Oleh :
KELOMPOK II
Najario X.Verdial
Munandar Wati
Marselino Afonso
Marince Hasty Kadja
Detlan Kaka Balo
Resky Sarlindy Paut
Satria
Juvinal Gusmao Belo
Amos Kahapat Mbelimu
Anggelus Ibi Riti
Antonia Werang
Yohanes Dala
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul Askep Depresi pada Lansia. Makalah ini di buat untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik.
Dalam menyelesaikan makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari
beberapa pihak untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini sehingga berhasil, terutama
kepada dosen pembimbing.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan
buku pegangan dan ilmu yang penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya menbangun demi kepentingan makalah penulis di masa mendatang.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga dengan adannya makalah ini dapat
memberikan manfaat kepada pembaca pada umumnya dan khususnya pada penulis sendiri.
Kupang, November 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1
A.LATAR BELAKANG......................................................................... 1
B.TUJUAN PENULISAN...................................................................... 1
C.RUMUSAN MASALAH.................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 3
A.DEFINISI............................................................................................ 4
B.ETIOLOGI........................................................................................... 5
C.PATOFISIOLOGI ............................................................................... 6
D.GAMBARAN KLINIK ...................................................................... 9
E.FAKTOR RESIKO ............................................................................. 11
F.TINGKATAN ...................................................................................... 11
G.DAMPAK ........................................................................................... 12
H.PEMERIKSAAN................................................................................. 13
I.PENATALAKSANAAN ...................................................................... 15
J.ASKEP.................................................................................................. 18
BAB III PENUTUP.................................................................................................. 25
A.KESIMPULAN................................................................................... 25
B.KRTIK DAN SARAN......................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Keberadaan lansia yang semakin meningkat akan menimbulkan berbagai macam
masalah yang muncul seperti masalah fisik, psikologis, dan sosial akibat proses degeneratif
yang muncul dengan seiring bertambahnya usia, sehingga akan menjadi tantangan bagi lansia
dan lingkunganya. Semua orang akan mengalami masa tua atau lanjut usia yang secara alami
tidak dapat dihindarkan. The National Od Peoples Welfore Council mengemukakan bahwa
penyakit atau gangguan umum pada lanjut usia ada 12 macam yakni depresi mental,
gangguan pendengaran, bronkitis kronis, gangguan pada tungkai/sikap berjalan, gangguan
pada sendi panggul, anemia, demensia, gangguan penglihatan, kecemasan, dekompensasi
kordis, diabetes mellitus, osteomalasia dan hipoteriodisme serta gangguan defekasi (Nugroho,
2008).
Perubahan pada lansia ini salah satunya adalah terjadi perubahan psikologi seperti
terjadinya depresi. Depresi ini merupakan gangguan mental yang sering diderita para lanjut
usia. Depresi menjadi salah satu problem gangguan mental yang sering ditemukan pada lanjut
usia. Prevalensinya diperkirakan 10%-15% dari populasi lanjut usia dan diduga sekitar 60%
dari pasien di unit Geriatri menderita depresi, sehingga gejala depresi yang muncul seringkali
dianggap sebagai bagian dari proses menua (Soejono, 2000). Angka kejadian depresi pada
lansia usia diatas 65tahun diperkirakan sekitar 10-30% (Zerhusen dalam Pawlinska-Chmara,
2005)
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari lansia ?
2. Apa defenisi depresi pada lansia ?
3. Apa saja etiologi depresi pada lansia ?
4. Bagaimana patofisiologi depresi pada lansia ?
5. Apa saja gambaran klinik dari depresi pada lansia ?
6. Apa saja faktor resiko depresi pada lansia ?
7. Apa tingkatan depresi pada lansia ?
8. Apa saja dampak depresi pada lansia ?
9. Bagaimana pemeriksaan depresi pada lansia ?
10. Bagaimana penatalaksanaan depresi pada lansia ?
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. LANJUT USIA DAN PERMASALAHANNYA
Dewasa akhir (late adulthood) atau lanjut usia, biasanya merujuk pada tahap siklus
kehidupan yang dimulai pada usia 65 tahun. Ahli gerontologi membagi lanjut usia menjadi
dua kelompok: young-old, berusia 65-74 tahun; dan old-old, berusia 75 tahun ke atas.
Kadang-kadang digunakan istilah oldest old untuk merujuk pada orang-orang yang berusia 85
tahun ke atas (Sadock & Sadock, 2007).
Idealnya seorang lansia dapat menjalani proses menua secara normal sehingga dapat
menikmati kehidupan yang bahagia dan mandiri. Menurut Rowe & Kahn, proses penuaan
yang sukses merupakan suatu kombinasi dari tiga komponen: (1) penghindaran dari penyakit
dan ketidakmampuan; (2) pemeliharaan kapasitas fisik dan kognitif yang tinggi di tahuntahun berikutnya; dan (3) keterlibatan secara aktif dalam kehidupan yang berkelanjutan
(Hoyer & Roodin, 2003).
