Anda di halaman 1dari 11

Kaltim Prima Coal: Corporate Social

Responsibility Case
1. Latar Belakang
Perusahaan berhubungan dengan sekitarnya dalam menjalankan bisnis. Disadari ataupun tidak
oleh perusahaan, sebenarnya perusahaan memiliki tanggung jawab kepada pihak-pihak yang
berhubungan langsung ataupun tak langsung dengan bisnis yang dijalankan perusahaan atau
kegiatan operasinya. Untuk dapat menunjukkan tanggung jawab perusahaan pada stakeholders
terkait, perusahaan biasanya melaksanakan corporate social responsibility (CSR) yang merujuk
pada kegiatan terpadu dan berkelanjutan. Di Indonesia, perusahaan saat ini sudah banyak yang
menerapkan corporate social responsibility sebagai bagian dari perwujudan tanggung jawab
mereka pada stakeholders lainnya. Konsep CSR menurut World Bank (Fox, Ward, and Howard
2002:1) merupakan komitmen sektor swasta untuk mendukung terciptanya pembangunan yang
berkelanjutan (sustainable development). Pembahasan analisis kasus pada makalah ini akan
difokuskan pada perusahaan pertambangan saja. Dalam kurun waktu enam tahun (sampai 2009)
di keseluruhan kabupaten di Kalimantan telah terbit 2.047 kuasa pertambangan dan diperkirakan
mengokupasi lahan seluas 4,09 juta hektar. Tentunya angka itu akan semakin besar jika ditambah
dengan pertambangan ilegal. Begitu pula dengan perusahaan Kaltim Prima Coal (KPC) yang
bergerak di bidang pertambangan batu bara di beberapa daerah seperti Pinang, Melawan, dan
Prima di Kalimantan Timur. Dengan operasi yang bisa menjual 35.772.323 ton batu bara hanya
pada tahun 2008 saja, perusahaan ini merasa memiliki tanggung jawab pada stakeholders
lainnya. Permasalahan timbul saat masyarakat dan pemerintah kabupaten merasa belum
merasakan hasil dari program CSR yang dilakukan oleh KPC. Selama sekian puluh tahun
beroperasi di bawah pemerintahan kabupaten terkait, PT Bumi Resources membeli KPC pada
tahun 2003. Untuk mendapatkan kepercayaan pemerintah daerah yang menjadi investor pada
saat itu, PT Bumi Resources memberikan beberapa janji untuk tetap ikut membangun daerah
Kutai Timur. Janji yang dilontarkan pada tahun 2003 tersebut ada beberapa, misalnya
pembangunan rumah sakit, membangun kampus Stiper, dan jalan Soekarno-Hatta dua jalur
yangsemuanya sampai sekarang belum terealisasi. BR juga berjanji mengucurkan CSR sekira Rp
50 miliar per tahun. Namun, menurut pihak masyarakat dan pemerintah daerah setempat
pengelolaannya dinilai tidak transparan dan ditangani sendiri oleh KPC. Forum Multi
Stakeholder Coorporate Social Responsibility (Forum MSH- CSR) mengatakan bahwa dana
yang mereka kelola belum maksimal dan masih di bawah dana yang dijanjikan. Misalnya saja
CSR tahun 2009 untuk Kecamatan Bengalon. Data itu adalah data yang dirilis oleh Forum Multi
Stakeholder (MSH) CSR. Dari dana CSR sekira Rp 1,1 miliar, yang sampai ke rakyat hanya
sekira Rp 400 juta. Dana sekira Rp 690 juta diberikan ke instansi vertikal. Namun, di sisi lain,
pihak KPC menyanggah hal tersebut dengan berdalih bahwa dana yang dikucurkan harus melalui

prosedur yang sesuai dengan kelengkapan dokumen dan progress report pada tiap-tiap proyek.
Akhirnya, masyarakat menuntut adanya transparansi dan pertemuan rutin antara pihak KPC
dengan Forum MSH-CSR agar permasalahannya bisa didiskusikan bersama untuk dicari
solusinya. Selain itu, masyarakat meminta agar dana CSR tersebut tidak semuanya dikelola oleh
KPC tetapi juga bekerja sama dengan Forum MSH-CSR dalam pengalokasiaannya. Tuntutan
masyarakat ini bahkan disertai dengan ancaman bahwa operasi KPC mungkin akan terhambat
keamanan dan ketertibannya jika tuntutan tersebut tidak dipenuhi. Pihak pemerintah daerah pun
juga setuju dengan tuntutan akan transparansi dan pendelegasian pengelolaan dana CSR tersebut.
Jika tuntutan tersebut tidak dipenuhi, pihak pemerintah daerah akan meninjau ulang izin
pertambangan di daerah tersebut.
2. Analisis Masalah
Undang-Undang Perseroan Terbatas No 40 Tahun 2007 Pasal 66 Ayat 2 menunjukkan tentang
kewajiban tiap perusahaan perseroan terbatas untuk membuat laporan tahunan yang salah satu
poinnya merujuk pada laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Pada
beberapa laporan corporate social responsibility tahunan yang dinamakan Laporan Pembangunan
Berkelanjutan Tak Hanya Menambang milik KPC telah disebutkan perkembangan apa saja
yang telah mereka lakukan. Apalagi dengan berbagai penghargaan yang telah mereka terima,
seperti Millennium Development Goals (MDGs) Award dari Metro TV dan perwakilan PBB
dalam bidang pemberantasan HIV/Aids pada 2008. Namun, pada kenyataannya, pada tahun 2010
awal ini masyarakat mulai kritis dan mempertanyakan langkah-langkah CSR lainnya dari KPC.
Dalam menganalisis masalah CSR KPC ini, ada beberapa model implementasi CSR yang bisa
diaplikasikan. Pada dasarnya, perusahaan harus menyadari bahwa perusahaan memiliki beberapa
aspek yang harus dipenuhi, bukan hanya aspek etika.
Gambar 1. The Four-Step Pyramid of Corporate Social Responsibility
Empat langkah piramida di atas menunjukkan must do atau apa yang harus dilakukan oleh
perusahaan pada bagian pling bawah lalu merujuk pada shpuld do pada bagian PhilanthropicBe a
good corporate citizenEthicalBe ethicalLegalObey the lawEconomicBe Profitableatasnya dan
yang terakhir adalah nice to do pada bagian paling atas. Hal ini pula yang seharusnya dilakukan
oleh KPC. Jika dianalisis satu per satu, pada aspek economic maka KPC sudah memenuhi hal ini
dengan memperoleh pendapatan sebesar USD 1.741,93 juta. Hal ini merupakan pendapatan yang
cukup besar dengan pangsa pasar ekspor yang berada di beberapa negara di belahan dunia.
Walaupun begitu, aspek legal yang berada pada dimensi di atas economic sudah dibuat
kontraknya. Namun, hal ini pun masih dipertanyakan implementasinya sejak pembuatan kontrak
ataupun pengucapan janji pembangunan pada 2003 sampai pada 2010 ini walaupun pada laporan
terkait pada tahun 2008 sudah disebutkan community expenditure commitment sebesar USD
5.000.000 dan iaya lingkungan sebesar USD 18.771,896. Pada dimensi ethical sebenarnya KPC
sudah mulai memberikan berbagai bantuan dengan kegiatan yang berfokus pada tujuh

pembangunan berkelnjutan, yakni pengembangan agribisnis, peningkatan kesehatan dan sanitasi,


pendidikan dan pelatihan, peningkatan infrastruktur masyarakat, pengembangan koperasi, usaha
kecil dan menengah (KUKM), pelestarian alam dan budaya, penguatan kapasitas lembaga
masyarakat dan pemerintah, dan pemberdayaan masyarakat. Namun, pelaksanaan yang kurang
terkoordinasi dari tahun ke tahun membuat pelaksanaannya cukup baik pada tahun-tahun awal
sampai ke 2008 akan tetapi agak terganggu pelaksanaannya pada tahun 2009 dan 2010 sehingga
muncul masalah dengan Forum MSH-CSR.Aspek terakhir yang perlu diperhatikan adalah
philanthropic yang sebenarnya nice to do meskipun bukanlah sesuatu yang wajib untuk
dilakukan. Menjadi sebuah corporate citizen yang menguntungkan masyarakat sekitar dan
memenuhi berbagai aspek lainnya untuk dapat hidup berdampingan antara produsen ataupun
pengusaha dan masyarakat sekitar serta stakeholders lainnya.
Gambar 3. Three Concepts of Social Responsibility Profit
Mix of Promotion Tools Model yang bisa digunakan untuk menganalisis bagaimana sebuah
perusahaan dapat melakukan perencanaan dan melaksanakan CSR pada pihak-pihak terkait dapat
dilihat pada bagan di atas. KPC sudah memenuhi beberapa aspek yang disebutkan, misalnya
untuk aspek ecological environment dengan menutup tambang yang sudah tidak dipergunakan
dan melakukan kegiatan dengan pemberdayaan pertanian dan perikanan. Namun, masih tersapat
permasalahan dengan public interest group di mana di dalamnya juga termasuk masyarakat
sekitar dan pemerintah daerah. Dalam hal ini, beberapa hal yang menyebabkan transfer informasi
kurang maksimal adalah penerapan dari prinsip good corporate governance seperti fairness,
transparency, accountability, dan responsibility yang pada saat ini telah mendorong CSR semakin
menjadi sesuatu hal yang krusial. Berdasarkan permasalahan tersebut, komunikasi menjadi
sesuatu yang penting antara perusahaan dengan pihak terkait. Gambar 4. Integrated Marketing
Communications Perusahaan KPC dalam hal ini sudah tentu memiliki preferensi tersendiri
mengenai sejauh mana program CSR akan dikembangkan dan fokus apa saja yang harus
diberikan. Namun, tanpa adanya penjualan ide CSR tersebut pada pemerintah, masyarakat
sekitar, dan publik umum lainnya maka hal ini hanya akan menjadi AdvertisingSales
PromotionDirect MarketingPublic RelationsPersonal Sellingsesuatu yang tidak memenuhi
ekspektasi stakeholders. Untuk itulah peran dari komunikasi antara perusahaan untuk menjual
ide CSR dan pelaksanaannya menjadi sangat penting. Peran serta masyarakat dan Forum MSHCSR sejak perencanaan CSR dan masukan kritik maupun saran dari mereka perlu diperhatikan.
Public relations dalam hal ini yang berhubungan dengan media juga harus dipupuk untuk jangka
panjang. Selain itu, perencanaan program pelaksanaan CSR juga harus menjadi salah satu
kegiatan ataupun program yang berkesinambungan dengan melibatkan semua pihak pada setiap
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasinya.
3. Kesimpulan dan Saran

Dari analisis dan permasalahan yang telah disampaikan di atas, maka ada beberapa kesimpulan
yang bisa ditarik:
a. KPC memiliki proporsi untuk pemerian dana CSR pada masyarakat dan pemerintah daerah di
sekitar tempat produksinya,
b. Strategi penyaluran CSR yang dilakukan KPC masih disusun dari satu pihak, yakni dari pihak
KPC sendiri sehingga ada beberapa ketidaksesuaian antara apa yang dibutuhkan pemda dan
masyarakat dengan kegiatan yang dilakukan dari realisasi anggaran,
c. Masyarakat dan Pemda merasa tidak puas dengan tidak terpenuhinya janji-janji yang
dilontarkan stockholders KPC pada saat dahulu ingin menjalankan bisnis produksi di KPC, dan
d. KPC seringkali menggembar-gemborkan komunikasi dan publikasi di media luar sehingga
akhirnya mendapatkan banyak penghargaan, akan tetapi kurang meningkatkan keeratan
hubungan dan frekuensi komunikasi dengan pihak yang bersentuhan langsung dengan mereka,
yaitu masyarakat sekitar dan pemda bersangkutan.
Dari analisis dan kesimpulan yang bisa didapatkan, ada beberapa saran yang bisa disampaikan
yaitu:
a. Perumusan strategi pengalokasian dana CSR yang harus mengikutsertakan masyarakat dan
pemerintah daerah setempat,
b. Proses penjelasan bagaimana sistem penyaluran dana CSR dilakukan pada forum bersama dan
forum yang akhirnya dilaksanakan secara berkala untuk monitoring pelaksanaan kegiatan yang
dicanangkan pada perumusan jangka pendek maupun jangka panjang alokasi dana CSR, dan
c. Proses evaluasi dan pertanggungjawaban yang tidak hanya dilakukan melalui media luar dan
berbentuk laporan semata, tetapi juga berbentuk forum yang mengundang masyarakat dan
pemerintah daerah untuk ikut mengevaluasi dan memberikan masukan terhadap kinerja
penggunaan dana CSR selama tahun berjalan.
Daftar Pustaka
Kotler, Philip dan Keller, Kevin Lane. 13th ed. 2009. Marketing Management. Pearson
International Edition.
Assoc. Prof Leong Choon Chiang. Bab Marketing Communications dan Marketing Ethics and
Social Responsibility. Slide pada kuliah di Nanyang Business School, Division of Marketing dan
IB.

