Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Cedera kepala adalah kekerasan tumpul atau tajam pada kepala atau wajah yang berakibat
disfungsi cerebral sementara. Merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama,
dan sebagian besar disebabkan karena kecelakaan lalu lintas.
Di Amerika Serikat cedera kepala menyebabkan 290.000 orang dirawat di rumah sakit,
51.000 kematian dan 80.000 pasien dengan cacat, gangguan kognitif dan perilaku. Di Inggris,
insiden cedera kepala yang dilaporkan sekitar 400 per 100.000 orang tiap tahunnya. Di Indonesia
kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah
diatas, 10% penderita meninggal sebelum tiba di Rumah Sakit. Dari pasien yang sampai di
rumah sakit, 80% dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan, 10% termasuk cedera sedang
dan 10% termasuk cedera kepala berat.
Pembagian trauma capitis yaitu: simple head injury, commutio cerebri, contusion cerebri,
laceration cerebri, basis crania fracture, epidural hematom, subdural hematom, subarachnoid
hematom dan intercerebral hematoma. Simple head injury. Commutio cerebri sekarang
digolongkan sebagai cedera kepala ringan, sedangkan contusion cerebri dan laceratio cerebri
digolongkan sebagai cedera kepla berat.
Manajemen cedera kepala sendiri pada dasarnya dibagi dalam manajemen non operatif
(kasus terbanyak), ditangani oleh keilmuan penyakit saraf (neurologi) dan manajemen operatif,
ditangani oleh keilmuan bedah saraf. Pada penderita korban cedera kepala, yang harus
diperhatikan adalah pernafasan, peredaran darah dan kesadaran. Cedera kepala merupakan
keadaan yang serius, sehingga diharapkan para dokter mempunyai pengetahuan praktik untuk
melakukan pertolongan pertama pada penderita.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI KEPALA


A. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit,
connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika,
loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium.( 1,2 )
B. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri
dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya di regio
temporal adalah tipis, namun di sini dilapisi oleh otot temporalis. Basis kranii berbentuk tidak
rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan
deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus
frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang
otak dan serebelum.
C. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan, yaitu :
1. Duramater
Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan
lapisan meningeal. Duramater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa
yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput
arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak
antara duramater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera
otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis
superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan
menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus
transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan
2

perdarahan hebat. Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari
kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi
pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami
cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).
2. Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput arakhnoid
terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak.
Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan
dari pia mater oleh

spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis.

Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala.


3. Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri.. Pia mater adarah membrana
vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang
paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya.
Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater.
D. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar 14
kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum dan
diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons,
medula oblongata dan serebellum. Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus
frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus
parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur
fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan.
Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam
kesadaran dan kewapadaan. Pada medula oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik.
Serebellum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan.

E. Cairan serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan
produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui foramen
monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan
direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus
sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga
mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan intracranial.3 Angka ratarata pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml
CSS per hari. 9
2.2 EPIDEMIOLOGI CEDERA KEPALA
Di Amerika Serikat cedera kepala menyebabkan 290.000 orang dirawat di rumah sakit,
51.000 kematian dan 80.000 pasien dengan cacat, gangguan kognitif dan perilaku. Di Inggris,
insiden cedera kepala yang dilaporkan sekitar 400 per 100.000 orang tiap tahunnya. Cedera
kepala merupakan penyebab utama kematian pada dewasa kurang dari 45 tahun dan pada anakanak (1-15 tahun).
Cedera kepala umumnya diklasifikasikan berdasarkan nilai Glasgow Coma Scale (GCS).
Kebanyakan cedera kepala yang terjadi diklasifikasikan sebagai cedera kepala ringan, dan sekitar
8-10% diklasifikasikan sebagai cedera kepala sedang dan berat. Meskipun banyak pasien
kembali bekerja setelah menderita cedera kepala ringan, sekitar 50% pasien menderita
kelumpuhan sedang atau berat dinilai dengan Glasgow Outcome Scale (GOS).
Untuk pasien dengan cedera kepala berat prognosisnya lebih buruk. Sekitar 30% pasien
dengan skor GCS kurang dari 13 akan meninggal. Mortalitas untuk pasien dengan GCS kurang
dari 8 setelah resusitasi adalah sekitar 50%. Sedangkan pasien dengan skor GCS kurang dari 12,
sekitar 8% akan meninggal dalam 6 jam pertama, 2% dalam 1 jam pertama. Akibat jangka
panjang pada pasien dengan cedera kepala berat lebih buruk dibandingkan cedera kepala ringan,
hanya 20% yang sembuh sempurna.13

Di Indonesia kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus.
Dari jumlah diatas, 10% penderita meninggal sebelum tiba di Rumah Sakit. Dari pasien yang
sampai di rumah sakit, 80% dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan, 10% termasuk cedera
sedang dan 10% termasuk cedera kepala berat.

Cedera adalah salah satu masalah kesehatan yang paling serius. Cedera kepala merupakan
salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan. Cedera kepala berperan pada hampir
separuh dari seluruh kematian akibat trauma. Distribusi cidera kepala terutama melibatkan
kelompok usia produktif antara 15-44 tahun dan lebih didominasi oleh kaum laki-laki
dibandingkan dengan perempuan. 17 Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat setiap tahun
hampir 2 juta penduduk mengalami cidera kepala. Berdasarkan penelitian Suparnadi pada tahun
2009 di Jakarta, menunjukkan bahwa sekitar separuh dari para korban berumur antara 20-39
tahun (47%), suatu golongan umur yang paling aktif dan produktif. Dalam penelitian ini
didominasi laki-laki (74%) dan pekerjaan korban sebagian besar adalah buruh (25%), 11%
adalah pelajar dan mahasiswa. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Woro Riyadina (di
Instalasi Gawat Darurat (IGD) di 5 rumah sakit di wilayah DKI Jakarta didapatkan jumlah kasus
sebanyak 425 orang. Korban yang mengalami cedera parah 41,9% dan meninggal 7,04%. Cidera
utama adalah cidera kepala 53,4% dengan comosio cerebri 10,59%. Jenis luka meliputi lecet
86,8%, luka terbuka 58,35% dan patah tulang 31.29%.

2.3 ETIOLOGI CEDERA KEPALA


Cedera kepala dapat disebabkan oleh berbagai macam trauma dari luar, misalnya: (7,8)
1. Luka tembak senjata api, dapat menyebabkan cedera kepala saat peluru menembus tulang
tengkorak dan mencederai otak, sehingga dapat merusak pembuluh darah dan
menyebabkan perdarahan.
2. Kecelakaan lalu lintas, adalah penyebab paling umum dari cedera kepala berat. Pada
kecelakaan lalu lintas, tubuh seseorang dapat membentur kaca depan, dashboard, dan
roda kemudi, hal ini dapat menyebabkan cedera kepala terbuka maupun cedera kepala
tertutup.

3. Benturan pada kepala, misalnya akibat kekerasan fisik, terjatuh, pukulan pada kepala,
atau ditendang pada bagian kepala juga dapat menyebabkan cedera kepala mulai dari
cedera kepala ringan, sedang, hingga berat.
4. Aktivitas olah raga juga dapat menyebabkan cedera kepala berat jika seseorang tidak
mengutamakan keselamatannya. Aktivitas yang paling banyak menyebabkan cedera
kepala antara lain bersepeda, sepak bola, basket, softball, baseball, mengendarai
kendaraan rekreasional misalnya sepeda mini, go-kart, dll.(9)
2.4 DEFINISI DAN KLASIFIKASI CEDERA KEPALA(3,4,5,6)
Cedera kepala atau yang disebut dengan trauma kapitis adalah ruda paksa tumpul/tajam
pada kepala atau wajah yang berakibat disfungsi cerebral sementara. Merupakan salah satu
penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif, dan sebagian besar
karena kecelakaan lalu lintas.
Pembagian trauma kapitis :

Simple head injury


Diagnosa simple head injury dapat ditegakkan berdasarkan:

Ada riwayat trauma kapitis

Tidak pingsan

Gejala sakit kepala dan pusing

Umumnya tidak memerlukan perawatan khusus, cukup diberi obat simptomatik dan
cukup istirahat.

Commotio cerebri
Commotio cerebri (gegar otak) adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih dari
10 menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan otak. Pasien
mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah dan tampak pucat.
Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau terangsangnya pusatpusat dalam batang otak.

Pada commotio cerebri mungkin pula terdapat amnesia

retrograde, yaitu hilangnya ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya
6

kecelakaan.

Amnesia ini timbul akibat terhapusnya rekaman kejadian di lobus

temporalis.

Pemeriksaan tambahan yang selalu dibuat adalah foto tengkorak, EEG,

pemeriksaan memori. Terapi simptomatis, perawatan selama 3-5 hari untuk observasi
kemungkinan terjadinya komplikasi dan mobilisasi bertahap.

Contusio cerebri
Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di dalam jaringan otak
tanpa adanya robekan jaringan yang kasat mata, meskipun neuron-neuron mengalami
kerusakan atau terputus. Yang penting untuk terjadinya lesi contusion ialah adanya
akselerasi kepala yang seketika itu juga menimbulkan pergeseran otak serta
pengembangan gaya kompresi yang destruktif.

Akselerasi yang kuat berarti pula

hiperekstensi kepala. Oleh karena itu, otak membentang batang otak terlalu kuat,
sehingga menimbulkan blockade reversible terhadap lintasan asendens retikularis difus.
Akibat blockade itu, otak tidak mendapat input aferen dan karena itu, kesadaran hilang
selama blockade reversible berlangsung. Timbulnya lesi contusio menimbulkan gejala
deficit neurologik yang bisa berupa refleks babinsky yang positif dan kelumpuhan UMN.
Setelah kesadaran pulih kembali, si penderita biasanya menunjukkan organic brain
syndrome. Akibat gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme yang
beroperasi pada trauma kapitis tersebut di atas, autoregulasi pembuluh darah cerebral
terganggu, sehingga terjadi vasoparalitis.

Tekanan darah menjadi rendah dan nadi

menjadi lambat, atau menjadi cepat dan lemah. Juga karena pusat vegetatif terlibat, maka
rasa mual, muntah dan gangguan pernafasan bisa timbul. Pemeriksaan penunjang seperti
CT-Scan berguna untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka
pendek. Terapi dengan antiserebral edem, anti perdarahan, simptomatik, neurotropik dan
perawatan 7-10 hari.

Laceratio cerebri
Dikatakan laceratio cerebri jika kerusakan tersebut disertai dengan robekan piamater.
Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan subaraknoid traumatika,
subdural akut dan intercerebral. Laceratio dapat dibedakan atas laceratio langsung dan
tidak langsung. Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang disebabkan
oleh benda asing atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada fraktur depressed terbuka.
7

Sedangkan laceratio tidak langsung disebabkan oleh deformitas jaringan yang hebat
akibat kekuatan mekanis.

Basis cranii fracture


Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media dan fossa posterior.
Gejala yang timbul tergantung pada letak atau fossa mana yang terkena.
Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala:

Hematom kacamata tanpa disertai subkonjungtival bleeding

Epistaksis

Rhinorrhoe

Fraktur pada fossa media menimbulkan gejala:

Hematom retroaurikuler, Ottorhoe

Perdarahan dari telinga

Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan X-foto basis kranii.


Komplikasi :

Gangguan pendengaran

Parese N.VII perifer

Meningitis purulenta akibat robeknya duramater

Fraktur basis kranii bisa disertai commotio ataupun contusio, jadi terapinya harus
disesuaikan.

Pemberian antibiotik dosis tinggi untuk mencegah infeksi.

Tindakan

operatif bila adanya liquorrhoe yang berlangsung lebih dari 6 hari.

Epidural Hematoma
Timbulnya

perdarahan

/ hematoma

diruangan

antara

tengkorak

dan

duramater yang disebabkan oleh rupturnya arteri meningea media sehingga terjadi
kompresi otak. Sering terjadi pada daerah temporal. Ditemukan adanya lusid interval
pada 50% kasus. Lucid interval adalah adanya fase sadar diantara 2 fase tidak sadar
karena bertambahnya volume darah yaitu pada saat kejadian pasien tidak pingsan/
8

pingsan

sebentar/

hanya

nyeri

kepala

sebentar

lalu

membaik

dengan

sendirinya, tetapi beberapa jam kemudian gejala menjadi progresif, nyeri kepala ,
pusing, kesadaran menurun hingga koma.
Gejala klinis :
Gejala fokal, akibat herniasi tentorial

timbul hemiparese, monoparese, tonus meninggi, refleks patologi (+)


pada daerah kontralateral

midriasis yang homolateral akibat penekanan N. III, refleks cahaya direct /


indirect (-).
Bradikardi karena adanya peningkatan TIK
LP : jernih dengan TIK yang tinggi (hati-hati karena bahaya herniasi)
EDH merupakan kasus yang paling emergency di bedah saraf karena
progresivitas yang cepat, karena duramater melekat erat pada sutura,
sehungga langsung mendesak parenkim otak mudah herniasi trans dan
infratentorial. Sehingga jika penanganan terlambat, pasien bisa mati dan jika
cepat pasien bisa kembali seperti sedia kala.
Gambaran CT-Scan : gambaran hiperdens homogen berbentuk
bikonveks (seperti lensa cembung) diantara tabula interna dan durameter
menggambarkan fraktur yang merupakan daerah coop (tempat terjadi
benturan)

Subdural hematoma
-Akut : karena trauma hebat pada kepala yang menyebabkan bergesernya seluruh
parenkim otak ke kontralateral dan mengenaitulang kontralateral sehingga mengenai
arteri corticalis.
-Kronis : karena underlying disease. Contohnya kelainan hemostasis yg menyebabkan
pecahnya bridging vein, biasa terjadi pada orang tua
Secara umum yaitu perdarahan yang terjadi antara ruang duramater dengan araknoid
akibat trauma kapitis. Merupakan perdarahan venous dari permukaan otak yang
berjalan menuju sinus venosus didalam duramater. Gejala-gejala, akut seperti epidural
bleeding, bila mengenai vena yang besar atau merupakan perdarahan dari sinus. Bila
perdarahan tidak terlalu besar gejala permulaan ringan. Darah akan membeku dan
mengalami organisasi, kemudian akan dilapisi oleh kapsel. Gumpalan darah lama akan
9

mencair dan menarik cairan dari sekitarnya sehingga menjadi lebih gembung. Inilah
yang menimbulkan gejala-gejala menyerupai tumor serebri/ proses intrakranial yang
meninggi.
Gejala klinis :
menyerupai tumor serebri dimana ditemukan peninggian tekanan
intrakranial.

Timbul pelan-pelan beberapa minggu sesudah trauma

Nyeri kepala timbul yang makin lama makin hebat disertai mual
muntah

Midriasis homolateral, gangguan visus.

Bisa ditemukan adanya tanda-tanda hiperefleksi, hemiparese.

Refleks patologi (+)

Subarachnoid hematoma
Yaitu perdarahan yang terjadi didalam ruang subarachnoid akibat trauma kapitis yang
sering disebabkan oleh kontusio serebri.
Gejala klinis :
o timbulnya nyeri kepala di daerah suboksipital secara tiba-tiba
o Pusing, mual, muntah
o Kesadaran menurun hingga koma
o Kaku kuduk (+)
o Suhu tubuh meninggi
o Refleks patologi (+)
o timbul kejang atau gejala fokal

Intraserebral hematoma
Hematoma intraserebral adalah perdarahan yang terjadi di korteks yang menimbulkan lesi
desak ruang dan menimbulkan edema kolateral. Terbanyak pada lobus temporalis, selain
itu bisa pula pada lobus frontalis dan parietalis, kadang- kadang pada serebellum. Asal
perdarahan dari arteri. Umumnya penderita tidak tertolong, perdarahan arteri cepat masuk
10

ke ventrikel dan menekan batang otak, bila hematoma berasal dari vena biasanya dapat
tertolong.
Pembagian cedera kepala lainnya:
Cedera Kepala Ringan (CKR) termasuk didalamnya Laseratio dan
Commotio Cerebri
o Skor GCS 13-15
o Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari
10 menit
o Pasien mengeluh pusing, sakit kepala
o Ada muntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan
kelainan pada pemeriksaan neurologist.
Cedera Kepala Sedang (CKS)
o Skor GCS 9-12
o Ada pingsan lebih dari 10 menit
o Ada sakit kepala, muntah, kejang dan amnesia retrogad
o Pemeriksaan neurologis terdapat lelumpuhan saraf dan anggota gerak.
Cedera Kepala Berat (CKB)
o Skor GCS <8
o Gejalnya serupa dengan CKS, hanya dalam tingkat yang lebih berat
o Terjadinya penurunan kesadaran secara progesif
o Adanya fraktur tulang tengkorak dan jaringan otak yang
terlepas.
Simple head injury dan Commotio cerebri sekarang digolongkan sebagai cedera kepala
ringan. Sedangkan Contusio cerebri dan Laceratio cerebri digolongkan sebagai cedera
kepala berat.
2.5 PATOFISOLOGI(10,11,12)

11

Trauma di kepala akan menyebabkan berbagai macam reaksi pada tubuh, dan mengakibatkan
gegar otak, koma dan bahkan kematian. Cedera kepala terbagi menjadi 2 subkategori, yaitu:
1. Cedera primer, yang terjadi pada saat trauma, dan
2. Cedera sekunder, yang terjadi setelah trauma dan terus setelah jangka waktu yang lama.
a. Cedera primer
Cedera primer secara langsung akan menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan
seperti kulit, otot, tulang dan pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan luka terbuka dan
hematoma.
Fraktur tulang kranial bisa menyebabkan kerusakan saraf, mengenai sinus dan telinga hidung
tenggorokan. Dampak benturan langsung ke daerah temporal bisa menyebabkan tuli sensoris
atau konduktif. Selain itu juga bisa terjadi Benign paroxysmal vertigo ketika kristal kalsium
karbonat berpindah dari urtikula ke kanalis semisirkularis.
Perdarahan intrakranial dapat terjadi, seperti:
-

Epidural hematoma, terjadi karena pecahnya pembuluh darah dan menyebabkan darah
terkumpul di antara duramater dan tengkorak, yang paling sering adalah pecahnya arteri
meningeal media. Karena duramater melingkupi vertebra juga maka perdarahan juga
bisa terjadi di kolumna vertebralis. Kondisi ini terjadi antara 1-3% dari cedera kepala,

dengan mortalitas 15-20%


Subdural hematoma, terjadi karena pecahnya vena-vena jembatan yang berada di ruang

subdural. Mortalitasnya tinggi, mencapai 60-80%.


Perdarahan intraventrikuler, terjadi di sistem ventrikuler dari otak, dimana cairan
cerebrospinalis diproduksi. Perdarahan interventrikuler terjadi pada 35% cedera kepala

sedang sampai berat. Angka kematiannya tinggi.


Perdarahan subaraknoid, adalah perdarahan yang terjadi di ruang subaraknoid, antara
membran araknoid dan pia mater, biasanya terjadi spontan karena rupturnya aneurisma

cerebri atau karena trauma kepala.


Perdarahan intraserebral , terjadi dalam jaringan otak itu sendiri. Angka mortalitasnya
mencapai 40%.

Trauma pada kepala dapat menyebabkan kerusakan pada area terjadinya benturan maupun
tempat yang berlawanan dengan benturan. Biasanya kalau benturannya kecil dan keras, efeknya
12

akan langsung pada tempat benturan, tapi kalau objeknya besar cederanya akan lebih sering
terjadi berlawanan dengan tempat benturan.
Cedera kepala dapat menyebabkan kontusio (gegar) karena kerusakan struktur otak yang
menyebabkan berbagai kelainan neurologis. Kontusio ini adalah bentuk dari Cedera axonal difus
(kerusakan substansia alba jaringan otak).
b. Cedera sekunder
Cedera sekunder terjadi beberapa saat setelah terjadi benturan. Efek biokimia yang terjadi
seperti pelepasan asam amino

eksitatori (EEAs) (termasuk glutamat dan aspartat) akan

meningkat signifikan setelah cedera kepala. Asam amino ini akan menyebabkan pembengkakan,
vakuolisasi dan kematian neuron melalui mekanisme influks Na+ dan Cl+, peningkatan influks
Ca2+. Kerusakan jaringan akan mengaktifkan berbagai macam sitokin inflamasi. Peningkatan
tekanan intrakranial yang terjadi adalah sebagai akibat dari perdarahan. Perdarah yang terjadi
akan menyebabkan perfusi jaringan otak menurun sehingga terjadi penumpukan asam laktat
yang tambah memperparah kerusakan sel otak.
Peningkatan tekanan intrakranial dapat menyebabkan hipoksia, iskemia, kejang, edema
otak, hidrosefalus dan herniasi otak. Herniasi ini dapat menyebabkan batang otak terjepit dan
bisa menyebabkan gangguan pernafasan dan kesadaran.
Selain itu juga akan terjadi perangsangan sistem simpatis, yang menyebabkan
peningkatan tekanan darah dan peningkatan tekanan hidrostatik melalui berbagai mekanisme
fisiologis tubuh di jantung, pembuluh darah dan ginjal. Hal ini bisa menyebabkan kebocoran
kapiler dan menyebabkan oedem paru, serta gangguan perfusi jaringan. Perangsangan simpatis

13

juga akan meningkatkan katekolamin, dan sekresi asam lambung sehingga terjadi mual dan

14

muntah.
Cedera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung atau tanpa benturan langsung pada kepala.
Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur tulang tengkorak.
Cedera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematom epidural, subdural dan intraserebral.
Cedera difus dapat mengakibatkan gangguan fungsi saja, yaitu gegar otak atau cedera struktural
yang difus.
Dari tempat benturan, gelombang kejut disebar ke seluruh arah. Gelombang ini mengubah
tekanan jaringan dan bila tekanan cukup besar, akan terjadi kerusakan jaringan otak di tempat
benturan yang disebut coup atau ditempat yang berseberangan dengan benturan (contra coup)
15

2.6 MANIFESTASI KLINIK


Manifestasi klinik dari adanya peningkatan tekanan intra cranial adalah banyak dan bervariasi
serta dapat tidak jelas.
1. Perubahan tingkat kesadaran (paling sensitif di antara tanda peningkatan TIK)
2. Trias klasik :
- Nyeri kepala karena regangan duramater dan pembuluh darah.
- Papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus aptikus
- Muntah, seringkali proyektil.
3. Tekanan nadi yang lebar, berkurangnya denyut nadi dan pernafasan menandakan
dekompensasi otak dan kematian yang mengancam
4. Hipertermia
5. Perubahan motorik dan sensorik
6. Perubahan bicara
7. Kejang
2.7 PEMERIKSAAN FISIK
Gambaran klinis ditentukan berdasarkan derajat cedera dan lokasinya. Derajat cedera
dapat dinilai menurut tingkat kesadarannya melalui system GCS, yakni metode EMV (Eyes,
Verbal, Movement)
A. Kesadaran
1. Kemampuan membuka kelopak mata (E)

Secara spontan

Atas perintah

Rangsangan nyeri

Tidak bereaksi

2. Kemampuan komunikasi (V)

Orientasi baik

Jawaban kacau

16

Kata-kata tidak berarti

Mengerang

Tidak bersuara

3. Kemampuan motorik (M)

Kemampuan menurut perintah

Reaksi setempat

Menghindar

Fleksi abnormal

Ekstensi

Tidak bereaksi

B. Tanda-tanda vital,
Meliputi tekanan darah, nadi, suhu, dan laju nafas. Hasilnya dapat berbeda-beda pada
setiap pasien tergantung keadaannya
C. Tingkat cedera luar yang terlihat
Dilihat apakah terdapat cedera kulit kepala, perdarahan hidung, mulut, telinga, dan
hematoperiorbital, serta apakah terdapat memar/lebam pada bagian-bagian tertentu di kepala,
sekitar hidung, dahi, pipi, dan area sekitar mata.
D. Tanda-tanda neurologis
Menilai bentuk dan ukuran pupil, simetris atau tidak, isokor atau tidak, gerakan mata
untuk melihat apakah ada kelumpuhan terhadap otot-otot penggerak bola mata atau nervus yang
mempersarafi otot tersebut.
E. Aktivitas motorik
Melakukan penilaian kekuatan otot pasien untuk melihat apakah ada lesi pada sistem
koordinasi atau medulla spinalis.
F. Reflek fisiologis dan patologis
G. Pemeriksaan nervus cranialis
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

17

Yang dapat dilakukan pada pasien dengan trauma kapitis adalah:


1. CT-Scan
Untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek.
2. Lumbal Pungsi
Untuk menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus dilakukan sebelum 6 jam dari
saat terjadinya trauma
3. EEG
Dapat digunakan untuk mencari lesi
4. Roentgen foto kepala
Untuk melihat ada tidaknya fraktur pada tulang tengkorak
2.9 DIAGNOSA
Berdasarkan : Ada tidaknya riwayat trauma kapitis
Gejala-gejala klinis : Interval lucid, peningkatan TIK, gejala laterlisasi
Pemeriksaan penunjang.
2.10 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan
1.Penatalaksanaan Umun

Observasi GCS danTanda Vital (Tekanan darah, Nadi, Respirasi, Suhu)

miringkan kepala 30

O2 lembab 4-6 liter/m

IVFD NaCl 0,9% (30-40cc/kgBBperhari)

Antibiotik

Analgetik

Antagonis H2 reseptor

K/P :Manitol, Anti Konvulsan

Pasang NGT, Kateter

2. Penatalaksanaan TIK
18

Terapi Konservatif

Posisi :miringkan kepala 30

Hiperventilasi ringan 15-30 menit

Manitol 20% dosis 0,25 - 2 gr/Kg BB/kali pemberian tiap 4 6 jam

Terapi operatif (craniotomy, diversi LCS, dekompresi)


Indikasi ;

Fraktur depresi

Intracranial hematoma (EDH/SDH/ICH) > 25 cc

Midline Shift > 5 cm

Cedera penetrasi

Indikasi rawat bagi pasien cedera kepala yaitu :

Penurunan kesadaran

Nyeri kepala (dari sedang hingga berat)

Riwayat tidak sadarkan diri selama > 15 menit

Fraktur tulang tengkorak

Rhinorea otorhea

Cedera penetrasi

Intoksikasi alcohol atau obat-obatan

Trauma multiple

Hasil CT Scan abnormal

Amnesia

Tidak ada keluarga

Upaya pencegahan cedera kepala pada dasarnya adalah suatu tindakan pencegahan terhadap
peningkatan kasus kecelakaan yang berakibat trauma. Upaya yang dilakukan yaitu :
a.Pencegahan Primer
Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa terjadinya kecelakaan lalu
lintas seperti untuk mencegah faktor-faktor yang menunjang terjadinya cedera seperti pengatur
lalu lintas, memakai sabuk pengaman, dan memakai helm

19

b.Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat peristiwa terjadi yang dirancang untuk
mengurangi atau meminimalkan beratnya cedera yang terjadi. Dilakukan dengan pemberian
pertolongan pertama, yaitu :
Memberikan jalan nafas yang lapang (Airway).
Beberapa kematian karena masalah airway disebabkan oleh karena kegagalan
mengenali masalah airway yang tersumbat baik oleh karena aspirasi isi gaster maupun
kesalahan mengatur posisi sehingga jalan nafas tertutup lidah penderita sendiri. Pada
pasien dengan penurunan kesadaran mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya gangguan
jalan nafas, selain memeriksa adanya benda asing, sumbatan jalan nafas dapat terjadi oleh
karena pangkal lidahnya terjatuh ke belakang sehingga menutupi aliran udara ke dalam
paru. Selain itu aspirasi isi lambung juga menjadi bahaya yang mengancam airway.
Memberi nafas/ nafas buatan (Breathing)
Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada hambatan adalah
membantu pernafasan. Keterlambatan dalam mengenali gangguan pernafasan dan
membantu pernafasan akan dapat menimbulkan kematian.
3.Menghentikan perdarahan (Circulations).
Perdarahan dapat dihentikan dengan memberi tekanan pada tempat yang berdarah
sehingga pembuluh darah tertutup. Kepala dapat dibalut dengan ikatan yang kuat. Bila
ada syok, dapat diatasi dengan pemberian cairan infuse dan bila perlu dilanjutkan dengan
pemberian transfusi darah. Syok biasanya disebabkan karena penderita kehilangan
banyak darah
c. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier bertujuan untuk mengurangi terjadinya komplikasi yang lebih berat,
penanganan yang tepat bagi penderita cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas untuk
mengurangi kecacatan dan memperpanjang harapan hidup. Pencegahan tertier ini penting untuk
meningkatkan kualitas hidup penderita, meneruskan pengobatan serta memberikan dukungan
psikologis bagi penderita. Upaya rehabilitasi terhadap penderita cedera kepala akibat kecelakaan
lalu lintas perlu ditangani melalui rehabilitasi secara fisik, rehabilitasi psikologis dan sosial.

20

2.11 KOMPLIKASI
Jangka pendek :
1. Hematom Epidural
o Letak : antara tulang tengkorak dan duramater
o Etiologi : pecahnya A. Meningea media atau cabang-cabangnya
o Gejala : setelah terjadi kecelakaan, penderita pingsan atau hanya nyeri kepala
sebentar kemudian membaik dengan sendirinya tetapi beberapa jam kemudian timbul
gejala-gejala yang memperberat progresif seperti nyeri kepala, pusing, kesadaran
menurun, nadi melambat, tekanan darah meninggi, pupil pada sisi perdarahan mulamula sempit, lalu menjadi lebar, dan akhirnya tidak bereaksi terhadap refleks cahaya.
Ini adalah tanda-tanda bahwa sudah terjadi herniasi tentorial.
o Akut (minimal 24jam sampai dengan 3x24 jam)
o Interval lucid
o Peningkatan TIK
o Gejala lateralisasi hemiparese
o Pada pemeriksaan kepala mungkin pada salah satu sisi kepala didapati hematoma
subkutan
o CT-Scan : ada bagian hiperdens yang bikonveks
o LCS : jernih
o Penatalaksanaannya yaitu tindakan evakuasi darah (dekompresi) dan pengikatan
pembuluh darah.
2. Hematom subdural
o Letak : di bawah duramater
o Etiologi : pecahnya bridging vein, gabungan robekan bridging veins dan laserasi
piamater serta arachnoid dari kortex cerebri
o Gejala subakut : mirip epidural hematom, timbul dalam 3 hari pertama
Kronis : 3 minggu atau berbulan-bulan setelah trauma
o CT-Scan : setelah hari ke 3 diulang 2 minggu kemudian
Ada bagian hipodens yang berbentuk cresent.
21

Hiperdens yang berbentuk cresent di antara tabula interna dan parenkim otak (bagian
dalam mengikuti kontur otak dan bagian luar sesuai lengkung tulang tengkorak)
Isodens terlihat dari midline yang bergeser
o Operasi sebaiknya segera dilakukan untuk mengurangi tekanan dalam otak
(dekompresi) dengan melakukan evakuasi hematom. Penanganan subdural hematom
akut terdiri dari trepanasi-dekompresi.
3. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan dalam cortex cerebri yang berasal dari arteri kortikal, terbanyak pada lobus
temporalis. Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis yang berupa hematom hanya
berupa perdarahan kecil-kecil saja. Jika penderita dengan perdarahan intraserebral luput
dari kematian, perdarahannya akan direorganisasi dengan pembentukan gliosis dan
kavitasi. Keadaan ini bisa menimbulkan manifestasi neurologik sesuai dengan fungsi
bagian otak yang terkena.
4. Oedema serebri
Pada keadaan ini otak membengkak. Penderita lebih lama pingsannya, mungkin hingga
berjam-jam. Gejala-gejalanya berupa commotio cerebri, hanya lebih berat. Tekanan
darah dapat naik, nadi mungkin melambat. Gejala-gejala kerusakan jaringan otak juga
tidak ada. Cairan otak pun normal, hanya tekanannya dapat meninggi.

TIK meningkat

Cephalgia memberat

Kesadaran menurun

Jangka Panjang :
1. Gangguan neurologis
Dapat berupa : gangguan visus, strabismus, parese N.VII dan gangguan N. VIII,
disartria, disfagia, kadang ada hemiparese

22

2. Sindrom pasca trauma


Dapat berupa : palpitasi, hidrosis, cape, konsentrasi berkurang, libido menurun, mudah
tersinggung, sakit kepala, kesulitan

belajar, mudah lupa, gangguan tingkah laku,

misalnya: menjadi kekanak-kanakan, penurunan intelegensia, menarik diri, dan depresi.


2.12 PROGNOSIS
Skala Outcome Glasgow (GOS) digunakan secara luas sebagai standar yang menjelaskan hasil
akhir pada pasien cedera kepala. Merupakan skala lima butir yang sederhana:
Good recovery [G] Pasien pulih ke tingkat fungsi sebelum cedera
Moderately disabled [MD] Pasien dengan deficit neurologis namun mampu merawat diri sendiri
Severely disabled [SD] Pasien tidak mampu merawat diri sendiri
Vegetative

[V] Tidak ada tanda-tanda berfungsinya mental luhur

Dead

[D]

23

Anda mungkin juga menyukai