Anda di halaman 1dari 46

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI

DALAM MODEL REGRESI LINIER (EVIEWS)

Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok


dalam Mata Kuliah Ekonometrika II / C
Disusun Oleh :
1. Biyanti Sita Maharani

F0113023

2. Cynthia Kusuma

F0113026

3. Dadang Arwinda

F0113027

4. Dessy Anis S.

F0113028

5. Dessy Putri Ayu K.

F0113029

6. Erika Putri Menandi

F0113034

7. Fajar Budi Harsakti

F0113036

8. Fathimah Kurniawati

F0113039

9. Hanif Fikriyah

F0113043

10. Harin Ditya W.

F0113045

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pengeluaran konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel makro
ekonomi yang berperan penting dalam suatu perekonomian. Konsumsi
merupakan pembelanjaan yang dilakukan oleh rumah tangga atas barang dan
jasa-jasa dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang-orang yang
melakukan pembelanjaan tersebut atau dapat jugadisebut sebagai pendapatan
yang dibelanjakan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengeluaran
konsumsi yaitu tingkat pendapatan, tingkat harga, tingkat pendidikan, jumlah
keluarga, jenis kelamin, selera, dan perkiraan mengenai masa depan.
Salah satu faktor yang cukup krusial dalam pengeluaran konsumsi adalah
tingkat pendapatan. Pengeluaran konsumsi personal (personal consumption
expeniture) adalah pengeluaran rumah tangga untuk membeli barang baik
barang-barang tahan lama maupun barang-barang tidak tahan lama, dan jasa.
Adapun pendapatan disposable merupakan pendapatan yang siap untuk
dibelanjakan.
Adapun hubungan variabel pendapatan terhadap variabel konsumsi adalah
positif. Artinya semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang maka tingkat
konsumsinya akan semakin tinggi pula. Untuk mengetahui lebih detail
bagaimana pengaruh variabel pendapatan terhadap variabel konsumsi maka
dapat kita lihat melalui model regresi linier. Selanjutnya untuk mengetahui
kesesuaian model terhadap hubungan dua variabel tersebut, dapat kita gunakan
uji asumsi klasik.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana model regresi linier dapat menerangkan hubungan variabel
pendapatan perkapita terhadap konsumi?
2. Bagaimana kesesuaian model jika di analisis dengan uji asumsi klasik?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengaruh hubungan variabel pendapatan terhadap
konsumsi dengan menggunakan model regresi linier.
2. Untuk mengetahui model tersebut telah sesuai dengan menggunakan uji
asumsi klasik.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. PENDAPATAN
1. Pengertian Pendapatan menurut Para Ahli
Pendapatan adalah jumlah uang yang diterima oleh suatu
perusahaan dari suatu aktivitas yang dilakukannya, dan kebanyakan
aktivitas tersebut adalah aktivitas penjualan produk dan atau penjualan
jasa kepada konsumen. Kata pendapatan dalam dunia bisnis bukanlah
hal yang asing. Bagi investor, pendapatan tidak terlalu penting jika
dibandingkan dengan keuntungan, yang merupakan jumlah uang yang
akan diterima setelah dikurangi dengan pengeluaran.
Kieso, Warfield dan Weygantd (2011;955)
Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang
timbul dari aktivitas normal entitas selama suatu periode, jika arus
masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal
dari kontribusi penanaman modal.
Skousen, Stice dan Stice (2010;161)
Pendapatan adalah arus masuk atau penyelesaian (atau kombinasi
keduanya) dari pengiriman atau produksi barang, memberikan jasa
atau melakukan aktivitas lain yang merupakan aktivitas utama atau
aktivitas centra yang sedang berlangsung.
John J. Wild (2003;311)
1. Pendapatan menurut ilmu ekonomi
Pendapatan merupakan nilai maksimum yang dapat
dikonsumsi

oleh

seseorang

dalam

suatu

periode

dengan

mengharapkan keadaan yang sama pada akhir periode seperti


keadaan semula.
4

2. Pendapatan menurut ilmu akuntansi


Ilmu akuntansi melihat pendapatan sebagai sesuatu yang
spesifik dalam pengertian yang lebih mendalam dan lebih terarah.
Niswonger (2006;56)
Pendapatan merupakan kenaikan kotor (gross) dalam modal
pemilik yang dihasilkan dari penjualan barang dagang, pelaksanaan
jasa kepada klien, menyewakan harta, peminjaman uang, dan semua
kegiatan usaha profesi yang bertujuan untuk memperoleh penghasilan.
Zaki Baridwan
Pendapatan adalah kenaikan aktiva suatu badan usaha atau
pelunasan utang selama suatu periode yang berasal dari penyerahan
atau pembuatan barang, penyerahan jasa atau dari kerugian lain yang
merupakan kegiatan utama suatu badan usaha.
Kuswandi
Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang
timbul akibat aktivitas normal perusahaan selama satu periode yang
mengakibatkan kenaikan modal dan tidak berasal dari kontribusi
penanaman modal.
Nafarin (2006;15)
Pendapatan adalah arus masuk harta dari kegiatan perusahaan
menjual barang dan jasa dalam suatu periode yang mengakibatkan
kenaikan modal yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal.
Sofyan Syafri (2002 : 58)
Pendapatan adalah kenaikan gross di dalam asset dan penurunan
gross dalam kewajiban yang dinilai berdasarkan prinsip akuntansi
yang berasal dari kegiatan mencari laba.

Dyckman (2002 : 234)


Pendapatan adalah arus masuk atau peningkatan lainnya atas aktiva
sebuah entitas atau penyelesaian kewajiban (atau kombinasi dari
keduanya) selama satu periode dari pengiriman atau produksi barang,
penyediaan jasa, atau aktivitas lain yang merupakan operasi utama
atau sentral entitas yang sedang berlangsung.
Definisi-definisi diatas memperlihatkan bahwa ada 2 konsep tentang
pendapatan yaitu sebagai berikut:
a) Konsep Pendapatan yang meusatkan pada arus masuk (inflow)
aktiva sebagai hasil dari kegiatan operasi perusahaan. Pendekatan
ini menganggap pendapatan sebagai inflow of net asset.
b) Konsep

Pendapatan

yang

memusatkan

perhatian

kepada

penciptaan barang dan jasa serta penyaluran konsumen atau


produsen lainnya, jadi pendekatan ini menganggap pendapatan
sebagai outflow of good and services.
Jika pendapatan dirumuskan dengan cara lain maka pengecualian
harus dinyatakan dengan jelas, misalnya pendapatan diakui sebelum
arus masuk aktiva benar-benar terjadi. Konsep dasar pendapatan yang
diungkapkan oleh Patton dan Littleton dinamakan sebagai produk
perusahaan yang menekankan bahwa pendapatan merupakan arus
yaitu penciptaan barang dan jasa oleh perusahaan.
2. Sumber-Sumber Pendapatan
Soemarso SR mengatakan pendapatan dalam perusahaan dapat
diklasifikasikan sebagai pendapatan opeerasi dan non operasi.
Pendapatan operasi adalah pendapatan yang diperoleh dari aktivitas
uama perusahaan. Sedangkan, pendapatan non opearsi adalah
pendapatan yang diperoleh bukan dari kegiatan utama perusahaan.
6

Jumlah nilai nominal aktiova dapat bertambah melalui berbagai


transaksi tetapi tidak semua transaksi mencerminkan timbulnya
pendapatan. Dalam penentuan laba adalah membedakan kenaikan
aktiva yang menunjukkan dan mengukur pendapatan kenaikan jumlah
nilai nominal aktiva dapat terjadi dari:
a. Transaksi modal atau endapatan yang mengakibatkan adanya
tambahan dana yang ditanamkan oleh pemegang saham.
b. Laba dari penjualan aktiva yang bukan berupa barang dagangan
seperti aktiva tetap, surat-surat berharga, atau penjualan anak atau
cabang perusahaan.
c. Hadiah, sumbangan, atau penemuan.
d. Revaluasi aktiva.
e. Penyerahan produk perusahaan, yaitu aliran penjualan produk.
Dari kelima sumber tambahan aktiva diatas hanya butir kelima
yang harus diakui sebagai sumber pendapatan walaupun laba atau
rugi mungkin timbul dalam hubungannya dengan penjualan aktiva
selain produk sebagaimana yang disebutkan dalam butir ke-dua.
3. Proses Pendapatan
Ada dua konsep yang sangat erat hubungannya dengan masalah
proses pendapatan yaitu konsep proses pembentukan pendapatan
(Earning Process) dan proses realisasi pendapatan (Realization
Process).
a. Proses pembentukan pendapatan (Earnings Process)

