Anda di halaman 1dari 4

Dalam halaman ini kami transkrip dan terjemahkan khutbah singkat Syaikh Sholeh Al

Fauzan hafizhahullah(anggota Al Lajnah Ad Daimah) saat terjadi gerhana bulan di kota Riyadh KSA,
Sabtu kemarin, 15 Muharram 1433 H, 10/12/2011 setelah shalat Maghrib. Semoga kita bisa mengambil
nasehat beliau sebagai pelajaran berharga.
Bismillahirrahmanirrahim. Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, shalawat dan salam kepada Nabi
kita Muhammad, kepada keluarga dan seluruh sahabatnya.
Dulu di zaman jahiliyah, orang-orang menyembah matahari dan bulan. Allah Taalaberfirman,

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah
matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika Ialah yang kamu hendak
sembah. (QS. Fushilat: 41)
Di zaman jahiliyah dahulu juga terdapat anggapan ketika terjadi gerhana matahari atau bulan, itu terjadi
karena kematian atau lahirnya seseorang. Dan memang dahulu terjadi gerhana di masa Nabi shallallahu
alaihi wa sallam karena kematian anaknya, Ibrahim. Jadi orang-orang mengira gerhana itu terjadi karena
kematian anaknya. Itulah keyakinan jahiliyah yang masih ada dahulu. Lantas Nabi shallallahu alaihi wa
sallam menerangkan,


Matahari dan bulan adalah di antara tanda yang membuktikan kebesaran Allah. Gerhana itu muncul
bukan karena sebab kematian seseorang.[1] Ketika terjadi gerhana, Allah ingin menakuti hamba-hambaNya. Terjadinya gerhana bukanlah karena kematian seseorang. Allah hanya ingin menakuti hamba-Nya
kala itu. Ketika gerhana itu terlihat, maka segeralah shalat dan berdoalah sampai gerhana tersebut
berakhir.
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,



Matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Kedua gerhana tersebut
tidak terjadi karena kematian atau lahirnya seseorang. (HR. Bukhari no. 1060 dan Muslim no. 904).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di sini mengingkari aqidah jahiliyah yang keliru ketika terjadinya
gerhana matahari dan bulan. Dan hendaklah ketika terjadinya gerhana tadi, setiap orang shalat dan
perbanyak doa kala itu sampai gerhana berakhir.
Gerhana di masa Nabi shallallahu alaihi wa sallam hanyalah sekali terjadi di Madinah setelah hijrah.
Ketika itu beliau keluar dengan rida (selendang) dengan penuh khusyu dalam keadaan takut pada
Allah Taala. Keadaan beliau kala itu seakan-akan terjadi kiamat. Perlu diketahui bahwa tidak ada yang
mengetahui hari kiamat selain Allah Taala. Beliau kemudian shalat bersama para sahabatnya, yaitu
shalat kusuf (shalat gerhana). Beliau memperpanjang bacaan, ruku dan sujudnya. Lama bacaan beliau
seperti sedang membaca surat Al Baqarah. Setelah membaca surat, lalu beliau ruku dengan ruku yang
panjang seperti berdiri. Setelah ruku, (beliau tidak langsung sujud) namun melanjutkan dengan
membaca surat Al Fatihah dan surat yang panjang yang lebih ringan dari yang pertama. Lalu setelah itu
beliau ruku dengan ruku yang lebih ringan dari yang pertama. Setelah itu beliau melakukan dua kali
sujud. Kemudian beliau berdiri dan melanjutkan rakaat kedua sama dengan cara pada rakaat pertama

