PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Prosesperjalanan kehidupan manusia adalah lahir, hidup dan mati. Semua
tahap itumembawa pengaruh dan akibat hukum kepada lingkungannya,
terutama ,dengan orangyang dekat dengannya. Baik dekat dalam arti nasab
maupun dalam arti lingkungan.
Kelahiranmembawa akibat timbulnya hak dan kewajiban bagi dirinya dan
orang lain sertatimbulnya hubungan hukum antara dia dengan orang tua, kerabat
dan masyarakatlingkungannya.
Demikian jugadengan kematian seseorang membawa pengaruh dan akibat
hukum kepada diri,keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitarnya, selain itu,
kematian tersebutmenimbulkan kewajiban orang lain bagi dirinya (si mayit) yang
berhubungandengan pengurusan jenazahnya. Dengan kematian timbul pula akibat
hukum lainsecara otomatis, yaitu adanya hubungan ilmu hukum yang menyangkut
hak parakeluarganya (ahli waris) terhadap seluruh harta peninggalannya.
Adanya kematianseseorang mengakibatkan timbulnya cabang ilmu hukum
yang menyangkut bagaimanacara penyelesaian harta peninggalan kepada
keluarganya yang dikenal dengan namaHukum Waris. Dalam syariat Islam ilmu
tersebut dikenal dengan nama IlmuMawaris, Fiqih Mawaris, atau Faraidh.
B. Rumusan Masalah
1. Mengetahui Pengertian waris
2. Mengetahui Sumber Hukum Waris
3. Mengetahui Sebab-sebab kewarisan
4. Mengetahui Sebab-sebab penghalang kewarisan
5. Mengetahui harta benda sebelum diwarisi
6. Mengetahui Rukun-rukun waris
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian waris
2. Mengetahui Sumber Hukum Waris
3. Mengetahui Sebab-sebab kewarisan
4. Mengetahui Sebab-sebab penghalang kewarisan
5. Mengetahui harta benda sebelum diwarisi
6. Mengetahui Rukun-rukun waris
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mawaris
Kata waris berasal dari bahasa Arab miras. Bentuk jamaknya adalah
mawaris, yang berarti harta peninggalan orang meninggal yang akan di bagikan
kepada ahli warisnya. Sedangkan menurut istilah syara ilmu mawaris
adalahIlmu fikih yang berkaitan dengan pembagian harta warisan, pengetahuan
tentang cara perhitungan yang dapat menyampaikan pada pembagian harta
warisan dan pengetahuan tentang bagian bagian yang wajib dari harta
peninggalan untuk setiap pemilik hak waris Mawaris disebut juga Faraidh karena
mempelajari bagian bagian penerimaan yang sudah ditentukan sehingga ahli
waris tidak boleh mengambil harta waris melebihi ketentuan. Hukum mempelajari
ilmu faraid adalah fardu kifayat. Sedangkan membagi warisan menggunakan ilmu
mawaris hukumnya adalah wajib ain.1
B. Sumber Hukum Mawaris
Hukum-hukum pembagian waris bersumber pada:
1. Al Quran, merupakan sebagian besar sumber hukum waris yang benyak
menjelaskan ketentuan-ketentuan fard tiap-tiap ahli waris, seperti tecantum
dalam surat An-Nisa ayat 7,11,12, dan 176.
2. Al-Hadist, yang antara lain di riwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a :
berilah orang-orang yang mempunyai bagian tetap sesuai dengan
bagiannya masing-masing, sedangkan kelebihannya diberikan kepada
asbah yang lebih dekat, yaitu orang laki-laki yang lebih utama. (H.R.
Bukhari- Muslim)
1 Fathurrahman, Drs., Ilmu Waris, hlm 32
3. Sebagian kecil dari ijmak para ahli, dan beberapa masalah di ambil dari
ijtihad para sahabat.
Ijmak dan Ijtihad sahabat, imam madzhab, dan para mujtahid dapat
digunakan dalam pemecahan-pemecahan masalah waris yang belum
dijelaskan oleh nash dan sharih. Misalnya :
a) Status saudara-saudara bersama-sama dengan kakek. Dalam AlQuran, masalah ini tidak di jelaskan. Akan tetapi, menurut
kebanyakan sahabat dan imam madzhab yang mengutip pendapat Zain
bin
Sabit,
saudara-saudara
tersebut
mendapat
waris
secara
saling membantu dalam memikul beban hidup bersama. Oleh karena itu,
adalah bijaksana kalau Allah memberikan sebagian tertentu sebagai imbalan
dari jerih payahnya, bila salah satu diantara keduanya meninggal dunia dan
meniggalkan harta pusaka.
Atas dasar itulah, hak suami maupun istri tidak dapat terhijab sama
sekali oleh ahli waris siapapun. Mereka hanya dapat terhijab nuqsan
(dikurangi bagiannya) oleh anak mereka atau oleh ahli waris yang lain.
Perkawinan yang menyebabkan dapat mewarisi memerlukan 2 syarat
yaitu:
a) Akad nikah itu sah menurut syariat islam, baik keduanya telah berkumpul
maupun belum.
b) Ikatan perkawinan antara suami istri itu masih utuh atau dianggap masih
utuh5
3. Karena Wala
Wala adalah
pewarisan
karena
jasa
seseorang
yang
telah
memerdekakan seorang hamba kemudian budak itu menjadi kaya. Jika orang
yang dimerdekakan itu meniggal dunia, orang yang memerdekakannya berhak
mendapat warisan.
Wala yang dapat dikatagorikan sebagai kerabat secara hukum disebut
juga dengan istilah walaul itqi. Hal ini karena pemberian kenikmatan kepada
seseorang yang telah di bebaskan dari statusnya sebagai hamba sahaya.
Jika seseorang membebaskan hamba sahaya dengan seluruh barangbarang yang dimilikinya itu, berarti telah terjadi hubungan antara hamba
sahaya yang dibebaskan dengan orang membebaskannya dalam suatu ikatan
yang disebut walaul itqi. Orang yang telah membebaskan hamba sahaya
karena walaul itqi ini dapat mewarisi harta hamba sahaya yang telah
dibebaskannya jika hamba sahaya itu telah menjadi kaya. 6
D. Sebab-Sebab Penghalang Kewarisan
Penghalang kewarisan artinya suatu keadaan yang tertutupnya peluang
seseorang untuk mendaptkan warisan. Adapun orang yang terhalang untuk
mendaptkan warisan ini adalah orang yang memenuhi sebab-sebab memperoleh
warisan.
Ada tiga hal yang menyebabkan seseorang tidak berhak mewarisi harta
peniggalan si pewaris, yaitu;
1. Perbudakan (Hamba Sahaya)
Hamba sahaya tidak dapat mewarisi harta peniggalan kerabatnya sebab
kalau ia mewarisi berarti harta warisan itu akan diminta oleh majikannya.
Padahal majikannya adalah orang lain dari kerabat yang menerima warisan
tersebut.
Ketentuan ini berlaku bagi status hamba sahaya, baik hamba sahaya
yang murni atau yang mudabbar, yaitu seorang hamba sahaya yang oleh
majikannya di katakan, kalau aku sudah mati kelak engkau akan
merdeka. Atau hamba sahaya yang mukattah yaitu hamba sahaya yang
dpat di merdekakan dengan cara bayar dengan majikannya secara angsuran
paling sedikit dua kali. Misalnya si majikan mengatakan jika engkau mau
membayar sekian dengan mengangsur paling sedikit 2 kali, maka engkau
akan merdeka 7
2. Pembunuhan
6 Muhammad Ali Ash-Shabuni, syaikh, hukum waris, penerjemah
AbdulHamid Zarwan, CV Pustaka Mantiq, Solo, 1994 hlm 36
7 Muhammad Ali Ash-Shabuni, op. Cit, hlm 39
siapa
membunuh
seseorang,
maka
ia
tidak
dapat
3. Perbedaan Agama
Orang yang sengaja membunuh keluarganya tidak mempunyai hak
untuk menerima warisan dari orang yang dibunuh, artinya hak mewarisnya
gugur lantaran membunuh tersebut9, Rasulullah SAW bersabda :
seorang muslim tidak boleh mewarisi orang kafir dan orang kafir
tidak boleh mewarisi orang muslim (HR. Bukhari Muslim)
E.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
10 Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Mesir, hlm 27
Daftar Pustaka
Drs. Dian Khairul Umam 1999, Fiqih Mawaris
Suhrawardi K. Lubis, SH. Dan Komis Simanjuntak, SH 2010. Hukum Waris
Muchit A Karim, 1995, Hukum Waris
10
11