pada tahun
2005-2008 terjadi penurunan drastic. (Sydnor, et al, 2010). Kolonisasi MRSA banyak
ditemukan pada pasien diabetes, pengguna obat intravena, hemodialisis dan penderita
AIDS. Karier Staphylococcus aureus merupakan risiko penting terjadinya infeksi. Selain
karena kolonisasi pada diri sendiri, faktor risiko lain adalah dari riwayat dirawat di rumah
sakit, riwayat bedah,riwayat dialisi dan lamanya perawatan, alat-alat yang dipasang
perkutaneus. Penularan MRSA dari satu pasien ke pasien lainnya terutama melalui tangan
petugas yang terkontaminasi. (Brown et al 2005)


B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pertumbuhan mikrobiologi pada peralatan atau instrument yang telah
disterilisasi sebagai langkah quality control terhadap risiko kontaminasi
2. Untuk mengetahui pertumbuhan mikrobiologi pada peralatan makan pasien yang telah
dibersihkan
3. Sebagai langkah quality control terhadap risiko kontaminasi
4. Untuk menetapkan masa kadaluarsa (expired) suatu peralatan atau instrument yang
telah disterilisasi
5. Untuk melakukan follow-up sesuai hasil pemeriksaan berupa perbaikan prosedur,
kebijakan dan pendidikan

C. Sasaran
Melalui hasil pemeriksaan mikrobiologi ini diharapkan adanya data yang diperoleh
mengenai identifikasi potensi/risiko kontaminasi terhadap peralatan pasien atau instrument
sehingga dapat dilakukannya upaya pencegahan dan pengendalian transmisi bakteri dari
peralatan kepada pasien untuk mewujudkan palayanan yang berfokus pada keselamatan
pasien.

D. Metode Pemeriksaan
Pemeriksaan menggunakan metode kultur dari swab peralatan yang telah disterilkan dan
peralatan hasil sterilisasi yang disimpan dalam waktu yang ditentukan dalam pengamatan.
menurut referensi laboratorium Mikrobiologi RS Unhas. (Matouskova et al, 2009, Brown et
al, 2005, Sturenberg et al, 2009)






E. Sampel Pemeriksaan
Sampel pemeriksaan adalah peralatan atau instrument yang terbuat dari bahan logam dan
kasa, dengan kebutuhan sampel sebagai berikut :
Sampel berbahan logam : 8 item
Sampel berbahan kasa : 8 pcs
Total Sampel : 16 sampel

F. Rincian Anggaran

No Jenis Pemeriksaan Tarif per Sampel Jumlah Sampel Total
1 Swab Nasopharings Rp 300.000,00 16 Rp 4.800.000,00
Total Keseluruhan Rp 4.800.000,00



Mengetahui,
Ketua Sub Komite Infeksi Nosokomial

dr. Rizalinda Sjahril, M.Sc, Ph.D
NIP. 19690918 199603 2 001




















Keunggulan System Biofilter untuk pengelolaan air limbah
a. Tidak memerlukan sedimentation tank karena sistem filtrasinya mempunyai
kapasitas untuk mengurangi kadar SS
b. Auto Backwash-nya bisa beroperasi lama karena menggunakan system pemampatan
udara melalui blower, sehingga bloking terhadap media bisa diantisipasi
c. Mempertimbangkan linear velocity (LV/kecepatan air) dalam menentukan filtration
tank, sehingga penggunaan O
2
untuk microorganism didalam air bisa maksimum
d. Volume media celup lebih banyak dibandingkan dengan system lain
e. Kebutuhan listriknya sangat rendah
1. Kekurangan System Biofilter untuk pengelolaan air limbah.
a. System pemberian disinfectantnya masih manual, dan tidak permanen
b. System biofilter-nya tidak dilengkapi dengan flow meter, sehingga debit aliran air
yang masuk ke inflow tidak dapat diketahui. Sedangkan sesuai rekomendasi dari
BLHD Kota Makassar setiap Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) wajib
memiliki Flow Meter agar ritme dan dinamika aliran air yang masuk tidak
mempengaruhi waktu retensi (waktu tinggal) air limbah pada setiap tank
pengolahan. Sehingga saat ini kita belum mengetahui apakah kapasitas IPAL di
gedung E dan F RSUH mencukupi untuk mengolah seluruh air limbah yang terdapat
di Gedung E dan F RS Unhas
c. Saat ini saluran pembuangan air limbah RS Unhas langsung ke Drainase Kota,
seharusnya semua hasil bungan sisa pengolahan air limbah dari IPAL harus
ditampung sebelum dibuang ke saluran drainase kota agar parameter baku limbah
cair bisa dikontrol sesuai NAB yang ditetapkan sebelum dibuang ke Drainase Kota.
Sehingga kami merekomendasikan adanya pipa sepanjang 80 Meter yang
menyambungkan IPAL RS Unhas ke kolam penampungan air dibelakang gedung B
dan C RS Unhas.
d. IPAL system biofilter RS Unhas kekurangan bak kontrol, sehingga sumbatan pada
pipa air sulit diatasi. Sehingga kami merekomendasikan pembuatan bak control
sebanyak 5 buah setiap 20 meter
G. Analisa dan Rekomendasi
IPAL WWTP yang dimiliki RS Unhas saat ini memiliki pengolahan aerob dan
anaerob, dari kekurangan yang kami paparkan diatas hal yang paling mendesak untuk
dilengkapi adalah Flowmeter untuk setiap IPAL. fungsi flowmeter adalah untuk mengukur
debit air yang masuk ke IPAL. kapasitas setiap IPAL yang ada di RS Unhas gedung E dan
F yakni 25 M
3
, jadi total kapasitas olahan air limbah untuk 2 IPAL yakni 50 M
3

No Uraian Jumlah Kapasitas Total Kapasitas
1 IPAL RS Unhas gedung E dan F 2 Buah @ 25 M
3
50 M
3


Saat ini debit air yang masuk ke kedua IPAL tersebut belum diketahui, setiap IPAL
memiliki saluran yang berbeda beda untuk IPAL pertama untuk penampungan air hujan
dan IPAL yang kedua hal ini dapat menyebabkan over-capacity

H.
I
P
A
L
I. Design IPAL

Flow
Meter
B
K Inlet
K
O
L
A
M

Drainase
Pipa Bawah
Tanah
B
K
B
K
B
K
Usulan Tambahan Saluran Perpipaan IPAL RS Unhas Gedung E dan F
Pipa 20 Meter
Pipa
20 Meter
Pipa 20 meter

IN
IN
OUT
OUT
B
K
Flow
Meter

Jenis
Saringan
Ket :
: Pipa
: Bak Kontrol
: Saringan Pipa
: Flow Meter
:Arah Saluran
J. IPAL GEDUNG E DAN F



B
K
Flow
Meter

Air limbah pengelolaan dari IPAL langsung ke
Drainase Kota dan berpotensi mencemari air
minum masyarakat di sekitar RS Unhas
Panel Kontrol yang harus ditambahkan rang
pengaman untuk menghindari pencurian

Bak control yang harus dilengkapi Flow Meter
Penambahan
Flow Meter


Ketua Sub Komite K3 dan Kes Ling



DR. Anwar Daud, SKM, M.Kes, EHS
NIP. 19661210 199303 1 002

Anda mungkin juga menyukai