Anda di halaman 1dari 2

IJMA SEBAGAI SUMBER HUKUM EKONOMI ISLAM

Pengertian Ijma
Ijma adalah pendapat dari sahabat dan atau ahli hukum Islam
(fuqoha, mufti) atas masalah tertentu yang tidak secara eksplisit
dijelaskan Al-Quran dan Sunnah. Dalam
Al quran dinyatakan,
Kedudukan kehujjahan ijma dibawah Al quran dan Sunnah.

Jenis Ijma
1. Ijma Bayani
Pendapat ahli hukum yang mengeluarkan pendapatnya untuk
menentukan sesuatu masalah.
2. Ijma Sukti
Pendapat dari seorang atau beberapa ahli hukum, tetapi ahli
hukum lainnya tidak membantah.

Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam)


umat yang adil. (Al Baqarah : 143). Rasulullah juga bersabda,
Umatku tidak akan bersepakat untuk menyetujui kesalahan. Ijma
membantu kita untuk menentukan bagaimana tafsir Al quran dan

Ijma Dalam problematika


Ekonomi Islam dan
Semakin
kompleks
perkembangan
perekonomian pada zaman modern ini, beberapa ijma (keputusan)
ulama pada kondisi kontemporer sekarang adalah sebagai berikut:
Ijma tentang keharaman bunga bank. Menurut Syeikh Yusuf Qardhawi
dalam bukunya bunga bank adalah haram, bahwa sebanyak 300
ulama dan pakar ekonomi dunia telah menghasilkan suatu ijma
tentang keharaman bunga bank (mereka terdiri dari ahli fikih, ahli
ekonomi dan keuangan dunia) melalui satu pertemuan dimana Telah
lahir ijma ulama dari berbagai lembaga, pusat penelitian, muktamar,
seminar-seminar ahli fikih dan ahli ekonomi Islam yang
mengharamkan bunga bank dalam segala bentuknya dan bunga
bank itu adalah riba tanpa diragukan sedikitpun.
Ijma tentang keabsahan kontrak pembelian barang yang belum diolah
atau diproduksi (Aqdul Istishna). Aturan normalnya adalah
pelarangan penjualan barang yang tidak ada (non-exist) karena
adanya ketidakpastian. Tapi penjualan barang seperti ini, yang belum
ada hukumnya tidak sah karena ia belum pasti hukumnya.
Kesepakatan para Ulama membolehkannya ditujukan untuk
memperoleh jalan keluar yang mudah.

Ijma tentang warisan, ijma yang telah dilandaskan pada sunnah yang
diamati dalam kasus warisan. Dimana ulama sepakat menetapkan
bahwa nenek menggantikan kedudukan ibu sebagai ahli waris
bilamana ibu kandung dari si mayit sudah meninggal. Dimana Nabi
SAW pernah memberi nenek seperenam harta warisan dari si mayit
yang telah tiada ibunya. Dalam sumber lain telah disepakati bahwa
bila seseorang didahului (ditinggal mati) oleh ayahnya, maka kakek
turut serta memperoleh warisan bersama anak lelaki yang diambil
dari bagian ayahnya. Telah disepakati pula bahwa seorang nenek
berhak memperoleh seperenam dari warisan yang ada. Dalam hal ini,
Ijma didasarkan pada keputusan yang berasal dari Mughirah bin
Syubah (wafat tahun 50 H) dibandingkan dengan ketentuan Nabi
SAW.

Qiyas Sebagai Sumber Hukum Ekonomi Islam


Pengertian Qiyas
Qiyas menurut bahsa berarti mengukur dan menyamakan
sesuatu hal dengan hal lain yan sudah ada. Sedangakn menurut
istilah berarti menyamakan hukum sesuatu yang tidak terdapat
ketentuannya dalam Al quran dan hadist dengan sesuatu yang sudah
ada ketentuannya karena persamaan penyebab. Ini berarti
meneruskan setiap kemungkinan untuk menentukan suatu persoalan
syariat. Akibat hukumnya mungkin benar, mungkin saja kurang
benar. Orang yang melakukan ijtihad disebut Mujtahid. Dalam
memecahkan permasalahannya seorang mujtahid harus merujuk
kepada Al quran dan Hadist, jika tidak terdapat didalamnya maka
kemudian menggunakan ijma (ijma) yang kemudian harus melakukan
ijtihad. Hasil dari ijtihad tidaklah harus benar, bahkan jika seseorang
yang salah dalam beijtihad, orang itu telah medapat pahala. Hal ini
telah disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW, akan tetapi jika hasil
ijtihad tadi benar,maka pahala berlipat ganda yang diperolehnya.
Syarat untuk melakukan ijtihad kita harus memiliki pengetahuan
yang baik tentang perintah-perintah Al quran dan hadist, etikanya,
dan kewajiban-kewajiban yang ditetapkannya.

Contoh : Mengqiyaskan uang kertas yang berlaku saat ini dengan keeping dinar
aspek pada
legal-formal
dan secara
(emas)Memahami
dan dirhambunga
(perak)bank
yangdari
digunakan
masa Rosulullah
saw induktif,
karena
berdasarkan
pelarangan
terhadap
illahnya
sama yaitu
assaminah
(barang larangan
berharga) riba yang diambil dari teks (nas),
dan tidak perlu
dikaitkan Qiyas
dengandalam
aspek Ekonomi
moral dalam
pengharamannya.
Penerapan
Islam
Paradigma ini berpegang pada konsep bahwa setiap utang-piutang yang
disyaratkan ada tambahan atau manfaat dari modal adalah riba, walaupun
tidak berlipat ganda.
Oleh karena itu, betapapun kecilnya, suku bunga bank tetap haram.
Karena berdasarkan teori qiyas, kasus yang akan di-qiyas-kan (fara) dan
kasus yang di-qiyas-kan (asal) keduanya harus disandarkan pada illat jl (illat
yang jelas). Dan kedua kasus tersebut (bunga bank dan riba) disatukan oleh
illat yang sama, yaitu adanya tambahan atau bunga tanpa disertai imbalan.
Dengan demikian, bunga bank sama hukumnya dengan riba.

Ysf al-Qardawi berpendapat bahwa riba yang diharamkan dalam Alquran


tidak membutuhkan penjelasan dan pembahasan lebih lanjut, karena tidak mungkin
Allah mengharamkan sesuatu kepada manusia yang tidak mereka ketahui
bentuknya. Pemahaman riba sesuai yang tertuang dalam Q.S Al-Baqarah [2]:278279 menunjukkan segala kelebihan dari modal adalah riba, sedikit maupun banyak.

Anda mungkin juga menyukai