Anda di halaman 1dari 4

Bikin cover ya no judulnya

: dampak negativ globalisasi yang merugikan penjual koran

>>>>> kisah penjual koran menghadapi era globalisasi


Maharani pratiwi anwar

f0113059

Fathimah kurniawati

f0113039

keluarga
Hari minggu kami mencari-cari objek mana yang akan kami jadikan narasumber.
Setelah berkeliling-keliling kota Solo, kami memperhatikan betapa gigihnya seorang bapak
renta tukang koran mencari uang, dengan menawarkan dagangannya kepada semua orang
yang datang dan pergi silih beranti melewati lampu merah.
Tidak terdapat sedikit pun rasa putus asa dalam dirinya, walaupun terkadang orang
yang ditawarinya tidak membeli korannya. Keringat tampak membasahi wajah rentanya.
Kemudian kami terus berputar-putar kota Solo untuk menentukan objek tersebut.
Setelah kami pertimbangkan akhirnya kita memilih bapak tersebut untuk menjadi objek kami.
Akhirnya sekitar jam 15.40 WIB, kami sengaja pergi ke daerah lampu merah dekat dengan
stasiun balapan, disana kami sering melihat seorang bapak tua yang sudah seharusnya
istirahat di rumah namun tetap berjuang untuk keluarganya.
Disaat itu kami sengaja berpurapura membeli segelas es teh yang dekat dengan
bapak penjual koran yang menjadi objek kami. Setelah lama mengintai sang bapak akhirnya
kami mulai mendekati bapak tersebut.
Percakapan kami mulai dengan sangat santai, kami menanyakan tentang berita apa
yang sedang menjadi topik pada waktu itu. Kemudian percakapan kami mengalir begitu saja.
Bapak tua tersebut bernama subagyo. Usia yang tidak muda lagi, usianya sekitar 65 tahun.
Pekerjaan sehari-hari beliau yaitu menjual koran, beliau menjual koran dari pagi hingga
menjelang sore hari. Beliau menjual korannya di 2 tempat, jika pagi hari beliau menjual
koran di lampu merah di dekat radio jimbaran fm, sedangkan jika sudah siang sekitar pukul
11an beliau menjajakan korannya di lampu merah dekat stasiun balapan.
Saat pertama kami berbincang-bincang dengan bapak subagyo, beliau orang yang
ramah dan baik tercermin dari gaya beliau bicara. Kebaikan pak subagyo tercermin ketika ada
orang gila meminta uang secara paksa kepada beliau tanpa pikir panjang dan dengan ikhlas

bapak subagyo memberikan hasil penjualan korannya kepada orang gila tersebut. Saat kami
ingin mengganti uang tersebut beliau menolak.
Bapak subagyo juga bercerita bahwa dulu juga ada orang minta-minta ke bapak
Subagyo, dan bapak Subagyo memberi sedikit rezeki yang ia miliki ke tukang minta-minta
tersebut, karena bapak Subagyo merasa kasihan kepada orang tersebut dan juga menurut
beliau itu adalah sedekah, dan sebagian pendapatan yang beliau miliki adalah milik orang
lain, dan beliau harus berbagi. Kata pak Subagyo itu adalah salah satu rasa syukur yang telah
Tuhan berikan kepada bapak Subagyo karena telah memberikan nikmat yang cukup bagi pak
Subagyo. Meskipun bapak subagyo sudah tidak memiliki kekurangan fisik, yakni salah satu
mata beliau sudah mengalami katarak.
Beliau tinggal di nusukan bersama istri dan 2 anaknya. Sebetulnya beliau memiliki 3
orang anak, namun anak pertamanya sudah berkeluarga. Saat kami menanyakan kenapa
beliau tidak berhenti bekerja dan tinggal di rumah karena anaknya mungkin akan mengirim
uang, namun beliau menolak, karena beliau tidak ingin membebani anaknya.
Anak pertama bapak subagyo sudah berkeluarga dan tinggal di jakarta. Dan pekerjaan
anaknya sudah terbilang mapan, yakni sebagai kepala produksi pembuatan bego (alat berat)
yang ada di salah satu perusahaan di Jakarta. Anak pertama pak subagyo tinggal menetap
disana bersama anak dan istrinya. Biasanya anak bapak Subagyo pulang ke kampung
minimal 1 tahun sekali saat lebaran.
Anak kedua bapak subagyo kini masih duduk di bangku SMP, di salah satu SMP
Negeri yang ada di kota Surakarta. Sedangkan anak ketiga bapak subagyo bersekolah di salah
satu SD Negeri yang ada di daerah Nusukan.
Istri bapak subagyo tinggal di rumah, untuk mengurus rumah. Bapak subagyo tidak
mengijinkan sang istri untuk bekerja karena menurut beliau, beliau masih mampu untuk
menafkahi anggota keluarganya. Dan menurut pak subagyo tugas istri adalah dirumah
mengurusi keluarga saja sudah cukup.
Bapak subagyo tinggal di daerah nusukan. Setiap harinya untuk menjangkau ke
tempat pak subagyo bekerja beliau menggunakan bus untuk pulang pergi dari rumah ke
tempat bekerjanya. Beliau mengaku bahwa beliau tidak memiliki sepeda motor untuk
bekerja, dan menurut bapak subagyo naik bus tidak membuat bapak subagyo capek dan dapat
menyimpan tenaganya. Karena bapak subagyo sendiri mengakui bahwa tenaganya sudah
tidak seperti dulu.

Setiap harinya beliau menjangkau tempat berjualan koran yang pertama (lampu merah
dekat jimbaran fm) dengan naik bus, tapi untuk menjangkau tempat berjualan koran yang
kedua dengan berjalan kaki, karena menurut bapak subagyo dengan berjalan kaki, beliau
dapat menghemat uangnya.
Bapak subagyo biasanya sudah sampai di tempat berjualan koran yang pertama pada
pukul 06.00, sedangkan untuk tempat berjualan yang kedua pak subagyo sudah berada di
tempat tersebut pada pukul 11. Bapak subagyo pulang ke rumah kira-kira pukul 16.30 sore.
Iseng-iseng kami bertanya kepada ibu penjual es teh yang kami beli, kami
menanyakan tentang keseharian bapak subagyo, ibutersebut berkata bahwa bapak subagyo
orang yang baik, tak jarang jika ibu penjual es tersebut sedang kesusahan atau banyak
pengunjung bapak subagyo rela meninggalkan dagangan korannya dan sejenak membantu ibu
penjual warung tersebut melayani penjual.
Dahulu sebelum pak subagyo berjualan koran, pak subagyo bekerja sebagai linmas di
kelurahan Nusukan. Namun karena umur yang sudah tidak muda lagi dan tubuh yang sudah
tidak fit dan sering sakit-sakitan maka bapak subagyo sudah tidak berkerja lagi sebagai
linmas.
Pendapatan pak subagyo sebagai tukang koran juga terbilang tidak stabil. Pendapatan
pak subagyo tergantung banyak atau sedikitnya koran yang bapak subagyo berhasil di jual.
Selain itu juga bapak subagyo juga tidak bisa menaikkan harga korannya, karena biasanya di
koran sudah tertera harga eceran tertinggi (HET) yang sudah tercantum di koran.
Dengan pendapatan yang pas-pasan. Terbilang cukup bagi keluarga pak subagyo,
karena anaknya yang nomor 2 sekarang berada sedang menuntut ilmu di salah satu SMP
negeri di Surakarta. Dan bapak subagyo merasa cukup atas penghasilan yang diterima bapak
subagyo, karena bapak subagyo juga memiliki kekurangan secara fisik karena salah satu
indra penglihatannya mengalami katarak.
Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, pak subagyo tidak hanya berjualan koran di
lampu merah arah stasiun balapan, kita hanya akan menemukan pak subagyo di arah stasiun
balapan sekitaran jam 15.00 WIB karena pak subagyo menjual koran di daerah lain, demi
mendapatkan gaji yang cukup untuk kebutuhan keluarganya, dia sangat bekerja keras untuk
anaknya sekolah agar bisa menjadi orang yang berpendidikan dan tidak ingin nanti senasip
dengannya.
Seiring lamanya waktu yang kita bicarakan pak subagyo agak mulai mengeluh, karena
dengan adanya internet penjualan koran menjadi sedikit sepi, karena hampir semua orang

memakai gadget yang sudah terkoneksi dengan internet. Sehingga memudahkan orang untuk
mencari berita, tanpa mengeluarkan biaya lagi untuk membeli koran.
Waktu makin berganti sifat baik bapak subagyo tercermin dari beberapa menit
kemudian, pada saat itu ada orang yang kurang waras datang medekati kita dan memaksa
meminta uang, dengan tulus hatinya pak subagyo rela memberikan uang kepada orang
tersebut dengan uang hasil dari koran yang baru kami beri. Disaat itu kami ingin mengganti
kembali uang beliau akan tetapi bapak subagyo tidak mau dan mengatakan bahwa itu menjadi
kewajiban beliau untuk memberi ke sesama, dan disaat itu kami merasa malu. Orang dengan
penghasilan pas-pasan tapi ikhlas untuk memberi ke sesama tanpa pamrih.
Disaat kita terlalu asik berbicara dan akhirnya pak subagyo memulai pekerjaannya
sebagai penjual koran, karena disaat lampu merah menyala merupakan sumber rezeki bagi
pak subagyo. Pernah suatu ketika kita membeli lagi koran pak subagyo, karena kebetulan
lewat disana dan pak subagyo masih ingat dengan kita, dengan senyum ramah pak subagyo
menawarkan korannya.

Anda mungkin juga menyukai