Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Gagal Jantung


2.1.1. Definisi
Gagal jantung merupakan sindroma klinis kompleks yang disebabkan
gangguan struktur dan fungsi jantung sehingga mempengaruhi kemampuan jantung
untuk memompakan darah sesuai dengan kebutuhan tubuh. Kondisi ini ditandai
dengan gangguan hemodinamik berupa penurunan curah jantung dan peningkatan
tekanan pengisian ventrikel.

Gagal jantung sekarang ini dibagi menjadi Gagal

jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga curah


jantung menurun (LVEF < 50%) dan Gagal jantung diastolik adalah penurunan
distensibilitas ventrikel kiri yang disebabkan oleh proses menua hipertensi,
kardiomeopati hipertropik serta restriktif (LVEF masih normal / sedikit menurun
50%).17

2.1.2. Patofisiologi
Penyebab tersering terjadinya gagal jantung adalah gangguan / kerusakan
fungsi miokard ventrikel kiri disamping adanya penyakit pada pericardium,
miokardium, endokardium ataupun pembuluh darah besar. Penurunan fungsi
ventrikel kiri mengakibatkan terjadinya penurunan curah jantung yang selanjutnya
menyebabkan teraktivasinya mekanisme kompensasi neurohormonal yang bertujuan
mengembalikan kinerja jantung dalam memenuhi kebutuhan jaringan. Aktivasi sistem
simpatis menimbulkan peningkatan denyut jantung dan vasokontriksi perifer

Universitas Sumatera Utara

sehingga
Aldosterone

curah jantung dapat meningkat kembali. Aktivasi Renin-AngiotensinSystem

(RAAS)

menyebabkan

vasokontriksi

(angiotensin)

dan

peningkatan volume darah melalui retensi air dan natrium (aldosteron). Mekanisme
kompensasi yang terus berlangsung ini akan menyebabkan stress pada miokardium
sehingga menyebabkan terjadinya remodeling yang progresif, dan pada akhirnya
dengan mekanisme kompensasipun jantung tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan
jaringan (dekompensasi).17

2.1.3. Gejala Klinis


Sebagai kompensasi dari berkurangnya kekuatan pompa jantung, ventrikel
akan membesar untuk meningkatkan regangan dan kontraksi sehingga dapat
memompa darah lebih banyak. Akibatnya, otot jantung akan menebal untuk
membantu meningkatkan kekuatan pompa. Hal tersebut membutuhkan semakin
banyak suplai darah dan arteri koronaria yang menyebabkan jantung juga akan
berdenyut lebih cepat untuk memompa lebih sering lagi. Pada keadaan ini, kadar
hormon yang menstimulasi jantung akan meningkat. ii
Manifestasi klinis yang timbul menunjukkan adanya tanda-tanda kegagalan
jantung kongestif yaitu dispnu dan fatiq yang dapat menghambat toleransi latihan
dan retensi cairan yang dapat menimbulkan kongesti paru dan edema perifer. Kedua
abnormalitas tersebut akan mengurangi kapasitas fungsional dan kualitas hidup.18, 19

2.1.4. Klasifikasi Gagal Jantung

Universitas Sumatera Utara

New York Heart Association (NYHA) pertama kali membuat klasifikasi gagal
jantung yang berdasarkan pada derajat keterbatasan fungsional. Pembagian
fungsional NYHA sering digunakan untuk menentukan progresifitas gagal jantung.
Sistem ini membagi pasien atas 4 kelas fungsional yang bergantung pada gejala
yang muncul, yaitu asimptomatis (kelas I), gejala muncul pada aktifitas ringan (kelas
II), gejala muncul pada saat aktifitas berat (kelas III) dan gejala muncul pada saat
istirahat (kelas IV). Kelas fungsional pada penderita gagal jantung cenderung
berubah-ubah. Bahkan perubahan ini dapat terjadi walaupun tanpa perubahan
pengobatan dan tanpa perubahan pada fungsi ventrikel yang dapat diukur.19, 20
ACC/AHA membagi klasifikasi untuk perkembangan dan progresifitas gagal
jantung atas 4 stadium yaitu stadium A adalah beresiko tinggi untuk menjadi gagal
jantung tanpa ditemukan adanya disfungsi jantung, stadium B adalah adanya
disfungsi jantung tanpa gejala, stadium C adalah adanya disfungsi jantung dengan
gejala, stadium D adalah adanya gejala yang berat dan refrakter terhadap terapi
maksimal. Pembagian ini mengutamakan pada keberadaan faktor resiko dan
abnormalitas

struktural

jantung,

pengenalan

progresifitasnya,

dan

strategi

pengobatan pada upaya preventif. Penderita gagal jantung akan mengalami


perjalanan penyakitnya dari stadium A ke D namun tidak dapat kembali lagi ke
stadium A, hal mana dapat terjadi bila menggunakan klasifikasi menurut NYHA.1, 19

2.1.5. Diagnosis
Diagnosis

dibuat

berdasarkan

anamnesis,

pemeriksaan

fisik,

elektrokardiografi, foto toraks, ekokardiografi-doppler.1, 17

Universitas Sumatera Utara

Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung yaitu
dengan terpenuhinya 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.
Adapun kriteria Framingham sebagai berikut:27

Kriteria Mayor :
o Paroksismal nocturnal dispnu
o Distensi vena leher
o Ronki paru
o Kardiomegali
o Edema paru akut
o Gallop S3
o Peninggian tekanan vena jugularis
o Refluks hepatojugular

Kriteria minor :
o Edema ekstremitas
o Batuk malam hari
o Dispnea deffort
o Hepatomegali
o Efusi pleura
o Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
o Takikardia (>120 x/menit)

Kriteria mayor atau minor :


o Penurunan BB 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan

Universitas Sumatera Utara

Gagal jantung dapat disertai spectrum abnormalitas fungsi ventrikel yang luas,
mulai dari ukuran ventrikel kiri dan fraksi ejeksi yang normal sampai dengan dilatasi
berat dan atau fraksi ejeksi yang sangat rendah.19
American College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA)
menyatakan bahwa dalam mendiagnosa gagal jantung tidak ada satupun uji
diagnostik yang spesifik. Diagnosa sangat ditentukan oleh penelusuran riwayat
penyakit dan pemeriksaan fisik yang teliti. Dengan dugaan yang kuat akan adanya
suatu gagal jantung pada penderita yang beresiko tinggi, sangat dianjurkan untuk
dilakukan

pemeriksaan

tambahan

seperti

laboratorium

rutin,

foto

toraks,

elektrokardiografi, penilaian fungsi ventrikel kiri, biomarker dan uji latih.17


Disfungsi jantung dapat dibagi menjadi dua yaitu disfungsi sistolik dan
disfungsi diastolik. Performa ventrikel kiri adalah kemampuan untuk mengosongkan
ventrikel kiri. Kemampuan untuk mengosongkan ventrikel kiri dapat diukur secara
kuantitatif dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri (Left Ventrikel Ejection Fraction) yang
merupakan rasio volume sekuncup terhadap volume akhir diastolik. Sehingga
disfungsi sistolik dapat didefinisikan dengan turunnya nilai EF (Ejection Fraction) (EF
< 50%) dapat diukur dengan ekokardiografi. Sedangkan disfungsi diastolik dapat
didefinisikan dengan menurunnya distensibilitas ventrikel kiri yang dapat disebabkan
oleh proses menua, hipertensi dan kardiomiopati hipertrofik serta restriktif (EF >
50%). Perbandingan antara disfungsi diastolik (DHF) dan disfungsi sistolik (SHF)
dapat dilihat pada tabel II.1.
Tabel II.1. Perbandingan DHF dan SHF

Universitas Sumatera Utara

Index yang digunakan untuk mengukur fungsi ventrikel kiri adalah mengukur
ejection fraction (EF) yang didapat dari stroke volume dibagi dengan end diastolic
volume. 17

2.2. N-Terminal Pro-Brain Natriuretic Peptide (NT-proBNP)

Universitas Sumatera Utara

Gauer tahun 1950an menunjukkan adanya hubungan humoral antara jantung


dan ginjal dimana dilatasi atrium kanan jantung menimbulkan natriuresis dan
diuresis. Hal ini dibuktikan oleh Flynn dkk, dimana senyawa aktifnya adalah Atrial
Natriuretic Peptide (ANP). Kemudian pada tahun 1988, Sudoh dkk mendapatkan
Brain Natriuretic Peptide (BNP) dari otak babi yang ditemukan pula pada miosit
ventrikel jantung.11
ANP didapatkan pada jaringan ventrikel janin dan neonates, sedangkan pada
orang dewasa terutama pada atrial. BNP terutama dihasilkan dari miosit ventrikel
tetapi dapat juga dijumpai dari fibroblast jantung. Semua senyawa peptide natriuretik
tersebut mempunyai kesamaan struktur yaitu adanya cincin residu 17 asam amino
yang dibentuk dengan jembatan disulfide antara 2 residu sistein, disertai 2 rantai
cabang masing-masing dengan ujung asam amino dan karboksil.11,18 21

2.2.1. Sekresi
Dalam keadaan normal hormone pre-proBNP disimpan dalam jumlah sedikit di
granula atrial dan setelah ada stimulus terjadi pergeseran produksinya dari atrial ke
ventrikel yang dibentuk dengan cepat dan dikeluarkan sebagai pancaran (burst).
Stimulus utama sintesis dan sekresi hormone pre-proBNP adalah stress dinding
jantung berupa regangan dinding ventrikel (cardiac wall stretching) dan peningkatan
tekanan pengisiannya (filling pressure). Misalnya seperti pada gagal jantung kronik
dimana terjadi regangan kronis miosit ventrikel terutama ventrikel kiri.11,17,22,23

Universitas Sumatera Utara

Semua anggota peptide natriuretik dikeluarkan dalam bentuk prohormon.


Pada miosit jantung sebagai respon stress dinding jantung disekresikan secara
pancaran hormone pre-proBNP yang mengandung rantai 134 asam amino termasuk
rantai peptide sinyal dari 26 asam amino pada ujung NH2-terminal. Selanjutnya preproBNP diubah melalui pemecahan peptide sinyalnya menjadi hormone proBNP
yang mengandung rantai 108 asam amino. Di sirkulasi enzim proteolitik furin
memecah proBNP menjadi hormone aktif BNP yang mempunyai 32 asam amino
(asam amino 77-108), terpisah dari NT-proBNP (NH2-terminal fragment of proBNP)
dengan 76 asam amino (asam amino 1-76) yang merupakan metabolit tidak
aktif.4,17,24,25
Peningkatan kadar peptide natriuretik khususnya NT-proBNP juga dijumpai
pada paska infark miokard yang mungkin disebabkan oleh regangan daerah sekitar
infark dan berkaitan dengan aktivasi sistem neurohormonal. Regangan mekanik
dapat mengaktifkan jalur JAK/STAT (Jannus Kinasel/Signal Transducer and
Activators of Transcription) dan dapat menstimulasi sekresi BNP dan memperbesar
ekspresi gen IL-6 dan cardiotrophin-1. Kemungkinan lain cardiotrophin-1 sendiri
dapat secara langsung meningkatkan transkripsi gen miokardial dari BNP.26, 27
Konsentrasi BNP jaringan meningkat sejajar pada bagian yang non infark dan
infark, seperti dilaporkan oleh Hama dkk.15 Peningkatan kadar BNP dan NT pro-BNP
tidak hanya mencerminkan stress dinding ventrikel kiri yang meningkat tetapi dapat
juga akibat langsung dari iskemia miokard walaupun mekanismenya masih belum
jelas. Diduga iskemia dapat meningkatkan regangan dinding ventrikel regional.28, 29

Universitas Sumatera Utara

2.2.2. Degradasi
Mekanisme utama bersihan peptide natriuretik dari sirkulasi melalui
pengikatan terhadap Natriuretic Peptide Receptors-C (NPR-C) lewat proses
endositosis.

Neutral

Endopeptidases

(NEPs)

merupakan

suatu

enzim

metallopeptidase yang mengandung zinc, juga berpengaruh dalam degradasi


peptide natriuretik melalui hidrolisis. BNP relatif lebih resisten terhadap NEPs
dibandingkan dengan ANP. Tetapi NT-proBNP secara biologi tidak aktif dan tidak
terikat dengan NPRs dan juga tidak mengalami degradasi oleh NEPs. Mekanisme
bersihan NT-proBNP belum diketahui tetapi diduga sebagian besar sepertinya
melalui ekskresi ginjal (filtrasi glomerulus). Fungsi ginjal mempengaruhi kadar NTproBNP pada gagal jantung akut. Peningkatan nyata NT-proBNP pada pasien gagal
ginjal menunjukkan ginjal mungkin berperanan penting untuk bersihan NTproBNP.22,23,30 Pasien dengan insufisiensi ginjal sedang dan berat memerlukan
penyesuaian kadar NT-proBNP yaitu 1200 ng/L.31, 32

