ABSTRAK
Agen pengendali hayati jarang membasmi organisme sasaran, tetapi dapat mengurangi gejala
sampai pada tingkat yang dapat mempertahankan keseimbangan antara patogen dan
organisme sasaran. Patogen serangga memasuki tubuh serangga melalui dua jalan : 1) ketika
inang menelan individual patogen selama proses makan (passive entry), dan 2) ketika patogen
masuk melalui bukaan-bukaan alami atau penetrasi langsung ke kutikula serangga (active
entry). Perpindahan penyakit serangga dapat terjadi dari serangga yang sakit ke serangga yang
sehat (horizontal transmission), dan bisa juga dari serangga ke progeny/off springnya yang
dikenal sebagai vertical transmission. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi patogen
yang mungkin menginfeksi hama penggerek tongkol jagung (Helicoverpa armigera). Penelitian
dilaksanakan pada tahun 2011 melalui survei patogen yang menginfeksi hama penggerek
tongkol jagung (H. armigera) di beberapa sentra produksi jagung, kemudian patogen diisolasi
diidentifikasi, dan diperbanyak pada media czapex yeast cair. Isolasi, ekstraksi, dan
diidentifikasi dilakukan di UNHAS. Dari survei ditemukan 11 isolat patogen yang berhasil
diisolasi dari berbagai lokasi di Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Jawa Timur. Isolat yang
dikoleksi dari Sulawesi Selatan berjumlah enam isolat dan asal isolat tersebut adalah Bajeng 1,
Bajeng 2, dan Malino, Di Sulawesi Utara terdapat dua isolat yang berasal dari Modoinding dan
Rurukan. Di Jawa Timur terdapat tiga isolat yang berasal dari Batu Malang, Pujon Malang,
Gunung Bromo Probolinggo. Isolat asal Sulawesi Selatan adalah Beauveria bassiana, Rhizopus
sp (Bajeng 1/Gowa), B. bassiana, Fusarium sp (Bajeng 2/Gowa), Aspergillus flavus, Rhizopus
(Malino/Gowa). Isolat asal Sulawesi Utara adalah Rhizopus (Rurukan/Tomohon), Gliocladium
(Modoinding/Minsel), isolat asal Jatim adalah Rhizopus (Batu/Malang, Pujon/Malang, dan G.
Bromo/Probolinggo).
Kata kunci: isolasi, identifikasi, jamur, H. armigera, jagung
PENDAHULUAN
Agen pengendali hayati jarang membasmi organisme sasaran, tetapi hanya
mengurangi gejala pada tingkat yang dapat mempertahankan keseimbangan antara
patogen dan organisme sasaran. Agen pengendali hayati diharapkan tidak
mengganggu organisme bukan sasaran atau memicu perkembangan resistensi.,Ada
juga mikroorganisme yang menyebabkan penyakit pada serangga atau artropoda
lainnya. Patogen serangga memasuki tubuh serangga melalui dua jala : 1) ketika inang
menelan individual patogen selama proses makan (dikenal sebagai passive entry), dan
2) ketika patogen masuk melalui bukaan-bukaan alami atau penetrasi langsung ke
kutikula serangga (active entry). Perpindahan penyakit serangga dapat terjadi dari
461
serangga yang sakit ke serangga sehat (horizontal transmission), dan bisa juga terjadi
dari serangga ke progeny/offspringnya yang dikenal sebagai vertical transmission.
Infeksi jamur entomopatogen pada serangga terjadi akibat adanya kontak
konidia (konidiospora) secara pasif dengan bantuan angin. Konidia menetrasi kutikula
serangga dengan bantuan enzim pengurai (Bateman et al. 1997; Bateman et al. 1993;
Feron 1981; Starnes et al. 1993). Enzim tersebut antara lain kitinase, lipase, amilase,
protease, serta racun dari golongan dekstruksin dan mikotoksin yang menghambat
energi dan protein. Akibat gangguan toksin tersebut gerakan serangga menjadi lambat,
perilaku tidak tenang, kejang-kejang dan akhirnya mati. Setelah serangga mati, jamur
mebentuk klamidiospor di dalam tubuh serangga (Tanada dan Kaya 1993; Lee dan
Hou 1989; Freimoser et al. 2003).
Patogen serangga mempunyai perilaku spesifik di udara, air, dan yang lain.
Spora bakteri, protozoa, dan mikrosporidia selalu cepat berada di bawah suspensi air.
Akan tetapi spora cendawan yang sangat kecil dan ringan akan terbawa angin.
Karakeristik spesifik dari stadia infektif patogen dipengaruhi oleh bagaimana patogen
itu kontak dan menginfeksi inangnya. Infeksi jamur entomopathogen dapat terjadi
melalui sistem pernafasan serangga dan celah antara segmen tubuh dan bagian cauda
(ekor) serangga (Clarson dan Charnley 1996; Butt et al. 1994). Dari dalam tubuh
serangga tumbuh hifa yang menyebar melalui haemocoel (Flexner et al. 1986).
Kemampuan stadia infektif patogen untuk survive di luar inangnya adalah faktor utama
dalam pengembangan mikrobial insektisida. Bioinsektisida tidak toksik bagi manusia
dan vertebarta lainnya. Umumnya bioinsektisida menginfeksi pada hama tertentu dan
jarang berdampak buruk terhadap serangga berguna. Bioinsektisida juga cepat
mengalami penurunan aktivitas di lapang (uv, desikasi), dan tidak persisten. Kenyataan
ini membuat bioinsektisida perlu diaplikasikan berkali-kali (inundasi) untuk memberi
efek pengendalian yang berarti bagi hama.
METODOLOGI
Kegiatan 1. Survey dan Koleksi inokulum dari lapangan
Survei dimaksudkan mencari sumber inokulum patogen. Biasanya survei
patogen yang menginfeksi hama penggerek jagung (Helicoverpa armigera) dilakukan
di beberapa sentra produksi jagung. Pengamatan lapangan dilakukan dengan cara
menghitung populasi serangga yang tertular patogen secara visual. Gejala serangga
yang terinfeksi patogen yang ditemukan kemudian didokumentasikan dan di bawa ke
laboratorium untuk diidentifikasi, dan diisolasi menggunakan media agar kalau patogen
462
berupa cendawan, namun kalau patogen ini berupa virus maka diisolasi pada media
larva dan selanjutkan dikarakterisasi berdasarkan makca molekuler.
Kegiatan 2. Koleksi MO patogen pada hama penggerek tongkol jagung
(H. armigera) pada tanaman jagung
Mengoleksi larva penggerek tongkol jagung pada tanaman jagung yang
terinfeksi mikroorganisme patogen pada daerah sentra produksi jagung, mencari larvalarva penggerek tongkol jagung, yang terinfeksi MO patogen kemudian dikumpulkan,
dimasukkan ke dalam wadah plastik dan dibawa ke laboratorium hama dan penyakit
untuk diidentifikasi. Hama penggerek tongkol jagung, yang terinfeksi patogen di
identifikasi untuk menentukan MO patogen yang menginfeksi hama penggerek tongkol
jagung
patogen.
Identifikasi cendawan mengacu pada Barnett dan Hunter (1972), Pit dan Hocking
(1997), Kiffer dan Morelet (1999) setelah ditemukan 1 atau 2 jenis patogen yang
menginfeksi pada penggerek tongkol jagung, pada tanaman untuk diperbanyak dan
dikoleksi sebagai pengujian tahun berikutnya. Untuk memperbanyak patogen tersebut
dibutuhkan media larva penggerek tongkol jagung sebagai bahan untuk infeksi
patogen.
Kegiatan 3. Pengembangbiakan patogen/isolasi patogen
Perbanyakan MO patogen dilakukan dengan cara penggerek tongkol jagung
dan instar II diberi makanan berupa batang dan daun jagung yang telah
dicelup/diolesi/disemprot MO patogen. Setelah terinfeksi oleh MO patogen, serangga
akan mengalami kematian. Larva-larva yang mati dikumpulkan dan disimpan dalam
freezer untuk diperbanyak. Larva yang telah terinfeksi dilakukan penanaman pada
media PDA, hifa yang tumbuh dimurnikan kembali dan ditanam pada media PDA, dan
hasilnya siap di ekstraksi.