Laporan Tahunan corporate social responsibility KPC Tak Hanya Menambang tahun 2007 dan
2008.
http://www.csrbusinessindonesia.com/2010_07_01_archive.html
http://www.tribunkaltim.co.id/mobile/read/artikel/62355/penyerapan-csr-kpc-baru-60-persen
http://www.kaltimpost.co.id/?mib=berita.detail&id=50629
http://www.kaltimpost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=60833
http://republika.co.id:8080/koran/124/102988/MODEL_PENGELOLAAN_CSR_DAN_LINGK
UNGAN_PADA_PERUSAHAAN_TAMBANG
http://www.csrindonesia.com/data/newsletter/20100209132018.pdf
http://www.spa-feui.com/2010/07/kasus-kpc-tax-avoidance/

Gayus oh Gayus..Gaungnya belakangan ini luar biasa hebohnya. dari pejabat sampai ibu-ibu
rumah tanggapun tak asing lagi mendengar namanyasiapakah sebenarnya dia da apa yang
telah diperbuatnya??? Terkait dengan Editorial kini nama Gayus dihubungkan dengan kasus
KPC..nah,,apa hubungannya??sebelumnya kita lihat dulu makhluk yang bernama KPC.
KPC alias PT Kaltim Prima Coal adalah salah satu perusahaan tambang batu bara milik Grup
Bakrie selain PT. Bumi Resources Tbk dan Arutmin yang diduga terkait tindak pidana pajak
tahun 2007. Dimana KPC diduga (setelah penyelidikan) oleh ditjen Pajak memiliki kurang bayar
sebesar Rp 1,5 triliun.
Sebelum pembahasan ini dilanjutkan, kita harus tahu apa yang dimaksud dengan Kurang
Bayar. Kurang bayar adalah salah satu jenis dari SKP. Surat Ketetapan Pajak (SKP) yaitu
Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhaap WP tertentu berdasarkan hasil pemeriksaan tidak
memenuhi kewajiban formal dan atau kewajiban materiil alam memenuhi ketentuan perpajakan
(Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007). SKP kurang bayar (Pasal 13) menunjukkan bahwa
pajak yang harus dibayarkan karena jumlah pajak yang dibayarkan sebelumnya kurang dari yang
seharusnya. Kurang Bayar pajak tersebut harus dibayarkan sesegera mungkin bersama sanksi
denda 2%.
Kasus KPC berawal dari Surat Pemberitahuan (SPT) KPC tahun pajak 2007 yang disetor ke
Kantor Pajak Wajib Pajak Besar, Gambir, pada Maret 2008. Pada SPT itu, KPC mengklaim telah
lebih bayar pajak sebesar Rp 30 miliar. Artinya, KPC meminta negara mengganti kelebihan
pembayaran tersebut. KPC diperiksa karena jumlahnya kewajiban pajaknya yang besar.
Selanjutnya kantor pajak meminta KPC untuk memperbaiki SPTnya. namun, himbauan dari

kantor pusat itu tak digubris. Pemeriksaan pun dilanjutkan dan menemukan adanya indikasi
tindak pidana pajak berupa rekayasa penjualan yang dilakukan oleh KPC pada 2007. Penjualan
yang seharusnya bisa dilakukan langsung oleh KPC dengan pembeli di luar negeri, dibelokkan
terlebih dahulu ke PT Indocoal Resource Limited, anak usaha PT Bumi Resources Tbk., di
Kepulauan Cayman. Penjualan batu bara kepada perusahaan terafiliasi itu hanya dihargai separuh
dari harga yang biasa dilakukan jika KPC menjual langsung kepada pembeli. Berikutnya,
penjualan ke pembeli lainnya pun dilakukan oleh Indocoal dengan memakai harga jual KPC
biasanya. Akibatnya omset penjualan batu bara KPC jauh lebih rendah dari perhitungan
penyidik
jika
itu
dijual
langsung,
selisihnya
bisa
sampai
triliunan.
Hmm,,dari keterangan diatas sangat jelas kita lihat bahwa KPC melakukan Tax Avoidance. Tax
Avoidance merupakan suatu skema transaksi yang ditujukan untuk meminimalkan beban pajak
dengan memanfaatkan kelemahan-kelemahan (loophole) ketentuan perpajakan suatu negara.
KPC meminimalkan beban pajak dengan cara Menjual dengan lebih murah karena memiliki
hubungan
istimewa
dengan
perusahaan
lain.
Apa tanggapan KPC selanjutnya? Ternyata KPC melayangkan gugatan ke Pengadilan Pajak atas
terbitnya surat perintah tersebut. Intinya, KPC menilai penyidik pajak tak menjalankan prosedur
pemeriksaan
sesuai
ketentuan.
Namun hal itu tidak menghentikan perjuangan dari pihak pajak untuk menghentikan
pemeriksaan
bahan
statusnya
berubah
menjadi
penyidikan
Dan itulah yang terjadi, penyidikan kasus dugaan pidana pajak KPC digelar. Penyidikan itu pula
yang kemudian dipersoalkan KPC lewat permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan setelah menerima putusan Pengadilan Pajak tertanggal 8 Desember 2009 yang
membatalkan Surat Perintah Pemeriksaan Buper kasus KPC. Pada permohonan praperadilan
tersebut, KPC dengan tegas meminta majelis hakim praperadilan membatalkan penyidikan yang
dilakukan oleh aparat pajak, bahkan KPC sempat melaporkannya ke MA. Akhirnya KPC
memenangkan
kasus
sengkta
pajak
tersebut.
Kembali ke permasalahan awal, apakah peranan Gayus pada kasus ini? Pada saat ini
berlangsung, Gayus yang adalah seorang fiskus diduga telah menerima suap untuk menghentikan
proses penyidikan ini atau dengan kata lain memenangkan kasus ini. Hal inilah yang akan terus
diperiksa oleh Ditjen Pajak. Kepada penyidik, Gayus mengatakan membantu membereskan tiga
kasus pajak perusahaan Grup Bakrie sepanjang 2008. Selain kasus tertahannya surat ketetapan
pajak PT Kaltim Prima Coal, Gayus membantu proses banding PT Bumi Resources di
pengadilan pajak serta membuatkan surat pemberitahuan pajak pembetulan untuk pengurusan
sunset
policy
PT
Kaltim
Prima
Coal
dan
PT
Arutmin
Indonesia.
Berkat sokongan Gayus dan kelompoknya, ketiga perusahaan Bakrie itu terhindar dari keharusan
menyetor pajak plus denda dengan jumlah lebih banyak ke kas negara. Menurut Gayus, tiga
perusahaan itu memilih jalur belakang, membayar sogokan melalui mafia pajak setidaknya US$
7 juta atau sekitar Rp 65 miliar. Pengakuan Gayus ini membukakan mata kita ternyata kasus
KPC bukan hanya tentang Avoidance tapi juga karena adanya mafia pajak di dalam tubuh
perpajakan Indonesia
(Sumber
-Dina Serai simatupang-

- See more at: http://www.spa-feui.com/2010/07/kasus-kpc-taxavoidance/#sthash.LLsiucfM.dpuf

www.tempointeraktif.com)

PENDAHULUAN
KASUS PENGGELAPAN PAJAK OLEH PERUSAHAAN DI INDONESIA
Pengertian Pajak secara umum dapat diartikan sebagai iuran atau pungutan yang dilakukan
oleh pemerintah dari masyarakat berdasarkan Undang-Undang dan hasilnya digunakan demi
pembiayaan pengeluaran umum pemerintah dengan tanpa balas jasa yang ditunjuk secara
langsung.
Beberapa kasus pajak di Indonesia saat ini sudah meresahkan banyak pihak, Pajak yang
seharusnya menjadi alat pembiayaan dan pengaturan negara sudah di komoditikan berbagai
kepentingan.
Pemerintah dianggap kurang tegas dan memberikan banyak peluang dalam menghadapi
kasus pajak, Terlalu banyak terjadi pelanggaran atau kolusi di berbagai lini. Memang ada yang
ketahuan dan mendapat sanksi, namun jika dibandingkan dengan yang tidak ketahuan,
jumlahnya lebih banyak yang tidak ketahuan.
Grup Bakrie merupakan kumpulan perusahaan yang dimiliki oleh Aburizal Bakrie (Ical),
ada banyak perusahaan yang dimilikinya, antara lain PT Bumi Resources Tbk PT Kaltim Prima
Coal PT Arutmin Indonesia (KPC). Seharusnya sudah menjadi kewajiban bagi mereka untuk
membayar pajak.
Namun pada kenyataannya masih banyak kasus dimana mereka merugikan masyarakat.
Kasus ini menjadi menarik karena disatu sisi kegiatan mafia pajak mereka dimaksudkan untuk
kepentingan pribadi yang sebesar- besarnya. Hal ini bertentangan dengan UUD 1945 pasal 39
Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan, disisi lain tindakan Grup Bakrie ini justru belum
atau bahkan tidak menunjukkan kinerja yang baik
PEMBAHASAN
Jenderal (Ditjen) Pajak. ICW menemukan selisih pajak lebih rendah US$ 1,060 miliar
dalam laporan keuangan salah satu perusahaan Grup Bakrie tersebut. Beberapa perusahan Grup
Bakrie melakukan tindakan pegurangan dalam membayar pajak. Kasus ini berawal ketika
Direktorat Jenderal Pajak menemukan kekurangan bayar pajak tiga perusahaan Grup Bakrie pada
2007 senilai Rp 2,1 triliun. Jumlah ini merupakan rekor kasus pajak di Indonesia. Kasus pajak
terbesar sebelumnya berasal dari penyimpangan pajak Asian Agri Group senilai Rp 1,3 triliun.
Berikut Kronologis Perseteruan Bakrie-Pajak:

2007
Keuntungan kotor PT Bumi Resources Tbk
induk usaha PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia
naik 42 persen menjadi US$ 754 juta (Rp 6,8 triliun) dari US$ 529 juta (Rp 4,8 triliun) pada
2006.
Pertengahan 2008
Direktorat Jenderal Pajak memeriksa kasus dugaan manipulasi pajak tiga perusahaan Grup
Bakrie itu untuk tahun buku 2007.
4 Maret 2009
Kantor Pajak menemukan dugaan kekurangan pembayaran pajak pada 2007 oleh ketiga
perusahaan batu bara Grup Bakrie itu sekitar Rp 2,1 triliun. Perinciannya: KPC kurang Rp 1,5
triliun, Bumi Resources kurang Rp 376 miliar, Arutmin kurang Rp 300 miliar.
20 Maret 2009
KPC menggugat Ditjen Pajak ke Pengadilan Pajak untuk membatalkan surat perintah bukti
permulaan penyidikan tanggal 4 Maret 2009.
29 Juni 2009
Kasus PT Bumi Resources ditingkatkan ke penyidikan.
8 Desember 2009
Pengadilan Pajak membatalkan surat tanggal 4 Maret 2009. Namun Ditjen Pajak tetap
melanjutkan penyidikan.
29 Januari 2010
Ditjen Pajak mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung atas putusan
pengadilan pajak tanggal 8 Desember 2009.
4 Februari 2010

KPC menggugat Ditjen Pajak ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena tidak menaati
putusan pengadilan pajak pada 8 Desember 2009.

9 Februari 2010
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengalahkan KPC.
24 Mei 2010
MA menolak PK Ditjen Pajak mengenai keberatan atas putusan pengadilan pajak tanggal 8
Desember 2009 yang membatalkan surat dimulainya penyidikan KPC.
3 November 2010
Gugatan Bumi Resources terhadap Ditjen Pajak dikalahkan Pengadilan Pajak. Kasus pajak tiga
perusahaan Grup Bakrie menjadi heboh, terutama karena ada pengakuan Gayus, tersangka kasus
dugaan penggelapan pajak, memberikan keterangan di persidangan Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan, 28 September lalu. Gayus mengaku menerima dana US$ 3 juta dari Grup Bakrie untuk
mengurusi perkara pajak tiga perusahaan kelompok usaha itu. Masing-masing untuk mengurus
surat banding ketetapan pajak untuk PT Bumi Resources Tbk, surat ketetapan pajak untuk PT
Kaltim Prima Coal dan
sunset policy
atau pemutihan pajak PT Arutmin. Gayus memerinci, untuk Kaltim Prima dia dibayar US$ 500
ribu; Bumi US$ 500 ribu; dan Arutmin US$ 2 juta. Menurut Gayus mengaku pekerjaan itu
diterima dari Alief Kuncoro melalui adiknya yang bernama Imam Cahyo Maliki. Dua nama
terakhir menurut Gayus masing-masing mendapat bayaran US$ 500 ribu. Gayus juga menyebut
meminta bantuan atasannya Maruli Pandopotan Manurung, dengan imbalan US$ 1,5 juta.
Pengakuan Gayus menerima bayaran dari Grup Bakrie itu, adalah

pengakuan yang

kesekiankalinya. Pada 3 Juni 2010, Kabareskrim Komjen Ito Sumardi mengatakan, berdasarkan
hasil penyidikan, Gayus mengaku
menerima bayaran dari tiga perusahaan Grup Bakrie. Lalu di persidangan Haposan, 3 Agustus
lalu, Gayus kembali mengakui ada pembayaran dari perusahaan-perusahaan Grup Bakrie.

PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam penerimaan negara yang bersumber dari pajak terdapat beberapa hambatan yang
menyebabkan proses pemungutan pajak menjadi tidak berjalan lancar dan tidak dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Seperti kasus penyelewengan pajak oleh perusahaan
Bakrie Group. Dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa perusahaan Bakrie Group telah
melakukan tindakan molor pajak, yang menyebabkan kerugian pada masyarakat. Tindakan Grup
Bakrie ini telah melanggar pasal 39 Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan atau
terindikasi tak melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan secara benar.
Kasus ini juga menunjukkan bahwa sistem perpajakan di Indonesia belum berjalan
dengan semestinya. Masih banyak kasus-kasus penyelewengan pajak yang terjadi baik kasus
yang ketahuan atau tidak. Dan

banyak dari kasus-kasus tersebut yang tidak segera

ditindaklanjuti.
SARAN
1.

Sebagai warga negara yang baik kita harus memenuhi kewajiban sebagai wajib pajak dan

2.

mematuhi peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.


Seharusnya pemerintah mengusahakan agar tidak terjadi penyelewengan pajak melalui
peraturan perpajakan yang berlaku, serta menindaklanjuti pelanggaran terkait perpajakan yang
dilakukan oleh wajib pajak dan fiskus.
DAFTAR PUSTAKA
P e r p a j a k a n : K o n s e p , Teo r i , d a n Isu
Jakarta : Kencana. Diperoleh : 14 Mei 2013
Budi

Marsono,

dari

http://marsonos.blogspot.com/2011/11/etika-bisnis-kasus-pajak-

grup- bakrie.html Diperoleh : 14 Mei 2013


E Mei Amelia R, dari :
http://news.detik.com/read/2010/02/15/184247/1300103/10

Diperoleh : 14 Mei 2013 dari :


http://www.neraca.co.id/harian/article/25471/Kasus.Penggelapan.Pajak.Makin.Gelap

Anda mungkin juga menyukai