Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan bawaan berupa aganglionosis usus,
mulai dari sfingter anal internal ke arah proksimal dengan panjang segmen tertentu, tetapi
selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum. Kelainan ini dikenal juga
sebagai congenital aganglionesis, atau aganglionic megacolon. 1 Tidak adanya ganglion sel
ini

mengakibatkan

hambatan

pada

gerakan

peristaltik

sehingga

terjadiileusfungsionaldandapatterjadihipertrofisertadistensiyangberlebihan
padakolonyanglebih proksimal.
PasiendenganpenyakitHirschsprung pertama kalidilaporkanolehFrederick Ruysch
padatahun1691,tetapiyang

barumempublikasikanadalahHarald

mendeskripsikanmegakolonkongenitalpadatahun1886.
terjadinyapenyakit

ini

tidak

diketahui

secara

Hirschsprungyang

Namun
jelashingga

RobertsondanKernohanmenyatakanbahwa

patofisiologi
tahun1938,dimana
megakolonyang

dijumpaipadakelainaninidisebabkanolehgangguanperistaltikdibagiandistal usus akibat


defisiensi ganglion.
HD

terjadi

1,2
pada

satu

dari

5000

kelahiran

hidup,

Insidensi

penyakitHirschsprungdiIndonesiatidakdiketahuisecarapasti,tetapiberkisar1diantara5000k
elahiranhidup.DenganjumlahpendudukIndonesia200juta
kelahiran35permil,maka

diprediksikansetiaptahunakanlahir

dantingkat
1400bayidengan

penyakitHirschsprung.1
Penyakit Hirschsprung harus dicurigai apabila seorang bayi cukup bulan dengan
berat lahir 3 kg (penyakit ini tidak bisa terjadi pada bayi kurang bulan) yang terlambat
mengeluarkan tinja.1,2 Trias klasik gambaran klinis pada neonatus adalah pengeluaran
mekonium yang terlambat, yaitu lebih dari 24 jam pertama, muntah hijau, dan perut
membuncit keseluruhan.3
Penatalaksanaan Penyakit Hirschsprung terdiri dari tindakan non bedah dan tindakan
bedah. Tindakan non bedah dimaksudkan untuk mengobati komplikasi-komplikasi yang
mungkin terjadi atau untuk memperbaiki keadaan umum penderita sampai pada saat
operasi defenitif dapat dikerjakan. Tindakan bedah pada penyakit ini terdiri dari tindakan
bedah sementara yang bertujuan untuk dekompresi abdomen dengan cara membuat
kolostomi pada kolon yang mempunyai ganglion normal di bagian distal dan tindakan
1

bedah definitif yang dilakukan antara lain menggunakan prosedur Duhamel, Swenson,
Soave, Rehbein.1 Dari sekian banyak sarana penunjang diagnostik, maka diharapkan pada
klinisi untuk segera mengetahui gejala dan tanda pada penyakit Hirschsprung. Karena
penemuan dan penanganan yang cepat dan tepat dapat mengurangi insidensi Penyakit
Hirschsprung komplikasinya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Anatomi
Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki

(sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani, diameter usus besar
sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm),
tetapi makin dekat anus diameternya semakin kecil. Usus besar dibagi menjadi sekum,
kolon dan rectum. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada
ujung sekum. Sekum menepati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup
ilosekal mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon
asendens, transversum, desendens, dan sigmoid. Tempat di mana kolon membentuk
kelokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan
fleksura hepatica dan fleksura lienalis.

Gambar 1. Anatomi usus besar

Persarafan usus besar dilakukan oleh

system

perkecualiansfingtereksternayang

saraf

otonom dengan

beradadibawahcontrolvoluntar.Serabut

parasimpatisberjalanmelaluisarafvaguskebagiantengahkolontransversum,
pelvikus

yang

berasal

Serabutsimpatismeninggalkan

dari

daerah

medulla

sacral

mensuplai

spinalismelaluisaraf

dan

bagian

saraf
distal.

splangnikusuntuk

mencapai kolon. Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan


kontraksi serta perangsangan sfingter

rectum, sedangkan perangsangan parasimpatis


3

mempunyai efek

yang

berlawanan.

Sistem

syaraf

autonomik intrinsikpada

ususterdiridari3pleksus

PleksusAuerbach:terletakdiantara lapisanototsirkulerdanlongitudinal,
PleksusHenle:terletakdisepanjang batasdalamototsirkuler,
PleksusMeissner:terletakdisub-mukosa.

Gambar 2. Histologi usus besar

Pada penderita penyakitHirschsprung,tidakdijumpaiganglionpada ke-3pleksus


tersebut.

2.2.

Definisi
Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan bawaan berupa aganglionosis usus,

mulai dari sfingter anal internal ke arah proksimal dengan panjang segmen tertentu,
tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum. Kelainan ini dikenal
juga sebagai congenital aganglionesis, atau aganglionic megacolon.1

2.3.