2.2.3. Fisiologi Dalam Tubuh Manusia


Peptide natriuretik mempunyai resptor untuk berinteraksi terhadap sel target
yaitu NPR-A, NPR-B dan NPR-C yang merupakan keluarga reseptor guanylyl
cyclase. Reseptor ini memediasi aktifitas biologic peptide natriuretik melalui sintesa
dan akumulasi intraseluler dari cyclic guanosine monophosphate (GMP). Efek
biologis yang ditimbulkan adalah diuresis dan natriuresis, vasodilatasi, inhibisi sistem
nervus simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron, serta inhibisi pertumbuhan
miosit kardiak dan vaskular.17,23,24,34

Universitas Sumatera Utara

NT-proBNP sendiri secara biologis tidak aktif dan tidak terikat terhadap
reseptor NPRs sehingga tidak memiliki efek fisiologis.22
Nilai normal NT-proBNP masih belum dapat ditetapkan sepenuhnya namun
konsentrasinya dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, dan penggunaan obat-obatan
seperti diuretic dan penghambat beta. Berbagai kondisi klinis juga dapat
mempengaruhi konsentrasi peptide natriuretik jantung diantaranya miokard infark
akut dan gagal ginjal.32, 44, 45, 46

TABEL II.2 : Faktor-faktor yang berperan dalam menyebabkan peningkatan kadar


NT Pro BNP38
Cardiac
-

Heart failure

Diastolic dysfunction

Acute coronary syndromes

Hypertension with left ventricular hypertrophy

Valvular heart disease (aortic stenosis, mitral valve regurgitation)

Atrial fibrillation

Noncardiac
-

Acute pulmonary embolism

Pulomonary hypertension (primary or secondary)

Sepsis (possibly due to tissue hypoxia or sendory myocardial


depression)

Chronic obstructive pulomary disease with cor pulmonale or

Universitas Sumatera Utara

respiratory failure
-

Hyperthyroidism

2.2.4. Hubungan Dengan Gagal Jantung


NT-proBNP sebagai biomarker neurohormonal jantung telah diketahui sebagai
alat untuk diagnostik, prognostik dan sekaligus terapi pasien dengan gagal jantung.
Secara biologis, neurohormon ini mempengaruhi homeostasis cairan tubuh
(natriuresis, diuresis) dan tonus vaskular (penurunan angiotensin II, sintesis
norepinefrin). Keduanya merupakan komponen penting pada patofisiologi jantung.29
NT-proBNP diindikasikan sebagai alat bantu menegakkan diagnosis gagal
jantung atau bentuk ringan disfungsi jantung, membantu dalam menilai keparahan
gagal jantung yang ditandai dengan kelas NYHA dan juga menilai keberhasilan
terapi pasien dengan disfungsi ventrikel kiri. NT-proBNP juga bermanfaat dalam
menyingkirkan gejala dengan penyebab kardiak atau non kardiak pada sesak nafas.
Kadar NT-proBNP akan meningkat sebanding dengan peningkatan kelas NYHA dan
menggambarkan tingkat keparahan dari gangguan jantung. Sensitifitas yang tinggi
dari NT-proBNP juga memungkinkan untuk mendeteksi bentuk ringan dari disfungsi
jantung pada pasien asimptomatis.38,39,40
Richards dkk melaporkan bahwa kadar NT-proBNP 5 kali diatas normal
mempunyai sensitifitas dan nilai prediksi negative 90% untuk mendeteksi Left
Ventricular Ejection Fraction (LVEF) < 50%.5
Batasan normal untuk NT-proBNP berdasarkan pada Studi Pro BNP
Investigation of Dyspnea in the Emergency Department (PRIDE) adalah cutpoint 300

Universitas Sumatera Utara

pg/ml digunakan untuk menyingkirkan sesak nafas karena gagal jantung kongestif
akut.13,14,29
Richards dkk menetapkan batasan normal NT-proBNP untuk mendeteksi
gagal jantung adalah 68-112 pg/ml (8,2 13,3 pmol/1). Konsentrasi cutpoint NTproBNP yang direkomendasikan di Eropa untuk mendeteksi gagal jantung adalah
100 pg/ml untuk pria dan 150 pg/ml untuk wanita. Sementara di USA untuk kedua
jenis kelamin ditetapkan 125 pg/ml.6,26 Untuk Indonesia, ditetapkan nilai NT proBNP
adalah bila disfungsi akut < 300 pg/ml dan kronis < 125 pg/ml.

TABEL II.3 : Cutoff nilai kadar NT Pro BNP berdasarkan studi PRIDE38
Cut off
Sensitivity, Specificity
PPV
NPV
Accuracy
pg/Ml
%
%
%
%
%
300
99
68
62
99
79
450
98
76
68
99
83
600
96
81
73
97
86
900
90
85
76
94
87
1000
87
86
78
91
87
Note : PPV = Positive predictive value, NPV = negative predictive value.
TABEL II.4 : Penelitian yang menggunakan uji BNP sebagai aplikasi mayor pada
penderita Gagal Jantung38
Indication
study
Diagnosis
Matsel et al
Januzzi et al

Clinical
setting
BNP
ED
patient
with
acute
dyspnea
NTED patients
proBNP with
acure
dyspnea
Marker

Cowie et al

BNP

Screening

BNP

Comment

Level of 100 pg/mL indentified as


optimal cutoff for diagnosis of heart
failure
Level >450 pg/mL patient aged < 50
yr and > 900 pg/mL in patient 50 yr
identified as optimal cutoff for
diagnosis, sunsequently validated in
independent dataset
Primary care Level opf 76 pg/mL identified as
clinic
optimal cutoff for diagnosis of heart
failure
Observational Area under ROC curve < 0,75 for

Universitas Sumatera Utara

Vasan et al

cohort study

Redifield et al

BNP

Prognosis
Anand et al

BNP

Guilding
therapy
Troughton
al

NT-pro
BNP
et

detecting
asymptomatic
left
ventricular
dysfunction,
which
suggest
poor
performance
as
screening test
Observational Area under ROC curve < 0,75 for
cohort study
identifying
subclinial
diastolic
dysfunction, which suggests poor
performance as a screening test
Clinical trial Level > 97 pg/mL associated with
of valsartan
doubling of long-term morbidity and
mortality (relative risk 2.1)
Randomized Therapy guided by NT-pro BNP
clinical trial
levels associated with sigmificant
decrease in composite of heart
failure, hospital admission or death

Note : BNP = B-type natriuretic peptide, ED = emergency department, NT-proBNP


= N-terminal BNP fragment,
ROC = receiver operating characteristic

2.3. Pemeriksaan Ekokardiografi


Penggunaan ekokardiografi sudah rutin digunakan untuk menentukan
disfungsi jantung. Karena dengan ekokardiografi dapat ditentukan struktur dan fungsi
jantung dari pasien disfungsi jantung. iii Untuk menentukan disfungsi jantung,
biasanya diukur dengan menggunakan Left Ventricular Ejection Fraction (LVEF). 9

2.4. Nilai NT Pro BNP dihubungkan dengan prognostik disfungsi jantung


Nilai NT Pro BNP berpotensi sebagai marker prognostik yang baik terhadap
morbiditas dan mortalitas pasien gagal jantung, termasuk dapat memprediksi cardiac
event di masa mendatang pada pasien dengan eksaserbasi akut. Satu studi
prospektif telah menjumpai bahwa konsentrasi BNP awal 480 pg/ml, memiliki
sensitivitas 68%, spesifisitas 88%, dan akurasi 85% yang memprediksi endpoint
gagal jantung kongestif (kematian, masuk rumah sakit, kunjungan berulang di unit

Universitas Sumatera Utara

gawat darurat) sesudah periode 6 bulan follow up sesudah dipulangkan dari rumah
sakit. Pasien dengan kadar pro BNP > 480 pg/ml, mengalami probabilitas kumulatif 6
bulan sebesar 51% terhadap event disfungsi jantung (35% pasien mengalami
kematian akibat dari event disfungsi jantung mereka), sedangkan kadar BNP < 250
pg/ml mempunyai prognosis yang lebih baik dengan hanya probabilitas kumulatif
2,5% terhadap event disfungsi jantung.9,30,41

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai