Anda di halaman 1dari 16

I.

PENDAHULUAN

A. Judul
Penentuan Konsentrasi Mematikan dan Analisis Organ terhadap Toksisitas
Methanol
B. Tujuan
1. Mahasiswa dapat menghitung LC50 (Lethal Concentration 50%) dari
pemberian methanol secara oral terhadap mencit (Mus musculus) pada
pengamatan 1 jam dan 24 jam.
2. Mahasiswa dapat melihat pengaruh LC50 (Lethal Concentration 50%) dari
konsentrasi pemberian methanol 100%, 80%, 60%, 40%, 20%, 10%, dan
5% terhadap mencit (Mus musculus) pada pengamatan 1 jam dan 24 jam.
3. Mengetahui efek toksisitas dari methanol terhadap organ mencit (Mus
Musculus).

II. METODE
A. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah botol, gavage
needle, gunting bedah, jarum pentul, kandang mencit, masker, papan
bedah mencit, penjapit (pinset), sarung tangan, spidol, dan syringe. Bahan
yang digunakan pada percobaan adalah mencit (Mus musculus) 10 ekor,
larutan methanol 0,5 ml dengan konsentrasi 100%, 80%, 60%, 40%, 20%,
10%, dan 5%, serbuk kayu, dan tissue.
B. Cara Kerja
1. Penentuan konsentrasi mematikan
Mencit disiapkan sebanyak 10 ekor, kemudian masing-masing
mencit dipegang dengan benar. Handling yang benar dilakukan dengan
memegang ekor mencit kemudian tubuh mencit dielus-dielus terlebih
dahulu. Bagian tengkuk (di belakang telinga) dicubit menggunakan
tangan kiri dan tubuh mencit dibalikkan dan diusahakan agar kepala
mencit tidak bisa bergerak-gerak lagi dan ekor mencit ditahan dengan
jari kelingking.
Pada saat mencit sudah dalam posisi yang tepat, larutan
methanol dengan konsentrasi 100%, 80%, 60%, 40%, 20%, 10%, dan
5% dimana masing-masing konsentrasi diambil sebanyak 0,5 ml dan
dimasukkan ke dalam mulut mencit menggunakan syringe dan gavage
needle. Pada saat larutan methanol dimasukkan ke dalam mulut mencit,
gavage needle dipastikan telah masuk hingga esofagus mencit,
kemudian larutan methanol dimasukkan secara perlahan (jangan sampai
mencit tersedak atau mati). Mencit yang telah dicekok dengan larutan
methanol kemudian ditandai (tagging) dengan spidol. Pengamatan
dilakukan selama 1 jam dan 24 jam, kemudian diamati dan dihitung
jumlah mencit yang mati. Data yang diperoleh dianalisis dengan
analisis probit SPSS.
Analisis probit dengan SPP dilakukan dengan input data,
kemudian dipilih analyze dan regression. Analisis probit pada bagian

covariate dimasukkan konsentrasi, response frequency dimasukkan


jumlah mencit yang mati, total observed dimasukkan jumlah mencit,
dan transporm dipilih log base 10.
2. Analisa Fisik Organ
Mencit yang mati diambil dan diletakan di atas papan bedah,
kemudian mencit diposisikan terlentang dan ditusuk keempat bagian
kaki mencit serta ekornya dengan jarum pentul. Mencit dibedah secara
vertikal dari bawah perut mencit hingga leher mencit, selanjutnya kulit
mencit dibuka dan ditusuk jarum pentul dibagian kanan dan kiri kulit.
Selaput yang menutup organ mencit dibuka dengan gunting bedah,
kemudian diamati perubahan organ yang terjadi setelah diberi perlakuan
methanol.

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji toksisitas merupakan uji hayati yang berguna untuk menentukan tingkat
toksisitas dari suatu zat atau bahan pencemar. Senyawa kimia dikatakan bersifat
racun akut apabila senyawa tersebut dapat menimbulkan efek racun dalam jangka
waktu singkat (dalam hal ini 24 jam), sedangkan senyawa kimia dikatanya racun
kronis jika senyawa tersebut baru menimbulkan efek dalam jangka waktu yang
panjang karena kontak yang berulang-ulang walaupun dalam jumlah yang sedikit
(Harmita, 2009).
Uji toksisitas akut dapat menyediakan informasi tentang bahaya kesehatan
manusia yang berasal dari bahan kimia yang terpapar dalam tubuh pada waktu
pendek melalui jalur oral. Data uji akut juga dapat menjadi dasar klasifikasi dan
pelabelan suatu bahan kimia. Uji toksisitas akut berguna untuk mendapatkan
informasi tentang gejala keracunan, penyebab kematian, urutan proses kematian,
dan rentang dosis yang mematikan hewan uji (Lethal Dose 50% atau disingkat
LD50) suatu bahan. Nilai LC (Lethal Concentration) ditentukan untuk tujuan
penelitian nilai ambang batas yang layak di suatu lingkungan penelitian (Ibrahim
dkk., 2012).
Pengujian toksisitas suatu senyawa dibagi menjadi dua golongan, yaitu uji
toksisitas umum dan uji toksisitas khusus. Pengujian toksisitas umum meliputi
berbagai pengujian yang dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan efek umum
suatu senyawa pada hewan uji yang meliputi pengujian toksisitas akut, subkronik,
dan kronik. Pengujian toksisitas khusus meliputi uji potensiasi, karsinogenik,
mutagenik, teratogenik, reproduksi, kulit, mata, dan tingkah laku. Pengujian
toksisitas akut dapat menghasilkan nilai LD50 dan memberikan gambaran tentang
gejala-gejala ketoksikan terhadap fungsi penting, seperti gerak, tingkah laku, dan
pernapasan yang dapat menyebabkan kematian. Uji toksisitas subkronik dapat
memberikan efek yang berbaya yang timbul pada penggunaan obat secara
berulang dalam jangka waktu tertentu (Manggung, 2008).
Toksisitas akut didefinisikan sebagai efek yang ditimbulkan oleh senyawa
kimia atau obat terhadap organisme target. Efek toksik dari sediaan yang sama

dapat memberikan efek yang berbeda pada organ di dalam tubuh. Pengujian
toksisitas akut dilakukan dengan memberikan obat atau zat kimia yang sedang
diuji sebanyak satu kali atau beberapa kali dalam jangka waktu 48 jam. Kebanyak
toksisitas akut diarahkan pada penentuan LD50 dari suatu bahan kimia tertentu
yang dirancang untuk menentukan efek toksik suatu senyawa yang akan terjadi
dalam waktu yang singkat setelah pemberiannya dengan takaran tertentu
(Manggung, 2008). Menurut Angelina dkk. (2008), tujuan toksisitas akut adalah
untuk mendeteksi adanya toksisitas suatu zat, menentukan organ sasaran dan
kepekaannya, memperoleh data bahayanya setelah pemberian suatu senyawa
secara akut dan untuk meperoleh informasi awal yang dapat diunakan untuk
menetapkan tingkat dosis yang diperlihatkan untuk uji toksisitas selanjutnya.
Letal dosis 50% (LD50) merupakan kalkulasi dosis suatu substansi yang
dapat menyebabkan kematian 50% populasi hewan percobaan dalam satuan
mg/kg berat badan. Pemberian secara per oral dilakukan dalam tes dikarenakan
pemberian secara per oral ini merupakan cara yang paling umum dilakukan untuk
memasukkan makanan ke dalam tubuh, sehingga menjadi indikator penting untuk
mendeteksi adanya keracunan (Bhhatarai dan Gramatica, 2011).
Takaran dosis yang dianjurkan paling tidak empat peringkat dosis, berkisar
dari dosis terendah yang tidak atau hampir tidak mematikan seluruh hewan uji
sampai dengan dosis tertinggi yang dapat mematikan seluruh atau hampir seluruh
hewan uji. Pada umumnya pengamatan dilakukan selama 48 jam, kecuali pada
kasus tertentu selama 7 sampai 24 hari. Pengamatan tersebut meliputi gejalagejala klinis seperti nafsu makan, bobot badan, keadaan mata dan bulu, serta
tingkah laku, jumlah hewan yang diamati, dan histopatologi organ. Pengujian
toksisitas ini bertujuan untuk mencegah kerugian terhadap kesehatan manusia dan
lingkungan (Manggung, 2008).
Menurut Manggung (2008), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap LD50
sangat bervariasi antara individu satu dengan individu yang lain. Faktor-faktor
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Spesies, strain, dan keragaman individu

Perbedaaan sistem detoksikasi spesies menyebabkan perbedaan nilai


LD50. Strain hewan percobaan menunjukkan perbedaan yang nyata dalam
pengujian toksisitas akut.
2. Jenis kelamin
Perbedaan jenis kelamin mempengaruhi toksisitas akut yang disebabkan
oleh pengaruh langsung dari kelenjar endokrin. Hewan jantan dan betina yang
sama dari strain dan spesies yang sama biasanya bereaksi terhadap toksikan
dengan cara yang sama, tetapi ada perbedaan kuantitatif yang menonjol dalam
kerentanan terutama pada tikus.
3. Umur
Hewan-hewan yang lebih muda memiliki kepekaan yang lebih tinggi
terhadap obat karena enzim untuk biotransformasi masih kurang dan fungsi
ginjal belum sempurna, sedangkan pada hewan yang sudah tua, kepekaannya
akan meningkat karena fungsi biotransformasi dan ekskresi sudah meningkat.
4. Berat badan
Penentuan dosis dalam pengujian toksisitas akut dapat didasarkan pada
berat badan. Pada spesies yang sama, berat badan yang berbeda dapat
memberikan nilai LD50 yang berbeda pula. Semakin besar berat badan maka
jumlah dosis yang diberikan semakin besar pula.
5. Cara pemberian
Letal dosis dipengaruhi juga oleh cara pemberian. Nilai terkecil diperoleh
dengan cara pemberian intravena dan berturut-turut meningkat dengan cara
pemberian intraperitonial, subkutaneus, dan peroral. Cara pemberian tertentu
mungkin diperlukan oleh suatu senyawa, berdasarkan pertimbangan agar
senyawa dapat mencapai suatu tingkat kadar awal yang tinggi di dalam daerah
yangdilokalisasikan, dan untuk menghindari terjadinya berbagai efek senyawa
itu pada suatu organ. Cara yang digunakan untuk pemberian suatu senyawa
dapat mengubah toksisitas senyawa itu.
6. Faktor lingkungan
Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi toksisitas akut antara
lain adalah perkandangan hewan, temperatur, kelembaban nisbi, udara, iklim,

serta perbedaan siang dan malam. Meskipun demikian, nilai LD 50 untuk


kebanyakan bahan kimia hanya sedikit dipengaruhi oleh faktor lingkungan ini.
7. Kesehatan hewan percobaan
Status hewan percobaan dapat memberikan respon yang berbeda
terhadap suatu toksikan. Kesehatan hewan percobaan sangat dipengaruhi oleh
kondisi hewan dan lingkungan. Malnutrisi dan infestasi parasit juga dapat
mempengaruhi nilai LD50. Hewan yang tidak sehat dapat memberikan nilai
LD50 yang berbeda dibandingkan dengan nilai LD50 yang didapatkan dari
hewan percobaan yang sehat.
8. Diet
Komposisi makanan hewan percobaan dapat mempengaruhi nilai LD 50.
Komposisi makanan akan mempengaruhi status kesehatan hewan percobaan.
Defisiensi zat makanan tertentu dapat mempengaruhi nilai LD50.
Dosis respons dinyatakan dengan suatu indek Lethal Dose (LD50) dan
Lethal Concentration (LC50). LD50 adalah dosis tunggal dari suatu zat yang secara
statistik diharapkan dapat menyebabkan kematian sebanyak 50% dari binatang
percobaan selama 14 hari paparan. Contoh LD50 dari Acrylamid adalah 124 ppm,
artinya pada konsentrasi 124 ppm 50% dari binatang percobaan mati selama masa
percobaan 14 hari. OSHA (Occupational Safety and Health Administration)
secara lebih spesifik mendefiniskan LD50 dan LC50 sebagai berikut LD50
merupakan dosis mematikan yang diekspresikan dalam mg/kg massa, yang dapat
menyebabkan kematian hewan uji sebanyak 50%, sedangkan LC50 merupakan
konsentrasi mematikan yang ditunjukkan dalam mg/L atau ml/m 3 yang dapat
meneyabbkan kematian sebanyak 50% hewan uji selama 14 hari (Ariens, 1986).
Penentuan LC50 dengan derajat kepercayaan 95% dilakukan dengan
pengolahan data mortalitas menggunakan analisis probit. Nilai LC50 diperoleh
dengan cara terlebih dahulu dilakukan penghitungan mortalitas dengan cara
menghitung akumulasi mati dibagi jumlah akumulasi hidup dan mati (total) dikali
100%. Grafik dibuat dengan log konsentrasi sebagai sumbu x terhadap mortalitas
sebagai sumbu y. Nilai LC50 merupakan konsentrasi dimana zat menyebabkan
kematian 50% yang diperoleh dengan memakai persamaan regresi linier y = a +

bx. Suatu zat dikatakan aktif atau toksik bila nilai LC 50 < 1000 g/ml untuk ektrak
dan < 30 g/ml untuk suatu senyawa (Juniarti dkk., 2009).
Menurut Meyer dkk. (1982), senyawa uji dikatakan toksik jika harga LC 50
lebih kecil dari 1000 g/mL. Penentuan potensi bioaktif dilakukan dengan
membandingkan nilai LC50 masing-masing ekstrak dengan ketentuan

LC50

< 30

ppm ekstrak berpotensi sebagai antikanker (sitotoksik), LC50 : 30-200 ppm ekstrak
berpotensi sebagai antimikroba, LC50 : 200-1000 ppm ekstrak berpotensi sebagai
pestisida.
Menurut Akbar (2010), mencit (Mus musculus L.) termasuk mamalia
pengerat (rodensia) yang cepat berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah
banyak, variasi genetiknya cukup besar serta sifat anatomisnya dan fisiologisnya
terkarakteristik dengan baik. Mencit yang sering digunakan dalam penelitian di
laboratorium merupakan hasil perkawinan tikus putih inbreed maupun
outbreed. Berdasarkan hasil perkawinan sampai generasi 20 akan dihasilkan
strain-strain murni dari mencit. Klasifikasinya adalah sebagai berikut :
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Sub phylum
: Vertebrata
Class
: Mammalia
Ordo
: Rodentia
Sub ordo
: Myoimorphia
Family
: Muridae
Genus
: Mus
Species
: Mus musculus
Mencit (Mus musculus L.) memiliki ciri-ciri berupa bentuk tubuh kecil,
berwarna putih serta memiliki siklus estrus teratur yaitu 4-5 hari. Kondisi ruang
untuk pemeliharaan mencit (Mus musculus L.) harus senantiasa bersih, kering,
dan jauh dari kebisingan. Suhu ruang pemeliharaan juga harus dijaga kisarannya
antara 18-19C serta kelembaban udara antara 30-70% (Akbar, 2010).
Mencit betina dewasa dengan umur 35-60 hari memiliki berat badan 18-35
gram. Lama hidupnya 1-2 tahun atau dapat mencapai 3 tahun. Masa reproduksi
mencit betina berlangsung 1,5 tahun. Mencit betina ataupun jantan dapat
dikawinkan pada umur 8 minggu. Lama kebuntingan 19-20 hari dengan jumlah

anak mencit rata-rata 6-15 ekor dengan berat lahir antara 0,5-1,5 gram (Akbar,
2010).
Mencit sering digunakan dalam penelitian dengan pertimbangan hewan
tersebut memiliki beberapa keuntungan yaitu siklus hidupnya relatif pendek, daur
estrusnya teratur dan dapat dideteksi, periode kebuntingannya relatif singkat,
variasi sifat-sifatnya tinggi, mudah dipelihara di laboratorium, dan mempunyai
anak yang banyak serta terdapat keselarasan pertumbuhan dengan kondisi
manusia (Akbar, 2010). Mencit secara khusus juga dipilih sebagai hewan uji
dalam pengujian toksisitas akut karena ukurannya kecil sehingga mudah
dilakukan handling, pemberian materi mudah dilakukan dengan berbagai rute, dan
menunjukkan waktu paruh metabolisme berbagai bahan aktif yang tidak terlalu
lama untuk dapat diamati. Keuntungan lainnya adalah sebagai sesama mamalia,
fisiologi mencit diperkirakan sesuai atau identik dengan manusia (Kusumawati,
2004).
Pengelolaan hewan percobaan secara keseluruhan dapat dilakukan melalui
cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya yang juga perlu
diketahui. Cara memegang hewan dari masing-masing jenis hewan berbeda-beda
yang ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik (besar atau kecil), serta tujuannya.
Kesalahan dalam cara memegangnya akan dapat menyebabkan kecelakaan atau
hips ataupun rasa sakit bagi hewan dan juga kesulitan bagi orang yang
memegangnya (Sulaksono, 1992).
Pemberian obat oral
Kerugian
Kelebihan
Methanol adalah cairan tidak berwarna. Alkohol primer ini biasanya
digunakan sebagai pelarut industri dan pembersih (Parthasarathy dkk., 2006).
Aspartame merupakan senyawa yang digunakan sebagai pemanis buatan yang
dapat membentuk methanol ketika kelompok metil dari aspartame bereaksi
dengan enzim chymotrypsin dalam usus halus. Menelan methanol dengan sengaja
ataupun tidak dapat menyebabkan metabolisme asidosis yang parah dan gangguan
klinis seperti kebutaan (methanol tersekresi melalui kelenjar air mata), gangguan

syaraf serius, dan kematian. Methanol menjadi semakin diakui sebagai zat yang
merusak sel-sel hati dimana ia teroksidasi menjadi formaldehida dan kemudian
menjadi format. Proses ini disertasi dengan elevasi tingkat NADH dan
pembentukan anion superoksida, yang mungkin terlibat dalam peroksidasi lemak
(Parthasarathy dkk., 2006).
Menurut Ridwan (2013), pembedahan hewan uji merupakan salah satu
rangkaian dari penelitian in vivo yang menggunakan hewan seperti tikus, mencit,
kelinci maupun jenis hewan lain. Pada pelaksanaanya, perlu persiapan agar
pekerjaan lebih lancar dan perlakuan yang dilakukan tidak mempengaruhi hasil
penelitian. Peralatan yang digunakan jangan sampai terkontaminasi selain bahan
uji. Peralatan bedah yang perlu disiapkan sebelum pembedahan antara lain:
1. Gunting bedah dapat berbentuk lurus panjang, lurus pendek, dan bengkok.
2. Pinset, yang digunakan untuk memudahkan membedah dan memegang mencit.
3. Papan bedah, merupakan tempat fiksasi mencit yang akan dibedah.
4. Pins, berguna untuk memfiksasi mencit yang akan dibedah.
5. Perlatan pendukung seperti kamera, logbook, jas lab, glove, dan masker
Teknik yang perlu diperhatikan dalam pembedahan adalah mencit harus
dalam keadaan mati. Mencit selanjutnya diposisikan pada papan bedah dengan
menggunakan pins. Pembedahan dimulai dari bagian perut ataupun uterus
menggunakan gunting bengkok. Organ dalam diamati. Agar lebih akurat, organ
juga dapat dikeluarkan dan dipisahkan (Ridwan, 2013).
Hewan uji yang digunakan yaitu mencit yang berbadan sehat. Perlakuan
yang pada umumnya dilakukan sebelum pemberian materi uji adalah hewan
dipuasakan selama 3-4 jam dengan tujuan menyeragamkan bobot mencit. Mencit
harus dibedah agar dapat dilihat kondisi organ dalamnya (Rasyid dkk., 2012).
Hasil yang diperoleh dari percobaan LC50 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Jumlah Mencit yang Mati
Konsentrasi Methanol Pengamatan 1 jam Pengamatan 24 jam Jumlah
100%
9
1
10
80%
5
4
9
60%
2
4
6
40%
2
3
5
20%
3
0
3

10%
5%

0
0

0
4

0
4

Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa pemberian methanol


dengan konsentrasi 100%, 80%, 60%, dan 40% terjadi kematian baik pada
pengamatan 1 jam maupun pada pengamatan 24 jam dengan jumlah kematian
mencit secara berturut-turut (dari konsentrasi 100%, 80%, 60%, dan 40%) adalah
10, 9, 6, dan 5 ekor. Pada pemberian methanol dengan konsentrasi 20%
ditemukan adanya kematian 3 ekor mencit pasca pengamatan 1 jam dan tidak lagi
terjadi kematian mencit pada pengamatan 24 jam sehingga jumlah total mencit
yang mati adalah 3 ekor. Pada pemberian methanol dengan konsentrasi 10% tidak
terjadi kematian pada mencit baik pada pengamatan 1 jam dan 24 jam, sedangkan
pada pemberian methanol dengan konsentrasi 5% tidak diperoleh kematian mencit
pada pengamatan 1 jam tetapi pada pengamatan 24 jam terjadi kematian mencit
sebanyak 4 ekor sehingga jumlah total mencit yang mati adalah 4 ekor.
Hasil tersebut SESUAI/TIDAK SESUAI DENGAN TEORI
Data mortalitas tersebut selanjutnya dianalisis dengan menggunakan
software SPSS PASW Statistics 18 melalui input tiga jenis variabel berupa data
konsentrasi sebagai covariates, jumlah mencit yang mati sebagai response
frequency dan jumlah mencit sebagai total observed, serta dilakukan analisis
statistik berupa regresi probit menggunakan transformasi log base 10 sehingga
diperoleh output berupa tabel confidence limit yang dapat digunakan untuk
menentukan nilai LC50. Berdasarkan tabel tersebut, dapat diamati bahwa
kemungkinan kematian 50% hewan coba terjadi melalui ..
Berdasarkan hasil pembedahan, diketahui bahwa pada mencit yang dicekok
dengan methanol konsentrasi 100% mengalami pembengkakan pada bagian hati
dengan perubahan warna menjadi hitam, pembengkakan lambung, serta bagian
usus mengalami lisis dan perubahan warna menjadi hitam. Perubahan yang terjadi
dapat diamati pada Gambar 1.
Gambar 1. Perbedaan Kondisi Organ Hati, Lambung, dan Usus Antara Mencit
yang Tidak Diberi Perlakuan (Kiri) dan Mencit yang Diberi Perlakuan
(Kanan) (Sumber : dokumen pribadi, 2015)

IV.

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
Akbar, B. 2010. Tumbuhan dengan Kandungan Senyawa Aktif yang Berpotensi
sebagai Bahan Antifertilitas. Adabia Press, Jakarta.
Ariens, E. J. 1986. Toksikologi Umum Pengantar. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Bhhatarai, B. dan Gramatica. 2011. Oral LD50 Toxicity Modeling and Prediction
of Per- and Polyfluorinated Chemicals on Rat and Mouse. Mol Divers 15(1):
467-476.
Harmita. 2009. Analisis Uji Hayati Toksisitas secara Mikrobiologi. Bahan Kuliah
Toksikologi, IPB.
Ibrahim, M., Anwar, A., dan Ihsani, N. Y. 2012. Uji Lethal Dose 50% (LD-50)
Poliherbal (Curcuma Xanthorriza, Kleinhovia Hospita, Nigella Sativa,
Arcangelisia Flava dan Ophiocephalus Striatus) Pada Heparmin Terhadap
Mencit (Mus Musculus). Research and Development Pt Royal Medicalink
Pharmalab, Bogor.
Juniarti, Osmeli, D., dan Yuhernita. 2009. Kandungan Senyawa Kimia, Uji
Toksisitas (Brine Shrimp Lethality Test) dan Antioksidan (1,1-diphenyl-2pikrilhydrazyl) dari Ekstrak Daun Saga. Makara Sains, 13(1): 50-54.
Kusumawati, D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Manggung, R. E. R. 2008. Pengujian Toksisitas Akut Lethal Dose (LD 50) Ekstrak
Etanol Buah Belimbing (Averrhoa bilimbi L.) pada Mencit (Mus musculus
albinus). Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Bogor.
Meyer, B. N., Ferrigni, N. R., Putman, J. E., Jacsben, L. B., Nicols, D. E., dan
McLaughlin, J. L. 1982. Brine Shrimp : a Convinient General Bioassay for
Active Plant Constituent. Plant Medica, New York.
Parthasarathy, N. J., Kumar, R. S., Manikandan, S., dan Devi, R. S. 2006.
Methanol-induced Oxidative Stress in Rat Lymphoid Organs. J Occup
Health 48(1): 20-27.
Rasyid, M., Usmar, dan Subehan. 2012. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Atanol
Lempuyang Wangi (Zingiber aromaticum Val.) pada Mencit. Majalah
Farmasi dan Farmakologi 16(1):13-20.
Ridwan, E. 2013. Etika Pemanfaatan Hewan Perobaan dalam Penelitian
Kesehatan. Jurnal Indon Med Assoc 63(3):112-116.

Sulaksono, M. E. 1992. Faktor Keturunan dan Lingkungan Menentukan


Karakteristik Hewan Percobaan dan Hasil Suatu Percobaan. Biomedis,
Jakarta.

LAMPIRAN

Gambar 2. Mencit (Mus musculus) yang digunakan sebagai kontrol (Sumber :


dokumen pribadi, 2015)

Gambar 3. Sebelum pembedahan, setelah di beri perlakuan methanol 0,5 ml


denagn konsentrasi 100 % (Sumber : dokumen pribadi, 2015)

Gambar 4. Mencit (Mus musculus) yang sudah diberi perlakuan methanol 0,5 ml
dengan konsentrasi 100 % (Sumber : dokumen pribadi, 2015)

Anda mungkin juga menyukai