Epidemiologi
Penyakit hirschprung dapat terjadi dalam 1:5000 kelahiran. Risiko tertinggi

terjadinya Penyakit hirschprung biasanya pada pasien yang mempunyai riwayat


keluarga Penyakit hirschprung dan pada pasien penderita Down Syndrome. 1,5
Rectosigmoid paling sering terkena sekitar 75% kasus, flexura lienalis atau colon
transversum pada 17% kasus.1
Anak kembar dan adanya riwayat keturunan meningkatkan resiko terjadinya
penyakit hirschsprung. Laporan insidensi tersebut bervariasi sebesar 1.5 sampai17,6%
dengan 130 kali lebih tinggi pada anak laki dan 360 kali lebih tinggi pada anak
4

perempuan. Penyakit hirschsprung lebih sering terjadi secara diturunkan oleh ibu
aganglionosis dibanding oleh ayah. Sebanyak 12.5% dari kembaran pasien mengalami
aganglionosis total pada colon (sindroma Zuelzer-Wilson). Salah satu laporan
menyebutkan empat keluarga dengan 22 pasangan kembar yang terkenayang
kebanyakan mengalami long segment aganglionosis.2

2.4.

Etiologi
Penyakit Hirschsprung disebabkan karena kegagalan migrasi sel-sel saraf

parasimpatis myentericus dari cephalo ke caudal. Sehingga sel ganglion selalu tidak
ditemukan dimulai dari anus dan panjangnya bervariasi keproksimal.1,2
a) Ketiadaan sel-sel ganglion
Ketiadaan sel-sel ganglion pada lapisan submukosa (Meissner) dan pleksus
myenteric (Auerbach) pada usus bagian distal merupakan tanda patologis
untuk Hirschsprungs disease. Okamoto dan Ueda mempostulasikan bahwa hal ini
disebabkan oleh karena kegagalan migrasi dari sel-sel neural crest vagal servikal
dari esofagus ke anus pada minggu ke 5 smpai 12 kehamilan. Teori terbaru
mengajukan bahwa neuroblasts mungkin bisa ada namun gagal untuk berkembang
menjadi ganglia dewasa yang berfungsi atau bahwa mereka mengalami hambatan
sewaktu bermigrasi atau mengalami kerusakan karena elemen-elemen didalam
lingkungn mikro dalam dinding usus. Faktor-faktor yang dapat mengganggu
migrasi, proliferasi, differensiasi, dan kolonisasi dari sel-sel ini mingkin terletak
pada genetik, immunologis, vascular, atau mekanisme lainnya.
b) Mutasi pada RET Proto-oncogene
Mutasi pada RET proto-oncogene,yang berlokasi pada kromosom 10q11.2, telah
ditemukan dalam kaitannya dengan Hirschsprungs disease segmen panjang dan
familial. Mutasi RET dapat menyebabkan hilangnya sinyal pada tingkat molekular
yang diperlukan dalam pertubuhan sel dan diferensiasi ganglia enterik. Gen lainnya
yang rentan untuk Hirschsprungs disease adalah endothelin-B receptor gene
(EDNRB) yang berlokasi pada kromososm 13q22. sinyal darigen ini diperlukan
untuk perkembangan dan pematangan sel-sel neural crest yang mempersarafi colon.
Mutasi pada gen ini paling sering
ditemukan pada penyakit non-familial dan short-segment. Endothelian-3 gene
baru-baru ini telah diajukan sebagai gen yang rentan juga. Defek dari mutasi
genetik ini adalah mengganggu atau menghambat pensinyalan yang penting untuk
5

perklembangan normal dari sistem saraf enterik. Mutasi pada proto- oncogene RET
adalah diwariskan dengan pola dominan autosom dengan 50-70% penetrasi dan
ditemukan dalam sekitar 50% kasus familial dan pada hanya 15-20% kasus spordis.
Mutasi pada gen EDNRB diwariskan dengan pola pseudodominan dan ditemukan
hanya pada 5% dari kasus, biasanya yang sporadis.
c) Kelainan dalam lingkungan
Kelainan dalam lingkungan mikro pada dinding usus dapat mencegah migrasi
sel-sel neural crest normal ataupun diferensiasinya. Suatu peningkatan bermakna
dari antigen major histocompatibility complex (MHC) kelas 2 telah terbukti
terdapatpada segmenaganglionikdari usus pasiendengan Hirschsprungs disease,
namun tidak ditemukan pada usus dengan ganglionik norma pada kontrol,
mengajukan suatumekanismeautoimunpada perkembangan penyakit ini.
d) Matriks Protein Ekstraseluler
Matriks protein ekstraseluler adalah hal penting dalam perlekatan sel dan
pergerkan dalam perkembangan tahap awal. Kadar glycoproteins laminin dan
kolagen tipe IV yang tinggi alam matriks telah ditemukan dalam segmen usus
aganglionik. Perubahan dalam lingkungan mikro ini didalam usus dapat mencegah
migrasi sel-sel normal neural crest dan memiliki peranan dalam etiologi dari
Hirschsprungs disease.
Penyakit Hirschsprung ditemukan pada kelainan-kelainan kongenital sebagai berikut:1
1. Sindrom Down
2. Sindrom Neurocristopathy
3. Sindrom Waardenburg-Shah
4. Sindrom buta-tuli Yemenite
5. Piebaldism
6. Sindrom Goldberg-Shprintzen
7. Neoplasia endokrin multiple tipe II
8. Sindroma hypoventilasi congenital

2.5.

Patofisiologi
Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada distal colon dan

sphincter anus internal sehingga terjadi obstruksi. Maka dari itu bagian yang
abnormal akan mengalami kontraksi di segmen bagian distal sehingga bagian yang
normal akan mengalami dilatasi di bagian proksimalnya. Bagian aganglionikselalu
terdapat dibagian distal rectum.1

Dasar patofisiologi dari HD adalah tidak adanya gelombang propulsive dan


abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari

sphincter

anus

internus

yang

disebabkan aganglionosis, hipoganglionosis atau disganglionosis pada ususbesar.2

Gambar 3. Gambaran segmen aganglion pada Morbus Hirschprung

Hipoganglionosi
Pada

proximalsegmendaribagianaganglionterdapat

hipoganglionosistersebutdapatjugamerupakanterisolasi.

Hipoganglionosis

area
adalah

keadaan dimana jumlah sel ganglion kurang dari 10 kali dari jumlah normal dan
kerapatan sel berkurang 5 kali dari jumlah normal. Pada colon inervasi jumlah plexus
myentricus berkurang 50% dari normal. Hipoganglionosis kadang mengenai sebagian
panjang colon namun ada pula yang mengenai seluruh colon.
Imaturitas dari sel ganglion
Sel ganglion yang imatur dengan dendrite yang kecil dikenali dengan pemeriksaan
LDH (laktat dehidrogenase). Sel saraf imatur tidak memiliki sitoplasma yang dapat
menghasilkan dehidrogenase.Sehingga tidak terjadi diferensiasi menjadi sel Schwanns
dan sel saraf lainnya. Pematangan dari sel ganglion diketahui dipengaruhi oleh reaksi
succinyldehydrogenase (SDH). Aktivitas enzim ini rendah pada minggu pertama
kehidupan. Pematangan dari sel ganglion ditentukan oleh reaksi SDH yang memerlukan
waktu pematangan penuh selama 2 sampai 4 tahun. Hipogenesis adalah hubungan
antara imaturitas dan hipoganglionosis.
Kerusakan sel ganglion
Aganglionosis dan hipoganglionosis yang didapatkan dapat berasal dari vaskular
atau nonvascular. Yang termasuk penyebab nonvascular adalah infeksi Trypanosoma
cruzi (penyakit Chagas), defisiensi vitamin B1, infeksi kronis seperti Tuberculosis.
Kerusakan iskemik pada sel ganglion karena aliran darah yang inadekuat, aliran darah
7

pada segmen tersebut, akibat tindakan pull through secara Swenson, Duhamel, atau
Soave.

2.6.

Klasifikasi
Hirschsprung dikategorikan berdasarkan seberapa banyak colon yang terkena. Tipe

Hirschsprung disease meliputi:


Ultra short segment: Ganglion tidak ada pada bagian yang sangat kecil dari
rectum.
Short segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian kecil dari colon.
Long segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian besar colon.
Very long segment: Ganglion tidak ada pada seluruh colon dan rectum dan kadang
sebagian usus kecil.

Gambar 4. Tipe Hirschsprung Disease berdasarkan seberapa banyak colon yang terkena

2.7.

Diagnosis
Manifestasi klinis
1. Periode Perinatal
Padabayi

yangbarulahir,kebanyakangejalamuncul24jampertama
8

kehidupan.Dengangejalayang timbul:distensiabdomendanbiliousemesis. Tidak


keluarnya

mekoniumpada

24jampertamakehidupan

yangsignifikanmengarahpadadiagnosisini.

Pada

merupakantanda

beberapa

lahirdapat timbul diareyangmenunjukkan adanyaenterocolitis.

bayiyangbaru

3,5

Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium
yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran mekonium
yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang
signifikans. Swenson (1973) mencatat angka 94% dari pengamatan terhadap
501 kasus , sedangkan Kartono mencatat angka 93,5% untuk waktu 24 jam dan
72,4% untuk waktu 48 jam setelah lahir. Muntah hijau dan distensi abdomen
biasanya dapat berkurang manakala mekonium dapat dikeluarkan segera.
Sedangkan enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi
penderita HD ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling
tinggi saat usia 2-4 minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1
minggu. Gejalanya berupa diarrhea, distensi abdomen, feces berbau busuk dan
disertai demam. Swenson mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang
dengan manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah
dilakukan kolostomi.

Gambar 5. Foto pasien penderita Hirschsprung berusia 3 hari. Terlihat abdomen sangat
distensi dan pasien kelihatan menderita

2. Anak
Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi
kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan peristaltik
usus di dinding abdomen. Penyakithirschsprungdapatjuga menunjukkangejala
lainseperti adanya periodeobstipasi, distensi abdomen, demam, hematochezia dan
peritonitis. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya keluar
menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya
buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk
defekasi.3
Kebanyakananak-anakdenganhirschsprungdatang
intestinalatau

konstipasiberatselama

karenaobstruksi

periodeneonatus.Gejala

kardinalnya

yaitugagalnya pasasemekoniumpada 24jampertama kehidupan, distensi abdomen


danmuntah.Beratnyagejala

inidanderajatkonstipasibervariasi

dansangatindividualuntuk

setiap

antarapasien

kasus.Beberapabayidengan

gejala

obstruksiintestinal komplit dan lainnya mengalami beberapa gejalaringan


2

padaminggu ataubulan pertama kehidupan.

10

Gambar 6. Foto anak yang telah besar, sebelum dan sesudah tindakandefinitif bedah.
Terlihat status gizi anak membaik setelah operasi.

Beberapa mengalamikonstipasimenetap, mengalamiperubahanpada pola


makan, perubahan makan dari ASI menjadi susu pengganti atau makanan
padat.Pasiendengan

penyakithirschsprung

didiagnosiskarenaadanyariwayat

konstipasi,kembung beratdanperut sepertitong,massafaesesmultipeldan sering


denganenterocolitis,dandapatterjadigangguanpertumbuhan.Gejala

dapathilang

namunbeberapawaktukemudianterjadidistensiabdomen.Pada
pemeriksaancolokdubursphincteraniterabahipertonusdanrektumkosong.

11

Gambar7. Gambaran klinis pasien denganHirschsprungDisease

Umumnya diare ditemukan pada bayidenganpenyakithirschsprungyang


berumurkurangdari 3 bulan.Harusdipikirkan padagejalaenterocolitis dimana
merupakankomplikasiseriusdari aganglionosis.Bagaimanapunhubungan antara
penyakit hirschsprung

dan enterocolitis masih belum dimengerti. Dimana


2

beberapaahliberpendapatbahwagejaladiaresendiriadalah enterocolitis ringan.


Enterocolitis

terjadi pada

12-58%pada pasien

denganpenyakithirschsprung.Halinikarena
stasisfesesmenyebabkaniskemia

mukosaldan

translokasi.Disertaiperubahankomponen

musindan

invasibakterijuga
pertahanan

mukosa,

perubahan sel neuroendokrin, meningkatnyaaktivitas prostaglandinE1,


oleh

Clostridium

difficileatauRotavirus.

masihbelumjelasdanbeberapa

Patogenesisnya

pasien

walaupuntelahdilakukancolostomy.Enterocolitisyang

infeksi

masihbergejala
beratdapatberupa

toxic

megacolonyangmengancam jiwa.Yangditandai dengan demam, muntah berisi


empedu,

diare

yang

menyemprot,

distensi

abdominal,

dehidrasidansyok.Ulserasidannekrosisiskemikpadamukosayang
bergangliondapat

mengakibatkan

harusdipertimbangkan

padasemua

sepsisdan

perforasi.

Hal

ini

anakdenganenterocolisisnecrotican.
12

Perforasispontanterjadipada

3%

pasien

denganpenyakithirschsprung.dan

hubungan eratantara panjangcolonyang aganglion dengan perforasi.

Pemeriksaan penunjang
Diagnostik utama padapenyakithirschprungadalah dengan pemeriksaan:
1.

Bariumenema. Pada pasien penyakit hirschprung spasme pada distal


rectum

memberikan

gambaran

seperti

kaliber/peluru

kecil

jika

dibandingkan colon sigmoid yang proksimal. Identifikasi zona transisi


1

dapat membantu diagnosis penyakithirschprung.

Segmenaganglionbiasanyaberukurannormaltapibagianproksimalususyang
mempunyaiganglionmengalamidistensisehinggapadagambaran
radiologisterlihatzona transisi.Dilatasibagianproksimalusus
memerlukanwaktu,mungkindilatasiyangterjadiditemukanpadabayi
yangbarulahir.Radiologiskonvensionalmenunjukkanberbagaimacam
stadiumdistensiususkecildanbesar.Adabeberapatandadaripenyakit
Hirschsprung yang dapat ditemukan pada pemeriksaan barium enema,
yangpalingpentingadalahzonatransisi.Posisipemeriksaandarilateral
pentinguntuk

melihat

dilatasi

dari

rektumsecaralebih

sangat
optimal.

Retensidaribariumpada24jamdandisertaidistensidarikolonadatanda
yangpentingtapitidakspesifik.EnterokolitispadaHirschsprungdapat
didiagnosis dengan foto polos abdomen yang ditandai dengan adanya
kontur irregular dari kolon yang berdilatasi yang disebabkan oleh oedem,
spasme, ulserase dari dinding intestinal. Perubahan tersebut dapat terlihat
jelas dengan barium enema. Nilai prediksi biopsi 100% penting pada
penyakit Hirschsprung jika sel ganglion ada. Tidak adanya sel ganglion,
perlu dipikirkan ada teknik yang tidak benar dan dilakukan biopsi yang
lebih tebal.

13

Gambar8. GambaranRadiologis MorbusHirschprung.Tampak rectum yang mengalami


penyempitan, dilatasi sigmoid dan daerah transisi yang melebar.

Diagnosisradiologisangatsulituntuktipeaganglionikyang

long

segmen,
seringseluruhcolon.Tidakadazonatransisipadasebagianbesarkasus
dankolonmungkinterlihatnormal/darisemulapendek/mungkin
mikrokolon.Yang paling mungkinberkembangdariharihinggaminggu.
Padaneonatusdengangejalaileusobstruksiyang

tidakdapatdijelaska.

Biopsirectalsebaiknyadilakukan.Penyakithirschsprung harusdipikirkan
padasemuaneonatesdenganberbagaibentukperforasispontandariususbes
ar/kecilatau semua anak kecildengan appendicitis selama1 tahun.

2. Fotopolos abdomen (BNO), dapat memperlihatkan loop distensi usus


dengan penumpukan udara di daerah rektum. Pemeriksaan radiologi
merupakan pemeriksaan yang penting pada penyakit Hirschsprung. Pada
foto polosabdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah,
meski pada bayi sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar.
Bayangan udara dalam kolon pada neonatus jarang dapat bayangan udara
dalam usus halus. Daerah rektosigmoid tidak terisi udara. Pada foto posisi
14

tengkurap kadang-kadang terlihat jelas bayangan udara dalam rektosigmoid


dengan tanda-tanda klasik penyakit Hirschsprung.
3.

Anorectalmanometrydapatdigunakanuntukmendiagnosispenyakit
hirschsprung,gejalayang
ditemukanadalahkegagalanrelaksasisphincteraniinterna
ketikarectumdilebarkan

denganbalon.Keuntunganmetodeini

adalahdapatsegeradilakukandanpasienbisalangsungpulangkarena
tidakdilakukananestesiumum.Metodeini

lebihsering

pasienyanglebih besar dibandingkan padaneonatus.

dilakukanpada

4.Biopsyrectalmerupakangoldstandarduntukmendiagnosispenyakithirsch
1,4

prung.

Padabayibarulahirmetodeinidapatdilakukandengan morbiditas

minimalkarena

menggunakansuctionkhususuntukbiopsy

rectum.Untukpengambilansamplebiasanyadiambil2cmdiataslineadentate
danjugamengambilsampleyang normaljadidariyang normal ganglion
hingga yang

aganglionik. Metode inibiasanyaharus

menggunakananestesi

umumkarenacontohyang

diambilpadamukosa

rectal lebih tebal.

Gambar9.Lokasi pengambilan sampel biopsipadaMorbus Hirschprung

Diagnosis banding
15

Pada masa neonatus harus dipikirkan kemungkinan atresia ileum atau


sumbatan anorektum oleh mekonium yang sangat padat (meconium plug
syndrome). Penyakit ini hampir tidak pernah ditemukan di indonesia.
Sedangkan pada masa bayi dan anak, obstipasi dapat disebabkan oleh
obstipasi dietik, retardasi mental, hipotiroid, dan psikogenetik.

2.8.

Tatalaksana
Prinsip penanganan adalah mengatasi obstruksi, mencegah terjadinya enterokolitis,

membuang segmen aganglionik, dan mengembalikan kontinuitas usus. Untuk


mengobati gejala obstipasi dan mencegah enterokolitis dapat dilakukan bilasan kolon
dengan cairan garam faali. Cara ini efektif pada segmen aganglionik yang pendek.
Tujuan yang sama juga dapat dicapai dengan tindakan kolostomi di daerah yang
ganglioner.
Membuang segmen aganglionik dan mengembalikan kontinuitas usus dapat
dikerjakan satu tahap atau dua tahap. Langkah ini disebut operasi definitif yang
dikerjakan bila BB bayi sudah cukup (>9kg). Pada waktu itu megakolon dapat surut,
mencapai kolon ukuran normal. Pada operasi definitif dapat dipakai cara swenson,
duhamel, soave atau modifikasi dari teknik ini
Pre operatif
A. Diet
Pada periode preoperatif, neonatus dengan HD terutama menderita gizi buruk
disebabkan buruknya pemberian makanan dan keadaan kesehatan yang
disebabkan oleh obstuksi gastrointestinal. Sebagian besar memerlukan resulsitasi
cairan dan nutrisi parenteral. Meskipun demikian bayi dengan HD yang
didiagnosis melalui suction rectal biopsy danpat diberikan larutan rehidrasi oral
sebanyak 15 mL/ kg tiap 3 jam selama dilatasi rectal preoperative dan irigasi
rectal.
B. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologik pada bayi dan anak-anak dengan HD dimaksudkan untuk
mempersiapkan usus atau untuk terapi komplikasinya. Untuk mempersiapkan
usus adalah dengan dekompresi rectum dan kolon melalui serangkaian
pemeriksaan dan pemasangan irigasi tuba rectal dalam 24-48 jam sebelum
pembedahan. Antibiotik oral dan intravena diberikan dalam beberapa jam sebelum
pembedahan.
16

Operatif
A. Tindakan Bedah Sementara
Tindakan bedah sementara pada penderita penyakit Hirschsprung adalah berupa
kolostomi pada usus yang memiliki ganglion normal paling distal. Tindakan ini
dimaksudkan guna menghilangkan obstruksi usus dan mencegah enterokolitis
sebagai salah satu komplikasi yang berbahaya. Manfaat lain dari kolostomi adalah
menurunkan angka kematian pada saat dilakukan tindakan bedah definitif dan
mengecilkan kaliber usus pada penderita penyakit Hirschsprung yang telah besar
sehingga memungkinkan dilakukan anastomosis.

Gambar 10. Tindakan bedah sementara : kolostomi

17

B. Tindakan Bedah Definitif

Gambar 12. Tindakan bedah definitif. A: gambaran penyakit hirschsprung, B: prosedur


swenson, C: prosedur duhamel, D: prosedur soave.

1. Prosedur Swenson
Orvar swenson dan Bill (1948) adalah yang mula-mula memperkenalkan
operasi tarik terobos (pull-through) sebagai tindakan bedah definitif pada
penyakit

Hirschsprung.

Pada dasarnya,

adalahrektosigmoidektomi dengan preservasi

operasi

yang dilakukan
spinkterani.Dengan

meninggalkan 2-3 cm rektum distal dari linea dentata, sebenarnya adalah


meninggalkan daerah aganglionik, sehingga dalam pengamatan pasca operasi
masih sering dijumpai spasme rektum yang ditinggalkan. Oleh sebab itu
Swenson memperbaiki metode operasinya (tahun 1964) dengan melakukan
spinkterektomi posterior, yaitu dengan hanya menyisakan 2 cm rektum bagian
anterior dan 0,5-1 cm rektum posterior.

18

Gambar 13. Prosedur swenson.

Prosedur Swenson

dimulaidenganapproachkeintraabdomen,

melakukan

biopsi eksisi otot rektum, diseksi rektum ke bawah hingga dasar pelvik dengan
cara diseksi serapat mungkin ke dinding rektum, kemudian bagian distal
rektum diprolapskan melewati saluran anal ke dunia luar sehingga saluran anal
menjadi terbalik, selanjutnya menarik terobos bagian kolon proksimal (yang
tentunya telah direseksi bagian kolon yang aganglionik) keluar

melalui

salurananal.Dilakukan pemotongan rektum distal pada 2 cm dari


anal

verge

untuk

bagian anterior dan 0,5-1 cm pada bagian posterior,

selanjunya dilakukan anastomose end to end dengan kolon proksimal yang


telah ditarik terobos tadi. Anastomose dilakukan dengan 2 lapis jahitan,
mukosa dan sero- muskuler. Setelah anastomose selesai, usus dikembalikan
ke

kavum pelvik/ abdomen. Selanjutnya dilakukan reperitonealisasi, dan

kavum abdomen ditutup (Kartono,1993; Swenson dkk,1990).


2. Prosedur Duhamel
Prosedur ini diperkenalkan Duhamel tahun 1956 untuk mengatasi
kesulitan diseksi pelvik pada prosedur Swenson. Prinsip dasar prosedur ini
adalah menarik kolon proksimal yang ganglionik ke arah anal melalui bagian
posterior rektum yang aganglionik, menyatukan dinding posterior rektum yang
aganglionik dengan dinding anterior kolon proksimal yang ganglionik sehingga
membentuk rongga baru dengan anastomose end to side Fonkalsrud dkk,1997).

19

Gambar 14. Prosedur duhamel.

Prosedur Duhamel asli memiliki beberapa kelemahan, diantaranya


seringterjadistenosis, inkontinensia dan pembentukan fekaloma di dalam
puntung rektum yang ditinggalkan apabila terlalu panjang. Oleh sebab itu
dilakukan beberapa modifikasi prosedur Duhamel diantaranya:
a) Modifikasi Grob (1959) : Anastomosis dengan pemasangan 2 buah klem
melalui
b)

sayatan

endoanal

inkontinensia;
Modifikasi Talbert

dan

setinggi

1,5-2,5

cm,

Ravitch:

Modifikasi

untuk
berupa

mencegah
pemakaian

stapler untuk melakukan anastomose side to side yang panjang;


c) Modifikasi Ikeda: Ikeda membuat klem khusus untuk melakukan
anastomose, yang terjadi setelah 6-8 hari kemudian;
d) Modifikasi Adang: Pada modifikasi ini, kolon yang ditarik transanal
dibiarkan prolaps sementara. Anastomose dikerjakan secara tidak langsung,
yakni pada hari ke-7-14 pasca bedah dengan memotong kolon

yang

prolaps dan pemasangan 2 buah klem; kedua klem dilepas 5 hari


berikutnya. Pemasangan klem disini lebih dititikberatkan pada fungsi
hemostasis.
3. Prosedur Soave
Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan Rehbein tahun
1959 untuk tindakan bedah pada malformasi anorektal letak tinggi.
Namun oleh Soave tahun 1966 diperkenalkan untuk tindakan bedah definitive
Penyakit Hirschsprung. Tujuan utama dari prosedur Soave ini adalah
membuang mukosa rektum yang aganglionik, kemudian menarik terobos kolon
20

proksimal yang ganglionik masuk kedalam lumen rektum yang telah dikupas
tersebut.

Gambar 15. Prosedur soave.

4. Prosedur Rehbein
Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection, dimana dilakukan
anastomose end to end antara usus aganglionik dengan rektum pada level otot
levator ani (2-3 cm diatas anal verge), menggunakan jahitan1 lapis yang
dikerjakan intraabdominal ekstraperitoneal. Pasca operasi, sangat penting
melakukan businasi secara rutin guna mencegah stenosis.

Gambar 16. Prosedur rehbein


5. Transanal endorektal pull through
Operasi satu tahap untuk penyakit Hischsprung telah mulai digunakan sejak
tahun 1990an dan hasilnya sebanding atau lebih baik daripada operasi
bertingkat. Namun, masih diterima secara universal bahwa kolostomi awal
dapat diindikasikan untuk anak-anak dengan memutuskan enterocolitis (EC),
malnutrisi,
perforasi atau dilatasi besar usus proksimal. TEPT dengan aman dilakukan
selama periode neonatal dan bayi awal dan memiliki keuntungan lebih pendek
tinggal di rumah sakit, menghindari kolostomi dengan komplikasi yang terkait
dengan hasil pasca operasi memuaskan terutama untuk kontinensia. TEPT
21

sederhana dan menguntungkan pada bayi baru lahir, di antaranya fiksasi usus
besar ke retroperitoneum lebih longgar yang memungkinkan reseksi segmen
panjang usus turun melalui anus, ini secara terbalik menjadi prosedur lebih
sulit pada pasien yang lebih tua dan orang-orang dengan penyimpangan
sebelumnya atau dengan biopsi rektal dalam.

Gambar 17. Transanal endorektal mucosektomi pada penyakit Hirschsprung neonatus

Gambar 18. Transanal pullthrough untuk kolon aganglionik

Post operatif
PadaawalperiodepostoperatifsesudahPERPT(PrimaryEndorectal

pemberian

makanan

peroral

dimulai

shortsegmen,tipikal,danlongsegmen

dapat

sedangkan

pull-through),

pada

bentuk

dilakukankolostomiterlebih

dahuludanbeberapa bulan kemudianbaru dilakukanoperasidefinitif dengan metode


PullThough

Soave,Duhamelmaupun

memungkinkan,dapatdilakukan

Swenson.Apabila

PullThoughsatutahaptanpa

kolostomi

keadaan
sesegera
22

mungkinuntukmemfasilitasiadaptasiususdanpenyembuhan
Pemberianmakananrata-rata

dimulaipada

anastomosis.
harikedua

sesudah

operasidanpemberiannutisienteralsecarapenuhdimulaipadapertengahan
harikeempatpada

pasienyang

sering

muntahpadapemberianmakanan.

Intolerasiproteindapatterjadiselama periode inidanmemerlukanperubahan formula.


ASItidak dikurangiatau dihentikan.

2.9.

Komplikasi
Komplikasi utama dari semua prosedur diantaranya enterokolitis post operatif,

konstipasi dan striktur anastomosis. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hasil
jangka panjang dengan menggunakan 3 prosedur sebanding dan secara umum berhasil
dengan baik bila ditangani oleh tangan yang ahli. Ketiga prosedur ini juga dapat
dilakukan pada aganglionik kolon total dimanaileum digunakan sebagai segmen yang
di pull-through.Setelah operasi pasien-pasien dengan penyakit hirschprung biasanya
berhasil baik, walaupun terkadang ada gangguan buang air besar. Sehingga konstipasi
adalah gejala tersering pada pascaoperasi.

2.10.Prognosis
Terdapat perbedaan hasil yang didapatkan pada pasien setelah melalui proses
perbaikan penyakit Hirschsprung secara definitive. Beberapa peneliti melaporkan
tingkat kepuasan tinggi, sementara yang lain melaporkan kejadian yang signifikan
dalam konstipasi dan inkontinensia. Belum ada penelitian prospektif yang
membandingkan antara masing-masing jenis operasi yang dilakukan.
Kurang lebih1% dari pasien dengan penyakit Hirschsprung membutuhkan
kolostomipermanen untukmemperbaikiinkontinensia. Umumnya, dalam 10 tahun
follow up lebih dari 90% pasien yang mendapat tindakan pembedahan mengalami
penyembuhan. Kematian akibat komplikasi dari tindakan pembedahan pada bayi
sekitar 20%.

23

BAB III
KESIMPULAN

1. HirschsprungDisease(HD)adalahkelainankongenitaldimana

tidak

dijumpaipleksusauerbachdanpleksusmeisneripada kolon.Sembilan puluh persen


(90%) terletak padarectosigmoid.
2. PenyakitHirschsprungdisebabkankarenakegagalanmigrasisel-selsaraf parasimpatis
myentericusdari cephalo ke caudal.
3. Dasarpatofisiologikarenatidakadanyagelombang propulsivedan abnormalitasatau
hilangnya relaksasidarisphincter anusinternusyang disebabkan aganglionosis,
hipoganglionosis atau disganglionosis pada usus besar
4. Hirschsprung dikategorikan berdasarkan seberapa
terkenameliputi:Ultrashortsegment,Shortsegment,Long

banyak

colon

segment,Very

segment.
5. Gejalakardinalnyayaitugagalnyapasasemekoniumpada24jampertama

yang
longs

kehidupan,

distensi abdomen dan muntah.


6. PemeriksaanpenunjangdiantaranyaBariumenema,Anorectalmanometry

dan

Biopsyrectalsebagaigold standard.
7. Tatalaksanaoperatifdengan
caratindakanbedahsementaradanbedah

definitive

(Prosedur Swenson, Duhamel, Soavedan Rehbein)


8. Komplikasi utama adalah enterokolitis post operatif, konstipasi dan striktur
anastomosis.
9. Prognosis baik. Umumnya, dalam 10 tahun follow up lebih dari
90%pasienyangmendapat tindakan pembedahan mengalami penyembuhan.

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Kartono, darmawan. 2004. Penyakit hirschsprung. Jakarta. Sagung seto.


2. WarnerB.W.2004.Chapter70PediatricSurgeryinTOWNSENDSABISTON
TEXTBOOK

of

th
SURGERY.17 edition.Elsevier-Saunders.

Philadelphia.

Page2113-2114.
3. Holschneider A., Ure B.M., 2000. Chapter 34 Hirschsprungs Disease in:
AshcraftPediatricSurgery

rd
3 editionW.B.SaundersCompany.Philadelphia.

page453-468.
4. Hansen,T.J., Koeppen, B.M. 2006.Chapter35 DigestiveSystem in Netters Atlas
ofHumans Anatomy. McGraw-Hill. NewYork. Page617-640.
5. Tortora, Gerrard J. Chapter 24 The digestive system in Principles of anatomy and
physiology John Wiley & sons. USA. page 959-963.
6. ZieglerM.M., Azizkhan R.G., Weber T.R. 2003. Chapter56 Hirschsprung
DiseaseIn: OperativePEDIATRIC Surgery. McGraw-Hill. New York. Page 617640.
7. Patofisiologi
8. Leonidas J.C., Singh S.P., Slovis T.L. 2004.Chapter 4 CongenitalAnomalies of
TheGastrointestinal TractIn: Caffeys PediatricDiagnosticImaging10

th

edition.

Elsevier-Mosby.Philadelphia. Page148-153.
9. De jong, Wim. 1997. Penyakit Hirschprung in buku ajar ilmu bedah cetakan 1.
IKAPI. Jakarta. Page 907-909.
10. Kamal A. Transanal Endorectal Pull-through for Hirschsprung's Disease
During the First Month of Life in Annals of Pediatric Surgery, Vol. 6, No 2, April
2010, PP 81-88.

25

Anda mungkin juga menyukai