Anda di halaman 1dari 7

UJIAN AKHIR SEMESTER

ENERGI DAN KESELAMATAN DALAM BANGUNAN

Nama

: Syamsul Arifin

NPM

: 1106007350

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA

Pendahuluan
Perkembangan ekonomi dan kestabilan ekonomi menjadi faktor yang

menjadikan

perkembangan petumbuhan bangunan gedung gedung bertingkat mnejadi semakin meningkat. Di


Jakarta tercatat oleh dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B)ada sekitar 800 gedung berlantai
9 keatas utamanya perkantoran dan juga apartemen. Dalam lima tahun terakhir pertumbuhan yang
terjadi sangat pesat seiring dengan kondisi ekonomi yang stabil serta meningkatnya jumlah kelas
menengah dan atas di daerah jabodetabek ini. Saat ini tengah terdapat 133 gedung tinggi yang sedang
dalam proses konstruksi, menurut data dari colliers dari 133 gedung yang sedang dibangun 43
diantarnya merupakan gedung perkantoran, 7 apartemen sewa dan 83 apartemen strata
(kondominium).
Ditengah perkembangan pertumbuhannya yang semakin meningkat karena kebutuhannya,
terdapat beberapa masalah yang penting yang patut dijadikan sorotan. Diantaranya adalah
permasalahan terkait masalah keselamatan dan juga konsumsi energi pada bangunan gedung tinggi.
Potensi masalah terkait isu permasalahan lingkungan juga akan meningkat seiring dengan pertumbuhan
pembangunan yang tidak tertata dengan baik dimana pengembang akan terus melihat potensi investasi
yang besar tanpa memikirkan konsep tata ruang yang telah diatur dalam undang undang.
Studi Kasus
Permasalahan yang sering ditemui pada bangunan gedung tinggi adalah sistem proteksi
kebakaran yang belum memenuhi standar yang sesuai dengan undang undang dan peraturan
pemerintah yang berlaku. Sebagai contoh pada kasus kebakaran yang tejadi pada gedung wisma
kosgoro pada tanggal 9 maret 2015 lalu yang berawal dari lantai 16 lalu merembet hingga lantai 20
dikarenakan sistem proteksi kebakaran yang kurang mamadai. Pemadaman yang dilakukan untuk
mengatasi kebakaran ini membuuhkan waktu 10 jam.
Dinas Penggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Bencana tercatat bahwa 126 bangunan tinggi
di Jakarta rawan kebakaran yang teragi atas perkantoran (75 bangunan), apartemen (29 bangunan),
Hotel (9 bangunan), pusat perdagangan mall (1 bangunan), institusi (8 bangunan) dan multifungsi
(4bangunan). Beberapa diantaranya belum memiliki sistem proteksi kebakaran dan sebagian yang
lainnya sudah memiliki sistem proteksi kebakaran namun berada dalam kondisi yang tidak terawat
disetai juga minimnya teknisi yang mengoperasikan sistem proteksi kebakaran tersebut.

Permasalahan bangunan gedun terkait efisiensi energi bangunan gedung juga perlu diperhatikan
menindak lanjuti kelangkaan sumber sumber energi tak terbarukan.

Beberapa faktor yang

mempengaruhi konsumsi energi bangunan juga dipengaruhi beberapa faktor salah satunya adalah iklim.
Pemanasan global yang terjadi menyebabkan kenaikan temperatur pada lingungan. Suhu dan radiasi
panas matahari akan menentukan beban pendinginan dan desain pencahayaan bangunan untuk
meningkatkan efektifitas dan produktifitas manusia dalam bekerja dan beraktifitas. Penggunaan
material yang tidak tepat seringkali terjadi dimana hal ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi energi
bangunan justru memiliki dampak negatif yang lebih besar terhadap lingkungan. Kita ambil contoh
penggunaan material kaca untuk mengurangi konsumsi pencahayaan dan justru menimbulkan
pemanasan global makin meningkat.
Pertumbuhan pembangunan yang dilakukan tidak sesuai dengan penataan ruang juga
menimbulkan efek yang besar terhadap lingkungan sekitarnya dimana berkurangnya ruas jalan yang
menimbulkan kemacetan, berkurang daerag resapan air akan menimbulkan banjir dan juga pemanasan
lingkungan sekitar gedung bangunan akan meningkat dan juga penurunan permukaan tanah kian terjadi
akibat pertumbuhan pembangunan yang salah.
Regulasi dan Peraturan
Untuk menghindari permasalah dari permasalahan permasalahan yang terjadi, pemerintah
mengeluarkan peraturan dan regulasi guna mengatur pembangunan yang efisien dalam penggunaan
energi dan juga aman dari segi keselematan dan ketahanan terhadap bencana. Adapun beberapa
regulasi yang dikeluarkan pemerintah adalah
1. UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
2.

