d) Ranggawuni.
Bergelar Sri Jaya Wisnuwardhana 1248 - 1268. Wisnuwardhana memerintah Singasari
bersama-sama Mahisa Cempaka sebagai Ratu Anggabaya, yaitu pejabat tinggi yang bertugas
menanggulangi bahaya yang mengancam kerajaan, gelarnya Narasinghamurti.
e) Kertanegara.
Bergelar Srimaharajadhiraja Sri Kartanegara (1269 I292), merupakan raja Singasari yang
terbesar. Tahun 1275 dikirimnya ekspedisi Pamalayu.
daerah yang ditaklukkannya antara lain Bali, Pahang, Sunda, Bakulapura (Kalimantan Barat
Daya) dan Gurun (Maluku) serta mengadakan hubungan persahabatan dengan Jaya
Singawarman - Raja Campa. Tahun 1292 di taklukan oleh Jayakatwang dari Kediri.
5. Kerajaan Majapahit
Puncak kejayaan kerajaan Hindu di Indonesia adalah pada masa kerajaan Majapahit.
Kerajaan Majapahit terletak di hutan Tarik dekat delta sungai Berantas, Mojokerto, Jawa
Timur.
Raja-raja yang pernah memerintah di kerajaan Majapahit antara lain :
a. Raden Wijaya (1293-1309)
Kerajaan Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya yaitu seorang keturunan penguasa
Singasari. Ketika Singasari diserang oleh Jayakatwang dari Kediri, Raden Wijaya berhasil
meloloskan diri ke Madura. Beliau minta bantuan Wiraraja. Wiraraja menganjurkan supaya
Raden Wijaya kembali ke Kediri, berpura- pura mengabdi kepada Jayakatwang. Sebagai
imbalan Jayakatwang menghadiahkan daerah hutan Tarik kepada Raden Wijaya. Raden
Wijaya bergabung dengan pasukan Kubilai Khan dari Cina menyerang Jayakatwang. Pasukan
Jayakatwang berhasil dikalahkan. Raden Wijaya mengatur siasat untuk mengusir pasukan
Cina. Diadakan pesta kemenangan secara besar-besaran. Ketika tentara Cina terlena dalam
kemabukan, anak buah Raden Wijaya menyerang mereka. Banyak pasukan Cina terbunuh.
Hanya sebagian kecil yang berhasil melarikan diri kembali ke Cina. Raden Wijaya kemudian
menjadi raja pada tahun 1294, dengan gelar Kertarajasa Jayawardana. Raden Wijaya
memerintah selama 16 tahun.
b. Jayanegara (1309-1328)
Raden Wijaya digantikan oleh puteranya, Kalagemet. Kalagemet adalah putra Raden Wijaya
dan putri Melayu, Dara Petak. Setelah menjadi raja, Kalagemet bergelar Sri Jayanegara. Pada
saat Jayanegara menjadi raja, sering terjadi pemberontakan, antara lain pemberontakan
Ranggalawe, Sora, Nambi, dan Kuti.
Pemberontakan Kuti sangat berbahaya. Akibat pemberontakan itu, Jayanegara melarikan diri
ke Badander. Jayanegara dikawal oleh pasukan Bayangkari yang dipimpin oleh Gajah Mada.
Berkat pengawalan pasukan Bayangkari, raja selamat dari pemberontakan Kuti. Berkat
bantuan Gajah Mada, Jayanegara dapat merebut kembali tahta Majapahit. Atas jasanya, Gajah
Mada diangkat menjadi Patih di Kahuripan. Dua tahun kemudian, Gajah Mada diangkat
menjadi patih di Daha.
c. Tribuwanatunggadewi (1328-1350)
Jayanegara memerintah sampai tahun 1328. Beliau wafat tanpa meninggalkan putra.
Seharusnya, Jayanegara digantikan oleh Rajapatni (Gayatri). Namun, karena Rajapatni hidup
membiara, pemerintahan diserahkan pada putrinya, Sri Gitarja.
Ketika menjadi ratu, Sri Gitarja bergelar Tribuwanatunggadewi Jayawisnuwardhani.
Pada masa itu terjadi pemberontakan Sadeng. Gajah Mada diangkat menjadi pejabat perdana
menteri (maha patih) Majapahit menggantikan Arya Tadah yang sedang sakit. Gajah Mada
ditugasi memimpin penumpasan pemberontakan Sadeng. Gajah Mada berhasil melaksanakan
tugas itu. Beliau diangkat menjadi maha patih. Saat dilantik, Gajah Mada mengucapkan
Sumpah Palapa. Dalam sumpah itu tersirat cita-cita Gajah Mada mempersatukan Nusantara.
Adapun yang dimaksud dengan Nusantara ketika itu adalah Hasta Dwipa Nusantara (delapan
pulau), yaitu Malaka, Sumatra, Jawa, Madura, Kalimantan, Sulawesi, Sunda Kecil (Nusa
Tenggara), Maluku, dan Irian (Gurun).
Untuk mewujudkan cita-cita itu, Gajah Mada membangun armada laut. Karena memiliki
angkatan laut yang kuat, Kerajaan Majapahit dikenal seba-gai kerajaan maritim. Pimpinan
armada laut dipercayakan kepada Empu Nala. Dengan armada yang kuat, Majapahit berhasil
menaklukkan Dompo pada tahun 1340 dan Bali pada tahun 1343.
d. Hayam Wuruk (1334-1389)
Rajapatni (Gayatri) wafat pada tahun 1350. Setelah ibundanya wafat, Ratu
Tribuwanatunggadewi menyerahkan tahta Majapahit kepada putranya, Hayam Wuruk. Ketika
naik tahta Hayam Wuruk baru berusia 16 tahun. Setelah naik tahta Hayam Wuruk bergelar Sri
Rajasanegara. Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit mengalami zaman
keemasan. Hayam Wuruk didampingi oleh Patih Gajah Mada. Hayam Wuruk menjadi raja
Majapahit yang paling besar. Gajah Mada meneruskan citacitanya. Satu per satu kerajaan di
Nusantara dapat ditaklukkan di bawah Majapahit. Wilayah kerajaannya meliputi hampir
seluruh wilayah Nusantara sekarang, ditambah Tumasik (Singapura) dan Semenanjung
Melayu. Pada masa ini, Majapahit menjalin hubungan dengan kerajaan- kerajaan di daerah
daratan Asia Tenggara seperti India, Muangthai, Kamboja, dan Cina. Dengan kemajuan
hubungan itu, perdagangan dan pelayaran kerajaan Majapahit semakin maju. Bandar-bandar
Majapahit, seperti Ujung Galuh, Tuban, Gresik, dan Pasuruan ramai dikunjungi oleh
pedagang-pedagang dari Cina, India, dan Persia.
Selain berkembang menjadi kerajaan maritim yang besar, Majapahit juga menjadi kerajaan
agraris yang maju. Hayam Wuruk membangun waduk dan saluran irigasi untuk mengairi
lahan pertanian. Beberapa jalan dan jembatan penyeberangan juga dibangun untuk
mempermudah lalu lintas antardaerah. Hasil pertanian Majapahit antara lain beras,
rempahrempah, kapas, sutera, dan hasil-hasil perkebunan.
Hayam Wuruk juga memperhatikan kegiatan kebudayaan. Hal ini terbukti dengan banyaknya
candi yang didirikan dan kemajuan dalam bidang sastra. Candi-candi peninggalan Majapahit,
antara lain Candi Sawentar, Candi Sumberjati, Candi Surawana, Candi Tikus, dan Candi
Jabung. Karya sastra yang terkenal pada masa Kerajaan Majapahit ialah Kitab
Negarakertagama karangan Empu Prapanca dan Kitab Sutasoma karangan Empu Tantular.
Dalam kitab Negarakertagama terdapat istilah Pancasila. Sedangkan di dalam Sutasoma
terdapat istilah Bhinneka Tunggal Ika. Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, terjadi
Perang Bubat. Perang Bubat terjadi antara Kerajaan Majapahit dan kerajaan Pajajaran.
Hayam Wuruk bermaksud mempersunting Diyah Pitaloka (Ciptaresmi), putri raja Pajajaran.
Pihak Majapahit mengirim utusan untuk melamar. Pihak Pajajaran dan utusan tersebut
membuat kesepakatan. Isinya raja Majapahit tidak melamar ke istana Pajajaran, tetapi di
perbatasan kedua kerajaan, yaitu di Desa Bubat. Raja Pajajaran memimpin secara langsung
rombongan putrinya ke Desa Bubat. Patih Gajah Mada mempunyai rencana lain. Gajah Mada
5
memkasa raja Pajajaran yang sudah ada di Desa Bubat untuk mempersembahkan putrinya
sebagai upeti kepada Raja Hayam Wuruk. Permintaan itu ditolak oleh raja Pajajaran,
sehingga terjadi perang besar di Desa Bubat. Seluruh rombongan Kerajaan Pajajaran,
termasuk raja dan puterinya tewas. Hayam Wuruk tidak berkenan atas tindakan Gajah Mada.
Sejak peristiwa itu, hubungan keduanya renggang. Gajah Mada wafat pada tahun 1364 M.
Sedangkan Hayam Wuruk wafat padatahun 1389. Setelah dua tokoh ini wafat, Majapahit
mengalami kemunduran.
e. Kusumawardhani-Wirakramawardhana (1389-1429)
Sepeninggal Hayam Wuruk, terjadi perebutan kekuasaan di Majapahit. Pengganti Hayam
Wuruk adalah Kusumawardhani yang bersuamikan Wirakramawardhana.
Wirakramawardhanalah yang memimpin Majapahit tahun 1389-1429. Bhre Wirabumi (anak
selir Hayam Wuruk) diberi kekuasaan di Blambangan. Menurut Bhre Wirabumi, dirinya yang
berhak menjadi raja di Majapahit. Pada tahun 1401-1406 terjdi perang saudara di Paregreg.
Bhre Wirabumi terbunuh dalam perang itu. Tumbuhlah benih persengketaan berlarut-larut di
antara keturunan Hayam Wuruk. Pada tahun 1429 Wirakramawardana wafat.
Wirakramawardana digantikan oleh Suhita. Suhita digantikan oleh Bhre Tumapel
Kertawijaya. Beliau hanya empat tahun memerintah. Pengganti berikutnya adalah Bhre
Pamotan yang bergelar Srirajasawardhana. Bhre Pamotan memindahkan pusat pemerintahan
Kerajaan Majapahit ke Kahuripan untuk menghindari pertentangan keluarga. Bhre Pamotan
wafat pada tahun 1453 dan tidak ada penggantinya. Baru pada tahun 1456, muncul Bhre
Wengker yang bergelar Girindra Wardhana. Pertentangan keluarga kerajaan Majapahit terus
berlanjut sampai pemerintahan Ranawijaya. Pada tahun 1522, Majapahit dikuasai oleh
Demak