Kegiatan 4. Isolasi, Ekstraksi
Sampel patogen yang digunakan berjumlah 10 isolat yang berasal dari Jatim,
Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara. Kultur patogen yang berumur 9 hari pada
Czapek-dox + yeast disaring dengan filter, kemudian dibekukan pada suhu
-200C
selama 3 hari. Miselia yang telah dibekukan selajutnya digerus dengan mortar yang
sebelumnya ditambahkan nitrogen cair. Bubuk miselia kemudian dimasukkan ke dalam
tabung eppendof sebanyak dari isi tabung dan ditambahkan 500 l buffer TES
463
464
Sulawesi Selatan
Lokasi
Batu, Malang
Pujon, Malang
G.bromo, Probolinggo
Bajeng 1
Bajeng 2
Malino
Sulawesi Utara
Modoinding (Minsel)
Rurukan (Tomohon)
Nama pathogen
Rhizophus sp
Rhizophus sp
Rhizophus sp
Beauveria bassiana
Rhizophus sp
Beauveria bassiana
Fusarium sp
Rhizophus sp
Aspergilus flavus
Gliocladium sp
Rhizophus sp
465
Gambar 3. Isolasi patogen dari larva terinfeksi Aspergilus flavus, hifa yang
tumbuh pada media PDA, koloni umur 5 hari
466
Isolat kedua adalah B. bassiana, dengan ciri-ciri morfologi yang terbentuk pada media
PDA. B. bassiana merupakan cendawan entomopatogen, yaitu cendawan yang dapat
menimbulkan penyakit pada serangga. Secara garis besar, cendawan terdiri atas hifa
dan konidia. Hifa berupa benang halus, sedangkan konidia berupa butiran berukuran
mikroskopis. Dalam jumlah banyak, hifa dan konidia dapat dilihat dengan mata
telanjang. Hifa B. bassiana dapat masuk ke dalam tubuh serangga dan berkembang di
dalamnya, kemudian merusak saluran makanan dan sistem pernafasan sehingga
menyebabkan kematian. Pada lingkungan yang mendukung perkembangan cendawan,
bagian luar tubuh serangga yang terinfeksi B. bassiana dipenuhi oleh hifa pendek dan
hialin lurus dan tebal dan terbentuk secara soliter pada ujung konidiofor (Domch et al.
1980; Samson et al. 1988), konidia berwarna putih. Konidia yang berukuran sangat
kecil dan ringan siap berpindah dan menginfeksi serangga lain dengan bantuan angin,
air, atau serangga (Gambar 4).
orange, dan merah muda (Domch et al. 1980; Samson et al. 1988) (Gambar 5).
Gambar 5. Isolasi patogen dari larva terinfeksi Fusarium, koloni umur 15 hari
467
Isolat keempat adalah Gliocladium. Koloni tumbuh sangat cepat dan mencapai
diameter 5-8 cm dalam waktu lima hari pada suhu 20C di medium PDA.
Perbedaannya (Glicodium virens) dengan T. viride adalah fialidanya seperti tertekan
dan memunculkan satu tetes konidium berwarna hijau, yang membentuk massa lendir
pada setiap gulungan (Gambar 6). Konidiumnya berbentuk bulat telur pendek,
berdinding halus, agak besar, dan kebanyakan berukuran (4,5-6) x (3,5-4) m
(Soesanto 2008).
Gambar 6. Isolasi patogen dari larva terinfeksi Gliocladium, hifa yang tumbuh pada
kertas saring koloni umur 7 hari dan 14 hari
dengan ukuran 7-30 mikro meter atau 12-45 mikro meter x 7-35 mikro meter.
Rhizopus sp. adalah genus jamur benang yang termasuk filum Zygomycota
ordo Mucorales. Rhizopus sp. mempunyai ciri khas, yaitu memiliki hifa yang
membentuk rhizoid untuk menempel ke substrat. Ciri lainnya adalah memiliki hifa
coenositik, sehingga tidak bersepta atau bersekat. Miselium dari Rhizopus sp. yang
juga disebut stolon menyebar di atas substratnya karena aktivitas hifa vegetatif.
Rhizopus sp. bereproduksi secara aseksual dengan memproduksi banyak sporangiofor
yang bertangkai. Sporangiofor tumbuh ke arah atas dan mengandung ratusan spora.
Sporagiofor ini biasanya dipisahkan dari hifa lainnya oleh dinding seperti septa.
468
Contohnya spesiesnya adalah Rhizopus stonolifer yang biasanya tumbuh pada roti
basi (Postlethwait dan Hopson 2006).
dan
sporulasi
jamur
entomopatogen
membutuhkan
suhu
dan
beberapa jamur yang berasal dari dataran tinggi, jika dibiakkan pada suhu ruang, akan
memperlihatkan pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan dengan jamur yang
diperoleh dari dataran tinggi. Masing-masing jamur memiliki sifat yang sesuai dengan
daerah asalnya.
KESIMPULAN
Hasil isolasi dan identifikasi patogen yang menginfeksi penggerek tongkol
jagung yang ditemukan pada berbagai lokasi adalah 11 isolat. Isolat asal Sulawesi
Selatan adalah
469
DAFTAR PUSTAKA
Barnett HL, Hunter BB, 1972. Illustrated genera of imperfect fungi. Minnesota:Burges
Publishing Co.
Bateman RP., M. Carrey, D. Moore, and C. Prior. 1993. The Enhanced Infectivity of
Metarhizium anisopilae and Beauveria bassiana in Oil Formulation to Desert
Locusts at Low Humiditys. Ann. Appl. Biol. 145-152
Butt, TM., L.Ibrahim, B.W. Ball, and S.J. Clark. 1994.
Pathogenicity of
Entomopathogous Fungi Metarhizium anisopilae and Beauveria bassiana
Agains Crucifer Pest and Honey Bee. Biocontrol Sci. Technol 4:207-214
Clarkson. J.M., and A.K. Chamley 1996. New Insights in ti the Mechanisme of Fungal
Pathogensis in Insect. Trends in Microbiol. 4(5):197-203
Domch, K.H., W.Gams, and TH. Anderson. 1980. Compendium of soil fungi, vol.1.
Academic Press. London p. 893.
Flexner, J.L.B. Lighthart, and B.A. Croft. 1896. The Effect of Bicrobial Pesticide to
Non Target Beneficial Arthropods. Agric. Ecos. Environ. 16:203-254
Freimoser. F.M., Screen, S. Bagga., G.Hu, and R.J St Leger. 2003. Expressed
Sequence Tag (EST). Analysis of Two Subspecies of Metarhizium anisopilae
Reveals a Plethora of Secreted Protein With Potential Activity in Insect Host.
Mirobiol. 239-247
Junianto, Y.D. dan S. Sukamto. 1995. Pengaruh Suhu dan Kelembaban Relatif
terhadap Perkecambahan, Pertumbuhan dan Sporulasi Beberapa Isolat
Beauveria bassiana. Pelita Perkebunan. 11(2):64-75
Lee. P.C, and R.Hou. 1989. Pathogenesis Metarhizium anisopilae var anisopilae in the
Smoller Brown Planthopper, Laodelphax Striatellus. Chinese J. Entomol (9);1319
Starnes, R.l., C.L. Liu, and P.G. Marrone. 1993. History, Use and Future of Microbiolgy
insecticides. J. Amer. Entomol. 39:83-91
Pitt JI, Hocking AD, 1997. Fungi and Food Spoilage. Ed ke-2. London.
Academic and Professional, an imprint of Chapman and Hall
Blackie
Postlethwait dan Hopson. 2006. Modern Biology. Holt, Rinehart and Winston. Texas.
Samson,R.H., H.C. Evans., and J.P.Latge. 1988. Atlas of Entomophatogenic Fungi.
Springer- Verla. New York. P. 187
470
Tanada, Y., and H.K. Kaya, 1993. Insect Pathology Academic Press, Inc, New York,
NY.p 666
Walstad, S., R.F. Anderson, and W.J. Stanbaugh. 1970. Effect of Enviroment
Condition on Two spesies Muscardine Fungi (Metarhizium anisopilae and
Beauveria bassiana). J. Invertebr.Pathol. 16;221-226
471