Anda di halaman 1dari 5

Nama: Fannie Rizki Ananda

NIM: 110100069
Bronkoskopi terapeutik pada Hemoptisis
a.

Bilas bronkus dengan larutan garam fisiologis dingin (iced saline lavage) Pemberian
larutan garam fisiologis dingin dimaksudkan untuk meningkatkan hemostasis dengan
menginduksi vasokonstriksi. Suatu studi tanpa kontrol mengamati 23 penderita yang
diberikan pembilasan dengan aliquot 50 ml sekuansial dengan suhu 4C (total 500 ml)
melalui bronkoskop kaku. Ternyata kontrol perdarahan dicapai pada 21 penderita.

b.

Pemberian Obat Topikal


Pemberian epinefrin topikal dengan konsentrasi 1:20.000 dimaksudkan untuk
vasokontriksi pembuluh darah, namun efektivitasnya masih dipertanyakan terutama
pada hemoptisis masif.. Namun terapi ini masih perlu penelitian lebih lanjut.

c. Tamponade Endobronkial
Isolasi perdarahan

menggunakan, kateter balon tamponade (balloon tamponade

catheter) dapat mencegah aspirasi darah ke paru kontralateral dan menjaga pertukaran
gas pada hemoptisis masif. Teknik ini diperkenalkan oleh Hiebert pada tahun 1974.
Prosedur ini diawali dengan memasukkan BSOL sampai ke segmen atau subsegmen
yang menjadi sumber perdarahan. Kateter balon bernomor 4-7F dengan panjang 200
cm dimasukkan ke dalam segmen atau subsegmen bronkus yang dituju melalui lumen
pengisap BSOL, lalu balon dikembangkan. BSOL dikeluarkan dan keteter dibiarkan
tertinggal selama 24 jam, kemudian balon dikempiskan di bawah pengamatan BSOL.
Bila tidak ada perdarahan lagi, kateter dikeluarkan. Bila visualisasi melalui BSOL
sulit, maka pipa endotrakeal lumen ganda dengan katup.
d. Fotokoagulasi laser (Nd-YAG Laser)
Fototerapi menggunakan laser Neodymium-yttrium-aluminium-garnet (Nd-YAD)
telah digunakan sebagai terapi paliatif dengan hasil bervariasi pada penderita
hemoptisis masif. Terapi ini digunakan pada penderita pada penderita dengan
perdarahan endobronkial karena kemampuan koagulasinya.

Teknik Intubasi pada Hemoptisis Masif

a. Intubasi paru unilateral dapat dilakukan untuk melindungi paru yang sehat dari
aspirasi darah. Bila sumber perdarahan dari paru kanan, bronkoskop dimasukkan ke
bronkus utama kiri dan paru kiri diintubasi dengan bantuan bronkoskop. Bila sumber
perdarahan dari paru kiri, trakea diintubasi dengan bantuan bronkoskopi, dan
penderita dalam posisi lateral kiri untuk meminimalisasi aspirasi. Kemudian kateter
Fogarty nomor 14F dimasukkan di samping pipa endotrakel sampai beberapa
sentimeter di bawah cuff. Kateter Fogarty diarahkan ke bronkus utama kiri dengan
bantuan bronkoskop dan balon dikembangkan di bronkus utama kiri, sehingga kateter
Fogarty berada di bronkus utama kiri. Pipa endotrakea di trakea akan memberikan
ventilasi untuk paru kanan. Intubasi selektif di paru kanan tidak disarankan karena
memiliki risiko menutupi orifisium lobus atau paru kanan.
b. Intubasi dengan kateter lumen ganda (double lumen endotracheal tubes) juga dapat
digunakan untuk mengisolasi paru yang tidak mengalami perdarahan, sehingga
mengurangi resiko aspirasi. Setelah sumber perdarahan diketahui, ujung pipa
endotrakea di paru yang mengalami perdarahan ditutup (clamped), sedangkan ujung
pipa endotrakea di sisi yang tidak berdarah dihubungkan dengan ventilator untuk
menjamin ventilasi. Menunjukkan pipa endotrakeal lumen ganda yang memiliki
lumen trakeal dan lumen bronkial, yang dimasukkan ke bronkus utama kiri. Lumen
trakeal tetap berada di suprakarina dan memberikan ventilasi untk paru kanan dan
menghindari tertutupnya orifisium lobus atas paru kanan. Pemasangan pipa
endotrakea lumen ganda harus dipasang oleh operator berpengalaman karena
kemungkinan dapat terjadi obstruksi karena oleh pipa endotrakea lumen ganda
tersebut sehingga menghalangi pengisapan jalan napas dan evaluasi dengan
bronkoskop.

Mekanisme Kerja Asam Traneksamat

Farmakologi
Asam traneksamat merupakan inhibitor fibrinolitik sintetik bentuk trans dari asam karboksilat
sikloheksana aminometil.
Secara in vitro, asam traneksamat 10 kali lebih poten dari asam aminokaproat.
Asam traneksamat merupakan competitive inhibitor dari aktivator plasminogen dan
penghambat plasmin.
Plasmin sendiri berperan menghancurkan fibrinogen, fibrin dari faktor pembekuan darah lain,
oleh karena itu asam traneksamat dapat digunakan untuk membantu mengatasi perdarahan
akibat fibrinolisis yang berlebihan.

Indikasi
Fibrinolisis pada menoragia, epistaksis, traumatic hyphaemia, neoplasma tertentu,
komplikasi pada persalinan (obstetric complications) dan berbagai prosedur operasi
termasuk operasi kandung kemih, prostatektomi atau konisasi serviks.

Hemofilia pada pencabutan gigi dan profilaksis pada angioedema herediter.

Kontraindikasi

Penderita yang hipersensitif terhadap asam traneksamat.

Penderita perdarahan subarakhnoid.

Penderita dengan riwayat tromboembolik.

Tidak diberikan pada pasien dengan pembekuan intravaskular aktif.

Penderita buta warna.

Aneurisma Rasmussen
Aneurisma Rassmussen merupakan aneurisma atau dilatasi arteri yang berasal dari cabang
kecil dan sedang arteri pulmonal yang berkembang di sekitar dinding kavitas TB paru.
Umumnya aneurisma ini berlokasi di perifer dan di luar cabang utama arteri pulmonal.
Aneurisma ini terbentuk akibat reaksi inflamasi dan granulomatous yang terjadi pada infeksi
tuberculosis. Pecahnya struktur aneurisma ini merupakan suatu keadaan kegawatdaruratan
pada paru akibat hemoptisis masif yang dapat terjadi.
Adapun penemu aneurisma ini adalah Fritz Valzemar Rasmussen yang merupakan seorang
patologis dari universitas Copenhagen, Denmark.

Adona AC sebagai terapi Hemoptisis


Adona AC merupakan derivat dari Carbazochrome sodium sulfonate. Zat ini dapat menghambat
penurunan permeabilias kapiler, memperkuat resistensi kapiler dan membantu retraksi dari ujungujung kapiler yang rusak sehingga dapat mempertahankan fungsi stabilisasi kapiler. Obat ini bekerja
dengan memperpendek waktu perdarahan (hemostatik), tetapi tidak mempunyai efek pada koagulasi
darah atau sistem fibrinolitik.
Penggunaan Adona AC sebagai terapi hemoptisis sampai saat ini belum lazim dilakukan. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Liao Qingjiang dari Cina, penggunaan adona AC lebih
direkomendasikan pada hemoptisis yang ringan hingga sedang, sedangkan untuk hemoptisis berat
lebih disarankan pemberian asam traneksamat.

Evaluasi Pengobatan pada MDR TB

Evaluasi utama pada pasien MDR-TB adalah :


1. Pemeriksaan dahak setiap bulan pada tahap awal dan setiap 2 bulan pada tahap
lanjutan.
2. Pemeriksaan biakan setiap bulan pada tahap awal sampai konversi biakan.
3. Uji kepekaan obat sebelum pengobatan dan pada kasus yang diduga akan mengalami
kegagalan pengobatan.
Evaluasi pendukung pada pasien MDR-TB adalah :
1. Penilaian klinis termasuk berat badan.
2. Penilaian segera bila ada efek samping.

3. Periksa kadar kalium dan kreatinin sepanjang pasien mendapat suntikan (kanamisin
dan kapreomisin).
4. Pemeriksaan TSH (Thyroid Stimulating Hormon) dilakukan setiap 6 bulan dan jika
ada tanda-tanda hipotiroid.
Evaluasi Lanjutan Setelah Pasien Sembuh atau Pengobatan Lengkap
1. Evaluasi dilakukan tiap 6 bulan sekali selama 2 tahun, kecuali timbul gejala dan
keluhan TB seperti batuk, produksi dahak, demam, penurunan berat badan, dan tidak
ada nafsu makan
2. Pemeriksaan yang dilakukan adalah anamnesis lengkap, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan dahak, biakan dan foto toraks.

Anda mungkin juga menyukai