DEMAM TIFOID
OLEH
: Niza Novrizal
Fannie Rizki Ananda
Winda Wahyuni
Rico Rasaki
M. Luthfi Hsb
2015
LEMBAR PENGESAHAN
Telah dibacakan pada tanggal :
Nilai
Pimpinan Sidang
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul Demam Tifoid.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing, dr. H. Parhusip, Sp.PD yang telah meluangkan waktunya dan
memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga laporan kasus ini bermanfaat, akhir kata
penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................................
KATA PENGANTAR.....................................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................................
1.1. Latar Belakang...............................................................................................
1.2. Defenisi..........................................................................................................
1.3. Epidemiologi...................................................................................................
1.4. Etiologi............................................................................................................
1.5. Patogenesis......................................................................................................
1.6. Manifestasi Klinis, Diagnosis, Diagnosis Banding.....................................
1.7. Penatalaksanaan............................................................................................
1.8. Komplikasi....................................................................................................
1.9. Edukasi dan Pencegahan...............................................................................
1.10. Prognosis.....................................................................................................
1.11. Tifoid Karier................................................................................................
BAB 2 STATUS ORANG SAKIT.................................................................................
BAB 3 FOLLOW UP HARIAN DI RUANGAN.........................................................
BAB 4 DISKUSI.............................................................................................................
BAB 5 KESIMPULAN..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
34
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam tifoid merupakan penyakit endemik yang termasuk dalam masalah
kesehatan di negara berkembang, termasuk Indonesia karena dapat membawa
dampak peningkatan angka morbiditas maupun angka mortalitas.1 Diperkirakan
demam tifoid menyerang 22 juta orang pertahun dengan angka kematian
mencapai 200.000 jiwa per tahun. Menurut WHO, pada tahun 2003 terdapat
sekitar 900.000 kasus di Indonesia, dimana sekitar 20.000 penderitanya meninggal
dunia.2
Di Indonesia, ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit
menular ini merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang
banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah.3
Demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella enteritica, khususnya serotype Salmonella typhi.4 Bakteri ini
termasuk kuman Gram negatif yang memiliki flagel, tidak berspora, motil,
berbentuk batang, berkapsul dan bersifat fakultatif anaerob dengan karakteristik
antigen O, H dan Vi. Penyebarannya terjadi secara fekal-oral melalui makanan
ataupun minuman. Masa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari.5
Sekitar 10-15% dari pasien akan mengalami komplikasi, terutama pada
yang sudah sakit selama lebih dari 2 minggu. 6,7 Komplikasi yang sering dijumpai
adalah reaktif hepatitis, perdarahan gastrointestinal, perforasi usus, ensefalopati
tifosa, serta gangguan pada sistem tubuh lainnya mengingat penyebaran kuman
adalah secara hematogen.7
Oleh karena itu, diagnosis dini demam tifoid dan pemberian terapi yang
tepat bermanfaat untuk mendapatkan hasil yang cepat dan optimal sehingga dapat
mencegah terjadinya komplikasi.8 Pengetahuan mengenai gambaran klinis
penyakit sangat penting untuk membantu mendeteksi dini penyakit ini dan pada
penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit Indonesia (41.081
kasus).
1.4 ETIOLOGI
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella
paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif,
tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak
dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam
bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan
pemanasan (suhu 600C) selama 15 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan
khlorinisasi.
Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu :
1. Antigen O (Antigen Somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh
kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut
juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak
tahan terhadap formaldehid.
2. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili
dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan
terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.
3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat
melindungi kuman terhadap fagositosis.
Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan
menimbulkan pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.
1.5 PATOGENESIS
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh manusia
melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan oleh
asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak.3
Bila respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik maka kuman
akan menembus sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propia. Di
lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama
oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan
selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah
Kuman dapat masuk ke dalam kandung empedu dan berkembang biak, dan
bersama cairan empedu dieksresikan secara intermitten ke dalam lumen usus.
Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam
sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, karena
makrofag yang telah teraktivasi, hiperaktif, maka saat fagositosis kuman
Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan
menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia,
sakit kepala, sakit perut, gangguan vaskular, mental dan koagulasi.3
Di dalam plak peyeri makrofag yang hiperaktif menimbulkan reaksi
hiperplasia jaringan (S. typhi intramakrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas
tipe lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna
dapar terjadi akibat erosi pembuluh darah sekita plak peyeri yang sedang
mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di
dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke
lapisan otot, serosa usus dan dapat menyebabkan perforasi.3
Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat
timbulnya
komplikasi
seperti
gangguan
neuropsikiatrik,
kardiovaskular,
vaksinasi
faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium, akibat aglutinasi
silang, dan strain Salmonella yang digunakan untuk suspensi
antigen.
3. Uji TUBEX
Uji TUBEX merupakan uji semi-kuantitatif kolometrik yang cepat
dan mudah untuk dikerjakan. Uji ini mendeteksi antibodi anti S-typhi
O9 pada serum pasien dengan cara menghambat ikatan antara IgM anti
O9 yang terkonjugasi pada partikel latex yang berwarna dengan
lipopolisakarida S. typhi yang terkonjugasi pada partikel magnetic
latex.
Secara imunologi, antigen O9 bersifat imunodominan sehingga dapat
merangsang respons imun secara independen terhadap timus dan
merangsang mitosis sel B tanpa bantuan dari sel T. Karena sifat
tersebut, respon terhadap antigen O9 berlangsung cepat sehingga
deteksi terhadap antigen O9 dapat dilakukan lebih dini yaitu pada hari
ke 4-5 untuk infeksi primer dan hari ke 2-3 untuk infeksi sekunder. Tes
ini hanya dapat mendeteksi IgM dan tidak untuk IgG sehingga tidak
dapat dipergunakan sebagai modalitas mendeteksi infeksi masa
lampau.
4. Uji Typhidot
Uji typhidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat
pada protein membrane luar Salmonella typhi. Hasil positif pada uji ini
didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara
spesifik antibodi IgM dan IgG terhadap antigen S. typhi seberat 50 kD,
yang terdapat pada strip nitroselulosa.
5. Uji IgM Dipstick
Uji IgM Dipstick secara khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik
terhadap S. typhi pada spesimen serum atau whole blood.Uji ini
d. Diagnosis Banding12
1. Pnemonia, influenza
2. Gastroenteritis, hepatitis akut, dengue
3. Tuberkulosis, malaria, shigellosis
4. Brucellosis, tularemia
5. Leukemia, limfoma
6. Leptospirosis
7. Dll
1.7 PENATALAKSANAAN
Trilogi Penatalaksanaan Demam Tifod
1. Istirahat dan Perawatan
Tirah baring dan perawatan professional bertujuan untuk mencegah
komplikasi dan mempercepat penyembuhan.
2. Diet dan terapi penunjang
10
anemia
aplastik
lebih
rendah
dibandingkan
kloramfenikol.
c. Kotrimoksazol
Dosis untuk orang dewasa adalah 2x2 tablet (1 tablet mengandung
sulfametoksazol 400mg dan 80 mg trimetoprim) diberikan selama 2
minggu. Efektitas hamper sama dengan kloramfenikol.
d. Ampsisilin dan Amoksisilin
Dosis yang dianjurkan antara 50-150mg/kgBB dan digunakan selama
2 minggu.
e. Sefalosporin Generasi Ketiga
Yang dianjurkan adalah Seftriakson dengan dosis 3-4 gram dalam
dekstrosa 100cc diberikan selama jam perinfus sekali sehari,
diberikan selama 3 sampai 5 hari.
f. Golongan Fluorokinolon
Norfloksasin dosis 2x400mg/hari selama 14 hari
Siprofloksasin dosis 2x500mg/hari selama 6 hari
Ofloksasin dosis 2x400mg/hari selama 7 hari
Pefloksasin dosis 400mg/hari selama 7 hari
g. Azitromisin
11
dapat
terjadi
partus
premature,
kematian
fetus
intra
1.8 KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien demam tifoid terbagi dua
yaitu:
a. Komplikasi Intestinal: perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik,
pankreatitis
b. Komplikasi ekstra-intestinal:
Kardiovaskular: gagal sirkulasi perifer, miokarditis, Tromboflebitis
Darah: anemia hemolitik, trombositopenia, KID, thrombosis
Paru: pneumonia, empiema, pleuritis
Hepatobilier: hepatitis, kolesistitis
12
Perdarahan Intestinal
Pada plak Peyeri usus yang terinfeksi dapat terbentuk luka
berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus.Bila luka
menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi
perdarahan.Selanjutnya bila luka menembus dinding usus maka perforasi
dapat terjadi.Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami
syok.Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat
perdarahan sebanyak 5ml/kgBB/jam dengan faktor hemostasis dalam batas
normal.Bila transfusi yang diberikan tidak dapat mengimbangi perdarahan
yang terjadi, maka tindakan bedah perlu dipertimbangkan.
Perforasi Usus
Selain gejala umum demam tifoid yang biasa terjadi maka
penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat
terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian menyebar ke
seluruh perut dan disertai dengan tanda-tanda ileus.Bising usus melemah
pada 50% penderita dan pekak hati terkadang tidak ditemukan karena
adanya udara bebas di abdomen.Tanda tanda perforasi lainnya adalah nadi
cepat, tekanan darah turun, dan bahkan dapat syok.Leukositosis dengan
pergeseran ke kiri dapat menyokong adanya perforasi.
Bila pada foto polos abdomen (BNO/3 posisi) ditemukan udara
pada rongga peritoneum atau subdiafragma kanan, maka hal ini
merupakan nilai yang cukup menentukan terdapatnya perforasi usus
demam tifoid.
Antibiotik diberikan secara selektif bukan hanya mengobati kuman
S. typhi tetapi juga untuk mengatasi kuman yang bersifat fakultatif dan
anaerob pada flora usus.Umumnya diberikan antibiotik spectrum luas
dengan
kombinasi
kloramfenikol
dan
ampisilin
intravena.Untuk
13
Komplikasi Hematologi
Trombositopenia terjadi karena menurunnya produksi trombosit di
sum-sum tulang selama proses infeksi atau meningkatnya destruksi
trombosit di sistemm retikuloendotelial.
Penyebab Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID) adalah
endotoksin yang mengaktifkan beberapa sistem biologik, koagulasi, dan
fibrinolisis.Pelepasan kinin, prostaglandin, dan histamin menyebabkan
vasokonstriksi dan kerusakan endotel pembuluh darah dan selanjutnya
mengakibatkan perangsangan mekanisme koagulasi.
Bila terjadi KID dekompensata dapat diberikan transfusi darah,
substitusi trombosit dan/atau faktor-faktor koagulasi bahkan heparin,
meskipun ada pula yang tidak sependapat tentang manfaat pemberian
heparin pada demam tifoid.
Hepatitis Tifosa
Hepatitis tifosa dapat terjadi pada pasien dengan malnutrisi dan
sistem imun yang kurang.Pada demam tifoid kenaikan enzim transaminase
tidak relevan dengan kenaikan serum bilirubin (untuk membedakan
hepatitis oleh karena virus).
Pankreatitis Tifosa
Pankreatitis dapat disebabkan oleh mediator pro-inflamasi, virus,
bakteri, cacing, maupun zat-zat farmakologi.Pemeriksaan enzim amilase
dan
lipase
serta
USG/CT
Scan
dapat
membantu
diagnosis.
Miokarditis
14
15
PROGNOSIS
TIFOID KARIER
16
selular diduga punya peran sangat penting. Hal ini dibuktikan bahwa pada
penderita sickle cell disease dan systemic lupus eritematous (SLE) maupun
penderita AIDS bila terinfeksi salmonella akan terjadi bakteremia yang berat.
Pada pemeriksaan inhibisi migrasi leukosit (LMI) dilaporkan terdapat penurunan
respon reaktivitas selular terhadap salmonella typhi, meskipun tidak ditemukan
penurunan imunitas selular dan humoral.
Diagnose tifoid karier
Diagnosa tifoid karier ditegakkan atas dasar ditemukannya kuman
Salmonella typhi pada biakan feses atau pun urin pada seseorang tanpa klinis
infeksi atau pada seseorang setelah satu tahun pasca-demam tifoid. Dinyatakan
kemungkinan besar bukan sebagai tifoid karier bilasetelah dilakukan biakan
secara acak serial minimal 6 kali pemeriksaan tidak ditemukan kuman S.typhi.1
Sarana lain untuk menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan serologi Vi,
dilaporkan bahwa sensitivitas 75% dan spesifisitas 92% bila ditemukan titer
antibody Vi sebesar 160.
Penatalaksanaan tifoid karier
Tanpa disertai kasus kolelitiasis
-Pilihan regimen terapi selama 3 bulan
1
2
3
17
1
2
18
BAB 2
STATUS ORANG SAKIT
ANAMNESIS PRIBADI
NAMA
: M Wardia
Umur
: 17 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Status Perkawinan
: Belum menikah
Pekerjaan
: Pelajar
Suku
: Jawa
Agama
: Islam
Alamat
ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan utama
: Demam
Telaah
19
dijupai.
BAB dalam batas normal, BAK dalam batas normal
RPT
: Demam berdarah
RPO
pasien.
ANAMNESIS ORGAN
Jantung
Sesak Napas
Angina Pectoris
::::: Menurun
Edema
Palpitasi
Lain-lain
Asma, bronchitis
Lain-lain
Penurunan BB
::::::-
Pencernaan
Saluran Urogenital
Endokrin
Saraf Pusat
Keluhan Menelan
Keluhan Perut
::
Keluhan Defekasi
nyeri Lain-lain
epigastrium
:Buang air kecil : -
Mengandung Batu
Haid
Sakit pinggang
:::-
Tersendat
Keadaan Urin
Lain-lain
Keterbatasan
Keluhan Persendian
Haus/Polidipsi
Poliuri
Polifagi
Sakit Kepala
:::::+
Gerak
Lain-lain
Gugup
Perubahan Suara
Lain-lain
Hoyong
::-
:dbn
:::::::-
20
Darah dan
Pucat
:-
Petechiae
:-
Claudicatio
:-
Lain-lain
Perdarahan
::-
Purpura
Lain-lain
Lain-lain
:::-
Pembuluh darah
Sirkulasi Perifer
Intermitten
: Composmentis
: 120/70 mmHg
: 88 x/i, reguler, t/v : cukup
: 20 x/i
Keadaaan Penyakit
Pancaran wajah
: Lemah
Sikap Paksa
:Reflek fisiologis
: +/+
Reflek patologis
:Anemia(-), Ikterus (-), Dispnu (-)
Sianosis (-), Edema (-), Purpura (-)
45
168-100
x 100%
BW = 66,1%
IMT:15.9
kg/m2
Kesan: Underweight
KEPALA:
21
Mata :konjungtiva
palpepbra
pucat
(-/-),
ikterus
(-/-),
pupil:
gigi geligi
tonsil/faring
: hiperemis (-)
LEHER:
Struma membesar/ tidak membesar, tingkat: - , nodular / multi nodular / diffuse
Pembesaran kelenjar limfa (-), lokasi: - , jumlah -, konsistensi -, mobilitas: -, nyeri
tekan (-)
Posisi trakea: medial, TVJ: R-2 cm H2O
Kaku kuduk (-), lain-lain: THORAX DEPAN
Inspeksi
Bentuk
: Simetris fusiformis
Pergerakan
Palpasi
Nyeri tekan
Fremitus suara
Iktus
Perkusi
Paru
22
Peranjakan
: 1-2 cm
Jantung
Batas atas jantung
: ICS II LMCS
: LPSD ICS IV
Auskultasi
Paru
Suara pernafasan
: Vesikular
Suara tambahan
: (-)
Jantung
M1 > M2, P2 > P1, T1 > T2, A2 > A1, desah sistolis (-), tingkat (-)
Desah diastolis (-), lain-lain: (-)
HR:88 x/menit, reg / irreg, intensitas: t/v : cukup
THORAX BELAKANG
Inspeksi
: Simetris fusiformis
Palpasi
Perkusi
: Sonor
Auskultasi
: SP
ST
: Vesikular
: (-)
ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk
: Simetris
Gerakan Lambung/Usus
: Tidak terlihat
23
Vena Kolateral
:-
Caput Medusae
:-
Palpasi
Dinding Abdomen
HATI
Pembesaran
:-
Permukaan
:-
Pinggir
:-
Nyeri tekan
:-
LIMPA
Pembesaran
GINJAL
Ballotement
UTERUS/OVARIUM : TUMOR
:-
Perkusi
Pekak Hati
: (+)
Pekak Beralih
:-
Auskultasi
Peristaltik usus
: Normoperistaltik
Lain-lain
:-
Pinggang
Nyeri Ketuk Sudut Kosto Vertebra (-), Kiri / Kanan
INGUINAL
24
Spincter ani
: Ketat
Lumen
: Intak
Mukosa
Reduksi: tdp
Eritrosit: tdp
Bilirubin: tdp
Leukosit: tdp
Ht: 40,9 %
Urobilinogen: tdp
Amoeba/Kista:tdp
Eosinofil: -
Sedimen:
Telur Cacing
Basofil: -
Eritrosit: tdp
Ascaris:tdp
Neutrofil:-
Leukosit: tdp
Ankylostoma: tdp
Limfosit: -
Epitel: tdp
T. Trichiura: tdp
Monosit:-
Cyst: tdp
Kremi:tdp
Hitung Jenis:
Silinder: tdp
25
Telaah :
Hal ini dialami pasien sejak dua hari SMRS. Demam
intermiten naik terutama sore hari, demam turun dengan
antipiretik. Nausea dan vomitus dijumpai 3 hari SMRS,
frekuensi vomitus 2-3 x/hari dengan jumlah 1 gelas
aqua/x muntah. Headache dijumpai, malaise dijumpai,
riwayat makan dengan higienitas tidak terjamin
dijumpai.BAB (+) normal, BAK (+) normal.
Keadaan Umum
STATUS PRESENS
PEMERIKSAAN FISIK
: Sedang
: Underweight
: 20 x/i
Temperatur
: 39C
Kepala
Kesan: dbn
Thorax
Paru :
Suara pernafasan : vesikuler kesan : Normal
Suara tambahan : Jantung :
Batas atas jantung
26
Abdomen :
Inspeksi : simetris
Palpasi: soepel, H/L/R tidak teraba
Perkusi: timpani
Auskultasi: Normoperistaltik
Darah
Hb: 13,9g/dL
LABORATORIUM
RUTIN
Leukosit:10,2 x103/mm3
Trombosit: 211 x103/mm3
Ht: 40,9 %
DIAGNOSA BANDING
DIAGNOSA
1.
2.
3.
4.
5.
Demam Tifoid
Dengue fever
Malaria
ISK
Leptospirosis
Demam Tifoid
SEMENTARA
PENATALAKSANAAN
27
4. Anemia Profile
28
BAB 3
FOLLOW UP RUANGAN
Tan
ggal
3/12
Dema Sens
A
: -
compos
201
mentis
TD
Demam
Typhoid
P
Terapi
Diagnostik
29
- Tirah baring
- - Diet MB
- IVFD
NaCl
0.9%
110/70
20
gtt/I
makro
Tab
mmHg
chlorampenicole
HR : 88x/ i
-
4x 500 mg
Inj. Ranitidine
50 mg/12 jam
Paracetamol 3 x
500 mg (K/P)
Domperidone 3 x
RR : 20x/ i
Temp
39oC
Hasil lab:Hb:
13,9g/dL
Eritrosit:
5,12
x106/mm3
Leukosit:1
0,2
x103/mm3
Trombosit:
211
x103/mm3
Ht: 40,9 %
Widal :
- S. Thyphi
H : 1/160
-
S.
paratyphi
AH : 1/80
-
S.
Paratyphi
BH : 1/160
-
S.
Paratyphi
CH : 1/160
- S. typhi
10 mg (K/P)
30
BAB 4
DISKUSI KASUS
Teori
Gejala Klinis
Kasus
Pada pasien ini dijumpai:
penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala rumah sakit. Demam intermiten naik
serupa dengan penyakit infeksi akut pada
Pemeriksaan Penunjang
- S. Thyphi H : 1/160
- S. paratyphi AH : 1/80
sore hari.
- S. Paratyphi CH : 1/160
- S. typhi O : 1/160
31
Penatalaksanaan
Trilogi Penatalaksanaan Demam Tifod
-
tifoid
ditujukan
untuk
BAB 5
KESIMPULAN
32
BAB 6
DAFTAR PUSTAKA
33
on
2015
Sept
].
Available
from:
http://www.ptolemy.ca/members/archives/2006/typhoid_fever.htm
8. Bhutta ZA. Typhoid fever: current concepts. Infect Dis Clin Pract 2006;
14: 266-72.
9. Zulkarnain I. Diagnosis demam tifoid. In: Zulkarnain I, Editors. Buku
panduan dan diskusi demam tifoid. Jakarta: Pusat Informasi dan
Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2000: p.6-12.
10. Braunwald. Harrisons Principles ofInternal Medicine. 16th Edition, New
York, 2005.
11. Wibisono, elita, et. al. Demam Tifoid, InKapita Selekta Kedokteran. Ed. 4.
Jakarta: Media Aesculapius. 2014. P.721-3.
12. Fadilah, Siti. Pedoman Pengendalian Demam Tifoid. Jakarta: Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2006
13. Brusch, John. Typhoid Fever. American College of Physicians. 2015
14. Sukarya, Wawang Setiawan. Standar Kompetensi Dokter Indonesia.
Jakarta Pusat: Konsil Kedokteran Indonesia. 2012