Proses pembentukkan pendapatan adalah suatu konsep


tentang terjadinya pendapatan. Konsep ini berdasrkan pada asumsi
bahwa semua kegiatan opoerasi yang diperlukan dalam rangka
mencapai hasil, yang meliputi semua tahap kegiatan produksi,
pemasaran, maupun pengumpulan piutang, memberikan kontribusi
terhadap hasil akhir pendapatan berdasarkan perbandingan biaya
yang terjadi sebelum perusahaan tersebut melakukan kegiatan
produksi.
b. Proses realisasi pendapatan (realization Process)
Proses realisasi pendapatan adalah proses pendapatan yang
terhimpun atau terbentuk sesudah produk selesai dikerjakan dan
terjual atas dkontrak penjualan. Jadi, pendapatan dimulai dengan
tahap terakhir kegiatan produksi, yaitu pada saat barang atau jasa
dikirimkan atau diserahkan kepada pelanggan. Jika, kontrak
penjualan mendahului produksi barang atau jasa maka pendapatan
belum dapat dikatakan terjadi, karena belum terjadi proses
penghimpunan pendapatan.
Proses realisasi pendapatan ditandai oleh dua kejadian berikut ini:

Kepastian perubahan produk menjadi potensi jasa yang lain


melalui proses penjualan yang sah atau semacamnya.

Pengesahan atau validasi transaksi penjualan tersebut dengan


aktiva lancar.

4. Penilaian,

Pengukuran,

Pengakuan,

dan

Pemgungkapan

Pendapatan.

a. Penilaian Pendapatan
Standar Akuntansi memberikan pedoman dasar penilaian yang
dapat

digunakan

untuk

menentukan

berapa

rupiah

yan

diperhitungkan dan dicatat pertama kali dalam suatu transaksi


atau berapa jumlah rupiah yang harus diletakkan pada suatu akun
dalam laporan keuangan.
Ada empat dasar dalam penilaian pendapatan antara lain sebagai
berikut:
1) Biaya Historis (historical cost) : Aktiva dicatat sebesar
pengeluaran kas (atau setara kas) yang dibayar ssebesar
nilai wajar dari imbalan yang diberikan untuk memperoleh
aktiva tersebut pada saat perolehan.
2) Biaya Kini (current cost): aktiva dinilai dalam wujud kas
(atau setara kas) yang seharusnya dibayar bila aktiva yang
sama atau setara yang diperoleh sekarang.
3) Nilai realisasi atau penyelesaian (realization/settlement
value) : Aktiva dinyatakan dalam jumlah kas (atau setara
kas) yang sama atau setara aktiva yang sekarang dengan
menjual aktiva dalam pelepasan normal (orderly disposal).
4) Nilai sekarang (present value) : Aktiva dinyatakan sebesar
kas masuk bersih dimasa depan yang didiskontokan ke
nilai

sekarang

dari

pos

yang

diharapkan

dapat

memberikan hasil dalam pelaksanaan usaha normal.


b. Pengukuran Pendapatan
Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada saat suatu
pendapatan diakui, yaiti pengukuran pendapatan dengan satuan
9

atau ukuran moneter dan penetapan waktu bahwa pendapatan


tersebut dapat dilaporkan sebagai pendapatan.
Ikatan Akuntan Indonesia (2002:23) memberikan ketentuan
mengenai pengukuran pendapatan yang dinyatakan dalam Standar
Akuntansi Keuangan yang isinya sebagai berikut:
Pendapatan harus diukur dengan nilai wajar imbalan yang
dapat diterima, jumlah pendapatan yang imbul dari suatu
transaksi biasanya ditentukan oleh persetujuan antra perusahaan
pembeli atau pemakai perusahaan tersebut. Jumlah tersebut, dapat
diukur denga nilai wajar imbalan yang diterima atau yang dapat
diterima perusahaan dikurangi jumlah diskon dagang dan rabat
volume yang diperbolehkan perusahaan.
Pendapatan dapat diukur dengan nilai tukar, ada dua hal
yang perlu diperhatikan dalam nilai tukar ini yaitu sebagai
berikut:
a. Potongan pembayaran dan pengurangan lain dari harga
seperti rugi piutang ragu-ragu perlu disesuaikan untuk
menghitung net cash yang sebenarnya.
b. Untuk transaksi bukan dengan kas., apabila nilai dari
barang yang diserahkan dianggap sama dengan nilai
pasar wajar dari barang yang akan diterima maka nilai
tukarnya adalah nilai buku barang yang akan diterima
lebih atau kurang dari nilai buku barang yang akan
diserahkan maka selisihnya nilai pasar barang yang
diterima dengan nilai buku barang yang diserahkan
merupakan keuntungan.

10

Berikut ini ada berbagai macam dasar pengukuran pendapatan


antara lain:

a) Cash Equivalent
Jumlah rupiah kas penghargaan produk yang terjual baru akan
menjadi pendapatan yang sepenuhnya setelah produk yang
tejual baru akan diproduksi dan penjualan benar-benar terjadi.
b) Nilai setara kas
Jumlah rupiah kas yang diperkirakan atau diterima atau
dibayarkan pada masa mendatang dari hasil, penjualan aktiva
dalam kegiatan normal perusahaan.
c) Harga dibawah harga pasar
Harga pasar yang berlaku sekarang tetap, nilainya dibawah
harga semula.
d) Harga pasar
Harga jual bersih yang diperkirakan dikurangi biaya
simpanan, biaya penjualan, dan biaya penyerahan produk.
e) Harga kesepakatan
Harga dimana yang nerupakan kesepakatan dengan
pelanggan dari setiap jumlah rupiah penjualan yang
disepakati dengan pelanggan.
c. Pengakuan Pendapatan

11

Tujuan dari semua usaha pada akhirnya dalah untuk


mendapatkan pendapatan yang bias meningkatkan nilai
perusahaan. Secara umu, pendapatan diakui pada saat
realisasinya atau sepanjang tahap (siklus) operasi. Ikatan
Akuntan Indonesia dalam Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) No. 23 menjelaslan kapan suatu pendapatan
diakui adalah sebagai berikut:
1. Pendapatan dari transaksi penjuala produk diakui pasa saat
tanggal

penjualan,

biasanya

merupakan

tanggal

penyerahan produk kepada pelanggan.


2. Pendapatan atas jasa yang diberikan oleh perusahaan jasa
diakui pada saat jasa tersebut telah dilakukan dapat dibuat
fakturnya.
3. Imbalan yang diperoleh atas penggunaan aktiva sumbersumber ekonomi perusahaan oleh pihak lain, seperti
pendapata bunga, dan royalty diakui sejalan dengan
berlakunya waktu atau pada saat digunakan aktiva yan
bersangkutan.
4. Pendapatan dari penjualan aktiva diluar barang dagangan
seperti penjualan aktiva tetap atau surat berharga diakui
pada saat tangal penjualan.
Pendapatan harus diukur dengan nilai wajar imbalan yang
diterima atau yang dapat diterima. Pada umumnya imbalan
tersebut berbentuk kas atau setara kas. Bila arus masuk dari
kas atau setara kas ditangguhkan, nilai wajar dari imbalan
tersebut mungkin kurang dari jumlah nominal dari kas yang
diterima atau yang dapat diterima. Berkaitan dengan masalah
pendapatan tersebut, ada beberapa hal yang perlu diketahui
12

tentang prinsip pengakuan pendapatan yang menyatakan


bahwa pendapatan harus diakui dalam laporan keuangan
ketika:
1. Pendapatan dihasilkan, dan
2. Pendapatan direalisasi atau dapat direalisasi.
Pengakuan pendapatan mendapat kendala yaitu proses
penentuan kapan pendapatan dapat diakui dan dilaporkan
untuk suatu periode tertentu dan berapa jumlahnya, proses
penetuan waktu dan besarnya pendapatan yang diakui ini
berkaitan dengan konsep realisasi pendapatan (Revenue
Realization)
Eldon S HEndriksen mengutp pernyataan American
Accounting Association Committee on Concept and Standard
External reporting mengenai realisasi ini yaitu: Realisasi
bukan suatu determinan dalam konsep laba, realisasi hanya
berfungsi sebagai pedoman memutuskan kapan kejadian yang
jika dipecahkan sebagai termasuk dalam laba objektif yaitu
apabila ketidakpastian telah sampai tingkat yang dapat
diterima.
Secara teoritik titik waktu dari pengakuan pendapatan dapat
dilakukan pada berbagai saat, yait:
1. Pengakuan pendapatan diakui pada saat proses produksi
2. Pengakuan pendapatan diakui pada saat selesainya
produksi
3. Pengakuan pendapatan diakui pada saat penjualan

13

4. Pengakuan pendapatan diakui pada saat penerimaan kas


1. Pengakuan pendapatan diakui pada saat proses
produksi
Pengakuan pendapatan diakui pada saat proses
produksi biasanya dilakukan oleh perusahaan yang
menjalankan produksi untuk kontrak jangka panjang.
GAAP memperbolehkan dua metode akuntansi untu
pendapatan atas kontrak jangka panjang, yaitu sebagai
berikut:
a. Metode Persentase Penyelesaian (Percentage of
Completion Method)
Metode persentase penyelesaian adalah bentu
alternative atas metode kontrak selesai. Dalam metode
ini, pengakuan pendapatan dicatat berdasarkan tingkat
kemajuan pekerjaan atau dengan kata lain jumlah
pendapatan yang diakui untuk tiap periode ditentukan
berdasarkan tingkat penyelesaian, bagian pendapatan
dan beban (dan juga laba) diakui ketika dihasilkan pada
setiap periode akuntansi. Besarnya tingkat penyelesaian
dari suatu kontrak harus diukur dimana pengukuran
yang biasa digunakan adalah pengukuran masukan dan
pengukuran keluaran.
1) Pegukuran masukan (input measure)
Pengukuran

masukan

adalah

upaya

yang

dikorbankan pada suatu proyek pada tanggal


tertentu dibandingkan dengan total upaya yang

14

diperkirakan

yang

dibutuhkan

untuk

menyelesaikan proyek. Pengukuran ini meliputi:

Metode biaya ke biaya (cost to cost method)


Metode ini paling sering digunakan, dimana
tingkat

penyelesaian

membandingkan

ditentukan

biaya

dengan

yang

telah

dikeluarkan dengan estimasi biaya total yang


diharapkan.

Metode

usaha

yang

diupyakan

(effort

expended method)
Metode ini didasarkan oleh ukuran dari
pelaksanaan pekerjaan yang meliputi jam
kerja, upah, jam mesin, atau kuantitas bahan.
Bahan penyelesaian dengan menggunakan
metode ini diperoleh dengan cara yang sama
seperti metode biaya ke biaya.
2) Pengeluaran keluaran (output measure)
Pengukuran keluraran adalah hasil pada tanggal
tertentu dibandingkan dengan total hasil kerja
proyek yang diselesaikan. Pengukuran pendapatan
dengan menggunakan ukuran keluaran didasarkan
pada hasil yang dicapai dengan nilai tambah.
b. Metode kontrak selesai (completed contract method)
Menurut metode ini, pendapatan diakui jika pekerjaan
sudah selesai 100%. Semua biaya selama pelaksanaan

15

dalam pekerjaan. Tagihan atas kemajuan tidak dicatat


sebagaimana

pendapatan,

tetapi

diakumulasikan

dalam akun kontrak persediaan. Metode kotrak selesai


harus digunakan hanya:
(1) Jika suatu entitas terutama mempunyai kontrak
jangka pendek
(2) Jika syarat-syarat untuk menggunakan metode
persentase penyelesaian tidak dapat dipenuhi, atau
(3) Jika terdapat bahaya yang melejat dalam kontrak
itu diluar resiko bisnis yang normal dan berulang.
Metode kontak selesai (completed contract method)
ini hanya akan diguakan jika metode perssentase
penyelesaian (percentage of completion method) tidak
tepat.
2. Pengakuan pendapatan pada saat selesainya produksi
Pengakuan pendapatan atas dasar penyelesaian produksi
ditujukan untuk produk dalam criteria;
(1) Adanya harga jual yang dapat ditentukan atau harga
pasar

yang

stabil,

(2) Biaya pemasaran yang tidak besar,


(3) Unit-unit yang dipertukarkan pelaoran pendapatan
pada waktu penyelesaian produksi tergantung pada
tingkat kepastian diaman harga jual dan biaya tambahan
dapat diestimasi.

16

Kriteria utama untuk menmggunakan metode ini adalah


kemampuan realisasi yang handal yaitu produk harus
dapat dipasarkan segera pada harga tertentu yang dapat
dipengaruhi produsen tertentu.
3. Pengakuan pandapatan pada saat penjualan
Untuk tujuan pengakuan pendapatan saat terjadinya
penjualan merupakan dasar yang paling utama. Hal
tersebut didukung dengan alasan antara lain:

Harga produk sekarang sudah lebih pasti.

Produk telah berada diluar perusahaan dan aktiva


baru sudah menggantikannya, yakni pertukaran
telah terjadi.

Untuk sebagian perusahaan, penjualan diasumsikan


sebagai peristiwa keuangan yang paling penting
dalam kegiatan ekoknomi perusahaan.

Sebagian besar biaya yang menyangkut pembuatan


atau peroleha produk dan biaya pelepasan sekarang
telah terjadi atau sekarang sudah ditentukan.

Dasar pengakuan ini sangat tepat untuk diterapkan


pada perusahaan yang bergerak dlam bidang produksi
atau

perusahaan

merupakan

hal

dagang.
yang

Kegiatan

paling

penjualan

menentukan

dan

mempunyai arti keuangan sebab transaksi penjualan


mengakibatkan

masuknya

aktiva

bau

kedalam

perusahaan yang berupa kas atau piutang.

17

4. Pengakuan pendapatan pada saat penerimaan kas


Penerimaan kas merupakan hal yang signifikan
dalam pengukuran pendapatan. Umumnya, tidak kritis
dalam proses opersaional untuk meningkatkan aktiva
bersih perusahaan. Penerapan dasar penerimaan kas
paling banyak dijumpai dalam perusahaan yang
melakukan penjualan yang bayarannya secara angsuran.
Dalam perusahan jasa, kalau satuan jasa dilakukan
dalam waktu relative pendek. Misalnya, perusahaan
angkutan atau bioskop maka saat penerimaan uang dari
konsumen hamper bersamaan dengan penyerahan jasa
sehingga keduanya dapat dijadikan dasar dalam
pengukuran dan pengakuan pendapatan. Untuk jangka
panjang didalam satuan jasa, misalnya penyewaan
ruangan atau bangunan maka terdapat perbedaan antara
jumlah rupiah pendapatan yang diakui dala suatu
periode atas dasar penerimaan uang.
d. Pengungkapan Pendapatan
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.
23 mengenai pengungkapan pendapatan, perusahaan harus
mengungkapkan sebagai berikut:
1) Kebijakan

akuntansi

yang

dianut

untuk

pengakuan

pendapatan termasuk metode yang dianut untuk menentkan


tingkat penyelesaian transaksi penjualan jasa.
2) Jumlah setiap kategori signifikan dari pendapatan diakui
selama periode tersebut termasuk pendapatan dari:

18

Penjualan barang

Penjualan Jasa

Bunga

Dividen, dan

Royalty

e. Kriteria Pengakuan Pendapatan


Pengaakuan

pendapatan

yang

diajukan

oleh

Financial

Accounting Standard Board (FASB) ada dua kriteria yaitu


sebagai berikut:
1. Pendapatan baru diakui jika jumlah pendapatan terealisasi
atau cukup pasti akan segera terealisasi.
2. Pendapatan baru adapat diakui jika pendapatan tersebut
sudah terbentuk atau terhimpun.
a) Metode Pencatatan Pendapatan
Di dalam laporan akuntansi dasar pencatatan
pendapatan harus berdasarkan ketentuan-ketentuan
sebagai berikut:

Nilai

ekonomis

harus

sudah

ditambahkan

perusahaan pada produknya

Jumlah pendapatan harud dapat diukur

Pengukuran yang dilakukan haruslah bebas

19

Biaya-biaya

yang

berkaitan

harus

dapat

diestimasi dengan tingkat kecermatan yang


memuaskan.
Metode dalam pencatatan pendapatan terdiri dari
dua metode, yaitu sebagai berikut: metode berbasis
kas (cash basis method) dan metode aberbasis akrual
(accrual basis method).

Metode cash basis


Suatu system dimana pendapatan belum
diakui sebelum pendapatan tersebut belum
diterima. Metode ini banyak digunakan pada
perusahaan kecil dan orang-orang yang
menjual jasa, pada umumnya adalah orangorang yang memiliki keahlian tertentu.

Metode accrual basis


Metode

pencatatan

pendapatan,

dimana

pendapatan itu dicatat pada saat sudah terjadi


hak

tanpa

memperhatikan

pendapatan

tersebut diterima. Keuntungan metode ini


adalah karena metode ini sangat teliti dalam
pengukuran keuntungan (dalam laporan laba
rugi) dan neraca selisih.
b) Metode pengakuan pendapatan untuk penjualan jasa
Ada empat metode pengakuan pendapatan untuk
perusahaan yang kegiatannya sebagian besar dalam

20

penjualan jasa dibandingkan produksi yaitu sebagai


berikut:
1. Metode kinerja khusus
Metode ini digunakan untuk penapatan jasa
yang dihasilkan dengan melakukan aksi tunggal.
Sebagai

contoh:

seorang

dokter

gigi

menghasilkan pendapatan atas penyelesaian


penambalan gigi.
2. Metode Kinerja Profesional
Metode ini digunakan untuk mengakui
pendapatan jasa yang dihasilkan oleh lebih
dari satu aksi tunggal dan hanya ketika jasa
melebihi satu periiode akuntansi.
3. Metode Kinerja Selesai
Metode

ini

digunakan

untuk

mengakui

pendapatan jasa yang dihasilkan dengan


melakukan serangkaian tindakan dimana yang
terakhir sangat penting dalam hubungannya
dengan total transaksi jasa dimana pendapatan
jasa dianggap telah dihasilkan hanya setelah
tindakan terakhir terjadi. Metode ini serupa
dengan

metode

kontrak

selesai,

yang

digunakan untuk kontrak jangka panjang.


4. Metode Penagihan

21

Metode ini digunakan untuk pendapatamn jasa


ketika ketdakpastian penagihan sangat tinggi
atau estimasi beban yang terkait dengan
pendapatan tidak dapat dipercaya sehingga
persyaratan

reliabilitas

tidak

dipenuhi.

Pendapatan diakui hanya ketika kas diperoleh.


Metode ini serupa dengan metode pemulihan
biya yang digunakan untuk penjualan produk.
c) Konsep dasar yang diperkirakan dalam pengakuan
pendapatan
Ada beberapa konsep dasar yang melandasi
laporan keuangan antara lain sebagai berikut:
1. Konsep

Upaya

dan

HAsil

(effort

and

accomplishment concept)
Konsep ini menyatakan bahwa kas merupakan
pengukur upaya dan pendapatan merupakan
pengukur hasil.
2. Konsep Bukti Berdaya Uji dan Objektif
Laporan keuangan akan mempunyai tingkat
manfaat dan tingkat keandalan 6yang cukup
tinggi apabila data keuangan didalamnya di
dukung oleh bukti-bukti yang objektif dan
dapat diuju kebenarannya,
3. Konsep Akuntansi mengakui adanya asumsi
yang relevan (assumption consept)

22

Konsep akuntansi menagkui adanya asumsiasumsi seperti bidang pengetahuan lain, dalam
banyak hal konsep dasar akuntansi dengan
sendirinya merupakan asunsi atau paling tidak
didasarkan atas asumsi yangtidak dapat diuji
validitasnya dengan pembuktian yang tuntas
tetapi dianggap mempunyai relevansi dengan
tujuan pelaporan keuangan.
4. Konsep Biaya Historical
Konsep biaya histories merupakan pengukur
potensi jasa yang paling objektif untuk jasa
yang baru diperoleh. Baiaya histories ini
menunjukkan

harga

pertukaran

padasaat

terjadinya salah satu keunggulan biaya histories


yang terjadi dari hasil kesepakatan dua pihak
yang independent.

B. Pendapatan Per Kapita


Pendapatan per kapita adalah pendapatan rata-rata penduduk suatu negara
(Untoro, 2010: 13). Pendapatan perkapita menunjukan tingkat pendapatan
masyarakat dalam suatu negara. Variable yang digunakan untuk
menghitung pendapatan per kapita adalah produk nasional bruto dan
jumlah penduduk. Secara matematis, rumus perhitungan pendapatan per
kapita adalah sebagai berikut:
Pendapatan per kapita = Produk Nasional Bruto (GNP) / Jumlah
Penduduk.
Menurut Rakiman (2011: 80) Pendapatan Perkapita suatu negara merupaka
tolak ukur kemajuan dari negara tersebut , apabila pendapatan perkapita
suatu negara rendah dapat dipastikan mekanisme ekonomi masyarakat di
negara tersebut mengalami penurunan , dan begitu pula sebaliknya apabila

23

pendapatan perkapita suatu negara tinggi maka dapat dipastikan


mekanisme ekonomi masyarakat tersebut mengalami peningkatan , tapi
pendapatan tersebut bukan hanya didapat / diperoleh dari mekanisme
ekonomi masyarakatnya saja , banyak faktor yang mempengaruhi
penurunan / peningkatan pendapatan tersebut seperti keadaan alam yang
tidak dapat diperkirakan keadaannya, kondisi alam ini dapat berubah
sewaktu-waktu yang dapat menimbulkan bencana alam yang akan
membuat pendapatan suatu negara akan mengalami penurunan . Hal ini
berlaku bagi seluruh negara di belahan dunia tidak terkecuali di negara
Indonesia.
Manfaat Perhitungan Pendapatan per kapita
Manfaat perhitungan pendapatan perkapita sebagai indikator ekonomi
yang mengukur tingkat kemakmuran penduduk suatu negara,
pendapatan per kapita dihitung secara berkala , biasanya 1 tahun.
Manfaat dari perhitungan pendapatan per kapita antara lain sebagai
berikut (Alam, 2007: 50) :
a. Untuk melihat tingkat perbandingan kesejahteraan masyarakat
suatu
negara dari tahun ke tahun.
b. Sebagai data perbandingan tingkat kesehjateraan suatu negara
dengan negara lain.
c. Sebagai perbandingan tingkat standar hidup suatu negara dengan
negara lainnya.
d. Sebagai data untuk mengambil kebijakan di bidang ekonomi.
Pendapatan per kapita dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan
untuk mengambil lahan pertimbangan untuk mengambil langkah
di
bidang ekonomi.
C. Teori Konsumsi
1. Konsumsi
Konsumsi merupakan kegiatan menggunakan barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Konsumsi adalah semua penggunaan barang dan jasa

24

yang dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Barang dan jasa
yang digunakan dalam proses produksi tidak termasuk konsumsi, karena barang
dan jasa itu tidak digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Barang
dan jasa dalam proses produksi ini digunakan untuk memproduksi barang lain.
Tindakan konsumsi dilakukan setiap hari oleh siapapun, tujuannya adalah
untuk

memperoleh

kepuasan

setinggi-tingginya

dan

mencapai

tingkat

kemakmuran dalam arti terpenuhi berbagai macam kebutuhan, baik kebutuhan


pokok maupun sekunder, barang mewah maupun kebutuhan jasmani dan
kebutuhan rohani. Tingkat konsumsi memberikan gambaran tingkat kemakmuran
seseorang atau masyarakat. Adapun pengertian kemakmuran disini adalah
semakin tinggi tingkat konsumsi seseorang maka semakin makmur, sebaliknya
semakin rendah tingkat konsumsi seseorang berarti semakin miskin.32 Konsumsi
secara umum diartikan sebagai penggunaan barang-barang dan jasa yang secara
langsung akan memenuhi kebutuhan manusia.33 Untuk dapat mengkonsumsi,
seseorang harus mempunyai pendapatan, besar kecilnya pendapatan seseorang
sangat menentukan tingkat konsumsinya.
2. Fungsi Konsumsi
Fungsi konsumsi adalah satu kurva yang menggambarkan sifat hubungan
di antara tingkat konsumsi rumah tangga dalam perekonomian dengan pendapatan
nasional (disposabel income) perekonomian tersebut. Fungsi konsumsi dapat
dinyatakan dalam persamaan :
C = a + bY
Dimana :
C = Tingkat konsumsi
a = Konsumsi rumah tangga ketika pendapatan nasional adalah 0
b = Kecenderungan konsumsi marginal
Y = Tingkat pendapatan nasional
25

Dari rumusan yang dikemukakan di atas, maka dapat diketahui bahwa


besarnya konsumsi sangat dipengaruhi oleh besarnya pendapatan. Namun yang
perlu digaris bawahi adalah perubahan (peningkatan) konsumsi yang disebabkan
oleh perubahan (peningkatan) pendapatan tidak bersifat proporsional. Oleh karena
itu, tabungan merupakan bagian pendapatan yang tidak dikonsumsi, maka
semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang semakin tinggi pada tingkat
tabungannya. Kelebihan dari pendapatan yang tidak digunakan untuk konsumsi
dapat disisihkan untuk tabungan.37 Terdapat dua konsep untuk mengetahui sifat
hubungan antara disposabel income dengan konsumsi dan disposabel income
dengan tabungan yaitu konsep kecenderungan mengkonsumsi dan kecenderungan
menabung.
a. Konsep kecenderungan mengkonsumsi
Kecenderungan mengkonsumsi dapat dibedakan menjadi dua yaitu
kecenderungan

mengkonsumsi

marginal

dan

kecenderungan

mengkonsumsi rata-rata. Kecenderungan mengkonsumsi marginal dapat


dinyatakan dengan MPC (Marginal Propensity to Consume) yang dapat
diartikan sebagai perbandingan di antara pertambahan konsumsi yang
dilakukan dengan pertambahan pendapatan disposabel yang diperoleh.
Nilai MPC dapat dihitung dengan menggunakan formula :
MPC = Yd . C
Kecenderungan mengkonsumsi rata-rata dinyatakan dengan APC (Average
Propensity to Consume) dapat didefinisikan sebagai perbandingan di
antara tingkat pengeluaran konsumsi dengan tingkat pendapatan
disposabel ketika konsumsi tersebut dilakukan. Nilai APC dapat dihitung
dengan menggunakan formula:
APC =Yd . C
b. Konsep kecenderungan menabung
Kecenderungan menabung dapat dibedakan menjadi dua yaitu
kecenderungan menabung marginal dan kecenderungan menabung
ratarata. Kecenderungan menabung marginal dinyatakan dengan MPS
(Marginal Propensity to Save) adalah perbandingan di antara pertambahan

26

tabungan dengan pertambahan pendapatan disposabel. Nilai MPS dapat


dihitung dengan menggunakan formula:
MPS = Yd . S
Kecenderungan menabung rata-rata dinyatakan dengan APS
(Average Propensity to Save), menunjukkan perbandingan di antara
tabungan dengan pendapatan disposabel. Nilai APS dapat dihitung dengan
menggunakan formula:
APS = Yd . S
D. Teori Konsumsi Menurut Para Ahli
a. Teori Keynes (Keynesian Consumption Model).
1) Hubungan Pendapatan Disposabel dan Konsumsi.
Keynes menjelaskan bahwa konsumsi saat ini (current consumption)
sangat dipengaruhi oleh pendapatan disposabel saat ini (current disposable
income). Menurut Keynes, ada batas konsumsi minimal yang tidak tergantung
tingkat pendapatan. Artinya, tingkat konsumsi tersebut harus dipenuhi, walaupun
tingkat pendapatan sama dengan nol. Itulah yang disebut dengan konsumsi
otonomus (autonomous consumption). Jika pendapatan disposabel meningkat,
maka konsumsi juga akan meningkat. Hanya saja peningkatan konsumsi tersebut
tidak sebesar peningkatan pendapatan disposabel.
C = Co + b Yd
Dimana :
C = konsumsi
Co = konsumsi otonomus
b = marginal propensity to consume (MPC)
Yd = pendapatan disposabel
0 b 1

27

Sebagai tambahan penjelasan, perlu diberikan beberapa catatan mengenai


fungsi konsumsi Keynes tersebut:
a) Merupakan variabel riil/nyata, yaitu bahwa fungsi konsumsi Keynes
menunjukkan hubungan antara pendapatan dengan pengeluaran konsumsi yang
keduanya dinyatakan dengan menggunakan tingkat harga konstan, bukan
hubungan antara pendapatan nominal dengan pengeluaran konsumsi nominal.
b) Merupakan pendapatan yang terjadi (current income), bukan
pendapatan yang diperoleh sebelumnya dan bukan pula pendapatan yang
diperkirakan terjadi di masa datang (yang diharapkan).
c) Merupakan pendapatan absolut, bukan pendapatan relatif atau
pendapatan permanen.
2) Kecenderungan Mengkonsumsi Marjinal (Marginal Propensity to Consume).
Kecenderungan

mengkonsumsi

marjinal

(Marginal

Propensity

to

Consume) disingkat MPC adalah konsep yang memberikan gambaran tentang


berapa konsumsi akan bertambah bila pendapatan disposabel bertambah satu unit.

Seperti pada uraian pada tabel 2.1, jumlah tambahan konsumsi tidak akan
lebih besar daripada tambahan pendapatan disposabel, sehingga angka MPC tidak
akan lebih besar dari satu. Angka MPC juga tidak mungkin negatif, dimana jika
pendapatan disposabel terus meningkat, konsumsi terus menurun sampai nol
(tidak ada konsumsi). Sebab manusia tidak mungkin hidup di bawah batas
konsumsi minimal. Karena itu 0 < MPC < 1.
Keynes

menduga

bahwa

kecenderungan

mengkonsumsi

marginal

(Marginal Prospensity to Consume) jumlah yang dikonsumsi dalam setiap


tambahan pendapatan adalah antara nol dan satu. Kecenderungan mengkonsumsi
marginal adalah krusial bagi rekomendasi kebijakan Keynes untuk menurunkan

28

pengangguran yang kian meluas. Kekuatan kebijakan fiskal, untuk mempengaruhi


perekonomian seperti ditunjukkan oleh pengganda kebijakan fiskal muncul dari
umpan balik antara pendapatan dan konsumsi.
3) Kecenderungan Mengkonsumsi Rata-Rata (Average Propensity to Consume).
Kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (Average Propensity to Consume)
disingkat APC adalah rasio antara konsumsi total dengan pendapatan disposabel
total.

Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan, yang


disebut kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (Average Prospensity to
Consume), turun ketika pendapatan naik. Ia percaya bahwa tabungan adalah
kemewahan, sehingga ia berharap orang kaya menabung dalam proporsi yang
lebih tinggi dari pendapatan mereka ketimbang si miskin.
4) Hubungan Konsumsi dan Tabungan
Pendapatan disposabel yang diterima rumah tangga sebagian besar
digunakan untuk konsumsi, sedangkan sisanya ditabung. Dengan demikian kita
dapat menyatakan dengan :
Yd = C + S
Dimana :
S = tabungan (saving)
Kita juga dapat mengatakan setiap tambahan penghasilan disposabel akan
dialokasikan untuk menambah konsumsi dan tabungan. Besarnya tambahan
pendapatan disposabel yang menjadi tambahan tabungan disebut kecenderungan
menabung marjinal (Marginal Propensity to Save disingkat MPS). Sedangkan

29

rasio

antara

tingkat

tabungan

dengan

pendapatan

disposabel

disebut

kecenderungan menabung rata-rata (Average Propensity to Save disingkat APS).


5) MPC dan MPS
Jika setiap tambahan pendapatan disposabel dialokasikan sebagai
tambahan konsumsi dan tabungan, maka:

Jika kedua sisi persamaan kita bagi dengan ,

maka:

1 = MPC + MPS atau MPS = 1 MPC


Dari sini dapat disimpulkan bahwa nilai total MPC ditambah MPS sama
dengan satu. Pada saat pendapatan disposabel masih rendah, setiap unit tambahan
pendapatan sebagian besar dialokasikan untuk konsumsi. Nilai MPC mendekati
satu. Nilai MPS mendekati nol. Hal ini dapat menjelaskan mengapa di negaranegara miskin kemampuan menabungnya sangat rendah, sehingga bila mereka
ingin melakukan investasi terpaksa meminjam dari luar negeri. Umumnya dana
pinjaman tersebut berasal dari negara-negara kaya, yang nilai MPC-nya sudah
makin mengecil, sementara MPS-nya makin besar. Nilai total APC ditambah
dengan APS juga sama dengan satu. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan dengan
menggunakan matematika sederhana:
Yd = C + S

30

E. Model

Konsumsi

Siklus

Hidup

(Life

Cycle

Hypothesis

of

Consumption).
Model konsumsi siklus hidup (Life Cycle Hypothesis of
ConsumptionI, disingkat LCH) dikembangkan oleh Franco Modigliani,
Albert Ando, dan Richard Brumberg. Model ini berpendapat bahwa
kegiatan konsumsi adalah kegiatan seumur hidup. Sama halnya dengan
model Keynes, model ini mengakui bahwa faktor yang dominan
pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi adalah pendapatan disposabel.
Hanya saja, model siklus hidup ini mencoba menggali lebih dalam untuk
mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi besarnya pendapatan
disposabel. Ternyata, tingkat pendapatan disposabel berkaitan erat dengan
usia seseorang selama siklus hidupnya. Model siklus hidup ini membagi
perjalanan hidup manusia menjadi tiga periode:
1) Periode Belum Produktif Periode ini berlangsung dari sejak
manusia lahir, bersekolah, hingga pertama kali bekerja, biasanya berkisar
antara usia nol hingga dua puluh tahun. Pada periode ini umumnya
manusia belum menghasilkan pendapatan. Untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi, mereka harus dibantu oleh anggota keluarga lain yang telah
berpenghasilan.
2) Periode Produktif Periode ini umumnya berlangsung dari usia
sekitar dua puluh tahun. Selama periode ini, tingkat penghasilan
meningkat. Awalnya meningkat cepat dan mencapai puncaknya pada usia
sekitar lima puluhan tahun. Setelah itu tingkat pendapatan disposabel
menurun, sampai akhirnya tidak mempunyai penghasilan lagi.
3) Periode Tidak Produktif Lagi Periode ini berlangsung setelah
usia manusia melebihi enam puluh tahun. Ketuaan yang datang tidak
memungkinkan mereka bekerja untuk mendapatkan penghasilan. Pola
konsumsi manusia berkaitan dengan periode hidupnya. Dengan kata lain,
manusia harus merencanakan alokasi pendapatan 43 disposabelnya. Ada
saatnya mereka harus berutang/mendapat tunjangan, ada saat harus
menabung sebanyak-banyaknya dan akhirnya ada pula saat dia harus hidup
dengan menggunakan uang tabungannya.
Fungsi konsumsi yang dikembangkan berdasarkan teori ini adalah :
31

C = aWR + Cyl
Dimana:
WR = kekayaan riil
a = kecenderungan mengkonsumsi marjinal dari kekayaan
YL = pendapatan tenaga kerja
c = kecenderungan mengkonsumsi marjinal dari pendapatan tenaga kerja
Selanjutnya Modigliani menganggap penting peranan kekayaan
(assets) sebagai penentu tingkah laku konsumsi. Konsumsi akan
meningkat apabila terjadi kenaikan nilai kekayaan seperti karena adanya
inflasi maka nilai rumah dan tanah meningkat, karena adanya kenaikan
harga surat-surat berharga, atau karena peningkatan dalam jumlah uang
beredar. Sesungguhnya dalam kenyataan orang menumpuk kekayaan
sepanjang hidup mereka, dan tidak hanya orang yang sudah pensiun saja.
Apabila terjadi kenaikan dalam nilai kekayaan, maka konsumsi akan
meningkat atau dapat dipertahankan lebih lama. Akhirnya hipotesis siklus
kehidupan ini akan berarti menekan hasrat konsumsi, menekan koefisien
pengganda, dan melindungi perekonomian dari perubahan-perubahan yang
tidak diharapkan, seperti perubahan dalam investasi, ekspor, maupun
pengeluaran-pengeluaran lain.
F. Faktor faktor yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi
a. Faktor faktor Ekonomi
1) Pendapatan rumah tangga (Household Income)
Pendapatan rumah tangga amat besar pengaruhnya terhadap tingkat
konsumsi. Biasanya makin tinggi tingkat pendapatan, makin tinggi
pula tingkat konsumsi. Karena ketika tingkat pendapatan meningkat,
kemampuan rumah tangga untuk membeli aneka kebutuhan konsumsi
menjadi semakin besar. Atau mungkin juga pola hidup menjadi
semakin konsumtif, setidak-tidaknya semakin menuntut kualitas yang
lebih baik.
32

2) Kekayaan rumah tangga (Household Wealth).


Tercakup dalam pengertian kekayaan rumah tangga adalah
kekayaan riil (rumah, tanah dan mobil) dan finansial (deposito
berjangka, saham dan surat-surat berharga). Kekayaan-kekayaan
tersebut dapat meningkatkan konsumsi, karena menambah pendapatan
disposabel. Misalnya, bunga deposito yang diterima tiap bulan dan
deviden yang diterima setiap tahun menambah pendapatan rumah
tangga. Demikian juga dengan rumah, tanah dan mobil yang
disewakan. Penghasilan-penghasilan tadi disebut sebagai penghasilan
non upah. Sebagian dari tambahan penghasilan tersebut akan dipakai
sebagai konsumsi dan tentunya hal ini akan meningkatkan pengeluaran
konsumsi.
3) Jumlah barang-barang konsumsi tahan lama dalam masyarakat.
Pengeluaran konsumsi masyarakat juga dipengaruhi oleh jumlah
barang-barang

konsumsi

tahan

lama

(Consumers

Durables).

Pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi bisa bersifat positif dan


negatif. Barang-barang yang tahan lama biasanya harganya mahal,
yang untuk memperolehnya dibutuhkan waktu untuk menabung.
Apabila membelinya secara tunai, maka sebelum membeli harus
banyak menabung (konsumsi berkurang). Namun apabila membelinya
dengan cara kredit, maka masa untuk menghemat adalah sesudah
pembelian barang.
4) Tingkat bunga (Interest Rate).
Tingkat bunga yang tinggi dapat mengurangi/mengerem keinginan
konsumsi, baik dilihat dari sisi keluarga yang memiliki kelebihan uang
maupun yang kekurangan uang. Dengan tingkat bunga yang tinggi,
maka biaya ekonomi (opportunity cost) dari kegiatan konsumsi akan
semakin mahal. Bagi mereka yang ingin mengkonsumsi dengan
berhutang dahulu, misalnya dengan meminjam dari bank atau
menggunakan fasilitas kartu kredit, biaya bunga semakin mahal,
sehingga lebih baik menunda/mengurangi konsumsi. Sama halnya
dengan mereka yang memiliki banyak uang. Tingkat bunga yang tinggi
menyebabkan menyimpan uang di bank terasa lebih menguntungkan
33

ketimbang dihabiskan untuk konsumsi. Jika tingkat bunga rendah,


maka yang terjadi adalah sebaliknya. Bagi keluarga kaya, menyimpan
uang di bank menyebabkan ongkos menunda konsumsi terasa lebih
besar. Sementara bagi keluarga yang kurang mampu, biaya meminjam
yang menjadi lebih rendah akan meningkatkan keberanian dan gairah
konsumsi.
5) Perkiraan tentang masa depan (household expectation about the
future).
Jika rumah tangga memperkirakan masa depannya makin baik,
mereka akan merasa lebih leluasa untuk melakukan konsumsi.
Karenanya pengeluaran konsumsi cenderung meningkat. Jika rumah
tangga memperkirakan masa depannya makin jelek, mereka pun
mengambil ancang-ancang dengan menekan pengeluaran konsumsi.
6) Kebijakan pemerintah mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan.
MPC pada kelompok masyarakat berpendapatan tinggi lebih
rendah

dibanding

MPC

pada

kelompok

masyarakat

yang

berpendapatan rendah. Keinginan pemerintah untuk mengurangi


ketimpangan dalam distribusi pendapatan ternyata akan menyebabkan
bertambahnya pengeluaran konsumsi masyarakat secara keseluruhan.
Misalnya, Rp.100 juta yang ditarik oleh pemerintah dalam bentuk
pajak dari kelompok masyarakat berpendapatan tinggi (dengan MPC
sebesar 0,65) akan menyebabkan berkurangnya konsumsi mereka
sebanyak Rp.65 juta. Namun tambahan pendapatan sebanyak Rp.100
juta itu yang diterima oleh kelompok masyarakat berpendapatan
rendah (dalam bentuk transfer payment, subsidi) akan menyebabkan
pengeluaran konsumsi mereka bertambah sebanyak Rp.80 juta (karena
MPC mereka sebesar 0,8). Dengan demikian tampak bahwa dengan
tingkat

pendapatan

nasional

yang

sama,

besarnya

konsumsi

masyarakat menjadi lebih besar dibandingkan dengan sebelumnya,


karena kebijakan pemerintah melakukan redistribusi pendapatan
nasional.
b. Faktor faktor Demografi
34

1) Jumlah penduduk
Jumlah

penduduk

yang

banyak

akan

memperbesar

pengeluaran konsumsi secara menyeluruh, walaupun pengeluaran


rata-rata per orang atau per keluarga relatif rendah. Misalnya,
walaupun tingkat konsumsi rata-rata penduduk Indonesia lebih
rendah daripada penduduk Singapura, tetapi secara absolut tingkat
pengeluaran konsumsi Indonesia lebih besar daripada Singapura.
Sebab jumlah penduduk Indonesia lima puluh satu kali lipat
penduduk Singapura. Tingkat konsumsi rumah tangga akan sangat
besar. Pengeluaran konsumsi suatu negara akan sangat besar, bila
jumlah penduduk sangat banyak dan pendapatan per kapita sangat
tinggi. Hal ini terjadi juga di negara Amerika Serikat dan Jepang.
Pengeluaran konsumsi penduduk masing-masing negara tersebut
puluhan kali lipat penduduk Indonesia. Sebab jumlah penduduknya
hampir sama dengan Indonesia, tetapi pendapatan per kapitanya
puluhan kali lipat dari Indonesia.
2) Komposisi penduduk
Komposisi penduduk suatu negara dapat dilihat dari
beberapa klasifikasi, di antaranya usia (produktif dan tidak
produktif), pendidikan (rendah, menengah, tinggi), dan wilayah
tinggal (perkotaan dan pedesaan). Pengaruh komposisi penduduk
terhadap tingkat konsumsi yaitu:
a) Makin banyak penduduk yang berusia kerja atau usia
produktif (15-64 tahun), makin besar tingkat konsumsi, terutama
bila sebagian besar dari mereka mendapat kesempatan kerja yang
tinggi, dengan upah yang wajar atau baik. Sebab makin banyak
penduduk yang bekerja, penghasilan juga makin besar.
b) Makin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, tingkat
konsumsinya juga makin tinggi. Sebab pada saat seseorang/suatu
35

keluarga makin berpendidikan tinggi, kebutuhan hidupnya makin


banyak. Yang harus mereka penuhi bukan lagi sekedar kebutuhan
untuk makan dan minum, melainkan juga kebutuhan informasi,
pergaulan masyarakat yang lebih baik serta kebutuhan akan
pengakuan orang lain terhadap keberadaannya (eksistensinya).
Seringkali biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan ini
jauh lebih besar daripada biaya pemenuhan kebutuhan untuk
makan dan minum.
c) Makin banyak penduduk yang tinggal di wilayah
perkotaan (urban), pengeluaran konsumsi juga makin tinggi. Sebab
umumnya pola hidup masyarakat perkotaan lebih konsumtif
dibanding masyarakat pedesaan.
c. Faktor faktor Non-Ekonomi
Faktor-faktor non ekonomi yang paling berpengaruh
terhadap

besarnya

konsumsi

adalah

faktor

sosial-budaya

masyarakat. Misalnya saja, berubahnya pola kebiasaan makan,


perubahan etika dan tata nilai karena ingin meniru kelompok
masyarakat lain yang dianggap lebih hebat. Contoh paling konkret
di Indonesia adalah berubahnya kebiasaan berbelanja dari pasar
tradisional ke pasar swalayan. Begitu juga kebiasaan makan, dari
makan masakan yang disediakan ibu di rumah menjadi kebiasaan
makan di restoran atau pusat-pusat jajanan yang menyediakan
makanan cepat saji (fast food). Demikian juga, rumah bukan hanya
sekedar tempat berlindung dari panas dan hujan melainkan ekspresi
dari keberadaan diri. Tidak mengherankan bila ada rumah tangga
yang mengeluarkan uang ratusan juta, bahkan miliaran rupiah,
hanya untuk membeli rumah idaman.
Dalam dunia nyata, sulit memilah-milah faktor apa yang
mempengaruhi

apa,

sehingga

menyebabkan

terjadinya

36

perubahan /peningkatan konsumsi. Sebab ketiga faktor diatas


saling terkait erat dan saling memengaruhi. Karena itu, bisa saja
terjadi dalam kelompok masyarakat yang berpendapatan rendah
yang memaksakan untuk membeli barang-barang dan jasa yang
sebenarnya tidak sesuai dengan kemampuannya. Sikap tersebut
mungkin akibat pengaruh dari kehidupan kelompok kaya yang
mereka tonton dalam sinetron di televisi.

37

BAB III
METODE PENELITIAN

A.

Jenis dan Sumber Data


Data yang diperlukan dalam analisis ini adalah data sekunder. Dimana
data

sekunder merupakan

mempengaruhi

konsumsi

data
dengan

yang

meliputi

faktor-faktor

yang

menganalisis

pendapatan

yang

mempengaruhi konsumsi.
B. Analisis Data
1.

Model Statistik
Untuk menguji hipotesis akan dilakukan analisis dengan model
regresi linier. Persamaan dapat dinyatakan sebagai berikut :
Model A :

PPCEt

= 1 + 2PDPIt + 3PDPIt1 + ut

Model B :

PPCEt = 1 + 2PDPIt + 3PPCEt1 + ut

Keterangan :

2.

PPCE

Per Capita Personal Consumption Expenditure.

PDPI

Personal Disposable Income.

Uji T
Merupakan pengujian variable independen secara individu yang
dilakukan untuk melihat signifikansi dari variabel independen
sementara variabel yang lain konstan. Uji signifikansi adalah prosedur
yang digunakan dalam pengujian kebenaran atau kesalahan dari hasil
hipotesis nol dari sampel.

38

3.

Ho diterima jika t hitung < t tabel < t hitung


Ho ditolak jika t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel

Uji F Statistik (Pengaruh Secara Serentak)


Uji F bertujuan untuk mencari pengaruh variabel independen
secara bersama-sama terhadap variabel dependen.
-

4.

F hit < F tabel


F hit > F tabel

Ho diterima.
Ho ditolak.

Koefisien Determinasi
Untuk mengetahui tingkat ketepatan yang paling baik dalam
analisa regresi dimana hal ini ditunjukkan oleh besarnya koefisien
determinasi antara nol dan satu. R merupakan koefisien determinasi
yang digunakan untuk mengetahui seberapa persen variasi perubahan
variabel dependen dapat dijelaskan oleh variasi perubahan variabel
independen.

5.

Uji Asumsi Klasik


a.

Uji Multikolinieritas
Multikolinearitas adalah situasi adanya korelasi
variabel independen di antara satu dengan yang lainnya.
Multikolinieritas berfungsi untuk mengetahui hubungan
antara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan
model regresi.

b.

Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah kondisi di mana sebaran
atau varian faktor pengganggu tidak konstan sepanjang
observasi.

Heteroskedastisitas

terjadi

jika

muncul

gangguan dalam fungsi regresi yang tidak sama sehingga


penaksir OLS tidak efisien baik dalam sampel kecil
ataupun besar (tetapi masih tetap tidak bisa dan konsisten).

39

c.

Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah keadaan dimana terdapat trend di dalam variabel yang


diteliti sehingga mengakibatkan e juga mengandung trend. Autokorelasi muncul
karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain.
Apabila regresi dilakukan dengan menggunakan eviews, maka dapat dilihat dari
nilai probabilitasnya. Apabila nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 berarti model
lolos dari masalah autokorelasi

40

BAB IV
PEMBAHASAN & ANALISIS
Terdapat 2 model akhir akan dipilih menjadi model yang terbaik. 2 model tersebut
menggunakan :
A. Distributed Lag model
Ini merupakan hasil dari pengujian regresi linier dengan metode
distributed lag mode, yaitu :
Estimation Equation:
=====================
PPCE = C(1) + C(2)*PDPI + C(3)*PDPI(-1)
Substituted Coefficients:
=====================
PPCE = -1.299053631 + 0.920411051*PDPI + 0.09314095354*PDPI(-1)
Dependent Variable: PPCE
Method: Least Squares
Date: 12/16/15 Time: 11:54
Sample(adjusted): 1971 1991
Included observations: 21 after adjusting endpoints
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
C
-1.299054
0.321722
-4.037819
PDPI
0.920411
0.152947
6.017858
PDPI(-1)
0.093141
0.147643
0.630854
R-squared
0.988766 Mean dependent var
Adjusted R-squared
0.987517 S.D. dependent var
S.E. of regression
0.144705 Akaike info criterion
Sum squared resid
0.376912 Schwarz criterion
Log likelihood
12.41507 F-statistic
Durbin-Watson stat
0.809223 Prob(F-statistic)

Prob.
0.0008
0.0000
0.5361
11.11862
1.295180
-0.896674
-0.747456
792.1102
0.000000

41

Hasil
2

R
Schwarz criterion
Akaike info criterion

Nilai
0.988766
-0.747456
-0.896674

B. Autoregressive Model
Dependent Variable: PPCE
Method: Least Squares
Date: 12/15/15 Time: 22:37
Sample(adjusted): 1971 1991
Included observations: 21 after adjusting endpoints
Variable
Coefficient Std, Error t-Statistic
C
-81,11157 336,3956 -0,241120
PDPI
0,903278 0,036314
24,87429
PPCE(-1)
-0,000169 0,037680 -0,004481
R-squared
0,982985 Mean dependent var
Adjusted R-squared
0,981095 S,D, dependent var
S,E, of regression
105,3645 Akaike info criterion
Sum squared resid
199830,2 Schwarz criterion
Log likelihood
-125,9851 F-statistic
Durbin-Watson stat
1,510095 Prob(F-statistic)

Hasil
2

R
Schwarz criterion
Akaike info criterion

Prob,
0,8122
0,0000
0,9965
10059,38
766,3055
12,28429
12,43351
519,9508
0,000000

Nilai
0,982985
12,43351
12,28429

Dari hasil kedua model diatas, apabila dibandingkan masing-masing nilai R 2,


schwarz criterion, dan akaike info criterion, maka model yang terbaik adalah
model dengan metode distributed lag.
Dimana nilai R2 distribusted lag lebih besar dubandingkan dengan autoregressive
model dan nilai schwarz criterion dan akaike info criterion distributed lag lebih
kecil dibandingkan autograssive model. Nilai R2 distributed lag sebesar 0.988766,
nilai schwarz criterion sebesar -0.747456, dan nilai akike info criterion sebesar

42

-0.896674. Kemudian Nilai R2 distributed lag sebesar 0,982985, nilai schwarz


criterion sebesar 12,43351, dan nilai akike info criterion sebesar 12,28429.
UJI ASUMSI KLASIK MODEL
PPCE = -1.299053631 + 0.920411051*PDPI + 0.09314095354*PDPI(-1)

A. Uji Normalitas
Dalam uji model ini, menunjukkan bahwa hasii JB statistik data tersebut adalah
1.2298 yang artinya lebiih besar dari nilai 0.05. Maka dapat disimpulkan bahwa
JB statistik pada model menunjukkan hasil yang tidak signifikan sehingga tidak
menolak Ho. Hal ini berarti bahwa residual berdistribusi normal.
B. Uji Linearitas
Ramsey RESET Test:
F-statistic
Log likelihood ratio
Test Equation:
Dependent Variable: PPCE
Method: Least Squares
Date: 12/16/15 Time: 12:47
Sample: 1971 1991
Included observations: 21
Variable
C
PDPI
PDPI(-1)
FITTED^2
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat

8.742642
8.713645

Coefficient
7.360038
-0.215479
-0.066956
0.057595
0.992581
0.991272
0.121002
0.248906
16.77190
1.254849

Probability
Probability

0.008831
0.003158

Std. Error
t-Statistic
2.940869
2.502674
0.404892
-0.532188
0.134810
-0.496672
0.019479
2.956796
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)

Prob.
0.0228
0.6015
0.6258
0.0088
11.11862
1.295180
-1.216371
-1.017414
758.1367
0.000000

43

Dari hasil uji linearitas, didapatkan bahwa nilai F statistik pada Ramsey reset test
menunjukkan hasil sebesar 8.742. Maka itu artinya nilai F tidak signifikan karena
lebih dari 0.05. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan tidak terjadi
kesalahan spesifikasi pada model.
C. Uji Homoskedastisitas
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic
Obs*R-squared

0.428012
2.029864

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 12/16/15 Time: 12:57
Sample: 1971 1991
Included observations: 21
Variable
Coefficient
C
-0.239113
PDPI
-0.116331
PDPI^2
0.005233
PDPI(-1)
0.160600
PDPI(-1)^2
-0.007126
R-squared
0.096660
Adjusted R-squared
-0.129175
S.E. of regression
0.019386
Sum squared resid
0.006013
Log likelihood
55.86496
Durbin-Watson stat
2.022002

Probability
Probability

0.786298
0.730266

Std. Error
t-Statistic
0.505710
-0.472825
0.242872
-0.478979
0.009937
0.526658
0.208205
0.771354
0.008610
-0.827564
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)

Prob.
0.6427
0.6384
0.6057
0.4517
0.4201
0.017948
0.018243
-4.844281
-4.595586
0.428012
0.786298

Untuk mencari homoskedastisitas maka harus dibandingkan dengan nilai x2. Nilai
X2 sebesar 28.86 maka itu artinya nilai 28.86 > 2.02 jadi tidak terdapat
heteroskedastisitas dalam model.
D. Uji Multikoleniaritas
Regresi awal
Dependent Variable: PPCE
Method: Least Squares

44

Date: 12/16/15 Time: 13:11


Sample(adjusted): 1971 1991
Included observations: 21 after adjusting endpoints
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
C
-1.299054
0.321722
-4.037819
PDPI
0.920411
0.152947
6.017858
PDPI(-1)
0.093141
0.147643
0.630854
R-squared
0.988766 Mean dependent var
Adjusted R-squared
0.987517 S.D. dependent var
S.E. of regression
0.144705 Akaike info criterion
Sum squared resid
0.376912 Schwarz criterion
Log likelihood
12.41507 F-statistic
Durbin-Watson stat
0.809223 Prob(F-statistic)

Prob.
0.0008
0.0000
0.5361
11.11862
1.295180
-0.896674
-0.747456
792.1102
0.000000

Hasil regresi linier antar variabel bebas


Dependent Variable: PDPI
Method: Least Squares
Date: 12/16/15 Time: 13:07
Sample(adjusted): 1971 1991
Included observations: 21 after adjusting endpoints
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
C
0.773282
0.448782
1.723068
PDPI(-1)
0.951791
0.036949
25.75966
R-squared
0.972164 Mean dependent var
Adjusted R-squared
0.970699 S.D. dependent var
S.E. of regression
0.217054 Akaike info criterion
Sum squared resid
0.895134 Schwarz criterion
Log likelihood
3.332984 F-statistic
Durbin-Watson stat
1.975796 Prob(F-statistic)

Dependent Variable: PDPI(-1)


Method: Least Squares
Date: 12/16/15 Time: 13:09
Sample(adjusted): 1971 1991
Included observations: 21 after adjusting endpoints
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
C
-0.453621
0.488958
-0.927730
PDPI
1.021405
0.039651
25.75966
R-squared
0.972164 Mean dependent var
Adjusted R-squared
0.970699 S.D. dependent var
S.E. of regression
0.224851 Akaike info criterion

Prob.
0.1011
0.0000
12.26919
1.268010
-0.126951
-0.027473
663.5601
0.000000

Prob.
0.3652
0.0000
12.07819
1.313563
-0.056362

45

Sum squared resid


Log likelihood
Durbin-Watson stat

0.960605
2.591797
1.972877

Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)

0.043117
663.5601
0.000000

Perbandingan nilai masing-masing R2 maka nilai R2 pada regresi asal memiliki


nilai tertinggi yaitu 0.9887. maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
multikoleniaritas pada model tersebut.

BAB V
KESIMPULAN
Dari hasil pengujian model tersebut, didapat model regresi linear yang baik
adalah dengan menggunakan metode distributed lag. Setelah mendapatkan model
yang terbaik, maka dilakukan uji asumsi klasik terhadap model. Dari uji asumsi
klasik, mulai dari uji normalitas, linearitas, autokorelasi, homoskedastisitas, dan
multikoleniaritas maka didapatkan hasil bahwa tidak ada kesalahan dari
spesifikasi model.

46

Anda mungkin juga menyukai