namun dengan tata cara yang lebih ringan. Kemudian setelah selesai rakaat kedua (seperti shalat
lainnya), beliau salam. Gerhana pun selesai, lantas beliau pun memberikan nasehat pada para
sahabatnya. Beliau memberi nasehat sesuai kondisi saat itu.
Intinya di atas, Nabi shallallahu alaihi wa sallam melakukan shalat sebanyak dua rakaat. Setiap rakaat
terdapat 2 kali ruku dan 2 kali sujud. Jadi keseluruhan rakaat shalat gerhana terdapat 4 kali ruku dan 4
kali sujud. Demikianlah tata cara shalat gerhana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan inilah riwayat
yang shahih yang lebih kuat dari riwayat lainnya. Namun memang ada berbagai riwayat yang
menerangkan shalat kusuf (gerhana). Akan tetapi, yang tepat adalah shalat gerhana yang beliau lakukan
cuma sekali. Sehingga tidak mungkin kita katakan kadang beliau melakukan cara yang ini dan waktu lain
beliau melakukan cara yang lain lagi. Ingatlah bahwa beliau hanya shalat gerhana sekali saja, sehingga
tata cara yang menerangkan shalat gerhana hanyalah satu. Tata cara yang lebih tepat adalah seperti
yang diterangkan dalam hadits yang telah kami sebutkan. Siapa yang telah melakukan seperti itu,
maka alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah.
Adapun yang dilakukan oleh sebagian orang yang malah ketika terjadinya gerhana, mereka menantinanti datangnya gerhana di padang pasir dan meninggalkan shalat gerhana. Ini sungguh perbuatan
orang bodoh dan tanda kurangnya iman mereka. Padahal mereka bisa saja shalat.
Perlu dipahami bahwa boleh saja gerhana ini tanda awal-awal datangnya musibah. Perlu dipahami, siapa
yang mampu membuat sinar matahari akan terus bersinar, begitu pula dengan rembulan? Siapa pula
yang bisa menjamin bahwa sinar matahari yang tertutup tadi bisa kembali, begitu pula rembulan?
Bukankah jika sinar keduanya itu hilang menandakan hari kiamat? Bukankah bisa jadi peristiwa ini adalah
awal-awal datangnya adzab? Nas-alullaha al afiyah (kita meminta pada Allah keselamatan).
Seorang muslim tentu tidak bisa campur tangan dalam hal-hal tadi, namun ia hanya bisa tunduk dan
pasrah serta beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Para pakar memang bisa memperkirakan kapan
gerhana itu datang, dapat diketahui dengan perhitung-perhitungan ketika melihat pergerakan bulan dan
matahari. Hal ini dapat dikenal dari ilmu falak. Namun hal ini tidaklah menghalangi manusia untuk shalat
sebagaimana diperintahkan. Gerhana juga menandakan bahwa sesuatu bisa berubah dengan kehendak
Allah, Dia-lah yang menjadikan gerhana tersebut ada.
Ringkasnya, kita wajib yakin, patut, dan takut pada Allah saat keadaan seperti ini. Dan sekali lagi perlu
dipahami bahwa gerhana adalah di antara tanda-tanda kiamat. Perlu diketahui bahwa setelah nabi
berhijrah, gerhana hanya terjadi sekali, itu baru terjadi selama 10 tahun. Coba lihat sekarang, gerhana
terjadi setiap tahun, yaitu terjadi gerhana matahari dan bulan silih berganti. Ini semua dengan kehendak
Allah demi menakut-nakuti hamba-Nya. Nas-alullaha as salaamah wal afiyah (kita meminta pada Allah
keselamatan).
Namun ada sebagian orang yang menyangka terjadinya gerhana hanyalah peristiwa alamiah karena
perputaran matahari dan bulan saja. Lalu mereka nyatakan bahwa yang meyakini gerhana itu terjadi
karena Allah ingin menakut-nakuti hamba-Nya sehingga diperintahkan shalat (gerhana), itu hanyalah
anggapan khurafat. Sungguh mereka yang menyatakan semacam ini, berarti mengutarakan sesuatu
kekufuran, tidak lain dan tidak bukan itu adalah pernyataan kufur. Masa mereka menyatakan ini
khurofat? Dan ini berarti menyatakan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyebarkan khurofat? Kita
berlindung pada Allah dari pemahaman sesat semacam itu. Lihatlah bagaimana yang mengutarakan
pernyataan sesat di atas benar-benar telah tertipu dan benar-benar bodoh.
Kita mohon pada Allah keselamatan dan moga kita dihilangkan dari berbagai kejelekan. Semoga Allah
menganugerahkan pada kita taubat yang ikhlas, dan moga Allah beri kita taufik dalam perkataan dan
perbuatan.

Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga dan seluruh sahabatnya.

KHUTBAH SHALAT GERHANA MATAHARI


SENIN, MARET 26, 2012 MASJID DAN MADRASAH AL-HIDAYAH (LOGAM) NO COMMENTS

Oleh : al-Ustadz KH. I. Shodikin*

Allahu akbar.. Allahu akbar.. wa lillahil-hamd..


Hadirin yang dimuliakan Allah SWT..
Untuk kesekian kalinya kita mengalami, memperhatikan, menyaksikan salah satu dari sekian
jumlah kekuasaan Allah SWT. Allah SWT memperlihatkan aayatun min ayaatii (ayat-ayat
kekuasaan-Nya) yang hanya sebagian kecil dari sejumlah banyak tanda-tanda kekuasaan-Nya.
Hahikatnya merupakan peringatan kepada manusia yang maha kecil, yang hakikatnya manusia
tidak ada apa-apanya. Apabila makhluk-makhluk yang di langit secara fisik begitu hebat, begitu
besar serta taat dan tunduk kepada hukum alam, taat dan tunduk kepada sunnatullah, sehingga
pada suatu saat terjadilah kejadian yang disebut khusuf (gerhana). Maka hahikatnya, seperti
itulah pada suatu saat tidak mustahil manusia pun akan mengalami kegelapan, akan mengalami
khusuf, seperti gelapnya matahari, gelapnya bulan, seperti gelapnya bumi. Namun biarlah
matahari dan bulan termasuk bumi yang mengalami khusuf, asalkan jangan hati-hati manusia
yang mengalami gerhana, yang mengalami kegelapan. Kenapa demikian? Dapat kita bayangkan,
apabila hati-hati manusia sudah gelap, apalah kiranya yang terjadi pada satu lingkungan yang di
diami oleh manusia? Oleh karenanya, pada satu kesempatan Jibril secara pribadi berdialog
dengan Rasulullah SAW, yang tentu pada hakikatnya hal ini adalah merupakan peringatan
kepada diri kita masing-masing.
Jibril berkata : Yaa muhammad, isy maa syita (Wahai Muhammad, silahkan engkau hidup
sekehendakmu, hidup bebas tanpa batas, hidup tanpa aturan dan ketentuan), tetapi ingatlah
hakikatnya tidak ada manusia yang abadi, tidak ada manusia yang hidup kekal, fainnaka
mayyitun (sungguh engkau akan mengalami proses kematian). Maka oleh karenanya
sebagaimana yang kita maklumi, bahwa beda antara manusia dengan hewan secara mutlak,
sehingga ada orang yang mengungkapkan, apabila hewan secara mutlak mengalami
kematian bakal bilatungan (akan belatungan), tetapi manusia kalau mengalami kematian bakal
nyanghareup balitungan(akan menghadapi hisab/perhitungan). Dalam arti, ingat bahwa manusia
diwujudkan tidak abatsan (sia-sia), ada maksud dan tujuan tertentu.
Suatu saat, hasil dari pada perjalanan hidup yang relatif sebentar, justru inilah yang sebentar itu
yang akan menentukan kelanggengan hidup di sana, kelanggengan hidup di yaumil akhir, apakah
kenikmatan yang langgeng atau kebalikannya, kesengsaraan yang langgeng?

Jibril berkata kemabali : Wa ahbib maa syita (silahkan kau cintai siapa dan apa saja), tetapi
ingat fainnaka mufaariquhu (sungguh akan berpisah). Mau mencintai istri, suatu
saat mufaariquhu, mencintai suami, suatu saatmufaariquhu, mencintai anak, suatu
saat mufaariquhu, akan berpisah antara yang mencintai dengan yang dicintai.
Makanya wajar apabila Rasulullah SAW pernah menyatakan, apabila manusia mengalami almautu, maka yatbaul-mayyita tsalaatsatun, ada tiga perkara yang akan mengikuti mayyit
dengan kematiannya itu. Yang pertama ahluhu (keluarganya) wa maaluhu (hartanya) wa
amaluhu (dan amalnya), yarjiu minhu-tsnaani (namun yang dua tidak turut ikut, yang dua akan
kembali lagi). Yang mana yang tidak mau ikut itu? Maalhu wa ahluhu(harta dan keluarganya),
yang tetap setia adalah amaluhu (amalnya),yatbauhu amaluhu. Yang menjadi masalah, amal
yang mana, apakah yang termasuk pernyataan faman yamal mitsqaala dzarratin khairan
yarahuatau faman yamal mitsqaala dzarratin syarran yarahu?
Dalam kesempatan khutbah khusuf, Rasulullah SAW secara khusus meminta perhatian kepada
kaum perempuan, sehingga beliau secara khusus menyatakan : Yaa masyaran-nisaa (wahai
kaum perempuan), ittaqinnal-laah (hendaklah kalian benar-benar bertaqwa kepada Allah), fainni
uriitukunna (karena sungguh diperlihatkan kalian kepadaku), aktsara ahlin-naar (paling banyak
pengisi neraka). Waktu itu ada sahabat yang merasa heran : Ya Rasulullah kenapa mereka itu
termasuk yang paling banyak masuk neraka?, Ayakfurna? (apakah mereka itu kufur?), Rasul
menjawab : Benar. Para sahabat bertanya kembali, ayakfurna billahi? (apakah mereka kufur
kepada Allah?), Rasul menjawab : Bukan, yakfurnal-asyiira wa yakfurnal-ihsaan (mereka
mengkufuri suaminya dan mengkufuri perbuatan baik). Sahabat bertanya kembali : Ya
Rasulullah, bagaiman mereka mengkufuri kepada suami, bagaimana gerangan mereka
mengkufuri kepada perbuatan baik? Rasul dengan tegas menyatakan, idzaa ahsanta (apabila
kamu berbuat baik), ilaa ihdahunna ad-dahra (selama masa yang lama, masa yang panjang
kepada salah seorang di antara mereka), tsumma ra-at syaian (kemudian dia melihat sesuatu dari
dirimu yang tidak berkenan di hatinya, yang tidak sejalan dengan kemauannya), tiba-tiba timbul
suatu pernyataan, maa ra-aitu minka khairan qaththu (aku tidak pernah melihat kebaikan
sedikitpun dari dirimu). Inilah yang dimaksud yakfurnal-asyiira wa yakfurnal-ihsaan.
Hadirin yang dimuliakan Allah SWT..
Maka tentu hal itu bukan ditujukan kepada kaum perempuan, tetapi tentu termasuk kepada kita
kaum laki-laki. Hanya konotasinya adalah jangan sekali-kali menghapus kebaikan orang, namun
demikianlah kenyataannya dalam kehidupan di suatu lingkungan, sewaktu-waktu timbul
ungkapan-ungkapan yang seperti itu. Maka wajar apabila Rasulullah SAW mengingatkan
segerakan, wa atbiis-sayyiatal-hasanata (ikutkan perbuatan yang buruk itu dengan perbuatan
yang baik), tanhuuhaa (agar perbuatan yang baik itu bisa menutupi perbuatan-perbuatan yang
tidak baik).
Hadirin yang dimuliakan Allah SWT..
Maka mudah-mudahan peristiwa gerhana yang kesekian kali yang kita alami pada saat ini akan
menjadikan penggugah bagi diri kita masing-masing. Semoga Allah memberikan limpahan
maghfirah dan rahmat-Nya kepada diri kita masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai