Anda di halaman 1dari 6

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD)


DENGAN METODE EKSPERIMEN UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA
KELAS IV/ A SD NEGERI 08 KEPAHIANG
Ramon Sinkiriwang Putrama
Guru SD di Kab. Kepahiang, Prov. Bengkulu
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pembelajaran dan
meningkatkan hasil belajar IPA melalui model pembelajaran kooperatif tipe Student
Team-Achievemen Division (STAD) dengan metode eksperimen pada Pokok
Bahasan Perubahan Pada Benda. Jenis penelitian yang dilakukan adalah Penelitian
Tindakan Kelas yang telah dilaksanakan dalam 3 siklus, di mana setiap siklus terdiri
dari 4 tahap yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode eksperimen dapat
meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa pada
pembelajaran IPA di kelas IV/ A SD Negeri 08 Kepahiang. Disarankan kepada
Khusus pada guru kelas IV hendaknya menerapkan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD pada Pokok Bahasan Perubahan Pada Benda karena sangat cocok
diterapkan untuk mengatasi kemampuan siswa karena struktur penghargaan
kooperatif sangat membantu dan memotivasi siswa dalam meningkatkan hasil
belajarnya.
Kata Kunci: pembelajaran kooperatif, STAD, hasil belajar siswa.

Peningkatan kualitas pembelajaran


terus dilakukan oleh seluruh komponen
pen-didikan dan pembelajaran di sekolah.
Komponen pendidikan yang sangat berpotensi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah adalah guru. Berbagai
upaya dilakukan guru untuk meningkatkan
kualitas pembelajarannya, diantaranya menerapkan model pembelajaran inovatif,
menggunakan media pembelajaran dan
melaksanakan pembelajaran yang menyenangkan.
Salah satu mata pelajaran yang
dianggap sulit oleh siswa adalah Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA). Pembelajaran
IPA di sekolah diberikan sebagai pelajaran
hapalan, verbal dan tidak terkait dengan
masalah kehidupan siswa (Depdiknas,
2002:2). Pembelajaran di sekolah, termasuk IPA, dilaksanakan kurang mengembangkan proses berpikir, keterampilan
proses dan pembentukan sikap (Suderajat,
2003:2). Hal ini terjadi karena masih adanya pemikiran dari guru yang menganggap
bahwa pengetahuan dapat dipindahkan

secara utuh dari pikiran pengajar (guru)


kepada pikiran pebelajar (siswa).
Berdasarkan Permendiknas No. 22
tahun 2006, pembelajaran IPA sebaiknya
dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan
kemam-puan berpikir, bekerja dan
bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan
hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA
di SD/MI menekankan pada pemberian
pengalaman belajar secara langsung
melalui penggu-naan dan pengembangan
keterampilan proses dan sikap ilmiah
(Depdiknas, 2006:484).
Pembelajaran IPA yang menekan-kan
pada pemberian pengalaman belajar secara
langsung belum sepenuhnya dilak-sanakan
guru di sekolah, khususnya seko-lah dasar.
Hasil observasi di SD Negeri 08
Kepahiang terhadap proses pembelajaran
IPA di kelas IV A menunjukkan adanya
permasalahan pembelajaran, yaitu a) pembelajaran masih bersifat konvensional; b)
kurangnya kreativitas siswa; c) sulitnya
pemahaman konsep; d) metode yang di-

81

82, J-TEQIP, Tahun III, Nomor 1, Mei 2012

gunakan guru tidak bervariasi; e) siswa


pasif hanya bersifat mendengarkan penjelasan guru; f) guru dalam membentuk
kelompok belajar belum mengelompokkan
secara keseluruhan dari keheterogenan
siswa; dan g) rendahnya hasil belajar siswa. Semua permasalahan ini berdampak
pada rendahnya hasil belajar siswa dalam
mata pelajaran IPA.
Permasalahan yang muncul di ke-las
IV A SD Negeri 08 Kepahiang ini perlu
segera diatasi supaya hasil belajar siswa
menjadi lebih baik dan pengalaman belajar
siswa menjadi lebih bermakna. Salah satu
upaya penyelesaian permasalahan yang
dilakukan guru adalah penerapan pembelajaran inovatif yang dapat memberikan
pengalaman belajar secara langsung pada
siswa. Pembelajaran inovatif tersebut adalah pembelajaran kooperatif tipe Student
Team Achievement Division (STAD) yang
dipadukan dengan metode eksperimen.
STAD memiliki keunggulan dibanding dengan pembelajaran konvensional. STAD ditandai oleh struktur tugas,
tujuan dan penghargaan kooperatif yakni
siswa bekerjasama dalam kelompoknya
untuk menyelesaikan tugas yang diberikan
oleh guru agar tercapai tujuan dan penghargaan
bersama
sehingga
siswa
kelompok atas dan siswa kelompok bawah
akan meningkatkan hasil akademiknya
(Bakti, 2005: 22).
STAD dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran penting
yaitu hasil belajar akademik, penerimaan
terhadap keragaman atau perbedaan individu dan pengembangan keterampilan sosial (Rusmansyah, 2003: 9). Selain unggul
dalam membantu siswa memahami konsep
yang sulit, STAD sangat berguna untuk
membantu siswa menumbuhkan kemampuan bekerjasama, berpikir kritis dan
kemampuan membantu teman.
Langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah
sebagai berikut.
a. Guru menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa sesuai kompetensi
dasar yang akan dicapai. Guru dapat
menggunakan berbagai pilihan dalam
menyampaikan materi pembelajaran ini
kepada siswa. Misal, antara lain dengan

metode penemuan terbimbing atau


metode ceramah. Langkah ini tidak
harus dilakukan dalam satu kali
pertemuan, tetapi dapat lebih dari satu.
b. Guru memberikan tes/kuis kepada
setiap siswa secara individu sehingga
akan diperoleh nilai awal kemampuan
siswa.
c. Guru membentuk beberapa kelompok.
Setiap kelompok terdiri dari 45
anggo-ta, dimana anggota kelompok
mem-punyai kemampuan akademik
yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan
rendah). Jika mungkin, anggota kelompok berasal dari budaya atau suku yang
berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender.
d. Guru memberikan tugas kepada kelompok berkaitan dengan materi yang
telah diberikan, mendiskusikannya
secara bersama-sama, saling membantu
antaranggota lain, serta membahas
jawaban tugas yang diberikan guru.
Tujuan utamanya adalah memastikan
bahwa setiap kelompok dapat menguasai konsep dan materi. Bahan tugas
untuk kelompok dipersiapkan oleh guru
agar kompetensi dasar yang diharapkan
dapat dicapai.
e. Guru memberikan tes/kuis kepada
setiap siswa secara individu.
f. Guru memfasilitasi siswa dalam
membuat rangkuman, mengarahkan,
dan memberikan penegasan pada
materi pembelajaran yang telah
dipelajari.
g. Guru memberi penghargaan kepada
kelompok berdasarkan perolehan nilai
peningkatan hasil belajar individual
dari nilai awal ke nilai kuis berikutnya.
Pelaksanaan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD ini lebih dirasakan
peranan dan manfaatnya bila diterapkan
dengan metode eksperimen. Penerapan
model pembelajaran dengan metode eksperimen dipilih sebagai salah satu alternatif karena dapat mengarahkan pikiran
dan pusat perhatian siswa serta memperoleh visualisasi yang konkrit mengenai
suatu konsep. Hal ini sesuai dengan teori
Piaget (dalam Samatowa, 2006: 9) yang
menyatakan bahwa anak SD (usia 6 - 12

Putrama, Penerapan Pembelajaran Kooperatif STAD, 83

tahun) masih berada pada pola berpikir


tahap operasional konkrit. Pada tahap ini
siswa memiliki kemampuan mengklasifikasikan angka-angka atau bilangan.
Perpaduan pembelajaran kooperatif
tipe STAD dengan eksperimen dilaksanakan dengan membagi siswa dalam
beberapa
kelompok.
Masing-masing
kelompok melakukan suatu percobaan
untuk memperoleh pengalaman belajar
dengan menguji hipotesis dan hasilnya
didiskusikan dalam kelompok kecil dan
kelompok besar (kelas).
Penerapan pembelajaran dengan
memadukan pembelajaran kooperatif tipe
STAD dengan eksperimen di kelas IV A
SD Negeri 08 Kepahiang ini diharapkan
dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar siswa. Selain itu, penerapan pembelajaran ini menjadi salah satu sarana
pembelajaran bagi guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPA.

METODE
Jenis penelitian yang dilakukan
adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) yaitu sebuah
penelitian yang dilakukan guru di kelasnya
sendiri dengan jalan merancang, melaksanakan, dan merefleksikan tindakaan
secara kolaboratif dan partisipatif dengan
tujuan untuk memperbaiki kinerjanya
sebagai guru sehingga hasil belajar siswa
dapat meningkat (Mundilarto, 2004: 2-3).
Desain penelitian yang digunakan adalah
model PTK dari Kemmis & McTaggar
yang memiliki empat tahap, yaitu:
Planning (rencana), Action (tindakan),
Observation (pengamatan) dan Reflection
(refleksi) (Kunandar, 2008:70). Penelitian
ini
dilaksanakan 3 siklus. Alur pelaksanaan tindakan dalam penelitian kelas
ini
disajikan
pada
gambar
1.

Gambar 1. Bagan Alur Pelaksanaan Tindakan dalam PTK (Arikunto, S. 2007: 6)


Perencanaan
Refleksi

SIKLUS I

Pelaksanaan

Pengamatan
Perencanaan
Refleksi

SIKLUS II

Pelaksanaan

Pengamatan
dst

Subyek penelitian dilibatkan adalah


siswa kelas IV/A SD Negeri 08 Kepahiang
tahun ajaran 2010-2011 yang terdiri atas
28 siswa yaitu 14 siswa laki-laki dan 14
siswa
perempuan.
Penelitian
ini
dilaksanakan pada bulan September
Desember 2010. Materi yang digunakan

dalam penelitian adalah Pokok Bahasan


Perubahan Pada Benda.
Instrumen penelitian yang diguna-kan
meliputi instrumen pelaksanaan pembelajaran dan instrumen pengukuran penelitian.
Instrumen
pelaksanaan
pembelajaran
mencakup RPP
dan

84, J-TEQIP, Tahun III, Nomor 1, Mei 2012

perangkatnya berupa materi ajar dan


media pembelajaran, Instrumen pengukuran penelitian berupa tes, lembar
observasi pelaksanaan pembelajaran, dan
catatan lapangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Siklus 1
Pembelajaran pada siklus 1 dilaksanakan dengan menggunakan perangkat
RPP yang telah dirancang pada tahap
perencanaan. Pembelajaran IPA pada siklus I dilaksanakan dalam 2 pertemuan
dengan alokasi waktu 2 x 35 menit setiap
pertemuannya. Pembelajaran dilaksanakan dengan pembelajaran kooperatif tipe
STAD. Siswa dibagi dalam beberapa
kelompok dan setiap kelompok melakukan
kegiatan eksperimen dengan menggunakan
media yang disediakan.
Selama pembelajaran dilaksana-kan,
guru dan observer melakukan pengamatan terhadap aktivitas siswa dengan
menggunakan lembar observasi pelaksanaan pembelajaran. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rata-rata skor observasi
terhadap aktivitas siswa selama pembelajaran siklus I adalah 22 dengan kriteria
cukup. Adapun perkembangan dan penghargaan kelompok yang dicapai oleh
kelompok diskusi yaitu pada siklus I dari
tujuh kelompok yang melakukan diskusi
semuanya mendapatkan penghargaan kelompok. Untuk penghargaan kelompok
baik diperoleh dua kelompok dan kelompok hebat diperoleh lima kelompok tetapi
pada siklus I tidak ada yang mendapatkan
penghargaan kelompok super.
Di akhir pertemuan ke-2, guru melakukan tes untuk mengukur ketercapaian
pembelajaran. Hasil tes menunjukkan
bahwa nilai rata-rata meningkat dari 62,50
menjadi 68 dengan ketuntasan belajar
41%.
Siklus 2
Pembelajaran pada siklus 2 dilaksanakan berdasarkan hasil refleksi siklus1.
Pembelajaran tetap menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Perbaikan
pada siklus 2 difokuskan pada proses
pembimbingan diskusi kelompok kecil dan
perbaikan LKS sehingga lebih dipahami.

Siswa diberi kesempatan lebih lama untuk


berdiskusi dalam kelompoknya.
Pembelajaran IPA pada siklus II
dilaksanakan dalam 2 pertemuan dengan
alokasi waktu 2 x 35 menit setiap
pertemuannya.
Selama
pembelajaran
dilaksanakan,
guru
dan
observer
melakukan pengamatan terhadap aktivitas
siswa. Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa rata-rata skor observasi terhadap
aktivitas siswa selama pembelajaran siklus
I I meningkat menjadi 28,5 dengan kriteria
baik. Pada siklus II terjadi peningkatan ada
satu
kelompok
yang
memperoleh
penghargaan kelompok super dan lima
kelompok yang mendapatkan penghargaan
kelompok baik tetapi ada satu kelompok
yang tidak men-dapatkan penghargaan.
Di akhir pertemuan ke-2, guru melakukan tes untuk mengukur ketercapaian
pembelajaran. Hasil tes menunjukkan bahwa nilai rata-rata meningkat menjadi 75,40
dengan ketuntasan belajar 62%.
Siklus 3
Pembelajaran pada siklus III dilaksanakan berdasarkan hasil refleksi siklus
II. Guru menggunakan RPP yang sudah direvisi berdasarkan kekurangan pembelajaran di siklus II. Aspek yang diperbaiki
difokuskan pada bimbingan diskusi
kelompok kecil dan kelompok besar,
pemberian tugas yang sesuai dengan
aktivitas siswa dan lembar kegiatan siswa.
Selama pembelajaran dilaksana-kan,
guru dan observer melakukan pengamatan terhadap aktivitas siswa dengan
menggunakan lembar observasi pelaksanaan pembelajaran. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rata-rata skor observasi
terhadap aktivitas siswa selama pembelajaran siklus III meningkat menjasi 32,5
dengan kriteria baik. Pada siklus III
terjadi peningkatan yang mendapatkan
penghar-gaan kelompok super berjumlah
dua kelompok dan yang mendapatkan
penghargaan
kelompok
hebat
dua
kelompok sedangkan yang mendapatkan
penghargaan kelompok baik berjumlah
tiga kelompok.
Di akhir pertemuan ke-2, guru melakukan tes untuk mengukur ketercapaian
pembelajaran. Hasil tes menunjukkan

Putrama, Penerapan Pembelajaran Kooperatif STAD, 85

bahwa nilai rata-rata meningkat menjadi


81,53 dengan ketuntasan belajar 92 %.
Secara keseluruhan, pembelajaran
yang dilakukan dalam 3 siklus di kelas IV
A SD Negeri 08 Kepahiang menunjukkan
hasil yang baik, di mana siswa telah
mampu melaksanakan diskusi dan
menggunakan alat dan bahan dalam
melakukan eksperimen. Aktivitas guru
juga lebih menekankan pada pemberian
kesempatan belajar pada siswa.
Rata-rata skor observasi terhadap
aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran siklus I adalah 22 dengan kriteria
cukup meningkat menjadi 28,5 dengan
kriteria baik pada siklus II, pada siklus III
terjadi peningkatan kembali rata-rata skor
menjadi 32,5 dengan kriteria baik. Model
pembelajaran kooperatif tipe STAD berbeda dengan pembelajaran kelompok biasa
karena dalam STAD, siswa tidak hanya
bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri
tetapi juga bertanggung jawab terhadap
kelompoknya. Keadaan ini mendorong
siswa dalam kelompok belajar, bekerja
dan bertanggung jawab sungguh-sungguh
sampai selesainya tugas-tugas individu
dan kelompok. Dengan demikian siswa dituntut untuk melakukan keterampilanketerampilan kooperatif sehingga aktivitas
siswa menjadi meningkat.
Hasil aktivitas guru dan siswa yang
diperoleh dalam penelitian ini diper-kuat
oleh pendapat Hamalik (1990: 64) yang
menyatakan bahwa diskusi kelompok dan
cara pengambilan keputusan kelompok
ternyata lebih efektif dibandingkan dengan
metode ceramah dan pengajaran individual. Selain itu model pembelajaran kooperatif didasari oleh pemikiran filosofis
Getting Better Together yang berarti
untuk mendapatkan sesuatu yang lebih
baik dalam belajar hendaknya dilakukan
secara bersama-sama (Karli, 2004: 49).
Dalam pembelajaran berkelompok guru
berperan sebagai motivator dan siswa
sendiri yang menentukan tujuan-tujuan
kelompok dalam mencapai penyelesaian
permasalahan dalam proses pembelajaran.
Adapun peningkatan perkembang-an
dan penghargaan kelompok yang dicapai
oleh kelompok diskusi yaitu pada siklus I
dari tujuh kelompok yang mela-kukan

diskusi
semuanya
mendapatkan
penghargaan kelompok. Untuk penghargaan kelompok baik diperoleh dua kelompok
dan kelompok hebat diperoleh lima
kelompok tetapi pada siklus I tidak ada
yang mendapatkan penghargaan kelompok
super. Pada siklus II terjadi peningkatan
ada satu kelompok yang memperoleh
penghargaan kelompok super dan lima
kelompok yang mendapatkan penghargaan
kelompok baik tetapi ada satu kelompok
yang tidak mendapatkan penghargaan.
Pada siklus III terjadi peningkatan yang
mendapatkan penghargaan kelompok
super berjumlah dua kelompok dan yang
mendapatkan penghargaan kelompok
hebat dua kelompok sedangkan yang
mendapatkan penghargaan kelompok baik
berjumlah tiga kelompok.
Peningkatan penghargaan di atas
menunjukkan bahwa penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD
dengan metode eksperimen dapat meningkatkan hasil belajar individu yang akan
mempengaruhi penghargaan kelompoknya. Penghargaan ini sudah sesuai dengan
pendapat (Wartono dkk, 2004: 15) bahwa
belajar belum selesai jika salah satu dari
teman dalam kelompok belum menguasai
bahan pembelajaran.
Hasil dan ketuntasan belajar siswa
mengalami peningkatan dengan nilai ratarata yang diperoleh pada pra PTK nilai
rata-rata 62,50 dengan ketuntasan belajar
28%. Setelah dilakukan pra PTK maka
diterapkan pembelajaran dengan model
kooperatif tipe STAD dengan metode
eksperimen. Pada siklus I nilai rata-rata
siswa meningkat dari 62,50 menjadi 68
dengan ketuntasan belajar 41%. Refleksi
pada siklus I digunakan untuk memperbaiki pembelajaran di siklus II sehingga
nilai rata-rata siswa kembali meningkat
menjadi 75,40 dengan ketuntasan belajar
62 %. Pada akhir siklus II dilakukan
refleksi lagi sehingga pembelajaran siklus
III menghasilkan nilai rata-rata 81,53
dengan ketuntasan belajar 92 %.
Maka pada pembelajaran di siklus III
proses pembelajaran dalam penelitian ini
dihentikan karena telah mencapai nilai
ketuntasan belajar yang dikehendaki oleh
Depdiknas (2006) bahwasanya ketuntasan

86, J-TEQIP, Tahun III, Nomor 1, Mei 2012

belajar dapat dikatakan tuntas secara individual apabila siswa mendapat nilai > 70
dan tuntas secara klasikal apabila 85 %
siswa di kelas mendapat nilai > 70.
SIMPULAN
Model pembelajaran kooperatif tipe
STAD dengan metode eksperimen dapat
meningkatkan kualitas proses dan hasil
belajar IPA siswa kelas IV/ A SD Negeri

08 Kepahiang. Peningkatan hasil belajar


siswa tersebut didukung dengan pemberian bimbingan yang intensif dari guru
terhadap siswa pada saat siswa diskusi
kelompok. Selain itu, pemberian kesempatan yang lebih lama pada siswa untuk
melaksanakan eksperimen membuat siswa
lebih termotivasi belajar dengan potensi
yang dimilikinya.yyyyyyyyyyyyyyyyyy

DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, S. 2007. Penelitian Tindakan
Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Bakti, I. 2005. Implementasi STAD pada
Pembelajaran Konsep Pupuk dan
Peptisida di SMA N 2 Banjarmasin.
Jurnal Kependidikan dan Kebudayaan Vidya Karya ISSN 0215-9619
Tahun XXIII. Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat.
Departemen Pendidikan Nasional. 2002.
Pedoman Pengembangan Pembekalan
Kecakapan
Vokasional.
Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Depdiknas. 2006. Pengembangan silabus
dan kurikulum 2006 SD 08
Kepahiang. Mata Pelajaran Sains
kelas IV. Jakarta: Depdiknas.
Hamalik,O.1993.Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Mandar Maju.
Karli, Hilda.2002. Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta:
Bina Media Informasi.
Kunandar. 2008. Langkah Mudah
Penelitian Tindakan Kelas sebagai

Pengembangan
Profesi
Guru.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Mundilarto, R. 2004. Penelitian Tindakan
Kelas. Jakarta: Dirjen Pendidikan
Nasional.
Rusmansyah. 2003. Implementasi STAD
dalam Pembelajaran Konsep Laju
Reaksi di Kelas II SMU N 1
Banjarmasin. Jurnal Kependidikan
dan Kebudayaan
Vidya Karya.
ISSN 0215-9616 Tahun XXII FKIPUnlam Banjarmasin. Banjarmasin:
Universitas Lambung Mangkurat.
Samatowa, U. 2006. Bagaimana Pembelajaran IPA di SD. Jakarta: Dirjen
Pendidikan Nasional.
Suderajat, H. 2003. Pendidikan Berbasis
Luas (BBE) yang Berorientasi pada
Kecakapan Hidup (Life Skills).
Bandung: CV. Cipta Cekas Grafika.
Wartono, 2004. Materi Pelatihan Terintegrasi Sains Buku 4. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional,
Direktorat Jenderal
Pendidikan
Dasar dan Menengah, Direktorat
Pendidikan Lanjutan Tingkat Pertama.

Anda mungkin juga menyukai