UU No 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

3. Perda DKI No 7 tahun 2010 tentang Bangunan Gedung


4. Permen PU No 5/PRTM/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Di kawasan
Perkotaan.
Dan aturan aturan lainnya yang mengacu pada peraturan mengenai Pertumbuhan
Pembangunan gedung. Sebenarnya menurut saya tidak ada masalah pada regulasi dan juga peraturan
yang dikeluarkan pemerintah terkait bangunan gedung dan ketentuannya terkait energi dan
keselamatan. Hanya saja dalam pelaksanaan melakukan pembangunan itu justru kadang kala tidak
dilakukan sesuai dengan regulasi dan peraturan yang ada, dan adapun setelah pemenuhan kelengkapan

bangunan sudah sesuai dengan standar regulasi dan peraturan konsep pemeliharaan fasilitas juga
kadang kala tdiak dilakukan secara benar sehingga fasilitas yang ada baik untuk keselamatan dan yang
lainnya pun menjadi tidak optimal penggunaannya ketika terjadi suatu bencana yang harusnya dapat
dicegah dan dampak kerugian yang lebih besar harusnya dapat dihindari.
Solusi dan Kesimpulan
Dalam penyelenggaraan suatu bangunan gedung tidak terlepas dari pihak pemilik/pengembang,
pihak tim proyek, desainer dan specifier dan juga pihak pengguna bangunan. Ketiga pihak ini akan saling
terkait dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dimana pihak pertama dan kedua akan sangat
berpengaruh terhadap desain bangunan yang akan dibuat untuk kepentingan, kenyamanan pengguna
bangunan.
Baik pengembang maupun tim proyek desainer dan specifier harus membuat desain yang
memenuhi standar baik dari segi keandalan dan kenyamanan serta hemat energi. Disini pihak
pengembang harus mempertimbangkan beberapa hal diantaranya :
1. Pentingnya menyusun brief desain yang layak dan komprehensif untuk memandu tim proyek
dalam mendirikan bangunan yang paling hemat energi dengan anggaran yang tersedia
2. Pentingnya implementasi proses desain ter integrasi (Integrated Design Process) untuk
memastikan optimalisasi efisiensi energi melalui kolaborasi desain yang efektif
3. Dampak investasi modal dan biaya berjalan suatu proyek dan hubungannya dengan biaya siklus
hidup keseluruhan suatu proyek (jangka panjang)
4. Pentingnya pemeliharaan serta manajemen bangunan hemat energi yang layak sehingga
operasinya tetap dijalankan sesuai dengan parameter desain yang ada.
Sementara tim proyek desainer dan specifier harus memahami beberapa prinsip dan pengaruh dari :
1. Pentingnya pemahaman akan dampak iklim pada strategi desain yang hemat energi
2. Pengaruh kenyamanan manusia dan lingkungan untuk mencapai efisiensi energi maksimal
3. Pentingnya aplikasi prinsip desain solar pasif dasar dalam mengoptimalkan desain untuk
efisiensi energi maksimal
4. Desain seluung bangunan yang efektif bagi efisiensi energi keseluruhan bangunan
5. Pemahaman kinerja bangunan melalui berbagai jenis simulasi dan modeling

6. Dampak sistem bangunan terhadap efisiensi energi bangunan serta integrasinya dapat
menghasilkan keuntungan dari segi efisiensi energi
7. Pentingnya memastikan implementasi desain yang efektif melalui proses pengadaan yang
efektif, kontrol kualitas, pengujian, pengukuran dan verifikasi parameter pada bangunan yang
sudah didirikan.
Megingat kondisi di Jakarta yang sudah dilingkupi beberapa masalah yang tak kunjung selesai
dimana kepadatan lalu lintas yang menimbulkan kemacetan dan dan penggunaan kaca yang mayoritas
digunakan oleh gedung gedung bertingkat yang jugaakan menambah tingkat pemanasan lingkungan
Jakarta, dan juga masalah banjir yang kerap hadir akibat berkurangnya daerah resapan air akibat
pembangunan.
Dalam perencanaan pembangunan gedung gedung bertingkat baik untuk perkantoran maupun
hunian apartemen haruslah mempertimbangkan kondisi lingkungan disekelilingnya untuk mencapai
desain bangunan dengan efisiensi energi yang maksimal dan juga ramah lingkungan. Pemilihan material
yang akan digunakan juga harus mempertimbangkan kondisi ligkungan, dimana material kaca dan
luasannya akan berguna untuk pemanfaatan cahaya alami dimana akan mengurangi kosumsi energi
pencahayaan buatan dan jiga akan memepengaruhi beban pendinginan dan pengkodisian udara yang
digunakan dimana pada iklim di Jakarta yang berdaerah tropis akan menambah nilai radiasi panas yang
dihasilkan sehingga akan menambah beban pendinginan dalam bangunan tersebut. Jika tidak dilakukan
perhitungan dengan cermat dan teliti hal ini juga bisa menyebabkan konsumsi energi bangunan tersebut
akan bertambah. Kawasan perkotaan yang dikelilingi gedung bertingkat dengan ruang terbuka hijau
yang kurang memadai akan menaikkan suhu lingkungan sekitarnya. Panas radiasi matahari akan
diterima oleh gedung gedung tinggi dan dipantulkan kedaerah sekitarnya dimana dengan tingkat
kepadatan kendaraan di kota Jakarta yang semakin meningkat dan minimnya ruang terbuka hijau akan
membuat suhu di ligkungan perkantoran juga akan menigkat sehingga akan mempengaruhi beban
pendinginan suatu gedung. Fenomena pemanasan lingkungan perkotaan ini disebut urban heat island.

Dalam pelitiannya santoso dan antaryama (2005) menyatakan perolehan panas radiasi yang
diperoleh akibat penggunaan material kaca akan lebih besar sehingga akan meningkatkan beban
pendinginan, sedangkan pengurangan energi untuk pencahayaan akan lebih kecil diandingkan dengan
beban pendinginannya sehingga gedung akan mengkonsumsi energi yang lebih besar.
Pembuatan ruang terbuka hijau juga sangat diperlukan di kawasan perkotaan yang dikelilingi
gedung gedung tinggi sehingga panas radiasi yang dipantulkan gedung bisa diserap lebih banyak serta
penyediaan udara segar di kawasan pekotaan juga akan lebih besar.
Untuk itu perlu dilakukannya kordinasi yang baik antara pihak pihak terkait dalam
penyelenggaraan bangunan gedung tinggi untuk bisa meningkatkan efisiensi energi bangunan. Dan juga
kompetensi berupa poin poin diatas yang harus dimiliki pihak pengembang dan juga tim proyek yaitu
desainer dan specifier untuk mendapatkan desain yang tepat dan memiliki efisiensi energi yang tinggi.
Perlu juga bagi pihak pihak terkait untuk memahami dan mengikuti standar regulasi dan juga peraturan
peraturan pemerintah yang dikeluarkan sehingga tercapai pembangunan yang sesuai rancangan tata
kota dan juga gedung gedung dengan efisiensi energi yang tinggi serta mempunyai keandalan dan
tingkat proteksi akan bencana yang sesuai satandar sehingga gedung bangunan tinggi akan nyaman dan
aman untuk digunakan.

Daftar Pustaka :
1. http://www.kompasiana.com/alifianorezkaadi/bangunan-tinggi-harus-hemat-energi-danramah-lingkungan_55291bf4f17e61a1368b4596
2. http://properti.kompas.com/read/2015/03/13/210000621/Catat.Hanya.450.Gedung.di.Jaka
rta.yang.Laik.Fungsi.
3. http://news.detik.com/berita/2853906/kronologi-kebakaran-yang-bermula-dari-lantai-16hingga-ke-puncak-wisma-kosgoro
4. Juniwati S. Anik Konsekuensi Energi Akibat Penggunaan Bidang Kaca pada Bangunan Tinggi
di Daerah Tropis Lembab Insititut Teknologi Sepuluh November
5. Buku Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai