17.22 artikel inspirasi, kisah inspirasi dan motivasi, kisah-kisah inspirasi islami, kisah-kisah inspirasi terbaik13
Comments
Seekor unta zakat terpisah dari kawanannya. Aku takut Allah akan menanyakannya padaku. Aku akan
menangkapnya. Masuklah hai Utsman! Umar berteriak dari kejauhan. Suaranya bersiponggang menggema
Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasehat tulus pada saudara yang sedang diberi amanah memimpin umat. Tetapi
jangan membebani dengan cara membandingkan dia terus-menerus kepada Umar ibn Abdul Aziz.
Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasehat pada saudara yang tengah diamanahi kekayaan. Tetapi jangan
membebaninya dengan cara menyebut-nyebut selalu kisah berinfaqnya Abdurrahman ibn Auf.
Dalam dekapan ukhuwah, berilah nasehat saudara yang dianugerahi ilmu. Tapi jangan membuatnya merasa berat
dengan menuntutnya agar menjadi Zaid ibn Tsabit yang menguasai bahawa Ibrani dalam empat belas hari.
Sungguh tidak bijak menuntut seseorang untuk menjadi orang lain di zaman yang sama, apalagi menggugatnya agar
tepat seperti tokoh lain pada masa yang berbeda. Ali ibn Abi Thalib yang pernah diperlakukan begitu, punya jawaban
yang telak dan lucu.
Dulu di zaman khalifah Abu Bakar dan Umar kata lelaki kepada Ali, Keadaannya begitu tentram, damai dan penuh
berkah. Mengapa di masa kekhalifahanmu, hai Amirul Mukminin, keadaanya begini kacau dan rusak?
Sebab, kata Ali sambil tersenyum, Pada zaman Abu Bakar dan Umar, rakyatnya seperti aku.
Adapun di zamanku ini, rakyatnya seperti kamu!
Dalam dekapan ukhuwah, segala kecemerlangan generasi Salaf memang ada untuk kita teladani. Tetapi caranya
bukan menuntut orang lain berperilaku seperti halnya Abu Bakar, Umar, Utsman atau Ali.
Sebagaimana Nabi tidak meminta Sad ibn Abi Waqqash melakukan peran Abu Bakar, fahamilah dalam-dalam tiap
pribadi. Selebihnya jadikanlah diri kita sebagai orang paling berhak meneladani mereka. Tuntutlah diri untuk
berperilaku sebagaimana para salafush shalih dan sesudah itu tak perlu sakit hati jika kawan-kawan lain tak
mengikuti.
Sebab teladan yang masih menuntut sesama untuk juga menjadi teladan, akan kehilangan makna keteladanan itu
sendiri. Maka jadilah kita teladan yang sunyi dalam dekapan ukhuwah.
Ialah teladan yang memahami bahwa masing-masing hati memiliki kecenderungannya, masing-masing badan
memiliki pakaiannya dan masing-masing kaki mempunyai sepatunya. Teladan yang tak bersyarat dan sunyi akan
membawa damai. Dalam damai pula keteladannya akan menjadi ikutan sepanjang masa.
Selanjutnya, kita harus belajar untuk menerima bahwa sudut pandang orang lain adalah juga sudut pandang yang
absah. Sebagai sesama mukmin, perbedaan dalam hal-hal bukan asasi
tak lagi terpisah sebagai haq dan bathil. Istilah yang tepat adalah shawab dan khatha.
Tempaan pengalaman yang tak serupa akan membuatnya lebih berlainan lagi antara satu dengan yang lain.
Seyakin-yakinnya kita dengan apa yang kita pahami, itu tidak seharusnya membuat kita terbutakan dari kebenaran
yang lebih bercahaya.
Imam Asy Syafii pernah menyatakan hal ini dengan indah. Pendapatku ini benar, ujar beliau,Tetapi mungkin
mengandung kesalahan. Adapun pendapat orang lain itu salah, namun bisa jadi mengandung kebenaran.
sepenuh cinta,
Salim A. Fillah