Masalah-masalah yang berhubungan dengan usia lanjut adalah masalah kesehatan
baik kesehatan fisik maupun mental, masalah sosial, masalah ekonomi, dan masalah
psikologis. Menurut Gottlieb dalam Goldman (2000), banyak orang menghadapi proses
penuaan dengan keprihatinan. Di banyak negara, penuaan dikaitkan dengan ketidakmampuan,
defisit kognitif, dan kesendirian (Hoyer & Roodin, 2003). Menurut Setiati, Harimurti, dan
Roosheroe (2006), proses menua merupakan sebuah waktu untuk berbagai kehilangan:
kehilangan peran sosial akibat pensiun, kehilangan mata pencaharian, kehilangan teman dan
keluarga.
Ketika manusia semakin tua, mereka cenderung untuk mengalami masalah-masalah
kesehatan yang lebih menetap dan berpotensi untuk menimbulkan ketidakmampuan.
Kebanyakan lansia memiliki satu atau lebih keadaan atau ketidakmampuan fisik yang kronis
(Papalia, Olds, dan Feldman, 2003). Masalah kesehatan kronik yang paling sering terjadi
pada lansia adalah artritis, hipertensi, gangguan pendengaran, penyakit jantung, katarak,
deformitas atau kelemahan ortopedik, sinusitis kronik, diabetes, gangguan penglihatan,
varicose vein (Sadock & Sadock, 2007).
Ketidakmampuan fungsional yang merupakan akibat dari beberapa penyakit medis
yang terjadi bersama-sama dan ketidakmampuan ortopedik dan neurologik pada lansia
merupakan suatu kehilangan yang besar. Dalam Blazer (2003) disebutkan bahwa
ketidakmampuan fisik tampaknya membawa jumlah kejadian hidup negatif yang lebih tinggi.
3
setengahnya. Perubahan peran akan berdampak langsung pada penghargaan diri. Retirement
juga akan menyebabkan perubahan gaya hidup pada pasangannya dan menyebabkan
beberapa adaptasi dalam hubungan mereka. Dalam Hoyer & Roodin (2003) disebutkan
bahwa sekitar 15% lansia mengalami kesulitan-kesulitan besar dalam penyesuaian diri
terhadap retirement.
Hal-hal di atas menyebabkan lansia menjadi lebih rentan untuk mengalami masalah
kesehatan mental. Gangguan yang sering terjadi meliputi depresi, kecemasan, alkoholisme,
dan gangguan dalam penyesuaian terhadap kehilangan atau disabilitas fungsional (Hoyer &
Roodin, 2003).
B. DEPRESI PADA LANSIA
1. Definisi
Depresi merupakan suatu gangguan mood. Mood adalah suasana perasaan yang
meresap dan menetap yang dialami secara internal dan yang mempengaruhi perilaku
seseorang dan persepsinya terhadap dunia (Sadock & Sadock, 2007)
Depresi ialah suasana perasaan tertekan (depressed mood) yang dapat merupakan
suatu diagnosis penyakit atau sebagai sebuah gejala atau respons dari kondisi penyakit lain
dan stres terhadap lingkungan. Depresi pada lansia adalah depresi sesuai kriteria DSM-IV.
Depresi mayor pada lansia adalah didiagnosa ketika lansia menunjukkan salah satu atau dua
4
dari dua gejala inti (mood terdepresi dan kehilangan minat terhadap suatu hal atau
kesenangan) bersama dengan empat atau lebih gejala-gejala berikut selama minimal 2
minggu: perasaan diri tidak berguna atau perasaan bersalah, berkurangnya kemampuan untuk
berkonsentrasi atau membuat keputusan, kelelahan, agitasi atau retardasi psikomotor,
insomnia atau hipersomnia, perubahan signifikan pada berat badan atau selera makan, dan
pemikiran berulang tentang kematian atau gagasan tentang bunuh diri (American Psychiatric
Association/APA, 2000).
2.
Etiologi
Etiologi diajukan para ahli mengenai depresi pada usia lanjut (Damping, 2003)
adalah:
1. Polifarmasi
Terdapat beberapa golongan obat yang dapat menimbulkan depresi, antara lain: analgetika,
obat antiinflamasi nonsteroid, antihipertensi, antipsikotik, antikanker, ansiolitika, dan lainlain.
2. Kondisi medis umum
Beberapa kondisi medis umum yang berhubungan dengan depresi adalah gangguan endokrin,
neoplasma, gangguan neurologis, dan lain-lain.
3. Teori neurobiologi
Para ahli sepakat bahwa faktor genetik berperan pada depresi lansia. Pada beberapa penelitian
juga ditemukan adanya perubahan neurotransmiter pada depresi lansia, seperti menurunnya
konsentrasi serotonin, norepinefrin, dopamin, asetilkolin, serta meningkatnya konsentrasi
monoamin oksidase otak akibat proses penuaan. Atrofi otak juga diperkirakan berperan pada
depresi lansia.
4. Teori psikodinamik
Elaborasi Freud pada teori Karl Abraham tentang proses berkabung menghasilkan pendapat
bahwa hilangnya objek cinta diintrojeksikan ke dalam individu tersebut sehingga menyatu
atau merupakan bagian dari individu itu. Kemarahan terhadap objek yang hilang tersebut
ditujukan kepada diri sendiri. Akibatnya terjadi perasaan bersalah atau menyalahkan diri
sendiri, merasa diri tidak berguna, dan sebagainya.
Pada pasien depresi ditemukan adanya disregulasi neuroendokrin. Disregulasi ini terjadi
akibat kelainan fungsi neuron yang mengandung amin biogenik. Sebaliknya, stres kronik
yang mengaktivasi aksis Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA) dapat menimbulkan
perubahan pada amin biogenik sentral. Aksis neuroendokrin yang paling sering terganggu
yaitu adrenal, tiroid, dan aksis hormon pertumbuhan. Aksis HPA merupakan aksis yang
paling banyak diteliti (Landefeld et al, 2004). Hipersekresi CRH merupakan gangguan aksis
HPA yang sangat fundamental pada pasien depresi. Hipersekresi yang terjadi diduga akibat
adanya defek pada sistem umpan balik kortisol di sistem limpik atau adanya kelainan pada
sistem monoaminogenik dan neuromodulator yang mengatur CRH (Kaplan, 2010). Sekresi
CRH dipengaruhi oleh emosi. Emosi seperti perasaan takut dan marah berhubungan dengan
Paraventriculer nucleus (PVN), yang merupakan organ utama pada sistem endokrin dan
fungsinya diatur oleh sistem limbik. Emosi mempengaruhi CRH di PVN, yang menyebabkan
peningkatan sekresi CRH (Landefeld, 2004). Pada orang lanjut usia terjadi penurunan
produksi hormon estrogen. Estrogen berfungsi melindungi sistem dopaminergik negrostriatal
terhadap neurotoksin seperti MPTP, 6 OHDA dan methamphetamin. Estrogen bersama
dengan antioksidan juga merusak monoamine oxidase (Unutzer dkk, 2002)
Kehilangan saraf atau penurunan neurotransmiter. Sistem saraf pusat mengalami
kehilangan secara selektif pada sel sel saraf selama proses menua. Walaupun ada
kehilangan sel saraf yang konstan pada seluruh otak selama rentang hidup, degenerasi
neuronal korteks dan kehilangan yang lebih besar pada sel-sel di dalam lokus seroleus,
substansia nigra, serebelum dan bulbus olfaktorius (Lesler, 2001). Bukti menunjukkan bahwa
ada ketergantungan dengan umur tentang penurunan aktivitas dari noradrenergik,
serotonergik, dan dopaminergik di dalam otak. Khususnya untuk fungsi aktivitas menurun
menjadi setengah pada umur 80-an tahun dibandingkan dengan umur 60-an tahun (Kane dkk,
1999).
b. Faktor Genetik
Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko di antara anggota
keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita depresi berat (unipolar) diperkirakan 2
sampai 3 kali dibandingkan dengan populasi umum. Angka keselarasan sekitar 11% pada
kembar dizigot dan 40% pada kembar monozigot (Davies, 1999). Oleh Lesler (2001),
Pengaruh genetik terhadap depresi tidak disebutkan secara khusus, hanya disebutkan bahwa
terdapat penurunan dalam ketahanan dan kemampuan dalam menanggapi stres. Proses menua
bersifat individual, sehingga dipikirkan kepekaan seseorang terhadap penyakit adalah
genetik.
7
c. Faktor Psikososial
Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi adalah kehilangan
objek yang dicintai (Kaplan, 2010). Ada sejumlah faktor psikososial yang diprediksi sebagai
penyebab gangguan mental pada lanjut usia yang pada umumnya berhubungan dengan
kehilangan. Faktor psikososial tersebut adalah hilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi,
kematian teman atau sanak saudara, penurunan kesehatan, peningkatan isolasi diri,
keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi kognitif (Kaplan, 2010) Sedangkan menurut
Kane, faktor psikososial meliputi penurunan percaya diri, kemampuan untuk mengadakan
hubungan intim, penurunan jaringan sosial, kesepian, perpisahan, kemiskinan dan penyakit
fisik (Kane, 1999).
Faktor psikososial yang mempengaruhi depresi meliputi: peristiwa kehidupan dan
stressor lingkungan, kepribadian, psikodinamika, kegagalan yang berulang, teori kognitif dan
dukungan sosial (Kaplan, 2010).
Peristiwa kehidupan dan stresor lingkungan. Peristiwa kehidupan yang menyebabkan
stres, lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood dari episode selanjutnya.
Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memegang peranan utama dalam
depresi, klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa kehidupan hanya memiliki peranan terbatas
dalam onset depresi. Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu
episode depresi adalah kehilangan pasangan (Kaplan, 2010). Stressor psikososial yang
bersifat akut, seperti kehilangan orang yang dicintai, atau stressor kronis misalnya
kekurangan finansial yang berlangsung lama, kesulitan hubungan interpersonal, ancaman
keamanan dapat menimbulkan depresi (hardywinoto, 1999)
Faktor kepribadian. Beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat pada individu,
seperti kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga mempunyai resiko tinggi untuk
terjadinya depresi. Sedangkan kepribadian antisosial dan paranoid (kepribadian yang
memakai proyeksi sebagai mekanisme defensif) mempunyai resiko yang rendah (Kaplan,
2010).
Faktor psikodinamika. Berdasarkan teori psikodinamika Freud, dinyatakan bahwa
kehilangan objek yang dicintai dapat menimbulkan depresi (Kaplan, 2010). Dalam upaya
untuk mengerti depresi, Sigmud Freud sebagaimana dikutip Kaplan (2010) mendalilkan suatu
hubungan antara kehilangan objek dan melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang
dilakukan pasien depresi diarahkan secara internal karena identifikasi dengan objek yang
hilang. Freud percaya bahwa introjeksi mungkin merupakan cara satu-satunya bagi ego untuk
melepaskan suatu objek, ia membedakan melankolia atau depresi dari duka cita atas dasar
8
bahwa pasien terdepresi merasakan penurunan harga diri yang melanda dalam hubungan
dengan perasaan bersalah dan mencela diri sendiri, sedangkan orang yang berkabung tidak
demikian.
Kegagalan yang berulang. Dalam percobaan binatang yang dipapari kejutan listrik
yang tidak bisa dihindari, secara berulang-ulang, binatang akhirnya menyerah tidak
melakukan usaha lagi untuk menghindari. Disini terjadi proses belajar bahwa mereka tidak
berdaya. Pada manusia yang menderita depresi juga ditemukan ketidakberdayaan yang mirip
(Kaplan, 2010).
Faktor kognitif. Adanya interpretasi yang keliru terhadap sesuatu, menyebabkan
distorsi pikiran menjadi negatif tentang pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif,
pesimisme dan keputusasaan. Pandangan yang negatif tersebut menyebabkan perasaan
depresi (Kaplan, 2010)
4.
Gambaran Klinik
Ciri-ciri pokok untuk episode depresif mayor adalah suatu periode paling sedikit 2
minggu yang mana selama masa tersebut terdapat mood terdepresi atau kehilangan
ketertarikan atau kesenangan dalam hampir semua aktivitas. Individu dengan depresi juga
harus mengalami paling sedikit empat gejala tambahan yang ditarik dari suatu daftar yang
meliputi perubahan-perubahan dalam nafsu makan atau berat badan, tidur, dan aktivitas
psikomotorik; energi yang berkurang; perasaan tidak berharga atau bersalah; kesulitan dalam
berpikir, berkonsentrasi, atau membuat keputusan; atau pemikiran-pemikiran berulang
tentang kematian atau pemikiran, rencana-rencana, atau usaha untuk bunuh diri (American
Psychiatric Association).
Dalam Gallo & Gonzales (2001) disebutkan gejala-gejala depresi lain pada lanjut usia:
1. kecemasan dan kekhawatiran
2. keputusasaan dan keadaan tidak berdaya
3. masalah-masalah somatik yang tidak dapat dijelaskan
4. iritabilitas
5. kepatuhan yang rendah terhadap terapi medis atau diet
6. psikosis
Manifestasi depresi pada lansia berbeda dengan depresi pada pasien yang lebih muda.
Gejala-gejala depresi sering berbaur dengan keluhan somatik. Keluhan somatik cenderung
9
lebih dominan dibandingkan dengan mood depresi. Gejala fisik yang dapat menyertai depresi
dapat bermacam-macam seperti sakit kepala, berdebar-debar, sakit pinggang, gangguan
gastrointestinal, dan sebagainya (Mudjaddid, 2003). Penyakit fisik yang diderita lansia sering
mengacaukan gambaran depresi, antara lain mudah lelah dan penurunan berat badan
(Soejono, Probosuseno, dan Sari, 2006). Inilah yang menyebabkan depresi pada lansia sering
tidak terdiagnosa maupun diterapi dengan baik.
Sedangkan menurut Greg Wilkinson, tanda dan gejala depresi terbagi atas:
a. Suasana Hati
1)
Sedih
2)
Kecewa
3)
Murung
4)
Putus Asa
5)
6)
Menangis
7)
8)
Mudah tersinggung
b. Fisik
1)
2)
Pegal-pegal
3)
Sakit
4)
5)
6)
Gangguan tidur
7)
8)
9)
Agitasi
10) Konstipasi.
10
terbatas
Ada duka cita saat ini, atau peristiwa kehidupan buruk yang lain.
Gangguan pendengaran.
Adanya riwayat keluarga dengan gangguan depresif.
Dementia dini.
Penghasilan menurun
Ada penggunaan obat-obat tertentu seperti: steroid, mayor transquilizer, dan lain-lain.
Selain itu, dari penelitian yang telah dilakukan didapati bahwa: penyebab yang paling
sering terjadinya kematian pada pasien gangguan depresif usia lanjut adalah oleh karena
kondisi kardiovaskular yang bisa berupa: stroke,myocard infarct, dan sebagainya. Kemudian
kanker merupakan penyebab kedua yang paling sering sebagai penyebab kematian pada
penderita gangguan depresif pada usia lanjut.
Faktor lain yang memberikan kontribusi timbulnya depresi tersebut berdasarkan hasil
angket dan observasi adalah strategi coping pada lansia itu sendiri yang kurang baik.
Strategi coping adalah suatu bentuk usaha yang dilakukan seseorang untuk mengurangi atau
menghilangkan tekanan-tekanan psikologis atau stres dengan tujuan untuk menyelesaikan
masalah atau tugas.
6. Tingkatan Depresi pada Lansia
Menurut Depkes RI tahun 2001 tingkatan depresi yaitu:
a.
Depresi ringan
Suasana perasaan yang depresif, Kehilangan minat, kesenangan dan mudah lelah,
konsentrasi dan perhatian kurang, harga diri dan kepercayaan diri kurang, perasaan salah
dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram, gagasan dan perbuatan yang
membahayakan diri, tidak terganggu dan nafsu makan kurang.
b.
Depresi Sedang
Kesulitan nyata mengikuti kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga
c.
11
Gangguan depresi dibedakan dalam depresi ringan, sedang dan berat sesuai dengan
banyak dan beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang. Menurut
ICD 10, pada gangguan depresi ada 3 gejala utama yaitu:
a.
b.
c.
Hilang tenaga dan mudah lelah, yang disertai dengan gejala lain seperti:
1)
Konsentrasi menurun,
2)
3)
Perasaan bersalah,
4)
5)
6)
7)
Gejala
Keterangan
Ringan
Sedang
Utama
2
2
2
3 atau 4
Distress +
Berlangsung
Baik
Terganggu
minimal 2
Berat
Terganggu
minggu
Intensitas gejala
berat
sangat berat
Sumber: Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2000
7.
lain hendaknya ditangani dengan sungguh-sungguh karena bila tidak diobati dapat
memperburuk perjalanan penyakit dan memperburuk prognosis.
Pada depresi dapat dijumpai hal-hal seperti di bawah ini (Mudjaddid, 2003):
Depresi dapat meningkatkan angka kematian pada pasien dengan penyakit
kardiovaskuler
12
3.
4.
5.
6.
7.
8.
baru?
9. Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah daya ingat pada sebagian besar
waktu anda?
10. Apakah anda berfikir sangat indah kehidupan sekarang?
11. Apakah anda merasa bahwa yang menarik bagi anda tidak berguna lagi?
12. Apakah anda merasa senang dengan mengambil cara yang tidak berharga seperti
sekarang ini?
13. Apakah anda merasa penuh energI?
14. Apakah anda merasa situasi anda tidak ada harapan?
15. Apakah anda merasa kebanyakan orang-orang lebih baik daripada anda?
Penilaian : Dari 15 pertanyaan masing-masing memiliki skor 1, di mana masingmasing jawaban terdiri dari ya dan tidak, Jika skor lebih besar daripada 5 menunjukkan
kemungkinan gejala depresi(Bongsoe, 2007).
Bilamana ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada depresi harus dilakukan
lagi pemeriksaan yang lebih rinci sebagai berikut :
a. Riwayat klinis/anamnesis
Riwayat keluarga Gangguan psikiatrik yang lampau Kepribadian Riwayat
sosial Ide/percobaan bunuh diri
Gangguan-gangguan somatik Perkembangan gejala-gejala depresi.
b. Pemeriksaan fsik
Pemeriksaan fisik pada pasien depresi sangat penting karena gejala-gejala
depresi sering disertai dengan penyakit fisik. Depresi dapat merupakan gejala dari
suatu penyakit fisik, contohnya penyakit Cushing, karsinoma paru, usus besar atau
pankreas. Di samping itu depresi dapat muncul sebagai reaksi sekunder terhadap
disabilitas dan discomfort (ketidaknyamanan). Penilaian terhadap status nutrisi dan
hidrasi sebaiknya dilakukan, karena kurangnya intake makan dan minum pasien
sebelumnya.
c.
Pemeriksaan kognitif
Penilaian AMT atau MMSE pada usia lanjut yang menunjukkan gejala depresi
bermanfaat dalam follow-up penatalaksanaan pasien. Bilamana depresi terjadi
sekunder pada demensia maka fungsi kognitif pasien tidak akan membaik ketika
14
depresi menghilang, bahkan deteriorasi kognitif akan berlanjut terus. Perbaikan pada
skor AMT atau MMSE setelah dilakukan terapi terhadap depresi menunjukkan bahwa
pasien dengan depresi mengalami problem konsentrasi dan memori yang
mempengaruhi fungsi kognitifnya.
d. Pemeriksaan status mental
a. Persepsi klien
b. Konsep diri
c. Emosi
d. Adaptasi
e. Mekanisme pertahanan diri
f. Mood
e. Pemeriksaan lainnya
Mengingat pasien usia lanjut rentan terhadap gangguan metabolisme sekunder
akibat penyakit depresi yang berat, seperti tidak adekuatnya intake cairan, maka perlu
dipertimbangkan pemeriksaan seperti ureum dan elektrolit (Bongsoe, 2007)..
9. Penatalaksanaan
a. Terapi Fisik
1) Obat
Menggunakan obat antidepresan, tanpa merujuk pasien untuk psikoterapi, tetapi obat
hanya mengurangi gejala, dan tidak menyembuhkan. Antidepresan bekerja dengan cara
menormalkan neurotransmiter di otak yang memengaruhi mood, seperti serotonin,
norepinefrin, dan dopamin. Antidepresan harus digunakan pada lansia dengan depresi mayor
dan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) merupakan obat pilihan pertama.
Pengobatan monoterapi dengan dosis minimal digunakan pada awal terapi, dievaluasi
apabila tidak ada perubahan bermakna dalam 6-12 minggu. Lansia yang tidak berespons pada
pengobatan awal perlu mendapatkan obat antidepresan golongan lain dan dapat
dipertimbangkan penggunaan dua golongan antidepresan. Pada lansia yang responsif dengan
obat antidepresan, obat harus digunakan dengan dosis penuh (full dose maintenance therapy)
selama 6-9 bulan sejak pertama kali hilangnya gejala depresi. Apabila kambuh, pengobatan
dilanjutkan sampai satu tahun. Strategi pengobatan tersebut telah berhasil menurunkan risiko
kekambuhan hingga 80%. Lansia yang sering kambuh memerlukan terapi perawatan dosis
penuh terapi selama hidupnya.
2) Terapi Elektrokonvulsif (ECT)
15
Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan dan minum, berniat bunuh diri atau
retardasi hebat maka ECT merupakan pilihan terapi yang efektif dan aman. ECT diberikan 12 kali seminggu pada pasien rawat nginap, unilateral untuk mengurangi confusion/memory
problem.Terapi ECT diberikan sampai ada perbaikan mood(sekitar 5 - 10 kali), dilanjutkan
dengan anti depresan untuk mencegah kekambuhan
b. Terapi Psikologik
1) Psikoterapi
Pendekatan psikoterapi dibagi dua, yaitu cognitive-behavioral therapy (CBT) dan
interpersonal therapy. CBT terfokus pada cara baru berpikir untuk mengubah perilaku,
terapis membantu penderita mengubah pola negatif atau pola tidak produktif yang mungkin
berperan dalam terjadinya depresi. Interpersonal therapy membantu penderita mengerti dan
dapat menghadapi keadaan dan hubungan sulit yang mungkin berperan menyebabkan
depresi. Banyak penderita mendapat manfaat psikoterapi untuk membantu mengerti dan
memahami cara menangani faktor penyebab depresi, terutama pada depresi ringan; jika
depresi berat, psikoterapi saja tidak cukup, karena akan menimbulkan depresi berulang.
2) Terapi Keluarga
Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit depresi, sehingga
dukungan terhadap keluarga pasien sangat penting. Proses penuaan mengubah dinamika
keluarga, ada perubahan posisi dari dominan menjadi dependen pada orang usia lanjut.
Tujuan terapi terhadap keluarga pasien yang depresi adalah untuk meredakan perasaan
frustasi dan putus asa, mengubah dan memperbaiki sikap/struktur dalam keluarga yang
menghambat proses penyembuhan pasien.
3) Penanganan Ansietas (Relaksasi)
Teknik yang umum dipergunakan adalah program relaksasi progresif baik secara
langsung dengan instruktur (psikolog atau terapis okupasional) atau melalui tape
recorder. Teknik ini dapat dilakukan dalam praktek umum sehari-hari. Untuk menguasai
teknik ini diperlukan kursus singkat terapi relaksasi.
Penanganan depresi dapat dilakukan pada lansia itu sendiri, keluarga lansia dan
masyarakat, yaitu:
a.
Berfikir positif
2)
3)
4)
5)
6)
Olahraga teratur
7)
Optimis
8)
Rajin beribadah
9)
Latihan relaksasi
c.
Keluarga
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
Masyarakat
1)
2)
3)
Support group.
BAB III
ASKEP
1.
Pengkajian
a. Identitas diri klien
b. Riwayat keluarga : Genoogram
c. Riwayat Penyakit Klien :
Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien sebelum menderita penyakit sekarang mempunyai riwayat
penyakit yang berhubungan atau penyakit yang dialaminya sekarang. Pasien
pernah mengkonsumsi obat-obatan yang menyebabkan depresi seperti
17
antikanker, ansiolitika.
Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien atau keluarga klien mengeluhkan perubahan dalam nafsu
makan atau berat badan, tidur, dan aktivitas psikomotorik; malas melakukan
segala kegiatan, energi yang berkurang; perasaan tidak berharga, tidak berguna
atau bersalah, gagal dalam menjalani hidup, putus asa; tidak mempunyai
minat, kesulitan dalam berpikir, berkonsentrasi, atau membuat keputusan; atau
pemikiran-pemikiran berulang tentang kematian atau pemikiran, rencana-
d. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Tingkat kesadaran
Tanda tanda vital
1. Kepala
Inspeksi
: Baik
: Compos mentis
: Pulse = 86x / m
Temp = 37,6oc
RR = 18x / m
TD berbaring : 120/80 mmHg, TD duduk : 110/80 mmHg
2. Mata
Inspeksi biasanya ada gangguan penglihatan
3. Telinga
Inspeksi : Bersih, pendengaran normal atau tidak
4. Hidung, Mulut dan Wajah
Inspeksi : apakah hidung bersih, tidak ada secret, tidak ada cuping hidung
Inspeksi : apakah mukosa lembab, kering atau pucat
Wajah
: Murung, sedih, pucat, cemas
5. Leher
Inspeksi : apakah bentuk leher normal dan simetris atau tidak
Palpasi
: ada / tidak ada pembesaran kalenjar tyroid, dan tidak ada nyeri tekan
6. Respirasi (Dada & punggung)
Inspeksi :apakah bentuk dada normal dan simetris
Inspeksi : luruskah, ada penonjolan atau tidak
7. Kardiovaskuler
Ada / tidak adanya bunyi jantung tambahan
8. Abdomen & pinggang
Inspeksi : Ada/tidak terdapat pembesaran abdomen (distensi abdomen)
Auskultasi : Peristaltik usus menurun
Perkusi : apakah timpani/hipertimpani
9. Ekstremitas atas dan bawah
Inspeksi : tampak lemah dan tidak bertenaga, gerakan tubuh lambat
18
Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan gejala karakteristik
yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang didiagnosis.
a. Kaji adanya depresi.
b. Singkirkan kemungkinan adanya depresi dengan scrining yang tepat, seperti geriatric
depresion scale.
c. Ajukan pertanyaan-pertanyaan pengkajian keperawatan
d. Wawancarai klien, pemberi asuhan atau keluarga.
Lakukan observasi langsung terhadap:
a.
Perilaku.
1.
Bagaimana kemampuan klien mengurus diri sendiri dan melakukan aktivitas hidup
2.
3.
sehari-hari?
Apakah klien menunjukkan perilaku yang tidak dapat di-terima secara sosial?
Apakah klien sering mengluyur dan mondar-mandir?
b.
Afek
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Dari ke enam poin diatas biasanya sebagian besar klien dengan depresi mengalami hal-hal
tersebut.
c.
2.
Respon kognitif
1.
2.
3.
4.
5.
19
Untuk dapat membina hubngan saling percaya, dapat dilakukan hal-hal sebagai
berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
menunjukkan perhatian
Bicara lambat, sederhana dan beri waktu klien untuk berpikir dan menjawab
Perawat mempunyai harapan bahwa klien akan lebih baik
Bersikap hangat, sederhana akan mengekspresikan pengharapan pada klien.
Analisa Data
Data
Ds : klien mengatakan
dirinya tidak berguna,
Etilogi
Gangguan konsep diri
Masalah
Resiko
Ketidakberdayaan
20
Keputus asaan
Ansietas
Gangguan pola
3.
tidur
Diagnosa Keperawatan
a. Resiko ketidakberdayaan fisik b.d gangguan konsep diri, depresi.
b. Risiko bunuh diri b.d perasaan tidak berharga, putus asa
c. Gangguan pola tidur b.d ansietas.
5.
No
.
1.
Intervensi
Diagnosa
Resiko
ketidakberdayaan
fisik b.d gangguan
NOC
NOC
Self esteem
situational
Body image
NIC
Bantu pasien untuk
mengidentifikasi faktor-faktor
yang dapat menimbulkan
21
konsep diri,
depresi.
Coping, ineffective
ketidakberdayaan
Kaji kemampuan untuk
Death anxiety
Kriteria hasil :
Persepsi
kemampuan
Menunjukkan
penilaian pribadi
tentang harga diri
Mengungkapkan
penerimaan diri
Mengatakan
optimisme tentang
masa depan
pengambilan keputusanbuat
statement positif terhadap
pasien
Ajarkan keterampilan
perilaku yang positive melalui
bermain peran, model peran,
diskusi
Beri kesempatan pasien
bertanggung jawab terhadap
dirinya
Bantu pasien melakukan
aktivitas yang telah
ditetapkan
Beri pujian jika pasien dapat
melakukannya
Monitor frekuensi
komunikasi verbal pasien
yang negative
Kaji alasan-alasan untuk
mengkritik atau menyalahkan
diri sendiri
Kolaborasi dengan sumbersumber lain (petugas dinas
sosial, perawatan spesialis
klinis, dan layanan
2.
Kriteria hasil :
Mengatakan dapat
b.d perasaan tidak
mengontrol impuls
berharga, putus asa Tidak ada percobaan
Bunuh diri
Menjaga control diri
untuk tidak bunuh diri
keagamaan)
Jauhakan benda-benda yang
dapat membahayakan pasien
Diskusikan dgn pasien ttg
ide-ide bunuh diri
Tingkatkan harga diri klien
dengan cara
Beri kesempatan
klien
mengungkapkan
22
perasaannya
Beri pujian jika klien
dapat
mengungkapkan
perasaan yg positif
Yakinkan klien bhw
dirinya berarti utk
org lain
Diskusikan ttg
keadaan yg
seharusnya patut
disyukuri klien
Rencanakan aktivitas
yg dpt dilakukan
3.
Gangguan pola
tidur b.d ansietas
NOC :
Anxiety reduction
Rest : Extent dan
Pattern
Sleep : Extent dan
Pattern
Kriteria hasil :
klien
Beritahu pasien dan keluarga
tentang tanda, gejala dan
dasar fisiologi dari depresi.
Beritahu keluarga bahwa
resiko bunuh diri akan
meningkat bila terjadi depresi
berat.
Diskusikan faktor-faktor yang
menyebabkan fikiran bunuh
diri.
Berikan konseling psikiatri
Anjurkan keluarga dan
teman-temannya untuk
memberikan support.
Ajarkan kepada keluarga
tanda-tanda peringatan akan
bunuh diri.
Rujuk pasien ke psikiater.
Jelaskan pentingnya tidur
yang adekuat
Fasilitas untuk
mempertahankan aktivitas
sebelum tidur (membaca)
Ciptakan lingkungan yang
nyaman
Jumlah jam tidur dalam Kolaborasi pemberian obat
23
tidur
Instruksikan kepada keluarga
untuk memonitor tidur pasien
Monitor / catat kebutuhan
tidur pasien setiap hari dan
jam
24
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Gangguan depresif merupakan salah satu gangguan mental-emosional yang cukup
sering dijumpai pada orang usia lanjut. Hal ini dapat disebabkan oleh karena faktor penyebab
dari gangguan depresif begitu besar kemungkinan akan dialami oleh orang usia lanjut. Di lain
pihak, walaupun terapi untuk gangguan depresif tersebut bisa dilaksanakan namun hasilnya
tidaklah dapat mencapai hasil yang maksimal, mengingat kekurangan secara fisik dan
psikososial pada orang usia lanjut tidaklah dapat dikembalikan seperti semula.
B. SARAN
Asuhan keperawatan pada lansia haruslah diakukan secara profesional dan
komprehensif, yaitu dengan memandang pada aspek boi-psiko-sosial-spiritual pada lansia.
Aspek psikologis pada lansia merupakan aspek yang tak kala penting dari aspek yang lain,
olehnya itu pelaksanaan asuhan keperawataan lansia dengan gangguan psikososial harus
dilakukan dengan sebaik-baiknya demi terciptanya lansia yang sehat jasmani dan rohani.
25
DAFTAR PUSTAKA
http://tenreng.wordpress.com/2009/02/19/asuhan-keperawatan-dengan-pasien-depresi
http://pinkersaya.wordpress.com/2012/11/24/askep-lansia-dengan-gangguan-psikologisdepresi
http://id.wikipedia.org/wiki.Depresi
http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2009/05/15/Depresi-pada-lansia
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2013). NANDA NIC-NOC. (Jilid 1 & 2). Yogyakarta :
MediaAction
26